Tata cara pemberian imunisasi

IMUNISASI

PENDAHULUAN

Pada saat seorang bayi dilahirkan ke dunia, ia sudah harus menghadapi berbagai 'musuh' yang mengancam jiwa. Virus, bakteri, dan berbagai bibit penyakit sudah siap menerjang masuk ke tubuh yang masih tampak lemah itu.
Lemah? Tidak juga. Ternyata sang bayi mungil pun sudah siap untuk menghadapi kerasnya dunia. Berbekal antibodi yang diberikan ibunya, ia siap menyambut tantangan. Inilah contoh dari apa yang kita sebut sebagai daya imunitas (kekebalan) tubuh.

Penggolongan sistem kekebalan

Kekebalan tubuh dapat kita kelompokkan menjadi dua golongan:
  1. Kekebalan pasif\
  2. Kekebalan aktif
Kekebalan pasif 
  • Terjadi bila seseorang mendapatkan daya imunitas dari luar dirinya. Jadi, tubuhnya sendiri tidak membentuk sistim kekebalan tersebut. Kekebalan jenis ini bisa didapat langsung dari luar, atau secara alamiah (bawaan).
  • Keunggulan dari kekebalan pasif adalah langsung dapat dipergunakan tanpa menunggu tubuh penderita membentuknya. Kelemahannya adalah tidak berlangsung lama. Kekebalan jenis ini memang biasanya hanya bertahan beberapa minggu sampai bulan saja.
Kekebalan aktif 
  • Terjadi bila seseorang membentuk sistem imunitas dalam tubuhnya. Kekebalan bisa terbentuk saat seseorang terinfeksi secara alamiah oleh bibit penyakit, atau 'terinfeksi' secara buatan saat diberi vaksinasi.
  • Kelemahan dari kekebalan aktif ini adalah memerlukan waktu sebelum si penderita mampu membentuk antibodi yang tangguh untuk melawan agen yang menyerang. Keuntungannya, daya imunitas biasanya bertahan lama, bahkan bisa seumur hidup.
Imunitas pasif alamiah
  • Pada saat seorang bayi lahir ke dunia, ia dibekali dengan sistem kekebalan tubuh bawaan dari ibunya. Inilah yang kita sebut sebagai kekebalan pasif alamiah. Kekebalan jenis ini sangat tergantung pada kekebalan yang dipunyai oleh si ibu. Misalnya, bila ibu mendapat imunisasi tetanus pada saat yang tepat di masa kehamilan, maka anak mempunyai kemungkinan sangat besar untuk terlindung dari infeksi tetanus di saat kelahirannya. Bila si ibu sendiri tidak mempunyai daya imunitas terhadap tetanus, maka apa yang bisa dibekalkan untuk anaknya? Imunitas bawaan yang dibekalkan pada si buah hati antara lain imunitas terhadap difteri dan campak.
Imunitas pasif didapat
  • Pada keadaan ini, daya imunitas diperoleh dari luar, misalnya pemberian serum antitetanus. Kelebihannya dapat langsung dipergunakan tubuh untuk melawan bibit penyakit, tapi sayangnya kekebalan jenis ini biasanya mempunyai waktu efektif yang pendek.
  • Contoh imunitas pasif didapat:
    • Serum antitetanus
    • Serum antirabies
    • Serum antibisa ular
Imunitas aktif alamiah
  • Pada saat tubuh kita dimasuki oleh bibit penyakit, terjadi suatu mekanisme pembentukan sistem pertahanan tubuh yang spesifik terhadap bibit penyakit yang menyerang. Dengan demikian, bila bibit penyakit tersebut mencoba kembali masuk ke tubuh kita, tubuh sudah siap dengan pertahanannya.
Imunitas aktif didapat
  • Sesungguhnya prinsip dari imunitas aktif didapat ini diambil dari imunitas aktif alamiah. Bedanya, kita 'menyajikan' bibit penyakit atau bagian daripadanya, agar tubuh dapat membentuk sistem imunitas spesifik sebelum bibit penyakit tersebut benar-benar datang. Inilah yang dikenal sebagai vaksinasi.
  • Keuntungan dari pemberian vaksinasi adalah kita dapat mengontrol agar masuknya bibit penyakit (agen) tidak sampai menimbulkan penyakit yang parah pada diri si penerima. Walau mungkin tidak bergejala, dalam keadaan normal kekebalan tetap terbentuk.
  • Vaksin akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi terhadap agen yang kita masukkan. Mungkin akan timbul sedikit keluhan pada penerima (resipien) akibat 'peperangan' yang terjadi antara sistim imunitas spesifik yang terbentuk dan agen (dalam vaksin) yang kita masukkan. Tapi setelah itu, akan terbentuk antibodi yang selalu siap untuk mengingat musuh-musuhnya. Jadi bila di belakang hari agen yang sama berusaha masuk, tubuh dengan cepat dapat melipatgandakan antibodi spesifiknya untuk membunuh agen tersebut.
  • Vaksin mengandung substansi atau antigen yang relatif tidak berbahaya bagi tubuh penerima (resipien). Substansi atau antigen yang dipergunakan biasanya didapat dari mikroorganisme penyebab penyakit itu sendiri.
  • Komponen yang diberikan bisa berupa:
    • Virus yang dilemahkan
    • Bakteri yang sudah dimatikan
    • Toksin kuman
    • Toksoid

TATACARA PEMBERIAN IMUNISASI

Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut :
  • Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.
  • Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
  • Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
  • Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan.
  • Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
  • Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.
  • Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
  • Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal ( catch up vaccination ) bila diperlukan.
  • Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi bayi/anak penerima vaksin.
Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :
  • Berilah petunjuk ( sebaiknya tertulis ) kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
  • Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
  • Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular.
  • Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

Penyimpanan
  • Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8°C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin ( DPT, Hib, hepatitis B, dan hepatitis A ) menjadi tidak aktif bila beku

Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
  • Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 900.

Tempat Suntikan yang Dianjurkan
  • Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.
  • Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah :
    • Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal.
    • Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat.
    • Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila disuntikkan di daerah gluteal
    • Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat suntikan yang menahun.
    • Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

LOKASI SUNTIKAN IMUNISASI PADA ANAK
 

Keadaan Bayi atau Anak sebelum Imunisasi

Orangtua atau pengantar bayi/anak dianjurkan mengingat dan memberitahukan secara lisan atau melalui dafatr isian tentang hal-hal yang berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah ini :
  • Pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat ( memerlukan pengobatan khusus atau perlu perawatan di rumah sakit ).
  • Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin ( misalnya neomisin ).
  • Sedang mendapat pengobatan Steroid jangka panjang, radioterapi, atau kemoterapi.
  • Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun ( leukimia, kanker, HIV/AIDS ).
  • Tinggal serumah dengan orang lain dalam pengobatan yang menurunkan imunitas ( radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid ).
  • Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup ( vaksin campak, poliomielitis, rubela ).
  • Pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau tranfusi darah.
  • Menderita penyakit susunan syaraf pusat

Pencatatan Imunisasi dan Kartu Imunisasi

Setiap bayi/anak sebaiknya mempunyai dokumentasi imunisasi seperti kartu imunisasi yang dipegang oleh orangtua atau pengasuhnya. Setiap dokter atau tenaga paramedis yang memberikan imunisasi harus mencatat semua data-data yang relevan pada kartu imunisasi tersebut. Orangtua/pengasuh yang membawa anak ke tenaga medis atau paramedis untuk imunisasi diharapkan senantiasa membawa kartu imunisasi tersebut.

Data yang harus dicatat pada kartu imunisasi adalah sebagai berikut :
  • Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang
  • Tanggal melakukan vaksinasi
  • Efek samping bila ada
  • Tanggal vaksinasi berikutnya
  • Nama tenaga medis/paramedis yang memberikan vaksin

PENYIMPANAN DAN TRANPORTASI VAKSIN
  • Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin merupakan sediaan viologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan.
  • Vaksin akan rusak apabila temperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari langsung seperti pada vaksin polio tetes dan vaksin campak. Kerusakan juga dapat terjadi apabila terlalu dingin atau beku seperti pada toksoid difteria, toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT,DT), Hib conjugate, hepatitis B dan vaksin influenza.
  • Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik. Pada vaksin DPT misalnya akan terlihat gumpalan antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun sudah dikocok sekuat kuatnya. Sedangkan vaksin lain tidak akan berubah penampilan fisik walaupun potensinya sudah hilang/berkurang.
  • Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Dengan demikian kita harus yakin betul bahwa cara penyimpanan yang kita lakukan sudah benar dan menjamin potensi vaksin tidak akan berubah.
Lemari Pendingin untuk Penyimpanan Vaksin yang aman
  • Termometer ruangan di bagian tengah lemari pendingin harus ada, temperatur dicek dan dicatat secara teratur setiap hari.
  • Lemari pendingin harus ditutup rapat, tidak boleh ada kebocoran pada sekat pintu
  • Lemari pendingin tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan atau minuman.
  • Botol plasti berisi es atau air garam diletakan di baigan bawah lemari pendingin untuk mempertahankan keseimbangan temperatur dalam ruang lemari pendingin, terutama apabila sedang tidak ada arus listrik.
  • Lemari pendingin boleh dibuka seminimal mungkin
  • Defrosting harus dilakukan secara teratur pada lemari pendingin yang tidak frost free untuk mencegah terbentuknya gumpalan es di ruang pembeku.
  • Letakan vaksin di rak bagian atas atau tengah, jangan di rak bagian bawah atau di daun pintu karena perubahan temperatur terlalu besar apabila pintu dibuka-tutup terlalu sering
  • Jangan memenuhi lemari pendingin dengan vaksin secara berlebihan karena akan menggangu sirkulasi udara dingin dalam lemari pendingin.
  • Selama dilakukan defrosting atau pembersihan lemari pendingin, maka vaksin harus dipindahkan ke lemari pendingin lainnya atau disimpan dalam kotak berisolasi yang berisi es atau ice pack.
Prosedur yang harus diperhatikan waktu menggunakan vaksin:
  • Vaksin yang sudah kadaluarsa harus segera dikeluarkan dari lemari pendingin untuk mencegah terjadinnya kecelakaan.
  • Vaksin harus selalu ada di dalam lemari pendingin sampai saatnya dibutuhkan, semua vaksin yang sudah tidak digunakan lagi harus dikembalikan ke dalam lemari pendingin.
  • Di lemari pendingin vaksin yang sudah terbuka atau sedang dipakai diletakan dalam satu wadah/tempat khusus sehingga segera dapat dikenali.
  • Vaksin BCG yang sudah keluar masuk lemari pendingin selama pemeriksaan klinik harus dibuang pada saat akhir klinik.
  • Vaksin polio oral dapat cepat dicairkan dan cepat pula dibekukan kembali sampa 10 kali tanpa kehilangan potensi vaksin. Vaksin polio oral dapat dipakai beberapa kali pemeriksaan poliklinik asalkan memenuhi syarat-syarat belum kadaluarsa dan vaksin disimpan dalam lemari pendingin penyimpan vaksin yang memadai.
  • Untuk vial vaksin multidosis yang mengandung bakteriostatik misalnya DPT, vial yang terpakai dibuang bila sudah kadaluarsa atau terkontaminasi.
  • Vaksin yang tidak mengandung bakteriostatik segera dibuang dalam waktu 24 jam apabila sudah terpakai.
  • Vaksin campak dan MMR yang sudah dilarutkan agar dibuang setelah 8 jam.
  • Vaksin Hib yang sudah dilarutkan harus dibuang setelah 24 jam.

Bacaan selanjutnya
                                 -          Kejadian ikutan atau hal yang dijumpai setelah imunisasi
Bacaan sebelumnya
                                 -          Imunisasi dan vaksinasi sebagai upaya pencegahan primer