Efek keracunan gas CO pada pekerja

Dampak Keracunan Gas Karbon Monoksida 
Bagi Kesehatan Pekerja


PENDAHULUAN

Keracunan gas karbon monoksida (Carbon Monoxide)/ gas CO [kode penyakit T. 58 ICD-10 tahun 1992] menyebabkan hipoksia jaringan tubuh sehingga membahayakan kesehatan manusia. Kejadian ini pertama kali dilaporkan oleh Claude Bernard. Di Amerika Serikat, gas CO merupakan penyebab tersering keracunan di dunia industri. Diperkirakan terjadi 3500-3800 kematian dan 10.000 kematian akibat keracunan gas CO setiap tahunnya.

Gas CO dihasilkan dari proses pembakaran tidak sem- purna bahan organik, baik dalam alur pengolahan hasil jadi industri/occupational, ataupun proses di alam lingkungan/ environment. Industri menyumbang kira-kira 20% dari total gas CO yang ada, antara lain dari gas emisi mesin pem- bakar dalam (internal engine) yang menggunakan bahan bakar berkarbon, dari peleburan baja dan besi, generator disel. Sedangkan dari lingkungan berasal dari asap rokok (kira-kira 4% dari total gas CO di udara), asap knalpot mobil di jalan raya yang sibuk dan peristiwa kebakaran

Gejala klinis awal keracunan gas CO tidak khas, menyerupai banyak gejala penyakit lain, seperti sakit kepala, mual dan pening, gejala seperti flu, kadang pula didiagnosis sebagai sindrom viral. Karena itu lebih banyak kasus tidak dilaporkan akibat tidak dikenali/tidak terdiagnosis dibandingkan yang berhasil ditangani.  Dengan kejadian seperti di atas maka adalah kewajiban dokter ahli okupasi di Indonesia untuk mampu mengenali dan menangani keracunan gas CO, mengingat dampak buruknya bagi kesehatan pekerja yang dapat menurunkan produktivitas produksi.

KARAKTERISTIK GAS CO

Gas tidak berwarna, tidak berbau; merupakan salah satu gas pencemar udara penting di lapisan bawah atmosfer. Keberadaannya dilingkungan bekerja tidak segera diketahui karena sifat tersebut. Bila terdapat dalam jumlah konsentrasi cukup besar, gas ini akan bersifat racun (Chemical asphyxiant.

Selain dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna di luar tubuh, gas CO juga dihasilkan dalam jumlah kecil (kurang dari 0,5%)dari katabolisme normal cincin protoporfirin hemoglobin di dalam tubuh dan tidak toksik bagi tubuh.

Gambar 1. Proses pembakaran yang menghasilkan gas CO

PATOFISIOLOGI KERACUNAN GAS CO

Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveoli, terus masuk ke aliran darah. Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksi hemoglobin (COHb). Ikatan COHb bersifat dapat pulih/reversible.

Mekanisme kerja gas CO di dalam darah:
  • Segera bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan ikatannya 200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen. Akibatnya, oksigen terdesak dan lepas dari hemoglobin sehingga pasokan oksigen oleh darah ke jaringan tubuh berkurang, timbul hipoksia jaringan.
  • COHb mencampuri interaksi protein heme, menyebabkan kurva penguraian HbO2 bergeser kekiri (Haldane effect). Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan tubuh. Proses terpenting dari keracunan gas CO terhadap sel adalah rusaknya metabolisme rantai pernafasan mitokondria, menghambat komplek enzim sitokrom oksidase a3 sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan Adenosine Tri Posfat (ATP) berkurang. Ekskresi gas CO terutama melalui respirasi, dimetabolisme menjadi karbon dioksida (CO2), tidak lebih dari 1%.
Batas pajanan gas CO dalam 8 jam kerja/hari atau 48 jam/minggu.
  • Permissive Exposure Limit (PEL) OSHA : 35 ppm TWA
  • Recommended Exposure Limit (REL) NIOSH : 50 ppm TWA
  • Treshold Limit Value (TLV) ACGIH : 25 ppm TWA
Menurut OSHA di Amerika Serikat, pekerja dapat mentoleransi pajanan hingga 100 ppm/8 jam/hari. Protokol HOME, menyebutkan bila terpajan lebih dari 36 ppm/8 jam/hari sudah harus dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja. Semua pintu dan tempat bekerja harus dibuka. Pembentukan COHb menyebabkan Hb mengikat oksigen lebih ketat. Kurva penguraian oksigen bergeser kekiri, berarti tekanan oksigen jaringan berada pada tingkat terendah. Tekanan oksigen menggambarkan jumlah oksigen di dalam jaringan.

Tabel 1. Efek pajanan gas CO
Konsentrasi rata-rata 8 jam (ppm)
Konsentrasi COHb di dalam darah (%)
Gejala
25 – 50
2,5 – 5
Tidak ada gejala
50 – 100
5 – 10
Aliran darah meningkat sakit kepala ringan
100 – 250

10 – 20
Tegang daerah dahi, sakit kepala, penglihatan agak terganggu
250 – 450
20 – 30
Sakit kepala sedang, berdenyut-denyut, dahi (throbbing temple), wajah merah dan mual
450 – 650

30 – 40
Sakit kepala berat, vertigo, mual, muntah, lemas, mudah terganggu pingsan pada saat bekerja
650 – 1000
40 – 50
Seperti di atas, lebih berat, mudah pingsan dan jatuh
1000 – 1500
50 – 60
Koma, hipotensi, kadang disertai kejang, pernafasan Cheyne- Stokes
1500 – 2500

60 – 70
Koma dengan kejang, penekanan pernafasan dan fungsi jantung, mungkin terjadi kematian
2500 – 4000
70 – 80
Denyut nadi lemah, pernafasan lambat, gagal hemodinamik, kematian

Pekerjaan risiko tinggi terpajan gas CO.
  1. Operator peleburan/tungku api.
  2. Pekerja bengkel.
  3. Anggota Pemadam Kebakaran yang telah selesai memadamkan kebakaran.
  4. Pekerja yang menggunakan bahan pelarut Metil Klorida, di pengolahan kayu furniture, pabrik fiber sintetis, plastik, pembuatan film foto, bahan cat. Bila terpajan secara inhalasi akan dimetabolisme di hepar menjadi gas CO.
  5. Polisi lalu lintas di jalan raya yang padat akibat gas buangan knalpot motor dan mobil.

DAMPAK CO BAGI KESEHATAN PEKERJA

Darah normal mengandung 20 vol % oksigen, sebesar 18 vol % mengikat hemoglobin dan 2 vol % larut di dalam plasma. Dari 18 vol % oksigen tersebut, otak/sistim neurologi menerima bagian 6,1 vol % dan jantung/sistim kardiovaskular mendapat 11,0 vol % oksigen. Sehingga pada keracunan gas CO yang menyebabkan hipoksia jaringan, kedua sistim organ ini terganggu lebih awal dan menerima dampak buruk yang berat.

Gejala klinik yang timbul, tergantung derajat pajanan gas CO, aktivitas fisik saat menerima pajanan dan kondisi kesehatan pekerja sebelumnya.

Gangguan Kardio-Vaskuler.
  • Patogenesis
    • Gas CO yang berada di jaringan ekstravaskuler (10-15%) mengikat mioglobin, sitokrom P 450 dan enzim sitokrom oksidase a3 mitokondria miokardium menyebabkan hasil oksidasi mitokondria berupa ATP (Adenosin Tri Posfat) berkurang. ATP merupakan bahan sangat penting bagi aktivitas neuron dan miokardium, sehingga daya kontraktil miokardium menurun, terjadi hipotensi, aritmia ventrikuler dan dapat terjadi mati mendadak (sudden death). 
    • Pada keadaan normal, miokardium menghasilkan asam piruvat dan asam laktat sebagai hasil oksidasi sirkulasi koroner. Bila kadar COHb mencapai 10%, miokardium gagal melepas kedua asam ini karena daya kontraktil menurun, sebagai akibat gangguan produksi ATP, terjadi asidosis laktat. 
    • Pada saat hipoksia jaringan tubuh, jantung harus lebih banyak memasok darah dengan meningkatkan denyut dan curah jantung (cardiac output). Arteri koroner harus lebih banyak mengirim oksigen ke jantung, mengurangi ke- butuhan otak sehingga otak dapat mengalami iskemi sere- belum. 
    • Pekerja penderita penyakit koroner (CAD) akan lebih cepat mengalami hipoksia, lebih mudah mengalami serangan angina, terjadi peningkatan depresi gelombang ST walau dengan pajanan dosis rendah gas CO. Efek hemodinamik beragam, tersering adalah takikardi dan hipotensi. Infark miokard dapat terjadi bila saat terpajan gas CO sedang bekerja berat. Kardiomiopati dengan pembesaran jantung dan Congestive Heart Failure (CHF) sering dialami pekerja yang menerima pajanan kronis gas CO berkonsentrasi lebih dari 30%
Gambar 2. Akibat pajanan gas CO pada sistim Kardio-vaskule
    Komplikasi Neurologi.

    Otak sangat peka dengan keracunan gas CO, karena menyebabkan hipoksia serebral. Kerusakan otak terlokalisir, yaitu pada daerah gray matter, globus pallidus basal gang- lia, hippocampus, white matter, substansia nigra dan cortex. Lesi white matter berupa demielinisasi, akibatnya pengiriman besi nonheme dari aksonal terganggu, terjadilah penumpukan besi di talamus, putamen dan kauda.
    • Patogenesis
      • Keracunan gas CO pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan Parkinsonisme, yaitu gejala mirip penyakit Parkinson, yaitu terjadi tremor, kekakuan, bradikinesia dan cara berjalan yang tidak stabil. 
      • Teori terjadinya adalah akibat terganggunya sel output, sejenis sel di dalam globus pallidus basal ganglia, terjadi hiper intensitas simetri bilateral pada globus pallidus akibat hipoksia atau kekurangan energi pada basal ganglia dan terjadi hispotensi sistemik. Gas CO juga mengganggu metabolisme neurotransmitter dopamin, yang berperan penting pada sistim transmiter katekolamin (chatecolaminergic system), sehingga kerjanya terlambat, terjadilah gerakan kaku dan bradikinesia. Selain dopamin terdapat epinefrin, yang bekerja sama di dalam sistem transmiter katekolamin, suatu sistem terpenting bagi komunikasi antar bagian otak. 
      • Keracunan gas CO juga mengganggu neurotransmitter lain, seperti serotonin, asam amino gaba butirat (GABA), yang pada percobaan binatang berkorelasi dengan penyimpangan perangai.
    • Gejala Klinik
      • Keracunan ringan berupa Sakit kepala berdenyut di pelipis yang khas, akibat refleks vasodilatasi jaringan SSP yang hipoksia.
      • Keracunan berat berupa Tremor tidak menetap, korea, spastik, distonia, kekakuan dan bradikinesia (gerakan pelan yang tidak normal. Gagal fungsi pengertian (cognitive impairment), gangguan keseimbangan, gangguan fungsi penglihatan dan pendengaran, koma dan kematian.
      • Keracunan akut dapat menyebabkan Kematian segera, karena edema menyeluruh jaringan otak.
      • Long term-sequele berupa Gangguan neuropsikiatri, berupa dementia, psikosis dan manik depresi. Efek lambat ini berhubungan dengan lesi white matter hipotesanya adalah berubahnya fungsi membran akibat pajanan terus-menerus. Dapat timbul pada awal keracunan atau beberapa hari- minggu setelah masa penyembuhan. Kerusakan ini merupakan hasil kombinasi keadaan hipoksia, hipoperfusi, vasodilatasi dan edema serebral yang menyebab- kan penurunan pasokan dan penggunaan glukosa, sehingga timbul asidosis setempat.
    Tabel 2. Gejala Neurologi  akibat keracunan gas CO di tempat bekerja
    Toksin
    Neuroanatomi
    Sindrom
    Gejala


    Gas CO
    Globus pallidus basal ganglia
    Extra pyramidal motor pathways


    Parkinsonism
    Tremor, rigidity, bradykinesia, gait instability, Apathetic mask-like facial expression, dementia, amnesia, disorientation, irritability, distractibility
    Diduga berhubungan dengan neuropati

    Komplikasi Paru.
    • Pada keracunan berat gas CO, akan terjadi edema paru dan perdarahan; edema dapat sebagai akibat targanggunya fungsi ventrikel kiri atau langsung sebagai akibat hipoksia parenkhim paru-paru; dapat terjadi gagal napas. Gejala yang lebih ringan berupa dispneu, takhipneu dan nafas pendek


    MONITORING BIOLOGIS

    Saturasi COHb tergantung faktor yang mempengaruhi penggabungan, penguraian dan ekskresi gas CO. Pada suhu tubuh dan pH normal, daya ikat COHb 200-300 kali lebih kuat daripada ikatan oksigen dengan hemoglobin. Pada tekanan parsial gas CO 1/220 (rata-rata) tekanan partial O2, atau 1% gas CO di udara, maka keseimbangan darah akan 50% Hb diikat gas CO dan 50% diikat O2; ikatan Hb dengan gas CO terutama tergantung pada tekanan parsial gas CO di dalam udara inspirasi dan ventilasi udara permenit. Penguraian tergantung pada aliran darah paru, ventilasi alveolar dan tekanan partial O2 di dalam alveoli.

    Untuk pajanan gas CO konsentrasi tinggi lebih dari 100 ppm, pembentukan COHb di dalam darah berhubungan dengan kon- sentrasi CO inhalasi, lama pajanan dan ventilasi permenit.

    Dengan rumus Coburn and Foster:

    % COHb =  CO udara x KT 

    -          CO udara =  Konsentrasi udara gas CO dalam ppm.
    -          K =  Konstanta, tergantung aktivitas fisik (ventilasi/menit) 0,018 pada saat istirahat (ventilasi 6 liter/menit)   0,048 pada kerja ringan (ventilasi 18 liter/menit)
    -          T = Waktu dalam jam 
    Untuk mengukur COHb di dalam darah setelah pajanan singkat gas CO konsentrasi tinggi, dapat diperkirakan dengan hubungan linier model Coburn-Foster-Kane equation


    % COHb = {3.317 x 10-5} {ppm CO}1.03 {RMV} {t} 


    -          ppm CO = Konsentrasi udara CO di dalam paru-paru
    -          RMV = Respiratory Minute Volume, volume udara nafas dalam Liter/menit.
    -          T = Waktu pajanan dalam menit.

    Laboratorium
    1. Mengukur kadar COHb di dalam darah sesegera mungkin, untuk menetapkan diagnosis keracunan gas CO. Contoh darah dapat diambil dari darah arteri atau vena, diukur dengan spektrometer [CO-Oximeter].
    2. Mengukur kadar COHb udara ekspirasi. Walau kurang akurat, sangat menolong di lapangan, misalnya memeriksa kadar COHb petugas pemadam kebakaran setelah memadamkan api. Diukur dengan cara khromatografi, udara pernapasan ditampung di dalam kantong, dan kadar CO ditentukan dengan detektor, perubahan ionisasi sesudah hidralasi katalik dengan Tomethane.

    DIAGNOSIS
    1. Gejala klinis membaik dengan pemberian udara segar. 
    2. Tidak ada gejala infeksi (demam, adenopati). 
    3. Kadar COHb di dalam darah lebih dari 10%. 
    4. Mencari gejala yang sama pada anggota keluarga, teman sekerja

    TATA LAKSANA
    1. Pindahkan dari sumber pajanan gas CO. 
    2. Pemberian oksigen 100%, merupakan hal yang mendasar dengan masker karet yang ketat, atau menggunakan endotracheal tube pada pekerja yang tidak sadar agar oksigen benar- benar masuk, yang akan mengurangi waktu paruh (half life) ikatan COHb secara perlahan-lahan, sehingga memperbaiki hipoksia jaringan. 
    3. Terapi hiperbarik, dengan oksigen bertekanan 3 atmosfer yang akan cepat sekali memperpendek waktu paruh COHb. Masih diperdebatkan mengenai indikasinya.

    PENCEGAHAN

    1. Menyempurnakan proses pembakaran dengan selalu memelihara fungsi mesin pembakar. 
    2. Ventilasi yang baik pada tempat bekerja.


    PROGNOSIS

    1. Pada keracunan ringan akan dapat pulih dalam waktu minggu-bulan. 
    2. Pada keracunan berat, bila tidak terjadi kematian akan meninggalkan sekuele neuropsikiatri.


    SARAN 

    1. Selalu mengukur keberadaan gas CO di lingkungan kerja. 
    2. Pemeriksaan kadar COHb pekerja pemadam kebakaran setelah bekerja memadamkan kebakaran, jika kadar COHb di dalam darah > 10% (lihat tabel 1) sebaiknya pekerja tersebut diberi oksigen murni sampai keluhan menghilang.