Transfusi darah : indikasi, komponen dan prosedur


Video penjelasan Transfusi Darah 


PENDAHULUAN
  • Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.
  • Seiring dengan semakin majunya perkembangan dalam bidang ilmu bedah dan pengobatan saat ini akan memberikan pengaruh terhadap berbagai macam tindakan pembedahan untuk mengatasi beraneka ragam penyakit/kelainan yang semakin banyak dan beragam jenisnya.Akibat dari hal ini akan berdampak pula terhadap kemungkinan pemebrian tranfusi darah untuk mengatasi / mengkoreksi masalah yang timbul sebelum dilakukan tindakan pembedahan.
  • Indikasi pemberian tranfusi darah mempunyai tujuan antara lain :
    1. Menjamin kemampuan penyediaan oksigen dalam batas curah jantung yang dapat dihasilkan oleh tubuh.
    2. Menjamin cukup tersedia trombosit dan faktor-faktor pembekuan.
    3. Mencukupi isi ruang intra vaskuler.
    4. Memenuhi kebutuhan oksigenasi ke jaringan tubuh dan organ – organ vital
    5. Membantu proses metabolisme sel-sel tubuh
  • Pemberian tranfusi darah kadang merupakan suatu tindakan untuk penyelamat jiwa, akan tetapi morbiditas dan mortalitas setelah tranfusi darah juga cukup tinggi. Mengingat akan keuntungan dan efek samping yang ditimbulkan juga cukup besar, maka pemberian tranfusi darah sebaiknya hanya diberikan sesuai dengan indikasi.

VOLUME DAN DISTRIBUSI CAIRAN TUBUH
  • Jumlah cairan tubuh seorang laki-laki dewasa dengan berat badan ideal diperkirakan 60 % dari berat badan ideal, sementara pada orang pada orang gemuk lebih banyak lemak dari pada air, seperti halnya wanita presentasi lebih kecil . Sedangkan pada orang kurus dan bayi relatif lebih besar. Pada bayi yang kekurangan nutrisi presentasi cairan tubuh lebih dari 80 %. Hal ini penting karena bayi sangat peka terhadap gangguan keseimbangan cairan atau elektrolit dibanding orang dewasa. Makin gemuk seseorang makin mudah terjadi dehidrasi oleh karena jumlah cairan tubuh total relatif lebih sedikit.
  • Distribusi cairan tubuh terdiri dari :
    • Cairan intra seluler (ICF)
    • Cairan ektra seluler (ECF), terdiri dari : cairan intra vaskuler dan cairan interstitial
    • Cairan transeluler
  • Cairan intra seluler dan ekstra seluler dibatasi oleh dinding sel permeable terhadap air, agak permeable terhadap Natium dan sedikit permeable terhadap kalium tetapi oleh karena sering bergabung dalam molekul yang besar , maka membran menjadi impermeable.
  • Cairan intra seluler ( ICF )
    • Cairan intra seluler merupakan bagian terbesar dari seluruh tubuh, diperkirakan 2 X ECF pada orang dewasa, sedangkan pada bayi sebesar 4/3 X ECF.
  • Cairan ekstra sel ( ECF )
    • Cairan ekstra seluler terdiri dari cairan interstitial dan intra vaskuler dalam perbandingan 3 : 1 pada orang dewasa, sedangkan pada bayi 5 : 1.
    • Cairan intra vaskuler (plasma) berada dalam :
      • • System vena 55 %
      • • System arteri 20 %
      • • Jantung, paru, pembuluh kapiler 35 %.
  • Cairan transeluler
    • Adanya cairan transeluler oleh karena pengangkutan cairan ekstra seluler melalui epithel, diperkirakan hanya 1 – 3 % dari berat badan atau 15 cc/kg BB. Adapun komposisi cairan tubuh selain air juga terdapat zat-zat yang terlarut didalamnya yang terdiri dari elektrolit ( Na, K, Cl, H, HCO3 ) dan non elektrolit ( Glukosa, urea, creatine ). Dalam cairan tubuh komposisi anion dan kation akan selalu ada dalam jumlah yang sama.

WAKTU PEMBERIAN
  • Respon tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan dan lamanya perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh dan menimbulkan respon terhadap apa yang diberikan. 
  • Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10 % jumlah volume darah tidak menyebabkan perubahan tanda-tanda fisik. Frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor volume dalam atrium kanan akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat vasomotor meransgsang sistem saraf simpatis yang mengakibatkan vasokonstriksi. 
  • Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan cairan ke dalam ruang intersitiel berkurang dan perfusi ginjal yang turun menyebabkan retensi air dan ion Natrium,hal ini akan menyebabkan volume darah kembali normal dalam 12 jam, walaupun agak encer. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dan dalam waktu 2 minggu kemudian akan terjadi hemopoiesis ekstra yang menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan 30 % dari EBV pada orang sadar.
  • Pada orang drewasa sehat kehilangan darah dibawah 30 - 40 % dan nilai hematotkrit masih diatas 20 % masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer Laktat.
  • Pada bayi oleh karena safety of margin lebih kecil, darah sebaiknya diberikan pada saat perdarahan lebih dari sama dengan  10 % dari EBV. Pada perdarahan hebat dapat dipakai cairan koloid untuk mengganti volume darah dan menjaga stabilitas kardiovaskuler.Setelah perdarahan teratasi, terapi tranfusi harus segera diberikan untuk mengganti volume darah yang hilang. Kehilangan darah 40 % biasanya memerlukan transfusi. Namun kebanyakan pasien dapat distabilkan dengan kristaloid atau koloid selama resusitasi awal. 
  • Kehilangan darah lebih dari 40 % potensial mengancam jiwa, tanda-tanda dan gejalanya adalah :
    • Takikhardi yang nyata
    • Hipotensi hebat sampai tak terukur
    • Depresi bermakna tekanan darah sistolik, tekanan nadi yang sangat kecil dan seringkali tidak dapat ditentukan tekanan diastolik dengan cara auskultasi.
    • Akral dingin
    • Sianosis
    • Penurunan kesadaran
    • Oliguria sampai anuria
  • Meskipun demikian, penentuan kapan darah diberikan dan berapa jumlahnya tidak selamaya mudah.Untuk pemberian tranfusi pra bedah harus dilakukan minimal 48 jam sebelum pembedahan, mengingat kadar 2,3 DPG akan membali normal setelah 48 jam pasca tranfusi.

RUMUS KOREKSI PEMBERIAN DARAH
  • Secara garis besar untuk melakukan koreksi pemberian darah dengan menggunakan rumus sbb : 

USIA
RUMUS
CATATAN
DEWASA
( Hb koreksi – Hb awal ) X BB ( dlm Kg ) X 6  = ........ ml  
( Hb koreksi – Hb awal ) X BB ( ldm Kg ) X 3 = ......... ml
(catatan:untuk melakukan koreksi dengan menggunakan Whole Blood )
( catatan : untuk koreksi dengan PRC)
BAYI ATAU ANAK-ANAK
ERCM  =  EBV X Ht   ( dgn asumsi Ht normal 30 % ) 
Rumus koreksi dengan menggunakan pedoman hematokrit
 
Indikasi pemberian transfusi
  • Sejak tahun 1941, sel darah merah ditransfusikan secara rutin bila Hb kurang dari 10 gr%. Aturan ini tidak dianut lagi karena berbagai resiko transfusi yang ada seperti infeksi, imunosupresif, juga biaya besar yang diperlukan dan terbatasnya persediaan darah yang ada. 
  • Indikasi utama dari transfusi darah adalah intuk optimalisasi kapasitas pengangkutan oksigen ke jaringan (oxygen carrying capacity), kandungan oksigen (oxygen content) dan jumlah oksigen yang dihantarkan ke jaringan (oxygen delivery).
  • Sampai saat ini batas nilai Hb absolut yang men “trigger” pemberian transfusi sel darah merah tidak ada. Batas nilai Hb di mana transfusi mulai diberikan tergantung pada beberapa faktor klinis seperti derajat hipovolemia, anemia akut atau kronik, kecepatan dan jumlah kehilangan darah yang terjadi, cadangan kardiopulmoner pasien, konsumsi oksigen pasien dan ada tidaknya penyakit pembuluh darah aterosklerotik.
  • Kebanyakan ahli sependapat bahwa anemia kronik jauh lebih bisa ditoleransi dari anemia akut karena adanya peningkatan 2,3 DPG pada anemia kronik. Pasien anemia kronik biasanya tetap asimptomatik sampai batas Hb 7 gr%. Pada anemia akut akibat perdarahan, respon yang didapat akan berbeda. Pasien trauma dengan klasifikasi Advanced Trauma Life Support / ATLS kelas I dan II dapat dilakukan resusitasi tanpa perlu transfusi. Pasien trauma dengan syok perdarahan kelas III mungkin membutuhkan transfusi darah. Hampir semua pasien syok perdarahan kelas IV membutuhkan transfusi darah untuk mempertahankan penghantaran oksigen.
  • ATLS membuat klasifikasi pendarahan berdasarkan persentase volume kehilangan darah, yang dapat di lihat pada tabel dibawah ini sebagai berikut:

KELAS
PRESENTASE VOLUME KEHILANGAN DARAH
PENDARAHAN
TEKANAN DARAH
TEKANAN NADI
LAJU NADI/menit
KESADARAN

LAJU NAFAS
Kelas I
Kehilangan volume darah hingga maksimal 15% of blood volume
kurang dari 750 ml
Normal
Normal
kurang dari 100
Agak gelisah
14-20/menit
Kelas II
Kehilangan volume darah antara 15-30% dari total volume
750-1500ml
Normal
Menurun
lebih dari 100
Gelisah
20-30/menit
Kelas III
Kehilangan darah antara 30-40% dari volume pada sirkulasi darah
1500-2000ml
Menurun
Menurun
lebih dari 120
Cemas, gelisah
30-40/menit
Kelas IV
Kehilangan yang lebih besar daripada 40% volume sirkulasi darah
lebih dari 2000ml
Menurun
Menurun
lebih dari 140
Letragi
Lebih dari 35/menit
  • Pada pasien trauma berusia muda, nilai Hb 7 gr% dengan hemodilusi masih bisa ditoleransi karena hemodilusi yang terjadi akan meningkatkan curah jantung dan mempertahankan jumlah oksigen yang dihantarkan ke jaringan. 
  • Pada pasien usia tua dan dengan penyakit pembuluh darah, serebral, ginjal atau penyakit jantung, hemodilusi sampai 7 gr% mungkin tidak aman. Demikian juga pada prosedur pembedahan seperti pengkleman aorta pada pembedahan ruptur aorta, atau klem suprarenal untuk pembedahan vaskuler, dan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dengan penurunan tekanan perfusi serebral,hemodilusi mungkin tidak dianjurkan. Batas nilai Hb yang men”trigger” transfusi pada pasien sakit kritis juga masih kontroversial.
  • Transfusi trombosit diberikan bila terjadi kekurangan kualitas maupun kuantitas trombosit seperti bila produksi trombosit oleh sumsum tulang berkurang, peningkatan destruksi trombosit dan pemakaian trombosit yang meningkat. ASA pada tahun 1996 mengeluarkan rekomendasi transfusi trombosit yang lalu juga dianut oleh Royal College of Physician pada tahun 1998. Transfusi trombosit profilaksis pre operatif jarang dilakukan bila trombositopenia yang terjadi lebih dari 100.000/mm3 dan diakibatkan oleh peningkatan destruksi trombosit ataupun berkurangnya pembentukan trombosit oleh sumsum tulang. Dalam keadaan ini transfusi trombosit baru diberikan bila trombosit kurang dari 50.000/mm3. Transfusi trombosit dianjurkan diberikan pada pasien dengan jumlah trombosit normal bila dijumpai adanya disfungsi trombosit dan perdarahan mikrovaskuler. Pada jumlah trombosit menengah, 50.000 – 100.000/mm3, keputusan untuk memberikan transfusi trombosit tergantung pada jenis pembedahan, disfungsi trombosit dan ada tidaknya abnormalitas koagulasi yang lain. 
  • Plasma beku segar diberikan bila adanya defisiensi faktor koagulasi pada pasien yang memiliki resiko atau pasien yang sedang mengalami perdarahan. Hanya sedikit data yang ada tentang efektif tidaknya pemberian transfusi plasma beku segar . ASA pada tahun 1996 mengeluarkan aturan tentang transfusi plasma beku segar yaitu untuk pemulihan segera gangguan koagulasi yang diakibatkan warfarin, untuk koreksi faktor koagulasi tertentu bila sediaan faktor koagulasi tersebut tidak tersedia, untuk koreksi perdarahan mikrovaskuler bila PT dan APTT lebih dari 1,5 kali normal dan untuk koreksi perdarahan mikrovaskuler setelah transfusi masif bila belum ada hasil pemeriksaan PT dan APTT1.

Pengganti sel darah merah
  • Usaha untuk mencari pengganti sel darah merah sudah lama dilakukan. Transfusi sel darah merah sendiri dapat menimbulkan masalah-masalah seperti masa penyimpanannya yang terbatas, cara penyimpanannya yang sulit (dalam suhu 40 C), keterbatasan donor yang ada, dibutuhkannya pemeriksaan cross-match sebelum transfusi, kemungkinan transmisi penyakit dan penekanan sistem imunologis tubuh. 
  • Pengganti sel darah merah yang ideal adalah yang tidak menimbulkan transmisi penyakit, tidak bersifat antigenik, mudah dibawa dan stabil pada suhu kamar, dapat disimpan dalam waktu yang lama, mudah mengangkut O2 dari paru dan menghantarkannya ke jaringan.
  • Ada 3 golongan larutan pengganti sel darah merah yang saat ini sudah dikembangkan yaitu substitusi hemoglobin, hemoglobin berkapsul liposom (HBL) dan perfluorokarbon.
  • Pada akhir tahun 1800 an, larutan berbasis hemoglobin ,baik dari manusia maupun hewan, mulai digunakan untuk terapi anemia. Masalah dalam penggunaan larutan berbasis hemoglobin ini terutama adalah toksisitas ginjal. Mekanismenya diduga multifaktorial seperti presipitasi hemoglobin di ascending loop of Henle, terjadinya obstruksi tubulus ginjal dan vasokonstriksi arteri renalis. Membran atau stroma dari sel darah merah yang mungkin terdapat dalam larutan tersebut dapat juga secara langsung mengakibatkan cedera ginjal dan mengaktifasi komplemen . 
  • Tehnik baru untuk menghasilkan polimer atau tetramer hemoglobin yang steril dan bebas dari stroma sel darah merah telah dikembangkan. Dengan tehnik ini diharapkan larutan berbasis hemoglobin ini mempunyai kemampuan mengangkut oksigen sama seperti sel darah merah normal, bersifat steril, tidak toksik pada ginjal dan tidak bersifat antigenik. Larutan ini menggunakan hemoglobin manusia, hewan ataupun rekombinan. Disimpan pada suhu 40 C, memiliki masa penyimpanan satu tahun bila disimpan pada keadaan beku, memiliki masa eliminasi kurang dari 24 jam karena bersihannya yang cepat dari sistem endothelial retikuler. Hasil yang tidak menggembirakan didapat dari penelitian paling akhir terhadap larutan berbasis Hb ini . Dilaporkan terjadinya peningkatan mortalitas yang signifikan pada penggunaan diaspirin cross-linked Hb. Larutan hemoglobin berkapsul liposom adalah larutan yang menggunakan tetramer Hb yang lalu dilapis dengan lapisan ganda fosfolipid sintetik. Larutan ini tidak lagi diuji cobakan lebih jauh lagi karena adanya laporan infeksi yang fatal setelah transfusi masif dengan larutan hemoglobin berkapsul liposom pada tikus percobaan.
  • Perfluorokarbon adalah zat sintetik yang tidak larut dalam air dan memiliki kemampuan melarutkan oksigen. Dalam bentuk emulsi, larutan ini bisa diberikan intra vena.Emulsi ini bisa dipersiapkan sedemikian sehingga pH, elektrolit, tekanan onkotik dan tekanan osmotiknya bersifat fisiologis. Masa penyimpanan dalam keadaan beku sampai 4 minggu. Masa sirkulasinya sampai beberapa jam. Diekskresi melalui paru. Saat ini Fluosol DA 20, salah satu jenis perfluorokarbon, telah disetujui penggunaannya pada manusia. Beberapa jenis perfluorokarbon lain sedang diujicobakan pada manusia.
  • Semua pengganti sel darah merah ini memiliki keterbatasan seperti masa sirkulasinya yang singkat, efek samping dan kapasitas pengangkutan oksigennya yang terbatas

GOLONGAN DARAH DAN TEST KOMPABILITAS
  • Sel darah manusia diperkirakan sedikitnya mengandung 300 antigen determinan yang berbeda. Paling sedikit diketahui terdapat 20 sistem antigen golongan darah yang terpisah, hanya sistem ABO dan RH yang penting pada mayoritas tranfusi darah. Antibodi dapat terjadi secara alami atau sebagai respon terhadap sensitisasi dari tranfusi sebelumnya atau kehamilan.
SISTEM ABO
  • Secara sederhana lokus kromosom untuk sistem ABO memproduksi tiga alela : A, B, dan O. Tiap-tiap alela mewakili sebuah enzim yang memodifikasi glikoprotein permukaan sel, menghasilkan antigen yang berbeda. Hampir semua individu tidak mempunyai antibodi A atau B yang secara alami terhadap antigen-antigen tersebut pada tahun pertama kehidupan. Antigen H secara fungsional berhubungan dengan sistem ABO namun dihasilkan oleh locus kromosom yang berbeda. Tidak terdapatnya antigen H (genotipe hh, juga disebut fenotipe Bombay) menghalangi ekspresi gen A atau B, individu seperti ini sangaat langka dan akan mempunyai antibodi anti A atau anti B tanpa memandang genotipe ABO yang dipunyai.
SISTEM RH
  • Genetik gen Rh sangat komplek, mungkin melibatkan 3 locus kromosom dengan total alela 6. Untuk sederhananya, hanya terdapat atau tidak terdapatnya alela yang paling umum dan paling imunogenik, antigen D, yang dipertimbangkan. Aindiviodu yang kurang mempunyai alela ini disebut Rh-negatif dan biasaanya akan mempunyai antibodi terhadap antigen D hanya setelah paparan karena tranfusi (Rh-positif) sebelumnya ataau kehamilan (ibu dengan golongan Rh-negatif melahirkan anak dengan golongan Rh-positif).
TEST KOMPABILITAS
  • Tujuan daari tes seperti ini adalah untuk memperkirakan dan mencegah reaksi antigen-antibodi yang disebabkan tranfusi sel darah merah. Donor dan penerima darah diperiksa tipenya dan diperiksa terhadap terdapatnya antibodi yang berlawanan.
TES ABO-RH
  • Reaksi tranfusi yang paling berat adalah karena inkompabilitas ABO, aantibodiyang didapat secaraa aalami dapat bereaksi terhadap antigen asing, komplemen aktif dan mengakibatkan hemolisis intravaskuler. Sel darah merah pasien dites dengan serum yang mempunyai antibodi terhadap A antibodi terhadap B untuk menentukan golongan darah. Karena keberadaan antibodi ABO alami yang hampir universal, konfirmasi golongan daraah ditentukan dengan menguji serum pasien dengan sel darah merah yang telah diketahui tipe antigennya.
PENCOCOKAN SILANG.
  • Pencocokan silang pada tranfusi, seldonor dicampur dengan serum penerima. Tes yang dapat dipercaya memerlukan paling sedikit 45 menit. Pencocokan silang memenuhu 3 fungsi :
    1. Konfirmasi tipe ABO dan Rh (dalam waktu kurang dari 5 menit)
    2. Deteksi antibodi terhadaap sistem golongan darah lain (butuh waktu 45 menit)
    3. Deksi antibodi dengan titer rendh atau antibodi yang tidak teraglutinasi dengan mudah (butuh waktu 45 menit)
SKREENING ANTIBODI
  • Tujuan tes ini adalah untuk mendeteksi terdapatnya antibodi dalam serum yang biasanya berhubungan dengan reaksi hemolitik non ABO. Tes ini (juga disebut tes Coombs indirect) membutuhkan 45 menit dan melibatkan pencampuran serum pasien dengan sel darah merah yang telah diketahui komposisi antigennya. Jika terdapat antibodi spesifik, antibodi tersebut akan menggumpalkan memebran sel darah merah, dan penembahan antiglobulin antibodi menghasilkan aglutinasi sel darah merah.

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA TRANFUSI
  1. Canulasi dengan I.V cateter no 18/16 dianjurkan untuk tranfusi darah. Bila memang diperlukan dapat dilakukan pemasangan dengan 2 jalur IV line.
  2. Darah yang disimpan pada temperatur 40 C, harus dihangatkan sebelum tranfusi untuk mengurangi kejadian aritmia jantung dan mencegah penurunan temperatur penderita.
  3. Obat-obatan atau cairan jangan ditambahkan pada jalur infus yang digunakan untuk tranfusi darah.
  4. Cairan yaang diberikan sebelum dan sesudah tranfusi pada infus set harus isotonis tanpa calsium (calsium akan menyebabkan pembekuan darah sitrat).

PENYIMPANAN DARAH
  • Darah lengkap diperoleh dari darah yaang diambil dari donor yang kemudian disimpandalam kantong plaastik yang mengandung larutan Acid Citrate dextrose (ACD) atau Citrate Phosphat dextrose (PCD) dan disimpan dialmari pendingin dengan suhu 4 derajat Celcius. Darah lengkap simpan tidak boleh lebih dari disimpan dalam keadaan beku karena dapat mengakibatkan hemolisis.
  • ACD dan PCD merupakan antikoagulaan yang banyak dipakai untuk menyimpan darah. Sitrat dalam larutan berperan sebagaai antikoagulan sedangkan deksytrose berguna untuk sumber energi bagi sel darah merah.
  • Antikoagulan yang lain adalah heparin, karena mempunyai waktu paruh yang singkat (4jam) jarang digunakan. Darah lengkap simpan dengan heparin harus ditranfusikan dalam 12 jam setelah pengambilan daari donor dan umumnya digunakan untuk tranfusi pada neonatus dan bayi saat bedah jantung terbuka.
  • CPD lebih baik dari ACD oleh karena dengan adanya fosfat yang berperan sebagai bufer dapat mempertahankan level ATP sel daraah nerah sehingga umur eritrosit dapat menjadi lebih panjang. Selain itu pada disimpan dialmari pendingin, level 2,3 Di Phospho Glycerate (2,3 DPG) pada darah simpan dengan CPD lebih tinggi dari pada dengan ACD, juga mempunyai Ph yang lebih tinggi dan kadar Kalium yang lebih rendah dari pada dengan ACD.
Perbedaan CPD dan ACD
 
Komponen
CPD
ACD
-          Keasamaan (pH)
-          Hemoglobin
-          Kalium (meq/L)
-          2,3 DPG (m/g Hb)
-          Viabilitas sel darah merah (%)
6,9
21
20
7 (40% normal)
85


6,7
35
29
3,5 (10% normal)
85
  • Darah lengkap yang disimpan dikatakan kadaluwarsa/tidak dapat digunakan lagi setelah 21 hari penyimpanan untuk ACD dan 28 hari untuk CPD. Walaupun kemampuan hidup sel darah merahnya lebih baik, secara legalitas darah dengan CPD sebaiknya tidak diberikan apabila telah tersimpan lebih dari 21 hari. Selain itu darah juga dinyatakan tidak dapat diberikan kepada resipien bila dalam 254 jam setelah pengambilan dari donor jumlah sel darah merah yaang hidup kurang dari 70 %. Kini pada CPD sering ditambahkaan adenin (menjadi CPD-A) yang dapat memperpanjang viabilitas sel darah merah menjadi 35 hari (sel darah merah dapat mencapai 75-80 %) setelah 35 hari penyimpanan) karena adenin dapat mempertahankaan stabilitas nukleotode sel darah merah.

PERUBAHAAN SELAMA PENYIMPANAN
  • Selama dalam proses penyimpanan darah akan mengalami perubahaan dan sifat yang sedikit banyak berpengaruh terhadap tubuh resipien. 
  • Perubahan-perubahan tersebut antara lain :
1. Keasaman (pH)
  • PH daraah normal adalah 7,4. Bila ACD daan PCD yang masing-masing mempunyai pH 5,0 dan 5,5 ditambahkan kedalam daraah maka pH darah akan menurun menjadi  7,0 dan 7,1. setelah 14 hari penyimpanan, pH darah mencapai 6,7 (ACD) dan 6,9 (CPD). Hal ini disebabkan oleh metabolism dan glikolisis eritrosit yang menghasilkan asam laktat dan piruvat mengakibatkan penurunan pH.
2. 2,3-Diphospho Glicerate (2,3-DPG)
  • 2,3 DPG pada darh berasal dari 3 Phospho-Glyraldehyde yang merupakan produk antara dari jalur Embden Meyerhoff pada glikolisis sel darah merah. Esrter fosfat ini berperan dalam perubahan oksihemoglobin menjadi deoksihemoglobin yang melepas O2 dalam sel darah merah. Makin banyak 2,3 DPG maka ikatan oksigen oleh sel darah merah semakin kurang sehingga makin banyak oksigen yang dilepaskan ke jaringan.Penurunan 2,3 DPG ini sifatnya reversibel. Levelnya akan kembali normal setelah 24 jam ditranfusikan.
3. Intoksikasi sitrat dan konsentrasi kalium
  • Intoksikasi sitrat pada tranfusi sebenarnya bukan disebabkan oleh sitrat yang terdaapat pad ACD atau CPD itu sendiri akan tetapi terjadi karena pengikatan kalsium oleh sitrat yang menyebabkan hipokalsemia. Jadi tanda-tanda dari intoksikasi sitrat merupakan tanda-tanda hipokalsemia yaitu hipotensi, tekanan pulsasi yang melemah, meningkatnya tekanan akhir diastolik intraventrikuler dan peningkatan CVP serta pemanjangan interval Q-T pada EKG. Keadaan hipokalsemia yang berat sendiri dapat mengakibatkan depresi jantung bahkan henti jantung dan gangguan pembekuan darah.

Tehnik baru dalam pengembangan transfusi
  • Teknologi rekombinan protein, dengan intervensi kemikal ataupun plasma telah digunakan saat ini untuk pembentukan faktor koagulasi (VIII, IX dan VIIa). Teknologi rekombinan juga telah digunakan untuk pembuatan albumin dan imunoglobulin. Mungkin tidak lama lagi semua protein plasma yang dipasarkan berasal dari hasil rekombinan ini.
  • Keterbatasan jumlah sel darah merah, terutama golongan O dan B negatif, menimbulkan ide untuk mengembangkan cara mengubah gol darah A dan B menjadi golongan darah O, yaitu dengan menutupi antigen yang ada melalui modifikasi kemikal dari membran sel darah merah. Teknologi biomolekuler juga digunakan untuk mengembangkan penanaman sel hematopoeitik di bioreaktor.
  • Pengembangan sitokain hematopoeitik rekombinan secara dramatis telah menurunkan kebutuhan transfusi sel darah. Bila diberikan baik pada pasien ataupun pada donor darah, faktor pertumbuhan ini akan memobilisasi sel spesifik di sumsum tulang dengan berbagai tahap pertumbuhan . Sel progenitor hematopoeitik dengan berbagai tahap pertumbuhan kini juga dapat diinfuskan in vivo, dan diharapkan dapat mengganti peranan sumsum tulang, mengurangi kebutuhan transfusi darah.

Intervensi farmakologis mengurangi perdarahan
  • Intervensi farmakologis yang telah dikenal penggunaannya untuk mengurangi perdarahan pada operasi elektif adalah analog lisin (asam traneksamat, asam amino kaproat) desmopresin (DDAVP) dan aprotinin.
  • Analog lisin (asam traneksamat, asam amino kaproat) telah dilaporkan bisa mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi pada pembedahan tulang belakang dan panggul. Sebagai analog lisin, asam traneksamat dan asam amino amino kaproat akan menginhibisi fibrinolisis, yaitu proses endogen dalam mekanisme koagulasi di mana fibrin yang terbentuk dihancurkan. Analog lisin bekerja dengan cara melepaskan plasminogen dari fibrin, mencegah konversi plasminogen menjadi plasmin sehingga dengan demikian meniadakan pengaruh plasmin terhadap fibrin atau monomer fibrin. Analog lisin juga dilaporkan bermanfaat untuk mengurangi perdarahan yang terjadi pada pembedahanreseksi prostat transuretra. Analog lisin hanya bermanfaat untuk mengurangi perdarahan yang diakibatkan fibrinolisis berlebihan dan dikontraindikasikan pada kasus DIC.
  • Desmopresin adalah analog sintetik dari hormon alami arginin vasopresin. Desmopresin meningkatkan aktifitas faktor VIII pada pasien dengan hemofilia dan penyakit von Willebrand tipe I. Dilaporkan cukup bermanfaat pada pembedahan jantung pada pasien-pasien yang telah mendapat terapi aspirin sebelumnya. Pemakaiannya pada bedah ortopedik tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Penggunaan desmopresin membutuhkan penelitian lebih lanjut.
  • Aprotinin adalah inhibitor serine protease alami. Secara alami dijumpai pada sel mast pada semua spesies mamalia. Diduga bekerja dengan menginhibisi tripsin, plasmin dan kalikrein. Aprotinin juga menjaga kemampuan adhesi trombosit selama by-pass kardiopulmoner dengan melindungi reseptor glikoprotein IB pada trombosit. Dosis tinggi aprotinin dapat menginhibisi sejumlah proses inflamasi yang terjadi pada bedah jantung terbuka selain mengurangi kebutuhan transfusi darah dan komponennya. Penggunaan aprotinin dosis tinggi juga telah dilaporkan menurunkan angka mortalitas pasien trauma, terutama pada trauma jaringan lunak dan trauma intra abdominal di mana terjadi peningkatan resiko emboli dan koagulasi intravaskular.
  • Terapi eritropoeitin rekombinan manusia telah disetujui penggunaannya saat ini di beberapa negara untuk meningkatkan hematokrit pasien yang akan menjalani transfusi darah autologus. Eritropoeitin meningkatkan jumlah sel darah merah dengan stimulasi proliferasi dan pembentukan sel prekursor eritroid. Bersamaan dengan pemberian eritropoeitin biasanya diikuti dengan pemberian preparat besi dan asam folat. Erotropoeisis yang ditimbulkan eritropeitin tidak dipengaruhi usia dan jenis kelamin. Tidak ada bukti bahwa pembedahan dan pemberian eritropoeitin akan mempengaruhi eritropoeitin endogen pada pasien. Ekspansi sel darah merah akan terlihat dengan peningkatan jumlah retikulosit pada hari ketiga terapi dengan eritropeitin . Jumlah sel darah merah yang ekivalen dengan satu unit sel darah merah terbentuk pada hari ketujuh dan jumlah yang ekivalen dengan lima unit sel darah merah terbentuk pada hari keduapuluh delapan terapi. Penggunaan eritropoeitin saat ini dilaporkan telah berhasil mengurangi persentase darah otologus yang ditransfusikan di Amerika Serikat