KONDISI LINGKUNGAN RUMAH YANG BERESIKO TBC
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PENYEBARAN
KUMAN TBC
PENGERTIAN
Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis, maupun sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia (lennihan dan Fletter, 1989).
Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang bersifat tidak
bernyawa, misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati lainnya.
2. Lingkungan Biologis
Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuhtumbuhan,
hewan, termasuk mikroorganisme.
3. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan manusia dan usaha-
usahanya untuk mempertahankan kehidupan, seperti pendidikan pada tiap individu, rasa
tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan, jumlah
penghuni dan keadaan ekonomi.
4. Lingkungan Rumah
Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya
untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan
yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan
sosial yang baik untuk keluarga dan individu.
Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial.
Menurut APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis
a. Suhu ruangan
yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya sedemikian rupa sehingga
suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai
terlalu tinggi dan terlalu rendah.
Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.
b. Pencahayaan
Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat
penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10 % dari jumlah luas
lantai.
c. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk proses
pergantian udara.
d. Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang
berasal dari dalam maupun dari luar rumah.
e. Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan, ruang
tidur, dll.
f. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Ukuran
ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun minimal 4,5 m³, artinya dalam satu
ruangan anak yang berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume
ruangan 4,5 m³ (1,5 x 1 x3 m³) dan diatas lima tahun menggunakan ruangan 9 m³ (3 x 1 x 3 m³)
2. Perlindungan terhadap penularan penyakit
a. Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga
selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia air untuk memelihara
kebersihan rumah, pakaian dan penghuninya.
b. Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga air
pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.
c. Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu harus dapat
mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi permukaan sumber air bersih.
d. Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan gangguan binatang
serangga dan debu.
e. Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang biak di dalam
rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight, mosquito fight.
f. Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.
g. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya.
Luas kamar tidur minimal 8,5 m³ per orang dan tinggi langit-langit minimal 2.75 meter,Ukuran
ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun minimal 4,5 m³, artinya dalam satu
ruangan anak yang berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume
ruangan 4,5 m³ (1,5 x 1 x3 m³) dan diatas lima tahun menggunakan ruangan 9 m³ (3 x 1 x 3 m³)
Lingkungan Rumah yang Berpengaruh terhadap Kejadian TB
Pada umunya, lingkungan rumah yang buruk (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan
berpengaruh pada penyebaran penyakit menular termasuk penyakit TB. Berikut ini akan diuraikan
mengenai lingkungan fisik dan sosial rumah yang berpengaruh terhadap kejadian TB.
1. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara
Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu 1) Kelembaban absolut, yaitu berat uap air per unit volume
udara; 2) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur
terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh dengan uap air pada temperatur tersebut.
Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut
indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam
rumah adalah 40‐60 % dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah
< 40 % atau > 60 % (Depkes RI, 1989).
Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa
pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu kelembaban yang
tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif
dalam menghadang mikroorganisme.
Bakteri mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada
lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80 % volume sel bakteri
dan merupakan hal yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gould
& Brooker, 2003).
Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang meningkat merupakan media
yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk bakteri tuberkulosis.
2. Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan
manusia (Lubis, 1989). Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua
jenis, yaitu:
1) Ventilasi alam.
Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-gas, gerakan
angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur. Ventilasi alam ini
mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan kelembabannya.
Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari
pergerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai.
2) Ventilasi buatan
Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis
maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantarana adalah kipas angin, exhauster dan AC
Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:
1) Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang
ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas lantai.
Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
2) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot
kendaraan, debu dan lain-lain.
3) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan
antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang barang besar, misalnya
lemari, dinding, sekat dan lain-lain.
Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter.
Menurut indikator pengawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah
10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah
< 10% luas lantai rumah (Depkes RI, 1989).
Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Menurut Azwar (1990) dan Notoatmodjo (2003), salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.
Luas ventilasi rumah yang < 10 % dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis.
Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir (Notoatmodjo, 2003).
Selain itu, menurut Lubis (1989), luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.
3. Suhu Rumah
Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan satuan derajat tertentu. Suhu
udara dibedakan menjadi:
1). Suhu kering, yaitu suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu ruangan setelah diadaptasikan
selama kurang lebih sepuluh menit, umumnya suhu kering antara 24 – 34 ºC;
2) Suhu basah, yaitu suhu yang menunjukkan bahwa udara telah jenuh oleh uap air, umumnya
lebih rendah daripada suhu kering, yaitu antara 20-25 ºC.
Secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan termometer ruangan.
Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu rumah yang memenuhi syarat kesehatan adalah antara 20-25 ºC, dan suhu rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 20 ºC atau > 25 ºC .
Suhu dalam rumah akan membawa pengaruh bagi penguninya. Menurut Walton , suhu berperan penting dalam metabolisme tubuh, konsumsi oksigen dan tekanan darah. Sedangkan Lennihan dan Fletter , mengemukanan bahwa suhu rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan meningkatkan kehilangan panas tubuh dan tubuh akan berusaha menyeimbangkan dengan suhu lingkungan melalui proses evaporasi.
Kehilangan panas tubuh ini akan menurunkan vitalitas tubuh dan merupakan predisposisi untuk terkena infeksi terutama infeksi saluran nafas oleh agen yang menular.
Sedangkan menurut Goul & Brooker (2003), bakteri mycobacterium tuberculosa memiliki rentang suhu yang disukai, tetapi di dalam rentang ini terdapat suatu suhu optimum saat mereka tumbuh pesat. Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25-40 º C, akan tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 º C
4, Pencahayaan Rumah
Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari
(alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah,
misalnya melalui jendela atau genting kaca.
Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Cahaya Alamiah
Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya kuman TBC . Oleh karena itu, rumah yang cukup
sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela), luasnya sekurang-
kurangnya 15 % - 20 %. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung ke dalam ruangan,
tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan
masuk cahaya. Selain itu jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.
b. Cahaya Buatan
Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti
lampu minyak tanah, listrik, api dan lain-lain. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari
terangnya sumber cahaya (brightness of the source).
Pencahayaan buatan bisa terjadi dengan 3 cara, yaitu direct, indirect, semi direct atau general
diffusing.
Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah dengan menggunakan lux meter, yang diukur ditengah-tengah ruangan, pada tempat setinggi < 84 cm dari lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan bila < 50 lux atau > 300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan bila pencahayaan rumah antara 50-300 lux.
Menurut Lubis dan Notoatmodjo (2003), cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri, terutama kuman mycobacterium tuberculosa. Menurut Depkes RI (2002), kuman tuberkulosa hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadp kejadian tuberkulosis.
Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanua, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Menurut Girsang (1999), kuman mycobacterium tuberculosa akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari; oleh tinctura iodii selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2-10 menit serta mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Menurut Atmosukarto & Soeswati (2000), rumah yang tidak masuk sinar matahari
mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.
5. Kepadatan Penghuni Rumah
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota
keluarga dalam satu rumah tinggal (Lubis, 1989).
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per orang.
Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang
tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum 10 m²/orang. Untuk kamar tidur diperlukan
minimum 3 m²/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri
dan anak dibawah dua tahun.
Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur
dengan anggota keluarga lainnya.
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 10 m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai Mdengan jumlah penghuni 10 m²/orang.
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain
Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehtan (2000), didapatkan data bahwa :
1) rumah tangga yang penderita mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko terkena TB 2,8 kali dibanding dengan yang tidur terpisah;
2) Tingkat penularan TB di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya;
3) besar resiko terjadinya penularan untuk tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita TB.
6. Lantai rumah
Lantai rumah merupakan faktor resiko terjadinya penyakit TBC. Lantai tanah memiliki peran
terjadinya penyakit TBC melalui kelembapan ruangan. Lantai perlu dilapisi dengan semen
yang kedap air agar ruangan tidak lembab. Lantai yang lembab dapat memperpanjang masa
viabilitas atau daya tahan hidup kuman TBC dalam lingkungan.
Lingkungan tempat kerja.
Lingkungan tempat kerja juga sangat mempengaruhi penyebaran penyakit TBC, dimana lingkungan kerja yang kurang kebersihan dan sirkulasi udara yang buruk akan menjadi faktor penyebaran kuman TBC.
Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar
debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya
Lingkungan sosial
Perilaku sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa penyakit TBC merupakan penyakit
yang memalukan, sehingga tidak mau segera mengunjungi pelayanan kesehatan sehingga segera
mendapatkan pengobatan juga termasuk salah satu penyebab peningkatan perkembanagn penyakit
TBC.
Selain itu ada masyarakat yang masih memiliki adat istiadat yang kental dan terkadang
masih ada yang percaya dengan kekuatan gaib memngangap penyakit TBC di sebabkan karena adanya kekuatan gaib, sehingga penderita TBC melakukan pengobatan tradisional.
Masyarakat masih lebih banyak berfokus pada pengobatan dibandingkan terhadap upaya
pencegahan terhadap penularan penyakit tubercolosis.
BACA JUGA
1. GEJALA KLINIS TBC PADA DEWASA SECARA DETAIL...DISINI
2. KLASIFIKASI TBC..... DISINI
3. PENGOBATAN DAN CARA SERTA DOSIS OBAT TBC... DISINI
4. PEMERIKSAAN UNTUK DIAGNOSA TBC... DISINI
5. TBC PADA KEHAMILAN.... DISINI
6.FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA TBC...SINI