CARA DIAGNOSA DAN TERAPI LEPTOSPIRA

POSTING INI MERUPAKAN POSTING LANJUTAN DARI .... SINI.. atau disini




DIAGNOSIS KLINIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Langkah untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pola klinis leptospirosis di beberapa rumah sakit tidak sama, tergantung dari : jenis kuman leptospira, kekebalan seseorang, kondisi lingkungan dan lain-lain.
A. Anamnesis
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data bepidemiologis penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien.
Identitas pasien ditanyakan: nama,umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan dengan leptospirosis.
B. Pemeriksaan fisik
Gejala klinik menonjol yaitu: ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival suffusion.
Conjungtival suffusion dan mialgia merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan. Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hiri ke 3 selambatnya hari ke 7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi faring; faring terlihat merah dan bercak-bercak.
Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan hiperestesi kulit.
Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu: hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronki paru dan adanya diatesis hemoragi. Diatesis hemoragi timbul akibat proses vaskulitis difus di kapiler disertai hipoprotrombinemia dan trombositopenia, uji pembendungan dapat positif. Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi dapat terlihat sebagai petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, dan ruam kulit. Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata maupun setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.
C. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan laboratorium umum
Termasuk pemeriksaan laboratorium umum yaitu:
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal atau menurun, hitung jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah netrofil. Leukositosis dapat mencapai 26.000 per mm3 pada keadaan anikterik.
Morfologi darah tepi terlihat mielosit yang menandakan gambaran pergeseran ke kiri.
Faktor pembekuan darah normal. Masa perdarahan dan masa pembekuan umumnya normal, begitu juga fragilitas osmotik eritrosit keadaannya normal. Masa protrombin memanjang pada sebagian pasien namun dapat dikoreksi dengan vitamin K. Trombositopenia ringan 80.000 per mm3 sampai 150.000 per mm3 terjadi pada 50 % pasien dan berhubung dengan gagal ginjal, dan pertanda penyakit berat jika hitung trombosit sangat rendah yaitu 5000 per mm 3. Laju endapan darah meningi, dan pada kasus berat ditemui anemia hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stidium lanjut perjalanan penyakit.
2) Pemeriksaan fungsi ginjal
Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria dan peningkatan silinder ( hialin, granuler ataupun selular) pada fase dini kemudian menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula bilirubinuria, yang dapat mencapai 1 g/hari dengan disertai piuria dan hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar akan dialami semua pasien ikterik. Ureum darah dapat dipakai sebagai salah satu faktor prognostik, makin tinggi kadarnya makin jelek prognosa. Peningkatan ureum sampai di atas 400 mg/dL. Proses perjalanan gagal ginjal berlangsung progresif dan selang 3 hari kemudian akan terjadi anuri total. Ganguan ginjal pada pasien penyakit Weil ditemukan proteinuria serta azotemia, dan dapat terjadi juga nekrosis tubulus akut. Oliguria: produksi urin kurang dari 600 mL/hari; terjadi akibat dehidrasi, hipotensi.
3) Pemeriksaan fungsi hati
Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada gejala ikterik. Ikterik disebabkan karena bilirubin direk meningkat. Gangguan fungsi hati ditunjukkan dengan meningkatnya serum transaminase (serum glutamic oxalloacetic transaminase = SGOT dan serum glutamic pyruvate transaminase = SGPT). Peningkatannya t idak pasti, dapat tetap normal ataupun meningkat 2 – 3 kali nilai normal. Berbeda dengan hepatitis virus yang selalu menunjukkan peningkatan bermakna SGPT dan SGOT. Kerusakan jaringan otot menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat. Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai 5 kali nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai peningkatan kadar enzim kreatinin fosfokinase.
b. Pemeriksaan laboratorium khusus
Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira dapat secara langsung dengan mencari kuman leptospira atau antigennya dan secara tidak melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira dengan uji serologis
1) Pemeriksaan langsung:
a) Pemeriksaan mikroskopik dan immunostaining
Pemeriksaan langsung dapat mendeteksi kuman leptospira dalam darah, cairan prtoneal dan eksudat pleura dalam minggu pertama sakit, khususnya antara hari ke 3 – 7, dan di dalam urin pada minggu ke dua, untuk diagnosis definitif leptospirosis.
Spesimen urin diambil dengan kateter, punksi supra pubik dan urin aliran tengah, diberi pengawet formalin 10 % dengan perbandingan 1:4. Bila jumlah spesimen banyak dilakukan dua kali pemusingan untuk memperbesar peluang menemukan kuman leptospira. Pemusingan pertama dilakukan pada kecepatan rendah, misalnya 1000 g selama 10 menit untuk membuang sel, dilanjutkan dengan pemusingan pada kecepatan tinggi antara 3000 – 4000 g selama 20 – 30 menit agar kuman leptospira terkonsentrasi, kemudian satu tetes sedimen (10 -20 mL) diletakkan di atas kaca obyek bersih dan diberi kaca [penutup agar tersebar rata.
Selain itu dapat dipakai pewarnaan Romanowsky jenis Giemsa, dan pewarnaan perak yang hasilnya lebih baik dibanding Gram dan Giemsa (kuman leptospira lebih jelas terlihat).
Pewarnaan imunofluoresein lebih disukai dari pada pewarnaan perak karena kuman leptospira lebih muda terlihat dan dapat ditentukan jenis serovar. Kelebihan pewarnaan imunofluoresein dapat dicapai tanpa mikroskop fluoresein dengan memakai antibodi yang telah dilabel enzim, seperti fosfotase dan peroksidase atau logam seperti emas.
b) Pemeriksaan molekuler
Pemeriksaan molekuler dengan reaksi polimerase berantai untuk deteksi DNA kuman leptospira spesifik dapat dilakukan dengan memakai primer khusus untuk memperkuat semua strain patogen. Spesimen dari 2 ml serum, 5 mL darah tanpa antikoagulan dan 10 mL urin.
C, dry°Spesimen tersebut dikirim pada suhu – 70 C dalam waktu singkat. Urin dikirim°ice, atau suhu 4 C.°pada suhu 4
c) Biakan
Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik. Hasil optimal bila darah, cairan serebrospinal, urin dan jaringan postmortem segera ditanam ke media, kemudian dikirim ke laboratorium pada suhu kamar.
d) Inokulasi hewan percobaan
Kuman leptospira virulen dapat menginfeksi hewan percobaan, oleh karena itu hewan dapat dipakai untuk isolasi primer kuman leptospira. Umumnya dipakai golden hamsters (umur 4 – 6 minggu) dan marmut muda ( 150 – 175 g), yang bukan karier kuman leptospira.
2) Pemeriksaa tidak langsung / serologi
Berbagai jenis uji serologi dapat dilihat seperti pada tabel 4.
Jenis uji serologi:
· Microscopic agglutination test (MAT) Microscopic slide agglutination test (MSAT)
· Uji carik celup:
Ø LEPTO Dipstick
Ø LeptoTek Lateral Flow Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
· Aglutinasi lateks Kering
· (LeptoTek Dri – Dot) Microcapsule agglutination test
· Indirect fluorescent antibody test (IFAT) Patoc – slide agglutination test (PSAT)
· Indirect haemagglutination test (IHA) Sensitized erythrocyte lysis test (SEL)
· Uji Aglutinasi lateks Counterimmunelectrophoresis (CIE)
· Complement fixation Test (CFT)


Tabel 2. Kriteria WHO oleh Feine untuk diagnosa Leptospirosis





Keterangan : Berdasarkan kriteria di bawah, leptospirosis dapat ditegakkan bila jumlah A+B >25, atau A+B+C >25 disebut presumptive leptospirosis; dan bila A+B nilai antara 20-25 disebut suggestive leptospirosis.





 Penegakkan diagnosis
Diagnosis Leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium.
Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu:
Suspek, bila ada gejala
· klinis, tanpa dukungan uji laboratorium. Diagnosis menurut Faine dengan menggunakan nilai skor berdasarkan gejala klinis dan data epidemiologi, sekarang tidak dianjurkan lagi, karena pasien dengan nilai skor rendah, pemeriksaan kultur dapat positif atau sebaliknya.
· Probable, bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.
Definitif, bila:
1) Ditemukan kuman leptospira atau antigen kuman leptospira dengan pemeriksaan mikroskopik, kultur, inokulasi hewan atau reaksi polimerase berantai.
2) Gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan didukung dengan hasil uji MAT serial yang menunjukkan adnya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih, atau IgM ELISA positif.

 Diagnosis banding
Leptospirosis anikterik: influensa, demam dengue dan demam berdarah dengue, infeksi virus hanta, demam kuning, riketsiosis, boreliosis, bruselosis, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik, keracunan bahan kimia, keracunan makanan, demam tifoid dan penyakit demam enterik lain, Fever of known origin (FUO), serokonversi HIV primer, penyakit legioner, dan infeksi virus/bakteri lain.
Leptospirosis ikterik: malaria falciparum berat, hepatitis virus, demam tifus dengan komplokasi ganda, haemorrhagic fever with renal failure, demam berdarah virus lain dengan komplikasi.





TERAPI
Kuman leptospira sensitif terhadap sebagian besar antibiotika, terkecuali vakomisin, rafampisin dan mitronidasol.
Pemantauan fungsi jantung perlu dilakukan pada hari pertama rawat inap dengan mencakup aspek terapi kausatif, simtomatik dan suportif.
Terapi leptospirosis ringan
1. Pemberian antipiretik, terutama apabila demmamnya melebihi 38 C.
2. Pemberian antibiotik-antikuman leptospira. Pada leptospirosis ringan diberikan terapi:
· Doksisiklin 100 mg yang diberikan 2 kaliv sehari, selama 7 hari, pada anak di atas 8 tahun: 2 mg/Kg/hari (maksimal 100 mg)
· Ampisilin 500 –v 750 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral
· Amoksisilin 500 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral.
Terapi leptospirosis berat
1. Pemberian antipiretik.
2. Pemberian Nutrisi dan cairan
Pemberian nutrisi perlu diperhatikan, karena nafsu makan pasien menurun, sehingga asupan nutrisi berkurang. Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen, dengan perhitungan:
Berat badan 0 – 10 kg : 100 kalori/kgBB/hari
Berat badan 20 – 30 kg : ditambahkan 50 kalori/kgBB/hari
Berat badan 30 – 40 kg : ditambahkan 25 kalori/kgBB/hari
Berat badan 40 – 50 kg : ditambahkan 10 kalori/kgBB/hari
Berat badan 50 – 60 kg : ditambahkan 5 kalori/kgBB/hari

Karbohidrat diberikan dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Protein yang cukup mengandung asam amino esensial, diberikan sebanyak 0,2 – 0,5 gram/kgBB/ hari.. Pada pasien dengan muntah hebat atau tidak mau makan, diberikan makanan secara parenteral ( tersedia kemasan cairan infus yang praktis, cukup kandungan nutrisinya)
Pemberian antibiotik :
Prokain penisilin 6 – 8 juta unit sehari yang diberikan 4 kali sehari intramuskular
Ampisilin 1 gram yangv diberikan 4 kali sehari intravena
Amoksisilin 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena

Antibiotik pada anak:
Prokain penesilin 50.000 IU/kg BB; maksimal 2 juta IU sehari yang diberikan 4 kali sehari intramuskular
Doksisiklin pada anak >8 tahun: 2 mg/kgBB; maksimal 100 mg sehari yang diberikan 2 kali sehari per oral.
Pananganan khusus:
a. Hiperkalemia : Merupakan keadaan yang harus segera ditangani, karena menyebabkan cardiac arrest;
b. Asidosis metabolik;
c. Hipertensi: perlu diberikan anti hipertensi.;
d. Gagal jantung: pembatasan cairan, digitalis dan diuretik;
e. Perdarahan diatasi dengan transfusi.
Diagnosis is suspect (hanya didukung oleh gejala klinis&riwayat pajanan) Demam, cojunctival suffusion, nkaku&nyeri otot (betis dan paha) Ikterik, sakit kepala, menggigil, oliguria,anuria kaku kuduk,dll. Ditambah: riwayat pajanan dengan hewan/lingkungan terkontaminasi urin hewan faktor resiko transmisi leptospirosis
Diagnosis Probable: Diagnosis suspect didukung tes serologi penyaringan positif
Diagnosis is Confirmed: Peningkatan titer serial 4 atau serokonversi MAT atau ELISA IgM (+)Azotemia

 PENCEGAHAN
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi yang meliputi:
1) Intervensi sumber infeksi;
2) Intervensi pada jalur penularan ;
3) Intervensi pada pejamu manusia