hipotermia akibat anasthesi

PENGARUH ANESTESI TERHADAP TERMOREGULASI

Anestesi dan operasi merupakan hal-hal yang dapat mengganggu termoregulasi. Hipotermia merupakan suatu keadaan yang sering terjadi selama penderita mengalami pembedahan. Hipotermia ini merupakan kombinasi dari gangguan termoregulasi karena anestesi, ruangan operasi yang dingin dan faktor-faktor pembedahan yang menyebabkan hilangnya panas tubuh

1.Anasthesi umum
Hampir semua penderita yang mendapatkan anestesi umum menjadi hipotermia. Hal ini disebabkan anestesi umum mengakibatkan gangguan pada termoregulasi tubuh. Anestesi umum menyebabkan peningkatan nilai ambang respon terhadap panas dan penurunan nilai ambang respon terhadap dingin. Dengan kata lain, interthreshold range menjadi melebar dari 0,4ºC menjadi sekitar 2-4ºC.

Klasifikasi mengenai hipotermia masih belum mendapatkan suatu kesepakatan diantara ahli-ahli anestesiologi. Ada yang membagi hipotermia menjadi hipotermia ringan antara 32-35ºC, hipotermia sedang 28-32º C dan hipotermia berat kurang dari 28ºC. Tetapi ada yang menggunakan batasan untuk hipotermia ringan antara 33-36,4ºC dan tidak menetapkan batasan antara hipotermia sedang dan berat. Penggunaan batasan ini karena pada suhu ini kemungkinan disfungsi organ akan mulai timbul.

Beberapa hal yang menyebabkan penderita menjadi hipotermia pada saat menjalani operasi adalah:
  •  Anestesia menurunkan produksi panas.
  • Panas tubuh yang hilang tinggi karena ruang operasi yang dingin, pemberian cairan yang dingin, irigasi cairan pada luka operasi dan evaporasi serta radiasi dari luka operasi.
  • Kompensasi tubuh tidak terjadi karena penderita tidak sadar dan kadang-kadang lumpuh karena obat pelumpuh otot serta respon otonom termoregulasi terganggu.
Hipotermia selama anestesi umum mengikuti suatu pola tertentu, yaitu terbagi menjadi 3 fase. Fase tersebut adalah fase redistribusi, fase linear dan fase plateau

Fase Redistribusi
Induksi anestesi umum akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Hal ini terjadi melalui dua mekanisme, yaitu obat anestesi secara langsung menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dan anestesi umum menurunkan nilai ambang vasokonstriksi dengan menghambat fungsi termoregulasi sentral.


Vasodilatasi ini akan mengakibatkaan panas tubuh dari bagian sentral suhu inti mengalir ke bagian perifer. Redistribusi panas tubuh ini akan menyebabkan peningkatan suhu perifer tetapi menyebabkan penurunan suhu inti. Penurunan suhu inti pada fase ini terjadi dengan cepat. Suhu inti turun 1-1,5ºC selama jam pertama.

Fase Linear
Setelah fase redistribusi, suhu inti akan turun dengan lambat selama 2-4 jam berikutnya. Penurunan ini sekitar 0,5ºC setiap jamnya. Hal ini terjadi karena panas tubuh yang hilang lebih basar daripada panas yang diproduksi. Metabolisme tubuh menurun sebesar 15-40% selama anestesi umum.

Pada fase ini, panas yang hilang tergantung dari jenis operasi. Hipotermia lebih banyak terjadi pada operasi besar dibanding operasi kecil. Juga pada suhu ruangan operasi yang lebih rendah. Pada fase ini, penggunaan insulator atau pemanasan intra operatif paling efektif dilakukan.

Fase Plateau
Setelah penderita teranestesi dan melewati fase linear, suhu tubuh akan mencapai keseimbangan. Pada fase ini, produksi panas seimbang dengan panas yang hilang. Fase ini terbagi menjadi dua, yaitu fase pasif dan aktif.
  • Fase plateau pasif terjadi jika produksi panas seimbang dengan panas yang hilang tanpa disertai aktivitas dari termoregulasi, yaitu tanpa disertai terjadinya vasokonstriksi. Tapi kombinasi dari penurunan produksi panas karena anestesi dan faktor-faktor operasi yang lain menyebabkan fase ini jarang terjadi. Fase ini lebih sering terjadi pada operasi-operasi kecil pada penderita yang terselimuti atau terbungkus oleh insulator yang baik.
  • Fase palteau aktif terjadi saat suhu tubuh telah mencapai keseimbangan dengan terjadinya mekanisme vasokonstriksi. Pada saat suhu inti mencapai 33-35ºC akan memicu sistem termoregulasi untuk vasokonstriksi untuk mengurangi panas tubuh yang hilang dengan membatasi aliran panas dari jaringan inti ke jaringan perifer.
Pada fase ini, panas tubuh yang dihasilkan akan dipergunakan untuk mempertahankan suhu inti tetap stabil atau tidak turun lagi. Oleh karena itu suhu perifer akan menurun karena tidak mendapatkan suplai panas dari suhu inti walaupun suhu inti tetap dipertahankan konstan.

2. Anasthesi Regional
Anestesi regional baik spinal maupun epidural menurunkan nilai ambang vasokonstriksi dan shivering di atas level blok simpatis sekitar 0,6ºC . Penurunan ini tidak disebabkan karena resirkulasi dari obat anestesi lokal, karena gangguan yang ditimbulkan hampir sama antara spinal dan epidural, meskipun jumlah dan lokasi obat anestesi lokal antara keduanya berbeda.

Perubahan nilai ambang ini terjadi karena anestesi regional menghalangi semua informasi suhu dari bagian yang terblok, tetapi yang terbanyak adalah informasi suhu dingin. Otak kemudian menginterpretasikan sebagai kaki yang relatif hangat. Hal ini akan memberikan informasi terhadap sistem termoregulasi untuk menurunkan nilai ambang vasokonstriksi dan shivering. Penurunan nilai ambang ini sebanding dengan jumlah segmen yang terblok.

Seperti pada penderita dengan anestesi umum, pada penderita dengan anestesi regional baik spinal maupun regional juga mengalami redistribusi panas tubuh dari jaringan inti ke perifer. Anestesi regional menghambat kontrol termoregulasi secara sentral tapi yang lebih penting adalah pengaruh anestesi regional dalam menghambat aktivitas saraf simpatis yang menyebabkan tak terjadinya vasokonstriksi dan shivering pada bagian tubuh yang terblok. Oleh karena itu, redistribusi anestesi regional terbatas pada kaki . Seperti halnya anestesi umum, redistribusi panas dari sentral ke perifer ini akan menyebabkan terjadinya hipotermia, walaupun tak seberat pada anestesi umum.

Hipotermia pada anestesi regional juga diikuti oleh fase linear, fase penurunan suhu tubuh yang lambat karena pembentukan panas lebih kecil dibandingkan dengan produksi panas. Tapi pada anestesi regional, fase linear tidak diikuti oleh fase plateau. Hal ini terjadi karena, hipotermia pada anestesi regional akan memicu vasokonstriksi dan shivering pada bagian tubuh yang tidak terblok. Tapi hal ini tak cukup untuk mencegah hipotermia yang terjadi. Sedangkan kehilangan panas tubuh terus berlanjut karena bagian tubuh yang terblok tidak terjadi vasokonstriksi dan vasodilatasi yang terjadi akan menyebabkan tubuh terus kehilangan panas.

Hipotermia pada anestesia regional tidak memicu sensasi dingin dari penderita. Hal ini disebabkan karena persepsi terhadap dingin tergantung dari informasi suhu kulit, sedangkan vasodilatasi dari pembuluh darah kulit yang disebabkan oleh anestesi regional akan memberikan sensasi panas / hangat di kaki.

Redistribusi panas tubuh merupakan penyebab utama hipotermia selama jam pertama baik pada anestesi umum maupun regional Selama tindakan pembedahan yang relatif singkat, hipotermia lebih berat pada penderita yang menjalani anestesi umum. Tetapi pada operasi yang lama dan besar, pada saat penderita dengan anestesi umum mengalami fase plateau sehingga suhunya cenderung stabil, penderita dengan anestesi regional sering makin menjadi hipotermia

UNTUK LEBIH LENGKAP DAPAT DI BACA DI SINI YANG MERUPAKAN HASIL UNDUHAN DARI Anesthesiology Online Journal .. DOWNLOAD DISINI