Hipotensi ortostatik : Penyebab, proses terjadi dan pengobatannya

HIPOTENSI ORTOSTATIK

Apa itu hipotensi ortostatik??
  • Orthostatic hypotension (hipotensi ortostatik/hipotensi postural), terdiri dari dua kata, yaitu orthostatic yang berarti postur tubuh saat berdiri dan hypotension yang berarti tekanan darah rendah. Artinya, ini adalah keadaan dimana terjadi penurunan darah yang tiba-tiba saat perubahan posisi dari duduk menjadi berdiri. 
  • Hipotensi ortostatik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penurunan dalam tekanan darah ketika seseorang berdiri (postur ortostatik = tegak tubuh, hypo = kurang + tension = tekanan).
  • Hipotensi ortostatik didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik 20 mm Hg atau penurunan tekanan darah diastolik dari 10 mm Hg dalam waktu tiga menit berdiri bila dibandingkan dengan tekanan darah dari posisi duduk atau telentang. Ini hasil dari respon fisiologis tidak memadai terhadap perubahan tekanan darah postural. 

Siapa saja yang dapat mengalami hipotensi ortostatik??
  • Hipotensi ortostatik merupakan penyakit kelemahan dan kronik yang biasanya berhubungan dengan hipofungsi serebral yang dapat terjadi pada siapa saja pada segala tingkat usia,  hanya saja ada kecenderungan peningkatan prevelensi seiring pertambahan usia yang jauh lebih umum terjadi pada orang tua. 
  • Tingginya prevalensinya terjadinya hipotensi ortostsatik  pada orang tua,  sangat bervariasi tergantung pada kondisi medis yang mendasari, misalnya kondisi-kondisi neurologik seperti, diabetic neuropathy, Parkinson disease. Jika hipotensi ortostatik terjadi pada individu dewasa muda, hal itu cenderung disebabkan oleh dehidrasi, bedrest berkepanjangan (yaitu, deconditioning), perdarahan berlebihan atau dysautonomia (disfungsi otonom). 
  • Beberapa survei epidemiologi telah menemukan hipotensi postural dalam sebanyak 20 persen pasien di atas usia 65 dan 30% dengan usia di atas 75 tahun menderita gangguan ini, morbiditas dan mortalitas akibat jatuh dan sinkope pada usia lanjut sering berhubungan dengan gangguan ini. Banyak pasien dengan hipotensi postural memiliki hipertensi sistolik ketika duduk atau telentang. Prevalensinya akan sangat meningkat pada orang tua di panti jompo atau bangsal geriatri (50% dan 68%, masing-masing).  
  • Tingginya prevalensi antara pasien tua mungkin mencerminkan adanya berbagai faktor risiko pada populasi ini, seperti 
    • penyakit neurodegenerative yang menyebabkan hipotensi ortostatik, 
    • penggunaan obat-obat yang dapat merusak respon yang tepat terhadap perubahan postural (misalnya, antihipertensi, antidepresan, vasodilator, termasuk nitrat dan calcium channel blockers, (trisiklik dan fenotiazin) antidepresan, opiat, dan alkohol)
    • penurunan sensitivitas baroreseptor yang diakibat-kan oleh proses atherosklerosis sekitar sinus karotikus dan arkus aorta; hal ini akan menyebabkan tak berfungsinya refleks vasokonstriksi dan peningkatan frekuensi denyut jantung sehingga mengakibatkan kegagalan pemeliharaan tekanan arteri sistemik saat berdiri: 
    • menurunnya daya elastisitas serta kekuatan otot ekstremitas inferior.

Apa saja yang menyebabkan hipotensi ortostatik??
  • Hipotensi ortostatik terutama disebabkan oleh gravitasi yang disebabkan darah pooling di ekstremitas bawah, yang pada gilirannya kompromi vena kembali, mengakibatkan penurunan curah jantung dan menurunkan tekanan arteri berikutnya. 
  • Ketika seseorang berdiri, gravitasi menyebabkan darah berkumpul di kaki. Penurunan tekanan darah disebabkan hanya sedikit darah yang kembali ke jantung untuk dipompa. Normalnya, terdapat suatu sel khusus (baroreceptor) di dekat jantung dan arteri yaitu di arteri karotis dan arcus aorta yang mendeteksi penurunan tekanan darah ini sehingga akan merangsang jantung untuk bekerja lebih cepat dan memompa darah lebih banyak, serta mengaktifkan sistem saraf yang membuat pembuluh darah berkontraksi (menyempit) sehingga bisa menstabilkan tekanan darah. Namun, pada pasien dengan orthostatic hypotension terjadi gangguan pada sel khusus ini. Hipotensi ortostatik disebabkan oleh kegagalan barorefleks (kegagalan outonomik), disfungsi end-organ, atau volume depletion. Kerusakan pada beberapa cabang barorefleks menyebabkan hipotensi ortostatik neurogenik, walaupun dengan lesi-lesi afferent sendiri, hipotensi cenderung lebih sederhana dan disertai fluktuasi yang luas dalam tekanan darah, termasuk hipertensi berat. Obat-obatan dapat menghasilkan hipotensi ortostatik dengan masuk dalam autonomic pathways atau target end-organnya atau dengan mempengaruhi volume intravaskuler. Hipoperfusi otak, oleh hipotensi ortostatik dari beberapa kasus, dapat memicu gejala-gejala intoleransi ortostatik (misalnya, lightheadedness) dan jatuh, dan jika hipotensi berat, syncope.
  • Penyakit hipotensi ortostatik ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Penyakit diabetes mellitus dan penggunaan obat yang berkepanjangan merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. 
Penyebab- penyebab hipotensi ortostatik dapat di lihat pada tabel berikut :
    Gangguan Homeostasis      
           -          Asthenia, usia lanjut, berdiri terlalu lama
           -          Aktivitas berlebihan, dehidrasi, malnutrisi
           -          Keganasan lanjut, demam, septikemia, anemia
           -          Gastrektomi, kehamilan. ketidakseimbangan elektrolit
           -          Efek Valsalva (batuk,defekasi),varices,sinkope vasovagal, sinkope miksi
           -          Temperatur lingkungan yang terlalu panas
    Obat-obatan
           -          Beberapa obat antihipertensi (khususnya guanethi-dine, bethanidine, debrisoquine, alfa bloker, beta bloker)
           -          Diuretik, alkohol,
           -          Obat antiangina golongan nitrat
           -          Sedatif, hipnotik, trankuilizer
           -          Antidepresan trisiklik, antipsikotik
           -          Levodopa dan obat anti Parkinson golongan anti-kolinergik
           -          Insulin, obat hipoglikemik oral
    Jantung
           -          Infark miokard tanpa kongesti
           -       bradykardia
           -          Gangguan irama jantung
           -          Stenosis katup (mitral, aorta)
           -          Perikarditis konstriktif
    Endokrin Metabolik
           -          Diabetes mellitus
           -          Kelainan Addison, bipotiroid
           -          Feokromositoma, sindrom Conn
           -          Porfiria, amiloidosis
           -          Kegagalan fungsi hipofisis
    Ginjal dan Neurolog
    Hemodialisis kronis
    Hipotensi Ortostatik Primer
               -          Hipotensi Ortostatik idiopatik
               -          Sindrom Shy-Drager
    Kelainan pada Sistema Saraf Pusat dan Sistema Saraf Tepi
               -          Tumor intrakranial (parasellar, fossa posterior)
               -          Parkinson, Infark Cerebri Multipel
               -          Encephalopathy Wernicke, Syringomyelia
               -          Insufisiensi Vertebrobasilar
               -          Tabes dorsalis, Mielopathy
               -          Neuropathy perifer (oleh berbagai sebab)
               -          Transeksi Medula Spinalis, Pandysautonomia
               -          Simpatektomi thorakolumbal
               -          Sindrom Guillain-Barrd
               -          Sindrom Riley-Day

    Beberapa penjelasan singkat hubungan faktor penyebab atau etiologi terhadap kejadian hipotensi ortostatik
    • Dehidrasi akibat Demam, muntah, tidak minum cukup cairan, diare berat dan olahraga berat dengan keringat berlebihan semua dapat menyebabkan dehidrasi. Ketika Anda mengalami dehidrasi, tubuh Anda kehilangan volume darah sehingga darah yang di pasok ke otak berkurang.
    • Anemia yang di sebabkan oleh kehilangan darah atau penyebab lain akan menurunkan jumlah sel darah merah yang membawa oksigen dalam aliran darah, dan ini dapat menyebabkan gejala hipotensi ortostatik
    • Masalah jantung. Beberapa kondisi jantung yang dapat menyebabkan tekanan darah rendah. Termasuk denyut jantung sangat rendah kurang dari 60 kali/menit (bradycardia), masalah katup jantung, serangan jantung dan gagal jantung. Kondisi ini dapat menyebabkan hipotensi ortostatik karena mencegah tubuh untuk mampu untuk merespon dengan cepat dalam memompa lebih banyak darah bila diperlukan, seperti ketika berdiri
    • Obat-obatan yang mempengaruhi sistem saraf otonom juga dapat menyebabkan hipotensi ortostatik.
      • obat beta blocker memblokir beta-adrenergik reseptor dalam tubuh, mencegah jantung untuk mempercepat denyut, mencegah jantung berkontraksi sekuat, dan melebarkan pembuluh darah. Ketiga efek ini mempengaruhi kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap perubahan posisi. 
      • alfa bloker akan melebarkan pembuluh darah, dan kelas ini obat dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Efeknya dapat diperbesar jika dikonsumsi dengan nitrat, obat yang digunakan untuk mengobati angina, mononitrate mononitrate, alkohol, atau obat nyeri narkotika. 
      • Hipotensi ortostatik juga merupakan efek samping dari obat- obatan untuk gangguan psikis (psychiatric medications), termasuk trisiklik antidepresan [ amitriptyline (Endep, Elavil), nortriptyline (Pamelor, Aventyl), fenotiazin (Thorazine, Mellaril, Compazine), dan MAO inhibitor (Nardil, Parnate)
    • Refleks vasovagal adalah kondisi yang mungkin terjadi ketika stimulus menyebabkan aktivasi berlebihan dari sistem parasimpatis,sehingga memperlambat denyut jantung dan melebarkan pembuluh darah. Gejala ringan atau pingsan kemudian terjadi karena penurunan tekanan darah dan penurunan aliran darah ke otak. Saraf vagus yang menyebabkan respon ini juga mungkin dalam beberapa kasus dipicu oleh buang air kecil (sinkop berkemih) atau karena gerakan peristaltik usus.
    • Diabetes. Diabetes yang tidak diobati dapat menyebabkan dehidrasi dengan menyebabkan sering buang air kecil. Hal ini dapat memicu hipotensi ortostatik. Selain itu, diabetes dapat merusak saraf yang membantu mengirimkan sinyal yang mengatur tekanan darah
    • Penyakit Addison, atau insufisiensi, adrenal juga dapat dikaitkan dengan ketidakmampuan tubuh untuk mengkompensasi perubahan posisi
    • Gangguan sistem saraf. Beberapa penyakit, seperti penyakit Parkinson, multiple system atrophy (Shy-Drager neuropati perifer) dan amyloidosis, dapat mengganggu regulasi pengaturan tekanan darah normal tubuh.

    Apa saja Faktor risiko untuk terjadinya hipotensi ortostatik???
    • Usia
      • Hipotensi ortostatik umumnya dialami oleh mereka yang berusia 65 tahun atau lebih tua. Pada usia yang lebih tua, kemampuan sel-sel khusus (baroreseptor) di dekat jantung dan arteri leher untuk mengatur tekanan darah dapat diperlambat. Pada usia yang lebih tua, mungkin lebih sulit bagi jantung untuk berdetak lebih cepat dan mengkompensasi penurunan tekanan darah.Selain itu Pengerasan pembuluh darah" atau atherosclerosis yang berkembang seiring dengan bertambahnya usia membuat lebih sulit bagi pembuluh darah untuk beradaptasi dengan cepat bila diperlukan. 
    • Pasien yang mengalami hipertensi dan mengonsumsi obat penurun tekanan darah seperti diuretik, beta dan alfa bloker
    • Kehamilan.
      • Saat kehamilan berlanjut, volume dari sistem peredaran darah akan meluas dan tekanan darah cenderung turun menyebabkan hipotensi ortostatik ketika berdiri dengan cepat. Selain itu, rahim mengembang selama kehamilan, dapat menekan pembuluh darah besar di panggul, mengurangi aliran darah. Tingkat tekanan darah kembali normal setelah melahirkan.
    • Istirahat di tempat tidur yang lama. 
      • Jika Anda harus tinggal di tempat tidur lama karena suatu penyakit, Anda mungkin menjadi lemah. Ketika Anda mencoba untuk berdiri, Anda mungkin mengalami hipotensi ortostatik.
    • Keringat berlebihan karena aktifitas fisik atau paparan panas yang berlebih merupakan faktor risiko dan penyebab potensi dehidrasi yang dapat menurunkan tekanan darah dan memicu hipotensi ortostatik.
    • Pemakaian alkohol yang kronis dan penyalahgunaan narkoba juga faktor risiko untuk terjadinya gejala hipotensi ortostatik
    • Orang yang menderita anoreksia nervosa dan bulimia nervosa juga beresiko mengalami hipotensi ortostatik

    Bagaimana proses terjadinya hipotensi ortostatik???
    • Pada perubahan posisi tubuh misalnya dari tidur ke berdiri maka tekanan darah bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi. Pada orang dewasa normal, tekanan darah arteri rata-rata pada kaki adalah 180–200 mmHg. Tekanan darah arteri setinggi kepala adalah 60–75 mmHg dan tekanan venanya 0. Respon tekanan darah normal yang terjadi ketika seseorang bergerak dari berbaring ke posisi berdiri adalah sedikit penurunan tekanan darah sistolik (kurang dari 10 mmHg) dan sedikit peningkatan tekanan darah diastolik (sekitar 2,5 mmHg) serta stabilisasi ortostatik biasanya dicapai dalam 1 menit berdiri.
    • Ketika seseorang berdiri dari posisi berbaring, sekitar 500 sampai 700 ml darah terkumpul di ekstrimitas bawah dan di sirkulasi splanknikus serta sirkulasi paru. Akibatnya pengisian atrium kanan jantung akan berkurang, dengan sendirinya curah jantung juga berkurang sehingga pada posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara tekanan darah sistolik hinga 25 mmHg, sedang tekanan diastolik tidak berubah atau meningkat ringan hingga 10 mmHg. Penurunan curah jantung akibat pengumpulan darah pada anggota tubuh bagian bawah akan cenderung mengurangi darah ke otak.
    • Pada saat berdiri, tekanan arteri kepala akan turun mencapai 20–30 mmHg, yang dimana seharusnya tekanan arteri kepala tersebut sebesar 60-75 mmHg. Penurunan tekanan ini akan diikuti kenaikan tekanan parsial CO2 (pCO2) dan penurunan tekanan parsial O2 (pCO2) serta pH jaringan otak. Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor yang terdapat di dalam dinding dan hampir setiap arteri besar di daerah dada dan leher; namun dalam jumlah banyak didapatkan dalam dinding arteri karous interna, sedikit di atas bifurcatio carotis, daerah yang dikenal sebagai sinus karotikus dan dinding arkus aorta. Respon yang ditimbulkan baroreseptor berupa peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung serta sekresi zat-zat vasoaktif. Sekresi zat vasoaktif berupa katekolamin, pengaktifan sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron, pelepasan ADH dan neuro- hipofisis. Kegagalan fungsi refleks autonom inilah yang menjadi penyebab timbulnya hipotensi ortostatik, selain oleh faktor penurunan curah jantung akibat berbagai sebab dan kontraksi volume intravaskular baik yang relatif maupun absolut.
    • Hipotensi ortostatik disebabkan oleh kegagalan barorefleks (kegagalan outonomik), disfungsi end-organ, atau volume depletion. Kerusakan pada beberapa cabang barorefleks menyebabkan hipotensi ortostatik neurogenik, walaupun dengan lesi-lesi afferent sendiri, hipotensi cenderung lebih sederhana dan disertai fluktuasi yang luas dalam tekanan darah, termasuk hipertensi berat. Obat-obatan dapat menghasilkan hipotensi ortostatik dengan masuk dalam autonomic pathways atau target end-organnya atau dengan mempengaruhi volume intravaskuler. Hipoperfusi otak, oleh hipotensi ortostatik dari beberapa kasus, dapat memicu gejala-gejala intoleransi ortostatik (misalnya, lightheadedness) dan jatuh, dan jika hipotensi berat, syncope.
    • Tingginya kasus hipotensi ortostatik pada usia lanjut berkaitan dengan
      •  a) penurunan sensitivitas baroreseptor yang diakibat-kan oleh proses atherosklerosis sekitar sinus karotikus dan arkus aorta; hal ini akan menyebabkan tak berfungsinya refleks vaso- konstriksi dan peningkatan frekuensi denyut jantung sehingga mengakibatkan kegagalan pemeliharaan tekanan arteri sistemik saat berdiri: dan
      •  b) menurunnya daya elastisitas serta kekuatan otot ekstremitas inferior.

    Apa gejala klinis dari hipotensi ortostatik??
    • Gejala yang paling umum dari hipotensi ortostatik yang merasa pusing atau pening ketika Anda berdiri setelah duduk atau berbaring yang berlangsung beberapa detik untuk beberapa menit setelah berdiri.
    • Untuk gejala klinis hipotensi ortostatik (Tabel 1), selain gejala umum berupa pusing dan kelelahan penderita bisa pingsan dan pandangan kabur ketika ada penurunan ringan aliran darah otak. Sinkop, transient ischemic attacks (TIA), atau kejang umum mungkin terjadi pada hipoperfusi otak yang lebih parah. Hipoperfusi otot dapat menyebabkan sakit leher, nyeri punggung bawah, dan klaudikasio betis. Hipoperfusi jantung menyebabkan angina pektoris. Acapkali keluhan yang disodorkan penderita lebih merupakan keluhan neuropati autonom yang dapat dilihat pada (Tabel 2). 
    • Keluhan yang muncul kadang tidak berhubungan erat dengan kualitas penyakit. Ada kecenderungan peningkatan kualitas gejala saat pagi hari ketika bangun tidur, makin reda bila hari telah siang atau penderita kembali berbaring
    • Pada orang lanjut usia dengan riwayat hipertensi dan tekanan darah sistolik sebelumnya 160–180 mmHg, keluhan hipotensi ortostatik akan muncul meski penurunan tekanan darah sistolik masih dalam batas yang normal.
    Gejala Klinis Hipotensi Ortostatik
    Gambaran Klinis Neuropati Autonom
         -          Kemunduran fungsi mental
         -          Mudah lelah
         -          Pusing, pingsan
         -          Sering menguap, tutur kata yang kabur, penglihatan kabur
         -          Wajah pucat. keringat dingin
         -          Bradikardi, takikardi
         -          Nausea, perasaan tak nyaman di perut
         -          Sensasi tercekik
         -          Sering merasa kelelahan
         -          Perubahan daya indera penglihatan berupa pandangan tak jelas, mata silau dengan cahaya terang, sindrom Horner
         -          Kelainan kardiovaskular berupa menurunnya toleransi aktivitas, berubahnya respon obat, sinkope postural
         -          Kelainan gastrointestinal berupa anoreksia, perasaan penuh pada perut. diare atau konstipasi, inkonti- nensia feses
         -          Disfungsi seksual berupa menurunnya libido, impotensi
         -          Kelainan ginjal berupa retensi urine. inkontinensia urine
         -           Anhidrosis

    Bagaimana cara diagnosa hipotensi ortostatik???
    • Kewaspadaan tinggi adalah hal yang sangat utama untuk mendiagnosis hipotensi ortostatik, mengingat begitu banyaknya kasus yang tidak terdeteksi. Anamnesis yang terarah dan mendalam sangatlah diperlukan. Riwayat pemakaian obat, penyakit sebelumnya tidak boleh terlupakan.
    • Anamnesis
      • Ini merupakan metode wawancara pada pasien untuk mengetahui identitas pasien, keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit pasien, riwayat kesehatan keluarga. Pada anamnesis selain di tanyakan adanya gejala klinis seperti yang tertera pada tabel diatas, juga harus fokus pada riwayat penggunaan obat-obatan, alkohol, dan kelainan sistem otonom, neurologis, kardiovaskuler serta endokrin. Acapkali keluhan yang disodorkan penderita lebih merupakan keluhan neuropati autonom (pada Tabel diatas). Pada kelainan otonom, dokter harus mencari adanya gejala penurunan keringat, gejala yang berkaitan dengan gastroparesis, inkontinensia,dan impotensi.
      • Pada pasien yang lebih tua dengan kegagalan otonom, gejala hipotensi ortostatik sering timbul setelah nokturia berlebihan atau setelah makan, dan dapat memperburuk selama latihan. Keluhan yang muncul kadang tidak berhubungan erat dengan kualitas penyakit. Ada kecenderungan peningkatan kualitas gejala saat pagi hari ketika bangun tidur, makin reda bila hari telah siang atau penderita kembali berbaring. Namun, kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala.
      • Pada orang lanjut usia dengan riwayat hipertensi dan tekanan darah sistolik sebelumnya 160 mmHg, keluhan hipotensi ortostatik akan muncul meski penurunan tekanan darah sistolik masih dalam batas yang normal
    • Pemeriksaan fisik
      • Untuk menegakkan diagnosis, pengukuran tekanan darah hendaknya dilakukan pada dua kondisi yang berbeda. Pada saat berbaring dan berdiri tekanan darah dan nadi diukur dengan interval 1–2 menit setelah masing-masing berbaring dan berdiri selama 10 menit. Tekanan darah selama berdiri diukur tiap 20 menit. Untuk mendeteksi adanya ortostatik postural yang terjadi setelah aktivitas, maka pengukuran tekanan darah setelah penderita melakukan kegiatan fisik ringan sangat diperlukan
      • Diagnosis Hipotensi Ortostatik patut dipertimbangkan bila dijumpai penurunan tekanan darah sistolik paling sedikit 20 mm Hg atau penurunan tekanan darah diastolik minimal 10 mm Hg dalam waktu 3 menit dari berdiri tegak.
      • Tujuan dalam mengevaluasi hipotensi ortostatik, seperti halnya dengan semua bentuk tekanan darah rendah, adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari. Respon denyut jantung terhadap perubahan postural dapat memberikan informasi penting tentang penyebab hipotensi ortostatik. Adanya perubahan minimal pada denyut jantung (kurang dari 10x/menit) dari posisi berbaring ke posisi berdiri pada hipotensi ortostatik, menunjukan penurunan refleks baroreseptor, sedangkan takikardia (peningkatan denyut jantung lebih dari 20x/menit) mengindikasikan deplesi/penurunan volume intravaskular.
      • Dalam mendiagnosa hipotensi ortostatik juga di lakukan penemuan penyebab terjadinya hipotensi ortostatik berdasarkan riwayat atau kelainan yang dialami pasien sehingga memudahkan penatalaksanaan atau pengobatannya.
      • Berikut ini saya paparkan beberapa kemungkinan kondisi medis yang dapat melatarbelakangi kejadian hipotensi ortostatik sehingga di harapkan dapat di tanggulangi etiologinya sehingga dengan sendirinya keluhan hipotensi ortostatik dapat diatasi.
      • Historical features
        Possible etiology
        -          Abnormal uterine bleeding, fatigue, rectal bleeding
        -          Amaurosis fugax, aphasia, dysarthria, unilateral sensory and motor symptoms
        -          Bradykinesia, pill-rolling tremor, shuffling gait
        -          Burns
        -          Chest pain, palpitations, shortness of breath
        -          Chills, fever, lethargy, nausea, vomiting
        -          Extremity swelling
        -          High-risk sexual behavior
        -          Progressive motor weakness
        -          Relapsing neurologic symptoms in various anatomic locations
        -          Symptoms after a meal
        -          Witnessed collapse

              -          Anemia
              -          Stroke
              -          Parkinson disease
              -          Deplesi volume intravaskular
              -          Congestive heart failure, myocardial infarction, myocarditis, pericarditis

              -          Gastroenteritis, sepsis
              -          Congestive heart failure, venous insufficiency
              -          AIDS, neurosifilis
              -          Guillain-BarrĂ©, multiple system atrophy
              -         Multiple sclerosis
              -          Postprandial hipotensi
              -          Cardiac arrhythmia, seizure
      • Adanya kecurigaan gangguan fungsi autonom sehingga menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik memerlukan pemeriksaan neurologis
      • Tabel  Tes Fungsi Autonom
      • Prosedur
        Respon normal
        -          Manuver Valsalva
        -          Perubahan posisi  (berbaring ke tegak)
        -          Inhalasi Amyl Nitrit
        -          Hiperventilasi
        -          Tes pacu dingin
        -          Tes keringat
        -          Noradrenalin plasma
        -          Tes Atropin Sulfat
        -          Peningkatan tekanan darah
        -          Takhikardia
        -          Takhikardia
        -          Hipotensi
        -          Kenaikan tekanan darah sistolik
        -          Keringat merata
        -          Normal saat istirahat, meningkat saat posisi tubuh berdiri
        -          Peningkatan frekuensi denyut jantung
    • Temuan pemeriksaan fisik kunci dalam evaluasi dicurigai hipotensi ortostatik. Pemeriksaan Fisik untuk Petunjuk Diagnosis Hipotensi ortostatik dapat dilihat pada tabel dibawah ini...
    • Examination findings
      Possible diagnosis
      -          Aphasia, dysarthria, facial droop, hemiparesis
      -          Cardiac murmur or gallop
      -          Cogwheel rigidity, festinating gait, lack of truncal rotation while turning, masked facies
      -          Confusion, dry mucous membranes, dry tongue, longitudinal tongue furrows, speech difficulty, sunken eyes, upper body weakness
      -          Decreased libido, impotence in men; urinary retention and incontinence in women
      -          Dependent lower extremity edema, stasis dermatitis
      -          Stroke
      -          Congestive heart failure, myocardial infarction

      -          Parkinson disease
      -          Dehydration (in older patients)
      -          Pure autonomic failure
      -          Right-sided congestive heart failure, venous insufficiency
    Pemeriksaan Laboratorium
    • Pemeriksaan darah lengkap : tanda-tanda perdarahan,anemia atau infeksi.
    • Pemeriksaan kimia darah : kelainan metabolik,dislipidemia, fungsi hati dan fungsi ginjal.
    • Pemeriksaan elektrolit dilakukan jika ada riwayatkehilangan cairan melalui muntah atau diare dan dari pemeriksaanfisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi.
    Pemeriksaan Penunjang
    • Elektrokardiogram (EKG). Ini merupakan suatu tes invasif mendeteksi penyimpangan dalam irama jantung atau struktur jantung, dan masalah dengan pasokan darah dan oksigen ke otot jantung.
    • Echocardiogram. Ini merupakan suatu tes noninvasif, yang meliputi USG dada, menunjukkan gambar rinci struktur jantung dan fungsinya. Gelombang ultrasound yang ditransmisikan direkam dengan alat yang disebut transduser yang diadakan di luar tubuh. Sebuah komputer menggunakan informasi dari transduser untuk membuat gambar bergerak pada monitor video. Test ini bertujuan untuk mengevaluasi katup jantung dan menilai fungsi otot jantung.
    • Heads-up tilt table test, 
      • Dapat dilakukan jika gejala-gejala hipotensi ortostatik terus menerus berulang namun sulit untuk mendokumentasikan kelainan-kelainan dalam pembacaan tekanan darah. Tes mungkin berguna dalam membedakan hipotensi ortostatik dari gangguan lain yang dapat hadir dengan gejala orthostasis, seperti sinkop neurocardiogenic dan juga mengevaluasi bagaimana tubuh bereaksi terhadap perubahan posisi.
      • Tes ini dilakukan di ruangan yang tenang dengan suhu 68 ° F hingga 75 ° F (20 ° C sampai 24 ° C). Pasien harus beristirahat sementara terlentang selama lima menit sebelum tes dimulai. Sewaktu tes, pasien diikat diatas meja yang rata, kemudian meja secara berangsur-angsur dimiringkan ke sudut 70 atau 80 derajat, pembacaan tekanan darah dan denyut jantung terus menerus diambil. Pasien dibiarkan diatas meja selama lebih dari 10 menit untuk mencari perubahan-perubahan tertunda yang terlihat pada postural orthostatic tachycardia syndrome
      • Tes ini dianggap positif jika tekanan darah sistolik turun 20 mm Hg bawah dasar atau jika tekanan darah diastolik turun 10 mm Hg bawah baseline. Jika gejala terjadi selama pengujian, pasien harus dikembalikan ke posisi telentang segera.
      • Patient undergoing head-up tilt-table testing
    • Manuver Valsava ini tes invasif memeriksa fungsi sistem saraf otonomik dengan menganalisa denyut jantung dan tekanan darah setelah beberapa siklus dari jenis pernapasan: Anda mengambil napas dalam-dalam dan kemudian memaksa udara keluar melalui bibir Anda, seolah-olah Anda mencoba meledakkan balon kaku
    • Magnetic Resonance Imaging dapat digunakan untuk menilai kemungkinan etiologi hipotensi ortostatik neurogenik. Hipotensi ortostatik sering neurogenik pada pasien dengan sejarah Hipotensi ortostatik, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium tidak menunjukkan penyebab lain.

    Bagaimana penatalaksanaan hipotensi ortostatik??
    PENGELOLAAN UMUM
    • Pemberian obat-obat yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik hendaknya dikurangi atau dihentikan sama sekali. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur seperti berjalan cukup mampu mengurangi timbulnya gejala. Tidur dengan posisi kepala terangkat ± 30 cm dan alas tidur dapat memperbaiki hipotensi ortostatik melalui mekanisme berkurangnya tekanan arteri ginjal yang selanjutnya akan merangsang pelepasan renin dan meningkatkan volume darah.
    • Pada penderita yang tidak memiliki penyakit jantung, penambahan garam dalam menu sangat berguna; jumlah yang diberikan terbatas 200 mmol perhari. Menghindari mengejan saat miksi atau defekasi dan perubahan mendadak dari posisi berbaring ke berdiri akan menolong mengatasi gejala. Pada penderita hipotensi ortostatik setelah makan. dianjurkan mempersering frekuensi makan makanan ringan selain itu perlu pila pembatasan aktivitas fisik segera setelah makan. Aktivitias lebih baik dilakukan sebelum makan dari pada setelah makan dan lebih baik sore hari dari pada pagi hari.
    • Adanya pengumpilan volume darah secara berlebihan pada ekstremitas inferior dapat dikurangi dengan pemakaian stocking elastis, yang digunakan dari metatarsal hingga lipat paha; hanya saja amat merepotkan, apalagi di daerah tropis. Pada keadaan berat, pakaian antigravitasi dapat digunakan.
    • Pasien yang lebih tua harus mengkonsumsi minimal 1,25-2,50 L cairan per hari untuk menyeimbangkan jumlah cairan yang di keluarkan lewat urin selama 24 jam.
    • Program latihan difokuskan pada peningkatan udara dan mengajar manuver fisik untuk menghindari hipotensi ortostatik telah terbukti bermanfaat. 24 Pasien harus secara aktif berdiri dengan kaki disilangkan, dengan atau tanpa bersandar ke depan. Jongkok telah digunakan untuk mengurangi gejala hipotensi ortostatik. 24 manuver lainnya termasuk latihan isometrik melibatkan lengan, kaki, dan otot perut selama perubahan posisi atau berdiri terlalu lama
    PENGELOLAAN KHUSUS
    Obat turut memegang peranan cukup penting untuk mengatasi hipotensi ortostatik dan hendaknya diberikan setelah pengelolaan umum tidak membuahkan hasil. Pada kasus-kasus neurologis, pemberian obat hanya bersifat simptomatis.
    Jenis obat yang diberikan adalah:
    • Fludrokortison
      • Fludrocortisone, yang merupakan mineralokortikoid sintetis, yang merupakan preparat pilihan dalam penanganan hipotensi ortostatik.
      • Efek yang ditimbulkan berupa peningkatan sensitivitas vaskular terhadap noradrenalin endogen; pertambahan volume cairan ekstraselular akibat retensi garam; peningkatan osmolaritas dan tahanan vaskular akibat perubahan konsentrasi elektrolit pada dinding pembuluh darah.
      • Dosis yang umum diberikan adalah 0,1–1 mg tiap hari. Dosis harus dititrasi dalam kisaran terapi sampai gejala hilang, atau sampai pasien mengembangkan edema perifer atau memiliki peningkatan berat badan dari 1,8-3,6 kg.
      • Efek samping yang dapat terjadi adalah gagal jantung kongestif, sakit kepala, oedem perifer serta hipokalemia.
    • Preparat Vasokonstriktor
      • Preparat simpatomimetik seperti efedrin, amfetamin, hidroksiamfetamin, fenilefrin, tiramin, etilefrin dan inetilphenidate dilaporkan cukup memadai untuk mengatasi hipotensi ortostatik yang diakibatkan gangguan fungsi autonom. 
      • Kombinasi dengan preparat Monoamine Oksidase Inhibitor seperti tranul- sipromin atau phenelzine sangat berhasil pada beberapa kasus, tetapi disertai risiko terjadinya hipertensi.
    • Preparat lain
      • Preparat inhibitor sintesis prostaglandin seperti indomethasin dan flurbiprofen memberikan hasil memadai. Dilaporkan indomethasin meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer pada penderita neuropati autonom, diduga akibat peningkatan sensitivitas reseptor pembuluh darah terhadap noradrenalin. Kedua preparat tersebut juga meningkatkan tonus otot halus pada kasus neuropati autonom dengan menghambat sintesis prostaglandin lokal.
      • Dihidroergotamin yang merupakan turunan ergot dilaporkan cukup memadai untuk kasus yang disebabkan oleh kegagalan fungsi autonom. Efek pemberian preparat ini adalah konstriksi selektif dinding vena. Efektivitasnya rendah bila diberikan per oral sehingga penggunaannya terbatas.
      • Preparat beta blocker seperti pindolol dilaporkan memberikan efek positif bila dalam penanganan penderita neuropati autonom kronis yang disertai hipotensi ortostatik

    DAFTAR PUSTAKA
    1. Consensus statement on the definition of orthostatic hypotension, pureautonomic failure, and multiple system atrophy. The Consensus Committee of the American Autonomic Society and the AmericanAcademy of Neurology. Neurology 1996; 46(5):1470.
    2. Hartono, M. 1997. Hipotensi Ortostatik. Cermin Dunia Kedokteran No.120
    3. Lahrmann H, Cortelli P, Hilz M, Mathias CJ, Struhal W, Tassinari M. EFNS guidelines on the diagnosis and management of orthostatic hypotension. Eur J Neurol. 2006;13(9):930–936.
    4. Freeman R. Clinical practice. Neurogenic orthostatic hypotension. N Engl J Med. 2008;358(6):615–624
    5. Setiati, S, et al. 2006. Proses Menua dan Implikasi Klinisnya. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
    6. Rose, K.M., et al. 2006. Orthostatic Hypotension Predicts Mortality in Middle-Aged Adults The Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC)Study. Journal of The American Keart Association. 114;630-636
    7. Jamnadas-Khoda J, Koshy S, Mathias CJ, Muthane UB, Ragothaman M, Dodaballapur SK. Are current recommendations to diagnose orthostatic hypotension in Parkinson's disease satisfactory? Mov Disord. 2009;24(12):1747–1751.
    8. Bradley WG. Neurology in Clinical Practice. 5th ed. Philadelphia, Pa.: Butterworth-Heinemann/Elsevier; 2008
    9. Low PA, Singer W. Management of neurogenic orthostatic hypotension: an update. Lancet Neurol. 2008;7(5):451–458