PENGOBATAN DAN PENYEBAB LUKA KAKI (KAKI DIABETIK) PADA DIABETES MELITUS

KAKI DIABETIK
PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa prevalensi DM meningkat terutama di kota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi kronik DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi kaki diabetes, yang akan menjadi topik bahasan utama kali ini.

Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, manifestasi komplikasi konik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes.

Berbagai teori dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis terjadinya komplikasi DM. Di antaranya yang terkenal adalah teori jalur poliol, teori glikosilasi dan terakhir adalah teori stress oksidatif, yang dikatakan dapat menjelaskan secara keseluruhan berbagai teori sebelumnya (untflYing mechanism). Apapun teori yang dianut, semuanya masih berpangkal pada kejadian hiperglikemia, sehingga usaha untuk menurunkan terjadinya komplikasi DM harus dilakukan dengan memperbaiki, mengendalikan dan menormalkan kadar glukosa darah. Manfaat usaha menormalkan kadar glukosa darah untuk mencegah terjadinya berbagai komplikasi DM tipe 2 sudah terbukti pada berbagai penelitian epidemiologis skala besar dan lama seperti misalnya pada UKPDS.

Hiperglikemia pada DM dapat terjadi karena masukan karbohidrat yang berlebih, pemakaian glukosa di jaringan tepi berkurang, akibat produksi glukosa hati yang bertambah, serta akibat insulin berkurang jumlah maupun kerjanya. Dengan memperhatikan mekanisme asal terjadinya hiperglikemia ini, dapat ditempuh berbagai langkah yang tepat dalam usaha untuk menurunkan kadar glukosa darah sampai batas yang aman untuk menghindari terjadinya komplikasi konik DM.

Pilar pengelolaan diabetes terdiri dari penyuluhan, perencanaan makan yang baik, kegiatan jasmani yang memadai dan penggunaan obat berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah seperti golongan sekretagogik insulin (sulfonilurea, repaglinid dan nateglinid), golongan metformin, golongan inhibitor alfa glukosidase, golongan tiazolidindion dan insulin. Dengan mengkombinasikan berbagai macam obat berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah, akan dapat dicapai sasaran pengendalian kadar glukosa darah yang optimal untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik DM.

KAKI DIABETES

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengeiolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di lndonesia kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal karena sedikit sekali orang berminat menggeluti kaki diabetes. Juga belum ada pendidikan khusus untuk mengelola kaki diabetes (podiatrist, chiropodist belum ada). Di samping itu, ketidak-tahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih sangat mencolok, lagi pula adanya permasalahan biaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya, semua menambah peliknya masalah kaki diabetes.

Dinegara maju kaki diabetes memang juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49-85% dari sebelumnya.

Tahun 2005 International Diabetes Federation mengambil tema Tahun Kaki Diabetes mengingat pentingnya pengelolaan kaki diabetes untuk dikembangkan. Di RSCM dr CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16 % dan25 % (data RSCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3 persen akan meninggal dalam setahun pasca amputasi,dan sebanyak 37 % akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.

PATOFISIOLOGI KAKI DIABETES

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang 1uas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes (gambar patofisiologi terjadinya kaki diabetes-lampiran).

Lampiran 2. Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetik


KLASIFIKASI KAKI DIABETES

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi Edmonds dari-Kings College Hospital London, Klasifikasi liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi juga lebih mengacu kepada pengeloiaan kaki diabetes.

Suatu klasifrkasi mutakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot (Klasifikasi PEDIS 2003-lihat lampiran). Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima semua pihak akan mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai tempat di muka bumi. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia (P3) tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol (I4), tentu pemberian antibiotik harus adekuat. Demikian juga kalau faktor mekanik yang dominan (insensitive foot, S2), tentu koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan.


Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan dengan pengelolaan adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes (Edmonds 2004-2005):
  • Stage I : Normal Foot
  • Stage 2 : High Risk Foot
  • Stage 3 : Ulcerated Foot
  • Stage 4 : Infected Foot
  • Stage 5 : Necrotic Foot
  • Stage 6 : Unsalvable Foot

Terapi Farmakologis

Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM. Tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki potensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM.

Revaskularisasi
  • Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya. Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular - PTCA. Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi.
  • Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik. Paling tidak faktor vaskular sudah lebih memadai, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang juga masih banyak jumlahnya. Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi ajuvan. Walaupun demikian masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetes.
Wound Control.
  • Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridemen yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam dressing (pembalut) yang masing-masing tentu dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan juga letak luka tersebut. Dressing yang mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, alginate dressing akan bermanfaat pada keadaan luka yang masih produktif. Demikian pula hydrophilicfiber dressing atau silver impregnated dressing akan dapat bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Tetapi jangan lupa bahwa tindakan debridemen yang adekuat merupakan syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelum menilai dan mengklasikasikan luka. Debridement yang baik dan adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/ cairan dari ulkus/gangren.
  • Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau yodine encer, senyawa silver sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridemen non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.
  • Jikalau luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Tentu saja untuk kesembuhan luka kronik seperti pada luka kaki diabetes, suasana sekitar luka yang kondusif untuk penyembuhan harus dipertahankan. Yakinkan bahwa luka selalu dalam keadaan optimal dengan demikian penyembuhan luka akan terjadi sesuai dengan tahapan penyembuhan luka yang harus selalu dilewati dalam rangka proses penyembuhan. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses selanjutnya yaitu proses granulasi dan kemudian epitelialisasi.
  • Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini dipakai di banyak sekali tempat perawatan kaki diabetes. 
  • Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk wound control seperti: dermagraft, apligraft, growth factor, protease inhibitor dsb, untuk mempercepat kesembuhan luka. Bahkan ada dilaporkan terapi gen untuk mendapatkan bakteri E coli yang dapat menghasilkan berbagai faktor pertumbuhan. Ada pula dilaporkan pemakaian maggot (belatung) lalat (alat hijau) untuk membantu membersihkan luka. Berbagai laporan tersebut umumnya belum berdasar penelitian besar dan belum cukup terbukti secara luas untuk dapat diterapkan dalam pengelolaan rutin kaki diabetes.
Microbiological Control
  • Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda. Di RSCM data terakhir menunjukkan bahwa pada pasien yang datang dari luar, umumnya didapatkan infeksi bakteri yang multipel, anaeob dan anerob. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).
Pressure Control

  • Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan-weight bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan sempat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak di bagian plantar seperti luka pada kaki Charcot. Peran jajaran rehabilitasi medis pada usaha pressure control ini juga sangat mencolok. 
  • Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan:
    • Removable cast walker
    • Total contact casting
    • Temporary shoes
    • Felt padding . Cnttches
    • Weelchair
    • Electric carts
    • Craddled insoles
  • Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti:
    1. Dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses,
    2. Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.
Education Control
  • Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan unhrk kesembuhan luka yang optimal. 
  • Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera setelah perawatan, keterlibatan ahli rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk mengurangi kecacatan yang mugkin timbul pada pasien. Keterlibatan ahli rehabilitasi medis berlanjut sampai jauh sesudah amputasi, untuk memberikan bantuan bagi para amputee menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus yang terjadi berikut memberikan prognosis yang jauh lebih buruk daripada ulkus yang pertama.