GANGGUAN TIDUR

Gangguan tidur
Pendahuluan
 Tidur merupakan suatu bentuk kegiatan dasar yang penting bagi kehidupan manusia. Otak membutuhkan proses tidur untuk menyeimbangkan kinerja otak sehingga dapat berfungsi dengan baik. Namun, dapat terjadi gangguan dalam proses ini, dan gangguan ini dapat terjadi pada siapa saja dengan rentang usia dari bayi hingga pada orang yang sudah berusia lanjut. Menurut Established Population for Epidemiologic Studies of the Elderly didapatkan hasil yang bermakna, yaitu keluhan tidur ini banyak diderita oleh para lanjut usia (lansia), khususnya para orang yang berusia diatas 65 tahun.
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup. Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari, kecenderungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.
 Maka dengan ini,  penulis ingin membahas mengenai gangguan-gangguan tidur dan penanganannya agar dapat bermanfaat untuk kita dalam menghadapi masalah-masalah tersebut di dalam praktek sehari - hari.
POLA TIDUR
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal. Rasa kantuk berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak. Dalam keadaan badan segar dan normal, hipotalamus ini bekerja baik sehingga mampu memberi respon normal terhadap perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan lelah usai bekerja keras seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang bersifat menenangkan di sekelilingnya, seperti suara burung berkicau, angin semilir, kasur dan bantal empuk, udara nyaman, dll., kemampuan merespon tadi berkurang sehingga menyebabkan seseorang mengantuk. Disini yang berperan adalah suatu zat yang disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid), merupakan asam amino yang berfungsi sebagai neurotransmiter (penghantar sinyal saraf).1
Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tapi juga mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks, yakni bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi, yang digunakan untuk mengingat, memvisualkan, serta membayangkan, menilai dan memberikan alasan sesuatu. 1
Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur dengan tatanan rapi, bantal enak dan empuk, kurang lebih selang 30 menit sudah tertidur, bahkan ada orang begitu mencium bantal dalam 3-5 menit langsung tertidur.  Salah satu kriteria yang digunakan adalah “Siklus Kleitman”, yang terdiri dari aktivitas bangun / aktivitas harian dan siklus tidur yang juga dikenal sebagai activity / rest cycle. Siklus ini terdiri dari Rapid Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Eye Movement (NREM). Sebenarnya bentuk pola tidur dapat dibedakan dengan memperhatikan pergerakan bola mata yang dimonitor selama fase tidur. Secara obyektif, EEG dapat digunakan untuk mencatat fase REM maupun NREM selama tidur. Tidur yang dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan gelombang EEG yang bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi rendah, sedangkan tidur yang dipengaruhi oleh REM ditandai oleh gambaran EEG yang berfrekuensi tinggi tetapi bervoltase rendah.
Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur setiap pengulangan diserati dengan pemendekan fase 3-4 dari NREM yang disebut SWS (Slow Wave Sleep) sedangkan lama REM lebih panjang. Kenyenyakan tidur sebenarnya tergantung pada lamanya fase-fase yang dilalui dari fase pertama sampai fase empat dari NREM. Sedangkan fase ini berjalan cepat, maka orang itu belum tidur nyenyak.
Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiapa hari akan makin berkurang dan disertai fragmen-fragmen tidur yang banyak sehingga jumlah SWS makin berkurang dan ini menunjukkan bahwa mereka mengalami masa tidur yang tidak terlalu nyenyak. 1
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.1
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
a. Tidur stadium satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah.
b. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek k.
c.  Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.
d. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.2
  REM ditandai dengan rekaman EEG yang menyerupai tahap pertama, yang  terjadi bersamaan dengan gerak bola mata yang cepat dan penurunan level muscle tone.  Periode REM akan disertai dengan frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung yang berfluktuasi.  Periode ini dikenal sebagai desynchronized sleep.
   Pada orang dewasa muda normal periode tidur NREM berakhir kira-kira 90 menit sebelum periode pertama REM, periode ini dikenal sebagai periode REM laten. Rangkaian dari tahap tidur selama tahap awal siklus adalah sebagai berikut : NREM tahap 1,2,3,4,3, dan 2; kemudian terjadi periode REM.  Jumlah siklus REM bervariasi dari 4 sampai 6 tiap malamnya, tergantung pada lamanya tidur.
  Siklus tidur lebih pendek pada bayi dibandingkan pada orang dewasa.  Periode REM pada bayi berkisar antara 50-60 menit pada awalnya, yang lama-kelamaan akan meningkat. Siklus tidur dewasa berlangsung 70-100 menit selama masa remaja.1
Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang
 Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada masa neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur sekitar 18 jam. Pada usia satu tahun lama tidur sekitar 13 jam dan 30 % adalah tidur REM. Waktu tidur menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa muda membutuhkan waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%. Kebutuhan ini menetap sampai batas lansia.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang saling berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang.
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholinergik, histaminergik.3
1. Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk / tidur. Bila serotonin dari trypthopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur / jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
2. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
3. Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
4. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
5. Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.
Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang memerlukan tidur kurang dari enam jam setiap malam dan yang berfungsi secara adekuat. Petidur lama adalah mereka yang tidur lebih dari sembilan jam setiap malamnya untuk dapat berfungsi secara adekuat.
GANGGUAN POLA TIDUR
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol. Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab-penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%). Klasifikasi dan penatalaksanaan gangguan tidur masih terus berkembang seiring dengan penelitian yang ada. 4

Gejala Utama
a. Insomnia
Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, yang merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan dapat bersifat sementara atau menetap. Suatu periode singkat insomnia paling sering disebabkan ansietas, baik sebagai gejala sisa suatu pengalaman yang mencemaskan atau antisipasi pengalaman yang mencetuskan ansietas. Pada beberapa orang, insomnia sementara jenis ini dapat disebabkan berkabung, kehilangan, atau nyaris semua perubahan kehidupan maupun stres. Keadaan ini cenderung tidak berat, meskipun episode psikotik atau depresi berat kadang-kadang dimulai dengan insomnia akut. Terapi spesifik untuk keadaan ini biasanya tidak diperlukan. Jika diindikasikan terapi dengan obat hipnotik, dokter dan pasien harus sama-sama memahami bahwa terapi ini berdurasi singkat dan beberapa gejala seperti kekambuhan singkat insomnia dapat terjadi jika obat dihentikan.
Insomnia menetap adalah kelompok keadaan yang cukup lazim ditemukan dengan masalah yang paling sering adalah kesulitan untuk jatuh tertidur bukannya untuk tetap mempertahankan tidur. Insomnia ini melibatkan dua masalah yang kadang-kadang dapat dipisahkan, tetapi sering saling berkaitan, yaitu: tegangan somatisasi serta ansietas dan respons asosiatif yang dipelajari. Pasien sering tidak memiliki keluhan yang jelas selain insomnia. Mereka mungkin tidak mengalami ansietas itu sendiri tetapi melepaskan ansietasnya melalui saluran fisiologis; mereka terutama dapat mengeluhkan perasaan gelisah atau pikiran yang mendalam dan tampaknya membuat mereka tetap terjaga. Kadang-kadang (tetapi tidak selalu), seorang pasien menjelaskan perburukan gejala terjadi saat stres di tempat kerja atau di rumah dan perbaikan terjadi saat sedang berlibur.1
b. Hipersomnia
Hipersomnia tampak sebagai tidur yang berlebihan, rasa mengantuk di siang hari yang berlebihan, atau kadang-kadang keduanya. Istilah somnolen harus diberikan kepada pasien yang mengeluhkan keadaan mengantuk dan memiliki kecenderungan yang tampak jelas untuk jatuh tertidur tiba-tiba pada keadaan terjaga, yang mengalami serangan tidur, dan yang tidak dapat tetap terjaga; istilah ini sebaiknya tidak digunakan untuk orang yang secara fisik lelah atau letih. Meskipun demikian, perbedaannya tidak selalu jelas. Keluhan hipersomnia jauh lebih jarang dibandingkan dengan keluhan insomnia, namun keluhan hipersomnia akan sebenarnya tidak jarang jika klinisi menyadari keluhan tersebut. Narkolepsi hanyalah satu keadaan yang dikenal menimbulkan hipersomnia. Diperkirakan lebih dari 100.000 penderita narkolesi tinggal di Amerika Serikat. Jika keadaan terkait zat dimasukkan, hipersomnia menjadi gejala yang lazim ditemukan. Menurut survey terkini, keadaan yang paling lazim menyebabkan hipersomnia yang cukup berat untuk dapat dievaluasi oleh perekaman sepanjang malam pada sentra gangguan tidur adalah apnea tidur dan narkolepsi.
Hipersomnia sementara dan situasional merupakan gangguan pola tidur-bangun normal; gangguan ini ditandai dengan kesulitan yang berlebihan untuk tetap terjaga serta kecenderungan untuk tetap berada di tempat tidur dalam periode waktu yang sangat lama atau sering kembali ke tempat tidur untuk tidur di siang hari. Pola ini dialami tiba- tiba, sebagai respons terhadap perubahan kehidupan, konflik atau kehilangan saat ini yang dapat diketahui. Gangguan ini jarang ditandai dengan serangan tidur yang pasti atau tidur yang tidak dapat dihindari, tetapi lebih ditandai oleh kelelahan atau jatuh tertidur lebih awal daripada biasanya dan kesulitan bangun di pagi hari.
c. Parasomnia
Parasomnia merupakan fenomena yang tidak diinginkan atau yang tidak biasa yang terjadi tiba-tiba saat tidur atau terjadi pada ambang antara bangun dan tidur. Parasomnia biasanya terjadi pada tahap 3 dan 4 sehingga dikaitkan dengan ingatan buruk mengenai gangguan ini.  
d. Gangguan Jadwal Tidur-Bangun
Gangguan jadwal tidur-bangun melibatkan pergeseran tidur dari periode sirkadian yang diinginkan. Pasien lazimnya tidak dapat tidur ketika mereka ingin tidur, meskipun mereka bisa tidur pada waktu lain. Demikian juga, mereka tidak dapat benar-benar bangun ketika mereka ingin benar-benar bangun, tetapi mereka dapat bangun di waktu lain. Gangguan ini tidak persis menimbulkan insomnia atau somnolen, meskipun keluhan awalnya sering insomnia atau somnolen, ketidakmampuan tidur dan bangun dapat dicetuskan hanya jika kita menanyakan dengan teliti. Gangguan jadwal tidur-bangun dapat dianggap sebagai ketidaksejajaran antara perilaku tidur dan bangun. Kuisioner soal riwayat tidur membantu dalam  mendiagnosis gangguan tidur pasien.1

Berikut ini adalah gangguan tidur menurut DSM-IV-TR.
I. GANGGUAN TIDUR PRIMER
I.1 Dissomnia
I.1.a Insomnia primer
I.1.b Hipersomnia primer
I.1.c Narkolepsi
I.1.d Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan
I.1.e Gangguan tidur irama sirkadian (gangguan jadwal tidur-bangun)
I.1.f Dissomnia yang tidak ditentukan
I.2 Parasomnia
II.2.a Gangguan mimpi buruk
II.2.b Gangguan teror tidur
II.2.c Gangguan tidur berjalan
II.2.d Parasomnia yang tidak ditentukan
II. GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN
     MENTAL LAIN
II.1 Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
II.2 Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
III. GANGGUAN TIDUR LAIN
III.1 Gangguan tidur karena kondisi medis umum
 III.1.a Kejang epilepsi; asma berhubungan dengan tidur
III.1.b Nyeri kepala kluster & hemikrania paroksismal kronik berhubungan
           dengan tidur
 III.1 c Sindrom menelan abnormal berhubungan dengan tidur
 III.1.d Asma berhubungan dengan tidur
 III.1.e Gejala kardiovaskuler berhubungan dengan tidur
 III.1.f Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur
III.1.g Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria Nokturnal   
           Paroksismal)
III.2 Gangguan tidur akibat zat
 III.2.a Pemakaian obat hipnotik jangka panjang
 III.2.b Obat antimetabolit
 III.2.c Obat kemoterapi kanker
 III.2.d Preparat tiroid
 III.2.e Anti konvulsan
 III.2.f Anti depresan
III.2.g Obat mirip hormon Adenokortikotropik (ACTH); kontrasepsi oral;

I. GANGGUAN TIDUR PRIMER
I.1 Dissomnia
  Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur ( failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya. Gambaran penting dari dissomnia adalah perubahan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur. Gangguan ini meliputi insomnia, yang mana terjadi  gangguan tidur pada awal dan pemeliharaannya; hipersomnia, yaitu gangguan dari waktu tidur yang berlebihan atau sleep attacks; gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan; dan gangguan tidur irama sirkadian, dimana terdapat ketidaksesuaian antara pola tidur seseorang dengan pola tidur normal lingkungannya
a. Insomnia Primer
  Insomnia adalah ketidakmampuan secara relatif pada seseorang untuk dapat tidur atau mempertahankan tidur baik pada saat ingin tidur, “keadaan tidur yang tenang/sedang tidur” ataupun bangun saat pagi sebelum waktunya (hal ini dikenal sebagai insomnia jenis awal/initial, jenis intermediate dan jenis terminal/late insomnia) atau jika orang tadi bangun dalam keadaan segar.
  Gangguan insomnia biasa terjadi sebelum seseorang berusia 40 tahun tetapi prevalensi tertinggi dijumpai pada usia di atas 65 tahun. Insomnia dapat disebabkan oleh gangguan mental lainnya, penyakit organik atau akibat penggunaan obat tertentu (insomnia sekunder) atau mungkin idiopatik (insomnia primer).
Insomnia dikelompokan menjadi :
· Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit atau sama sekali tidak berhubungan dengan berbagai stres maupun kejadian.
· Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh nyeri, kecemasan obat, depresi, atau stres yang hebat.
Insomnia primer cirinya ditandai dengan adanya kesulitan dalam memulai atau mempertahankan tidur atau non restoratif atau tidur tidak nyenyak selama 1 bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan mental, keadaan medikal umum, dan penggunaan zat.
  Insomnia sering terjadi di masyarakat umum dan lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan; meskipun hanya sedikit jumlah orang-orang dengan insomnia yang berkonsultasi ke dokter.  Kesulitan tidur lebih sering terjadi pada orang tua, wanita, individu dengan pendidikan rendah dan status ekonomi rendah, dan orang-orang dengan masalah medis kronis.
  Transient insomnia sering terjadi pada orang yang biasanya tidur normal. Bentuk insomnia ini terjadi bersamaan dengan adanya stres piskologis akut, seperti saat kehilangan.  Keadaan ini cenderung untuk sembuh sendiri.
Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama sebulan atau lebih. Salah satu penyebab kronik insomnia yang paling umum adalah depresi. Penyebab lainnya adalah arthritis, gangguan ginjal, gagal jantung, sleep apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan hypertyroidism. Namun demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku, termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain, siklus tidur/bangun yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari lainnya, dan stres kronik.4
1) Penyebab
  Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan pemakaian obat-obatan.
  Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi, atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.
  Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi.
  Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur. Selain itu, perilaku di bawah ini juga dapat menyebabkan insomnia pada beberapa orang :
· Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka)
· Kekhawatiran tidak dapat tidur
· Menkonsumsi kafein secara berlebihan
· Minum alkohol sebelum tidur
· Merokok sebelum tidur
· Tidur siang/sore yang berlebihan
· Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur

2) Gejala
  Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Insomnia bisa dialami dengan berbagai cara :
· Sulit untuk tidur
· Tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap tidur (sering bangun)
· Bangun terlalu awal
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang dialami waktu siang hari adalah mengantuk, resah, sulit berkonsentrasi, sulit mengingat, gampang tersinggung.
3) Diagnosis
  Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik
  Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi (contohnya :  perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup tertentukah? Atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita sleep apnea atau myoclonus-nocturnal.
Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan psikiatrinya.  Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat penggunaan obat dan pengobatan.  
Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan insomnia kronis.  Pengukuran ini meliputi :
Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari,  walaupun pada akhir pekan.
- Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.
- Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton TV atau bekerja.
- Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk
- Menghindari tidur siang.
- Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore hari, kalau hal ini akan mengganggu tidur).
- Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang mengandung kafein, rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif.
 Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien. Meskipun demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk meningkatkan fungsinya dengan cara melakukan pengukuran ini.4
4) Pengobatan  
 Meskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur) tidak dapat mencegah insomnia, tetapi dapat memberikan perbaikan secara bertahap.   Obat-obat tersebut seharusnya kita gunakan terutama untuk merawat transient dan insomnia jangka pendek.  Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk dinilai dan kebanyakan pasien menjadi tergantung pada pengobatan ini.  Benzodiazepin merupakan obat pilihan pertama untuk alasan kenyamanan dan manfaatnya.  Benzodiazepin sebagai obat tidur meliputi estazolam, 1-2 mg malam hari; flurazepan, 15-30 mg malam hari; quazepam, 7,5 – 15 mg malam hari; temazepam, 15-30 mg malam hari dan triazolam, 0,25 – 0,25 mg malam hari.  Non benzodiazepin alternatif adalah zolpidem, 5-10 mg malam hari; dan zaleplon, 10-20 mg malam hari, kedua obat ini menimbukan sedikit efek ketergantungan, toleransi, dan cenderung untuk menyebabkan somnolen seharian. 
   Obat-obat lain yang sering digunakan meliputi chloralhydrate (500-2000 mg),  hipnotik-sedatif  golongan  non  barbiturat akan  meningkat  potensinya  bila dikonsumsi bersama alkohol, antihistamin diphenhydramine (25-100 mg) dan doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti trazodone (50-20 mg) sering digunakan dalam dosis rendah sebagai hipnotik untuk pasien yang menderita insomnia primer.
 
Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR
A. Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan.
B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium).
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

b. Hipersomnia Primer
 Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan wanita mempunyai kemungkinan sakit yang sama.  
 Yang dimaksud dengan hipersomnia primer adalah tidur yang berlebihan atau terjadi serangan tidur ataupun perlambatan waktu bangun. Hipersomnia mungkin merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit organik (termasuk obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan kebalikan dari insomnia. Seringkali penderita dianggap memiliki gangguan jiwa atau malas. Penderita hipersomnia membutuhkan waktu tidur lebih dari ukuran normal.  Pasien biasanya akan tidur siang sebanyak 1-2 kali per hari, dimana setiap waktu tidurnya melebihi 1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan lesu sepanjang hari. Gangguan ini tidak terlalu serius dan dapat diatasi sendiri oleh penderita dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen diri.
Polysomnography memperlihatkan penurunan gelombang delta, peningka-tan kesadaran, dan pengurangan masa laten REM pada pasien dengan hipersomnia primer.
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara pengu-kuran sleep hygiene, obat-obatan stimulan, dan tidur siang untuk beberapa pasien. Obat-obat stimulan dapat mempertahankan kesadaran; dextroamphetamine dan methylphenidate keduanya mempunyai masa paruh yang singkat dan di minum dalam dosis terbagi.  Femoline, stimulan kerja lama, dapat juga digunakan.  Modafinil, yang digunakan untuk mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan untuk mengobati hipersomnia primer. Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline) dapat juga digunakan.  Karena obat-obatan stimulan dapat menimbulkan ketergantungan, maka penggunaannya harus benar-benar diawasi.5
Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurur DSM-IV-TR
A. Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama sekurangnya satu bulan (atau lebih singkat jika rekuren) seperti yang ditunjukkan oleh episode tidur yang memanjang atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari.
B. Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh Insomnia dan tidak terjadi semata-mata selam perjalan gangguan tidur lain (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia) dan tidak dapat diterangkan oleh jumlah tidur yang tidak adekuat.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan lain.
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
 
c. Narkolepsi
 Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang paling sering terjadi. Narkolepsi adalah gangguan tidur yang diakibatkan oleh gangguan psikologis dan hanya bisa disembuhkan melalui bantuan pengobatan dokter ahli jiwa.
Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur yang berhubungan dengan keinginan tidur yang tidak dapat ditahan sebagai salah satu gejala, atau kombinasi antara gejala seperti cataplexy, sleep paralysis, atau hypnagogic hallucinations.   Kelainan ini menyerang 1 diantara 2000 orang, jumlah penderita pria yang sama dengan wanita.  Narkolepsi mungkin merupakan penyakit herediter karena setengah pasien narkolepsi mempunyai keluarga yang sakit serupa.
Gejala dari narkolepsi adalah ditemukannya serangan tidur yang berakhir dari beberapa detik hingga 30 menit atau lebih lama.  Pasien narkolepsi juga dapat mengalami serangan tidur pada saat bekerja, selama percakapan atau pada keadaan normal lainnya.  Narkolepsi dijumpai pada pasien yang berusia di bawah 25 tahun (90%). 80% pasien narkolepsi mengalami episode cataplexy, dimana terjadi kehilangan kontrol otot secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan orang tersebut pingsan tanpa kehilangan kesadaran.  Keadaan ini dapat terjadi sebagai respon terhadap suatu keadaan emosional seperti mengalami kegembiraan atau kejutan.
 Sleep paralysis lebih jarang terjadi dibandingkan dengan cataplexy.  Sleep paralysis akan menyebabkan kehilangan muscle tone yang bersifat sementara sehingga menimbulkan ketidakmampuan untuk bergerak. Hyponagonic hallucination merupakan penerimaan halusinasi yang menyenangkan, biasanya melihat atau mendengar sesuatu yang terjadi ketika orang-orang jatuh tidur (hypnopompic hallucinations terjadi hanya setelah bangun).  Gejala auxillary ini secara umum akan timbul beberapa tahun setelah gangguan tidur.
Anamnesis mengenai riwayat tidur memegang peranan penting dalam menegakkan   narkolepsi.    Polysomnography  dengan   MSLT   digunakan  untuk
menegakkan diagnosa narkolepsi dan membantu para dokter untuk menemukan gangguan tidur lain seperti gangguan pernafasan yang berhubungan dengan gangguan tidur. Pasien narkolepsi akan mengalami masalah-masalah psikologis, yang akan mempengaruhi kehidupan keluarganya, lingkungan kerja, dan interaksi sosial.
 Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang berbeda untuk serangan tidur dan gejala auxilary. Stimulan adalah obat yang sering digunakan untuk mengatasi serangan tidur karena mula kerjanya yang singkat dan sedikitnya efek samping yang ditimbulkan.  Sebagai contoh, methylphenidate sangat tepat untuk mengatasi serangan tidur/sleep attack, digunakan dalam dosis terbagi dengan dosis awal 5 mg, dosis tersebut dinaikkan secara bertahap hingga 60 mg per hari.  Dextroamphetamine dapat digunakan dengan dosis yang serupa.  Pemoline digunakan dengan dosis antara 18,75 sampai 150 mg, dengan dosis yang terbagi.  Modafinil, merupakan obat baru yang disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration sebagai alternatif lain dalam pengobatan narkolepsi.  Obat tersebut toleransinya baik dan efek kardiovaskular-nya sedikit; dosis hariannya 200 sampai 400 mg. Antidepresan trisiklik sering digunakan untuk menangani cataplexy atau sleep paralysis tetapi mempunyai sedikit efek pada serangan tidur; dosis yang digunakan untuk mengontrol gejala ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang digunakan untuk mengobati depresi (misalnya,  imipramin, 10 sampai 75 mg malam hari).
d. Gangguan Tidur Berhubungan Dengan Pernapasan
Apnea merupakan gangguan tidur yang cukup serius. Lebih dari 5 juta penduduk AS mengalaminya.  Central apnea timbul sebagai akibat kerusakan pada pusat pernafasan sehingga tidak dapat memulai usaha respirasi periperal. Pada orang dewasa gangguan pernafasan yang berkaitan dengan gangguan tidur dicirikan dengan episode penghentian nafas selama 10 detik atau lebih selama tidur, dengan frekuensi 10 kali atau lebih tiap jam, dan dengan penurunan desaturasi oksigen yang signifikan, tanda nocturnal lainnya seperti mendengkur, nafas yang terengah-engah, gastro-esophageal reflux, ngompol, pergerakan tubuh yang hebat, berkeringat pada malam hari dan pagi hari, sakit kepala.  Gejala pada siang hari meliputi keinginan untuk tidur yang sangat hebat atau serangan tidur.  Gangguan tersebut mempunyai efek psiklologis yang serius, meliputi proses berfikir yang lambat, kerusakan ingatan, dan perhatian. Pasien sering merasa cemas, dysphoric mood, keluhan fisik yang bervariasi. Pasien dengan sleep apnea biasanya gemuk, usia pertengahan (dapat pula mengenai semua kelompok umur), dan wanita. Apnea juga disebut penyakit “to fall asleep at the wheel” karena sering terjadi ketika penderita sedang mengemudi mobil. Apnea terjadi karena fluktuasi atau irama yang tidak teratur dari denyut jantung dan tekanan darah. Ketika serangan datang, penderita seketika merasa mengantuk dan jatuh tertidur. Penderita mengalami kesulitan bernafas, bahkan terheti pada saat tidur (dalam bahaa Jawa disebut tindihan). Naik-turunnya denyut jantung dan tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kematian seketika pada penderita.