Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kerja

PENDAHULUAN

Sebagian besar anggota masyarakat menghabiskan sepertiga dari kehidupan masa dewasanya di tempat kerja, untuk secara aktif ikut berperan dalam pengembangan dan peningkatan kesejahteraan mereka sendiri, keluarga dan bangsanya. Pekerjaan dapat mempunyai dampak positif maupun negatif terhadap tenaga kerjanya. Pada keadaan optimal, pekerjaan memberikan peluang untuk mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga mempunyai dampak positif terhadap kesejahteraan dan kesehatan yang meliputi aspek sosial, psikologis dan fisik. Namun di lain pihak masih banyak pekerjaan yang kondisi dan lingkungan kerjanya dapat mengganggu kesehatan tenaga kerjanya, sehingga dengan demikian menurunkan kesejahteraan, kemampuan kerjanya, bahkan harapan hidupnya.

Berbeda dengan anggota masyarakat lainnya, para pekerja seringkali dihadapkan pada pajanan atau beban kerja yang berbahaya terhadap kesehatannya, sehingga para pekerja mempunyai potensi untuk mengalami gangguan kesehatan yang penanganannya memerlukan upaya-upaya khusus, baik di tempat kerjanya maupun dalam memberikan pelayanan kesehatan. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan seringkali tidak dapat disembuhkan, menyebabkan kecacadan, bahkan dapat menyebabkan kematian, sehingga prinsip utama dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pekerja adalah melakukan upaya untuk mengetahui potensi bahaya dari setiap jenis pekerjaan dan melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap gangguan kesehatan.

Pajanan yang dialami di tempat kerja sangat beraneka ragam, mulai dari bahan kimiawi yang pada saat ini sudah mencapai ±100 jenis, bahan fisik mulai dari panas, bising sampai ke radiasi ionik sampai ke pajanan psikologis, akibat stress yang makin berat di tempat kerja. Sehingga upaya untuk melakukan upaya-upaya pencegahan memerlukan keahlian dari tenaga profesi yang terlibat dalam program Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Sejalan dengan kemajuan teknologi dan pembangunan di Indonesia, sektor industri telah berkembang dengan pesat. Berbagai ragam industri, mulai dari industri non-formal di rumah tanggga, pertanian, perdagangan, perkebunan, sampai industri formal yang berskala raksasa bermunculan. Menyongsong era globalisasi, Indonesia tidak terhindar dari Standar Internasional ISO 18000 apabila produk yang dihasilkan ingin dijual di pasar bebas. ISO merupakan suatu keputusan rapat kerja ISO on Occupational Health and Safety Management di Geneva pada tanggal 5- 6 September 1996. Dalam rapat kerja tersebut diputuskan tentang penerapan secara intemasional Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sebagai salah satu syarat yang berkaitan dengan perdagangan bebas, bagi semua jenis industri.

Sampai dengan bulan Mei 1996, sebanyak 157.987 perusahaan telah terdaftar di Indonesia, dengan rincian 13.381 perusahaan dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih, 11.310 perusahaan dengan tenaga kerja 50-99 orang, 19.325 perusahaan dengan tenaga kerja 25-49 orang, 116.025 perusahaan dengan tenaga kerja 25 orang atau kurang. Diantaranya lebih dari 30.000 industri yang menghasilkan barang ekspor. Angka-angka tersebut belum mencakup industri atau tenaga kerja di sektor informal. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri selama Repelita V sebanyak 8.583.000 atau 10,7% total angkatan kerja yang ada di Indonesia.

Dalam Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II) sasaran pokok pembangunan ketenaga kerjaan adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk menyerap tambahan angkatan kerja baru. Angkatan kerja pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 101 juta orang yang meningkat terus sehingga menjadi 148 juta orang pada akhir PJP II. Krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia telah mengubah beberapa prediksi mengenai tenaga kerja maupun industri, namun bila keadaan ekonomi di Indonesia pulih kembali, diperkirakan jumlah tenaga kerja akan segera meningkat sesuai dengan prediksi semula. Perkembangan yang pesat di sektor industri yang diikuti dengan pengembangan yang pesat pula pada angkatan kerja di Indonesia, ternyata tidak diikuti dengan pengembangan sumber daya manusia yang ahli dalam bidang keselamatan dan kese- hatan kerja.

PERMASALAHAN

Sampai saat ini di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai besarnya masalah kesehatan kerja atau penyakit karena hubungan kerja. Meskipun menurut Surat Keputusan Republik Indonesia nomor 22 tahun 1993 telah dikenal adanya 31 penyakit yang timbul karena hubungan kerja, tetapi data yang berdasarkan laporan sejak tahun 1987 baru 2 penyakit karena hubungan kerja yang terdiagnosis, yaitu asma kerja dan dermatosis akibat kerja. Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat, diperkirakan setiap tahun terjadi kurang lebih 390.000 penyakit karena hubungan kerja dengan kurang lebih 20 juta kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Meskipun yang dilaporkan masih jauh dibawah angka-angka tersebut.

Di negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, diperkirakan risiko untuk terkena penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan lebih tinggi, antara lain karena:
  • Tingkat pendidikan para pekerjanya lebih rendah
  • Kurangnya pengetahuan mengenai proses kerja dan pajanan
  • Kurangnya pelatihan untuk kerja
  • Para pekerja tidak mengeluh mengenai kondisi kerjanya karena takut kehilangan pekerjaan
  • Masih tingginya angka penyakit infeksi dan malnutrisi
  • Masih belum jelasnya sistem pelaporan 
Hal tersebut diperberat dengan kurangnya pula sarana dan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan profesional untuk melaksanakan program K3 dan khususnya untuk mendiagnosis, mengelola dan mencegah penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Selain itu dukungan oleh manajemen perusahaan masih jauh dari optimal, sehingga partisipasi aktif dari seluruh tenaga kerja belum tercapai.

KESEHATAN KERJA

Kesehatan Kerja adalah spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan/Ilmu Kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja, komunitas pekerja memperolah derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial dengan usaha-usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, terhadap penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibat- kan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit umum. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kecelakaan akibat kerja, pada umumnya dapat dicegah bila potensi bahayanya dapat dikenal sejak dini dan dilakukan upaya pengendalian.

Dengan demikian pelayanan kesehatan kerja antara lain terdiri dari:
  1. Upaya promosi kesehatan
  2. Pengendalian lingkungan kerja
  3. Pemeriksaan dan pelayanan kesehatan, baik secara kelompok maupun individu 
  4. Pendidikan dan pelatihan 
  5. Surveilans 
  6. Pengobatan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan 
  7. Pertolongan pertama pada kecelakaan 
  8. Upaya rehabilitasi 
  9. Penelitian mengenai penyebab gangguan kesehatan 
  10. Konseling

PELAKSANAAN PROGRAM

Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja tidak dapat dilakukan oleh satu profesi tertentu, tetapi memerlukan kerja sama tim. Tim inti yang bertanggung jawab untuk menangani masalah keselamatan dan kesehatan kerja terdiri dari tenaga dan profesi sebagai berikut:
  • Ahli Keselamatan Kerja (Safety Engineer)
    • Meneliti kecelakaan dan keadaan berbahaya sebagai dasar untuk mengembangkan prosedur kerja untuk mencegah kecelakaan.
    • Mencari dan menyebarluaskan informasi mengenai pencegahan kecelakaan dan mengembangkan sistem monitoring dan pemeliharaan dan efektifitas upaya pengendalian.
  • Ahli Higiene Industri (Industrial Hygienist)
    • Melakukan investigasi dan monitoring lingkungan kerja terhadap pajanan kimiawi dan fisik.
  • Dokter Ahli/Spesialis Kedokteran Okupasi (Occupational Medicine Physician
    • Pertangggung jawab untuk menyelenggarakan aspek medis dari program kesehatan kerja
    • Memberi rekomendasi terhadap kebijaksanaan mengenai pengendalian lingkungan
    • Memberi informasi mengenai kejadian kecelakaan kerja kepada ahli Keselamatan Kerja
    • Memberi informasi mengenai kejadian penyakit yang ber- hubungan dengan pekerjaan kepada ahli higiene industri.
  • Perawat Kesehatan Kerja (Occupational Health Nurse) Seringkali perawat kesehatan kerja merupakan satu-satu- nya tenaga K3 yang berada di suatu perusahaan, sehingga peranan perawat menjadi sangat penting. Namun di perusahaan besar yang memiliki tenaga profesi K3 yang lebih lengkap, peranan perawat terutama adalah:
    • Membantu menyelenggarakan program kesehatan kerja
    • Melakukan administrasi umum.
    • Memelihara sarana pelayanan kesehatan
  • Ahli Manajemen Kesehatan Kerja Mengelola program Kesehatan Kerja dengan melakukan koordinasi dengan tim agar efektif dan efisien.
Tidak semua industri/perusahaan harus memiliki tim inti yang terdiri dari ke 5 profesi di atas. Tergantung pada besar, jenis dan lokasi industri, sebuah perusahaan bisa mempekerjakan satu tim yang lengkap, satu/ lebih jenis profesi saja atau tidak memiliki tim tersendiri, namun dapat memanfaatkan profesi tertentu bila dibutuhkan. Selain tim inti di atas tim K3 sering memerlukan bantuan tenaga teknis sebagai berikut: ahli audiologi, ahli ergonomi, tenaga fisioterapi, tenaga occupational therapy, para spesialis klinik, ahli psikologi, tenaga pendidik, ahli hukum, ahli epidemiologi dan tenaga sosial/ rehabilitasi.

PROGRAM PENDIDIKAN FORMAL DALAM KESEHATAN KERJA

Dibandingkan dengan jumlah lembaga pendidikan tinggi yang ada di dunia internasional, maupun di Indonesia, lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan bagi profesi dalam bidang K3, khususnya kesehatan kerja masih sangat terbatas. Pada umumnya tingkat pendidikan bagi tenaga profesi di bidang kesehatan kerja adalah pada tingkat pascasarjana (S2) dengan lama pendidikan antara 2-3 tahun, tergantung apakah waktu praktek dimasukkan dalam masa pendidikan formal atau tidak.

Di Amerika Serikat pada tahun 70’an The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) didirikan dan mendapat tanggung jawab untuk mengembangkan program pendidikan dan menyelenggarakan penelitian dalam bidang kedokteran okupasi. Karena langkanya program pen- didikan bagi dokter, perawat ahli higiene industri dan profesi lainnya, NIOSH mendirikan pusat-pusat pendidikan (Educational Resource Center) di 32 Universitas yang tersebar di 14 negara bagian. NIOSH mengembangkan pula katalog pen- didikannya.

1) Dokter Ahli/Spesialis Kedokteran Okupasi
  • Untuk dapat memberikan pelayanan kedokteran okupasi secara lengkap, seorang dokter tidak cukup hanya merupakan seorang klinisi yang baik. Berbeda dengan dokter ahli/spesialis lainnya, yang pada umumnya menunggu kedatangan pasien ke kliniknya yang mempunyai keluhan, seorang dokter okupasi pada umumnya berhadapan dengan populasi pekerja yang pada dasarnya sehat dan harus berupaya untuk mencegah timbulnya penyakit. Hal ini memerlukan seorang dokter dengan keahlian khusus.
  • Program pendidikan bagi dokter ahli ini dikembangkan bersama dengan Perhimpunan Dokter Ahli The American Occupational Medicine Association (AOMA) dan mencakup aspek administratif dan klinis dari kedokteran okupasi, biostatistik dan epidemiologi, kesehatan lingkungan, higiene industri, toksikologi industri, sanitasi industri, hukum dan undang-undang , etika dan pengelolaan mutu lingkungan. Gelar yang diraih pada akhir pendidikan adalah MPH (Master of Public Health) dalam Kedokteran Okupasi. Mengingat bahwa banyak dokter mempunyai minat di bidang ini telah bekerja di perusahaan/industri, seringkali tidak mungkin bagi dokter tersebut untuk meninggalkan pekerjaan- nya untuk mengikuti program pendidikan; maka ada beberapa Universitas yang menyelenggarakan program khusus, seperti di University of Michigan dengan program On Job On Campus, yaitu dengan mengikuti program pendidikan selama 3 hari penuh pada akhir minggu sekali seminggu, selama 2 tahun dan Medical College of Wisconsin, yang menyelenggarakan program jarak jauh dengan mengembangkan modul-modul computer.
  • Di Indonesia, sejak tahun 1987 Universitas Indonesia bekerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja, telah menyelenggarakan program magister bagi tenaga dokter dalam bidang hiperkes medis. Program Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu bidang Kajian yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana UI dan memiliki kekhususan, yaitu Hiperkes Medis yang diselenggarakan oleh Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI dan berlangsung selama 2 tahun (4 semeter) dengan +48 SKS. Pada akhir masa pendidikannya peserta harus melakukan suatu penelitian dan menulis tesis.
  • Untuk menampung peminat dokter-dokter yang telah/ sedang bekerja dan sulit meninggalkan pekerjaannya untuk waktu yang cukup panjang, pada tahun 1996 telah dikembangkan program khusus, yaitu waktu pendidikannya hanya selama hari Jumat dan Sabtu dengan SKS yang sama. Pada waktu yang bersamaan, untuk menampung minat yang lebih kearah aplikasi ketrampilan medis daripada penelitian dibuka pula jalur pemagangan, yang terdiri dari pemagangan di klinik maupun di industri formal dan non-formal, bagi peserta yang tidak melakukan penelitian.
  • Pada tahun 1998, bersama-sama dengan CHS, telah pula dikembangkan katalog program pendidikan spesialis Kedokter- an Okupasi, yang penyelenggaraannya akan segera dilaksanakan oleh FKUI. Program ini berlangsung selama 3 tahun dan mencakup ±70 SKS. Balai Hiperkes Departemen Tenaga Kerja, bekerja sama dengan Edith Cowan University, Perth Australia telah menyelenggarakan suatu program pendidikan jarak jauh, bagi dokter-dokter yang sudah bekerja.
2) Perawat Kesehatan Kerja
  • Sama dengan pendidikan bagi dokter ahli dalam bidang kesehatan kerja, pendidikan bagi perawat kesehatan kerja juga berlangsung selama kurang lebih 2 tahun dan lebih membahas aspek keperawatan dalam kesehatan kerja. Program pendidikan ini belum diselenggarakan di Indo- nesia, namun pada saat ini sedang dipersiapkan ini oleh Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
3) Ahli Higiene
  • Industri Pada umumnya latar belakang pendidikan dari seorang ahli higiene insustri adalah dari bidang teknik atau ilmu dasar namun tidak tertutup kemungkinan bagi dokter, perawat atau ahli fisiologi untuk mengikuti pendidikan formal dalam bidang ini. Pendidikan pada umumnya juga berlangsung 2 tahun. Banyak lembaga pendidikan tinggi menyelenggarakan pen- didikan ini bersamaan dengan pendidikan ahli keselamatan kerja.

HAMBATAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL
  • Minat untuk mengikuti program ini belum seperti apa yang diharapkan, hal ini antara lain disebabkan karena:
    • Belum jelasnya pemanfaatan tenaga ahli ini, baik oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta/industri.
    • Terbatasnya dana untuk melakukan promosi untuk bidang ini.
    • Terbatasnya kemampuan finansial calon peserta untuk mengikuti program pendidikan.
  • Terbatasnya sarana dan fasilitas untuk melaksanakan pen- didikan dengan mengikuti perkembangan mutakhir.
  • Untuk beberapa jenis tenaga profesi dalam Kesehatan Kerja belum ada program pendidikannya di Indonesia.
  • Terbatasnya tenaga pengajar dalam bidang ini.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kebutuhan akan tenaga profesional dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja makin meningkat, sejalan dengan perkembangan yang pesat dalam bidang industri dan akan segera datangnya era globalisasi, Indonesia harus dapat mengikuti persaingan. Tenaga profesional dalam K3 memerlukan keahlian khusus, yang hanya bisa dicapai secara optimal dengan pendidikan formal. Seperti juga di dunia internasional pendidikan dalam bidang ini masih sangat terbatas, termasuk di Indonesia.

Agar pendidikan formal bagi seluruh tenaga profesi K3 dapat terlaksana seperti apa yang diharapkan, perlu dibuat kesepakatan mengenai jenis-jenis tenaga profesi K3 yang dibutuhkan, dibuat standar mengenai tingkat keahlian K3 yang diperlukan oleh suatu perusahaan, perlu ada pengakuan dari pihak pemerintah maupun profesi agar dapat dimanfaatkan secara optimal.

Penyelenggaraan pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan, perlu ditunjang oleh pihak penyelenggara.program K3 (Departemen Tenaga Kerja) maupun oleh perkumpulan-perkumpulan profesi yang bersangkutan, baik berupa pemikiran, tenaga maupun dana dan sarana.