Cara Menentukan anak kandung berdasarkan forensik

PENENTUAN ANAK KANDUNG DARI SEGI FORENSIK
Pendahuluan
            Ilmu kedokteran forensik, juga dikenal dengan nama legal medicine, adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegak hukum serta keadilan.
            Di masyarakat, kerap terjadi pelangaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidang kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan membantu dalam proses peradilan ini akan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun dalam ilmu kedokteran forensik.
            Dalam perkembangannya lebih lanjut, ternyata ilmu kedokteran forensik tidak semata-mata bermanfaat dalam urusan penegak hukum dan keadilan di lingkungan pengadilan saja, tetapi juga bermanfaat dalam segi kehidupan bermasyarakat lain, misalnya dalam membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil, baik bagi pihak yang diasuransi maupun yang mengasuransi, dalam membantu pemecahan masalah paternitas (penemuan ke-ayah-an), membantu upaya keselamatan kerja dalam bidang industry dan otomotif dengan pengumpulan data korban kecelakaan industry maupun kecelakan lalu lintas dan sebagainya.
            Untuk dapat memberi bantuan yang maksimal bagi pelbagai keperluan tersebut diatas, seorang dokter dituntut untuk dapat memanfaatkan ilmu kedokteran yang dimilikinya secara optimal.

PENETUAN ANAK KANDUNG ADA TIGA PROSEDUR DASAR, YAITU

  • pemeriksaan medis berdasarkan ciri Fisik
  • pemeriksaan golongan darah
  • pemeriksaan DNA



 Pemeriksaan Medis
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan fisik yang melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut, warna kornea, bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya misalnya pemeriksaan paternitas.
Ilmu Kedokteran Forensik Molekuler adalah suatu bidang ilmu yang baru berkembang dalam dua dekade terakhir, merupaKan bagian dari ilmu kedokteran forensik yang memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan molekul atau DNA. Sebagai suatu bidang cabang ilmu kedokteran forensik yang baru, ilmu ini melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan, perkosaan serta berbagai kasus ragu ayah (paternitas)1.
Jika terdapat kasus yang meragukan untuk pembuktian apakah anak tersebut merupakan anak hasil hubungan dari pasien atau merupakan anak kandung dari pasien, maka sebaiknya di lakukan pemeriksaan lanjutan.


PEMERIKSAAN DNA

 Semakin lama semakin disadari bahwa setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai asal usul mereka. Pengetahuan mengenai siapa ayah dan ibu kandung dari seorang anak mempunyai banyak pengaruh bagi para pihak yang terkait. Pertama, informasi mengenai siapa orangtua biologis dari seorang anak, akan menunjukan pasangan tersebut sebagai orang pertama yang (seharusnya) merupakan lingkaran terdalam lingkungan anak tersebut. Kedua, pengetahuan itu memberikan hak tertentu kepada anak tersebut, diantaranya hak atas pengasuhan, hak untuk mendapat santunan biaya hidup dan hak waris dari orangtuanya. 
            Kasus paternitas sesungguhnya merupakan sebagian dari kasus sengketa asal-usul. Sengketa asal-usul berdasarkan objek sengketanya dapat digolongkan menjadi beberapa jenis kasus yaitu
  •  Kasus ragu orang tua (disputed parentage) yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa orangtua (ayah dan ibu) dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi, kasus pencarian orangtua pada kasus penculikan, bayi tertukar, kasus terpisahnya keluarga pada masa perang atau bencana dan kasus identifikasi korban tidak dikenal.
  • Kasus ragu ayah (disputed paternity) yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ayah kandung dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi, kasus klaim keayahan seorang wanita, kasus perselingkuhan dan kasus incest.
  • Kasus ragu ibu (disputed maternity) yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ibu kandung dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus bayi tertukar, kasus pembunuhan anak sendiri dan kasus aborsi.
  • Kasus ragu kerabat yaitu kasus yang mencari pembuktian apakah dua orang atau lebih punya hubungan darah (kekerabatan tertentu). Yang termasuk kategori ini adalah pelacakan silsilah keluarga, kasus pencarian keluarga setelah bencana alam, dsb.

 Sengketa asal usul dalam masyarakat jumlahnya banyak sekali, tetapi biasanya yang muncul dan menjadi berita hanya sebagian kecilnya saja. Fenomena ini kita kenal sebagai fenomena gunung es (iceberg fenomenon). Kasus sengketa asal usul yang terbanyak dalam masyarakat adalah kasus klaim keayahan terhadap seorang pria oleh seorang wanita hamil, dengan janin dalam rahim yang diklaimnya sebagai anak dari pria tersebut. Kasus semacam ini pada umumnya diselesaikan secara kekeluargaan dan secara diam-diam, karena dianggap merupakan aib keluarga, khususnya jika pria tersebut merupakan orang terhormat atau pria yang sudah beristri. Hal ini dapat dimaklumi, karena kasus ini bukan saja dapat mengakibatkan hancurnya nama baik dan reputasi pria tersebut, tetapi juga dapat menyebabkan pecahnya rumah tangga dan hancurnya karir pria tersebut. 
     Kasus sengketa asal-usul merupakan kasus medis, sehingga pemecahannya pun harus secara medis pula. Setiap manusia dilahirkan dengan membawa sifat gabungan dari ayah dan ibunya karena ia tercipta dari penyatuan sel sperma ayahnya dan sel telur ibunya pada saat pembuahan. Dengan demikian, pada diri setiap anak tedapat sifat gabungan dari ayah dan ibunya yang diturunkan melalui materi keturunan yang kita sebut DNA.


Deoxyribo Nucleic Acid
DNA atau DeoxyriboNucleic Acid merupakan asam nukleat yang menyimpan semua informasi tentang genetika. DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit dan sifat-sifat khusus dari manusia. DNA ini akan menjadi cetak biru (blue print) ciri khas manusia yang dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya. Sehingga dalam tubuh seorang anak komposisi DNA nya sama dengan tipe DNA yang diturunkan dari orang tuanya.  Sedangkan tes DNA adalah metode untuk mengidentifikasi fragmen-fragmen dari DNA itu sendiri. Atau secara sederhananya adalah metode untuk mengidentifikasi, menghimpun dan menginventarisir file-file khas karakter tubuh2.
Tes DNA umumnya digunakan untuk 2 tujuan yaitu :
  1. tujuan pribadi seperti penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak dan
  2. tujuan hukum, yang meliputi masalah forensik seperti identifikasi korban yang telah hancur, sehingga untuk mengenali identitasnya diperlukan pencocokan antara DNA korban dengan terduga keluarga korban ataupun untuk pembuktian kejahatan semisal dalam kasus pemerkosaan atau pembunuhan.


Hampir semua sampel biologis tubuh dapat digunakan untuk sampel tes DNA, tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut pada pipi bagian dalam (buccal swab), dan kuku. Untuk kasus-kasus forensik, sperma, daging, tulang, kulit, air liur atau sampel biologis apa saja yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat dijadikan sampel tes DNA.
Pada pemeriksaan DNA, ada dua tes yang dilakukan, yaitu : 



  • Tes paternitas 
    • Tes ini untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak. Tes paternitas membandingkan pola DNA anak dengan terduga ayah untuk memeriksa bukti pewarisan DNA yang menunjukkan kepastian adanya hubungan biologis.
  • Tes maternitas 
    • Tes DNA ini untuk menentukan apakah seorang perempuan adalah ibu biologis seorang anak. Tes ini bisa dilakukan untuk kasus dugaan bayi tertukar, bayi tabung, dan anak angkat. Selain di dalam inti sel, DNA juga bisa ditemukan di dalam mitokondria, yaitu bagian dari sel yang menghasilkan energi. DNA mitokondria hanya diturunkan dari ibu. Keunikan pola pewarisan DNA mitokondria menyebabkan DNA ini dapat digunakan sebagai penanda untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal/garis ibu.
Berikut beberapa hal yang perlu diketahui tentang tes paternitas dan maternitas.

  • Siapa yang diperiksa?
Untuk tes paternitas yang diperiksa adalah ibu, anak, dan terduga ayah. Bisa saja hanya ayah dan anak yang diperiksa, jika ibu biologis tidak bersedia ikut tes. Partisipasi ibu pada tes paternitas dapat membantu separuh DNA anak, sehingga separuhnya lagi dapat dibandingkan dengan DNA terduga ayah.

  • Apa yang diperiksa?
Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA. Mulai dari buccal swab (sel mukosa di pipi bagian dalam, diambil dengan alat khusus seperti cotton buds yang ujungnya dilengkapi dengan sisir kecil dari karet), darah, kuku, sampai rambut. Untuk bayi, jaringan bisa diambil dengan buccal swab atau jarum suntik kecil. Menurut Hera, yang paling efektif adalah darah karena bisa dapat banyak DNA. Namun, kini teknik pengambilan DNA makin lama makin sensitif, dalam arti bisa dilakukan dengan mengambil sedikit jaringan, seperti sidik jari yang menempel di suatu benda dan bekas lipstik.

  • Adakah batasan usia?
Tak ada batasan usia. Bahkan pada janin dan orang yang sudah meninggal. Pada tes paternitas sebelum anak dilahirkan (prenatal), tes DNA dapat dilakukan dengan sampel dari jaringan janin, umumnya pada usia kehamilan 10-13 minggu atau dengan cara amniosentesis (tes prenatal) pada usia kehamilan 14-24 minggu. Untuk pengambilan jaringan janin ini harus dilakukan oleh ahli kebidanan/kandungan. Ibu yang ingin melakukan tes DNA prenatal harus
berkonsultasi dengan ahli kebidanan kandungan. 


  • Bagaimana prosedurnya?
Setelah ditanya alasan dan latar belakangnya, klien harus menandatangani persetujuan tes paternitas atau tes DNA lainnya di atas materai. Klien juga harus menyerahkan identitas diri (KTP atau paspor) dan foto. Setelah itu baru diambil darahnya dengan dihadiri saksi. Apabila anak belum dewasa, diperlukan fotokopi surat kelahiran atau surat perwalian anak yang menyatakan terduga ayah atau wali anak memiliki hal untuk membawa anak itu melakukan tes paternitas.

  • Seberapa akurat?
Tes DNA adalah 100 persen akurat jika dikerjakan dengan benar. Tes DNA ini memberikan hasil lebih dari 99,99 persen probabilitas paternitas jika DNA terduga ayah dan DNA anak, cocok (matched). Apabila DNA terduga ayah dan anak tidak cocok (mismatched) maka terduga ayah yang dites, 100 persen bukanlah merupakan ayah biologis anak itu.
Dulu, konfirmasi dilakukan dengan mengulang tes terhadap terduga ayah. Kini, begitu ada tes, dilakukan dua kali dengan dua orang pemeriksa (researcher) Jika hasil dari dua orang itu berbeda, pasti ada kesalahan. Lalu kami cek lagi. Semua researcher sudah diperiksa DNA-nya. Sehingga jika ada yang tidak match, jangan-jangan ada kontaminasi. Mungkin terkena DNA si researcher
  • Bagaimana prosesnya?
Begini proses yang paling sederhana: setelah mengambil jaringan atau darah, (dalam darah ada plasma, serum, sel-sel darah merah, sel-sel darah putih), dengan suatu detergen, "dipecahkan" membran sel darah putih. Apapun yang ada di dalamnya akan keluar, termasuk DNA. Sekarang ada teknologi yang bisa menggandakan sampai jutaan kali fragmen suatu DNA yang akan diperiksa.

  • Berapa lama?
Hasil tes DNA selesai dalam waktu 12 hari kerja terhitung dari tanggal diterimanya sampel. Selain itu, seluruh informasi pasien, mengenai tes, dan hasil tes akan dijamin kerahasiaannya. Karena pertanyaan mengenai paternitas, sangat sensitif. Hasil tes DNA hanya akan diberikan kepada individu yang melakukan tes. Tidak Bisa Dipaksakan Tes DNA tidak bisa dilakukan karena paksaan dari pihak ketiga. Namun, untuk keperluan pengadilan, jaksa dan polisi bisa meminta. Hasil tes ini hanya dapat digunakan sebagai referensi pribadi, kecuali jika sampel yang diperiksa diambil melalui prosedur hukum (surat dari polisi atau jaksa), maka sampel tersebut memiliki kekuatan hukum. 
Prosedur Pemeriksaan DNA

   Pertama kali seorang klien datang ke dokter, ia berkonsultasi dengan dokter mengenai kasusnya. Dalam konsultasi ini dokter akan mencari informasi mengenai apa yang ingin dibuktikan dalam kasus ini, apa yang akan dilakukan (tindak lanjut) setelah hasilnya diketahui, dan kapan akan dilakukan pemeriksaan.
  Konsultasi awal ini bisa merupakan konsultasi dokter pasien biasa, tetapi bisa juga dilakukan atas permintaan polisi atau pengadilan jika kasusnya telah memasuki ranah hukum. Pada kasus yang belum melibatkan aparat penegak hukum, kepada klien ditanyakan apakah di kemudian hari kasusnya akan atau direncanakan akan diproses secara hukum atau tidak. Jika klien memperkirakan akan ada proses hukum di kemudian hari, seperti untuk pengurusan perceraian, sidang sengketa perwalian anak, sengketa warisan, dsb maka dianjurkan agar kasusnya dilaporkan dulu ke pihak yang berwajib agar prosesnya menjadi lebih legal. Jika klien tidak mau melibatkan pihak yang berwajib, maka dokter harus memprosesnya sama seperti kasus adalah kasus hukum. Pada kenyataannya, cukup banyak kasus dimana klien hanya sekedar ingin tahu saja dan sama sekali tidak berencana melakukan proses hukum, dengan berbagai alasan. Pada kasus semacam ini, dokter tetap harus memprosesnya secara biasa, sambil tidak lupa untuk mempersiapkan diri kalau sewaktu-waktu kasusnya akan melanjut juga ke proses hukum.
       Jika pasien ragu-ragu, tidak atau belum memikirkan tindak lanjut atau tidak siap untuk menghadapi kenyataan, dokter sebaiknya tidak melakukan pemeriksaan sampai klien siap secara mental. Untuk kasus wanita hamil yang meminta pemeriksaan sebelum kelahiran sebagai dasar untuk memaksa pria agar mengawininya sebelum kelahiran bayinya, hanya dapat dilayani untuk siap dengan resiko pengambilan sample dan beragama non muslim. Pengambilan sample dari janin, meskipun dilakukan oleh ahlinya, tetap mempunyai resiko yang tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan setelah lahir. Pada klien yang muslim, pemeriksaan DNA sebelum kelahiran (antenatal) tidak dianjurkan, karena menurut hukum kekeluargaan islam, wanita yang sedang hamil tidak boleh dikawin dan perkawinan baru boleh dilakukan setelah bayinya lahir. Ketentuan ini jelas tidak memenuhi harapan si wanita, karena biasanya wanita ingin segera diperiksa dan dipastikan bahwa janinnya adalah anak si pria, kemudian memaksa pria agar segera mengawininya dan dengan demikian anak tersebut lahir dengan memiliki ayah (bukan anak haram).
 Pada kunjungan berikutnya semua pihak yang akan diperiksa datang menemui dokter, sebisanya dengan disertai saksi dari kedua belah pihak. Mula-mula pada semua pihak diterangkan prosedur yang akan dilakukan. Setelah jelas dan tidak ada lagi yang ingin ditanyakan, maka pihak-pihak yang akan diambil sampelnya menandatangani persetujuan (informed consent) untuk pengambilan sample DNA. Untuk klien yang masih berumur di bawah 21 tahun atau belum menikah, persetujuan ditandatangani oleh orangtua atau walinya.
   Pemeriksaan medis yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi seorang anak dapat dilakukan dengan penerapan ilmu forensik molekuler. 
Ada beberapa pemeriksaan DNA yang biasa dilakukan,yaitu:

A. Konsep Polimorfisme
Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya suatu bentuk yang berbeda daru suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi / modifikasi pada suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang lain1.
Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara lain ialah golongan darah, golongan protein serum, sistim golongan enzim eritrosit dan sistim HLA (Huma Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA merupakan suatu polimorfisme pada tingkat yang lebih awal dibandingkan polimorfisme protein, yaitu tngkat kode genetik atau DNA. Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA fingerprint), VNTR (Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), secara Southern blot maupun dengan PCR (Polymerase Chain Reaction)1.
Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme DNA menunjukan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mummifikasi atau bahkan pada jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh sel tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis1.

B. Pemeriksaan DNA Fingerprint
Pemeriksaan sidik DNA pertama kali dperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun 1985. Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk daerah non-coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa tertentu yang berulang sebanyak n kali1.
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga dinamakan multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh smua orang tetapi masing-masing individu mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian sehingga kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil sekali. Bagian DNA ini dikenal dengan nama Variable Number of Tandem Repeats (VNTR) dan umumnya tersebar pada bagian ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini diturunkan dari kedua orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat dilacak secara tidak langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya.
Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang diisolasi dari DNA yang terletak dekat dengan gen globin mansuai ternyata dapat melacak VNTR ini secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini dinamakan pelacar Jeffreys yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6 dan 16.15 yang paling sering digunakan.
Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel berinti, lalu memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-potongan. Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya (panjang potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose. Dengan menempatkan DNA pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan negatif akan ditolak ke sisi lainnya dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA yang tleha terpisah satu sama lain di dalam agar lalu diserap pada suatu membran nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot.
Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk membuat DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian dicampurkan dnegan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam proses yang dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung dengan fragmen DNA yang merupakan basa komplemennya.
Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel ini, dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya radioaktif tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakan film oleh sinar radioaktif ini akan tampak pada fil berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran serupa Barcode (label barang di supermarket).
Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya dapat dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi mayat tak dikenalm dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau anak-anak tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangka maka akan didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama juga dapat dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity).
Pada kasus perkosaan, dilakukan pembandingan pita DNA dari apus vagina dengan pita DNA tersangka pelaku. Jika tersangka benar adalah pelaku, maka akan dijumpai pita DNA yang persis pola susunannya.

C. Analisis VNTR Lain
Setelah penemuanny Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain. Metode pemeriksaanpun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim restriksi, sistim labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua masih menggunakan metode Southern blot seperti metode Jeffreys.
Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus tunggal (singel locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode baru ini. Pada sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu pemeriksaan hanyalah satu lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan didapatkan dua pita DNA saja. Karena pola penurunan DNA ini juga sama, maka satu pita berasal dari ibu dan pita satunya berasal dari sang ayah.
Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya menjadi lebih mudah dan sederhana. Keuntungan lainn adalah ia dapat mendeteksi jumlah pelaku perkosaan. Jika pada usap vagina korban ditemukan ada 6 pita DNA misalnya, maka pelaku perkosaan adalah 3 orang (satu orang 2 pita). Kelemahannya adalah jumlah pita yang sedikit membuat kekuatan diskriminasi individunya lebih kecil, sehingga perlu identifikasi personal selain kasus perkosaan, perlu dilakukan pemeriksaan dengan pelacakan beberapa lokus sekaligus.
Secara umum, metode Jeffreys dan pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode dengan pelacak lokus tunggal.

D. Pemeriksaan RFLP
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi mempunyai kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan menghasilkan potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar metode analisis RFLP.
VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP, karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi. Metode pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat juga dengan metode PCR.

E. Metode PCR
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim polimerase DNA.
Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur dengan deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan GTP), enzim polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu dipanaskan lagi akan memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA akan memperbanyak diri 2n kali lipat.
Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untau tunggal yang sengaja dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak, sehingga dapat diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan diperbanyak.
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar antara 90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double stranded) akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses ini dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan prier atau primer annealing) yang dihitung dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) + 2(A + T).
G, C, A dan T adalah jumlah basa Guaninm Sitosin, Adenin dan Timin pada primer yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa komplemennya pada DNA untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan pemansan kembali antara 70-75 derajat Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang akan membuat primer memperpanjang diri membentuk komplemen dari untai tunggal dengan menggunakan bahan dNTP.
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA yang ingin diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan dan menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari basa pada ujung-ujung bagian yang akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri merupakan suatu proses pencampuran antara DNA cetakan (template) yang akan diperbanyak, dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan larutan buffer dalam reaksi 50 ul atau 100 ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara berulang sebanyak n buah siklus (biasanya di bawah 35 siklus).
Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.
Lokus DNA yang dapat dianalisis dengan mteode PCR, meliputi banyak sekali lokus VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80) dan D2S44. Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukaisehingga penemuan-penemuan lokus DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap saat.
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu "pasti bukan" atau "mungkin".
Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada kelompok yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim sekaligus.
Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan pengganti yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris seperti sidik jari.
Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk memperbanyak DNA jutaan samapi milyaran kalomemungkinkan dianalisisnya sampel forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran korban pada pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dsb. Kelebihan lain dari pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk menganalisis bahan yang sudah berdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak dari sampel forensik merupakan sampe postmortem yang tak segar lagi.


 Pemeriksaan Darah

Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena merupakan cairan biologic dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan manusia tertentu. Pemeriksaan darah berguna untuk membantu menyelesaikan kasus-kasus bayi yang tertukar, penculikan anak, ragu ayah, dan lain-lain.
Dalam kasus yang ada kaitannya dengan factor keturunan, hukum Mendel memainkan peranan penting. Semua sistem golongan darah diturunkan dari orang tua kepada anaknya sesuai hukum Mendel.
            Walaupun masih ada kemungkinan penyimpangan hukum tersebut, misalnya pada peristiwa mutasi, namun karena frekuensinya sangat kecil (1:1.000.000) untuk kasus-kasus forensik, hal ini dapat diabaikan.

Hukum Mendel untuk sistem golongan darah adalah sebagai berikut:

  •    Antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu atau kedua orang tuanya.
  •   Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada anaknya.

Pada manusia dikenal bermacam-macam sistem golongan darah yang antigennya terletak di permukaan sel darah merah, misalnya sistem ABO, Rhesus, MNS, Kell, Duffy, Lutheran, Lewis, Kidd, P, Sekretor/nonsekretor, Antigen Limfosit Manusia (HLA), dan lain-lain. Selain itu dikenal pula antigen-antigen yang terdapat diluar sel darah merah, misalnya sistem Gm, Gc, Haptoglobin (Hp), serta sistem enzim,misalnya fosfoglukomutase (PGM), adenilate kinase (AK), pseudokholinesterase (PCE/PKE), adenosin deaminase (ADA), fosfatase asam eritrosit (EAP), glutamat piruvat transaminase (GPT), 6-fosfo glukonat dehidrogenase (6PGD), glukose 6 fosfatase dehidrigenase (G6PD), yang terdapat dalam serum.
            Pada kasus paternitas, bila hanya sistem ABO, MNS dan Rhesus yang diperiksa, maka kemungkinannya adalah 50-60%, sedangkan bila semua sistem diperiksa maka kemungkinannya meningkat menjadi 90%.
            Perlu diingat bahwa hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas), sehingga penentuan keayahan dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak (”singkir ayah”/paternity exclusion”).
Ada dua jenis penggolongan darah yang paling penting, yaitu penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Selain sistem ABO dan Rh, masih ada lagi macam penggolongan darah lain yang ditentukan berdasarkan antigen yang terkandung dalam sel darah merah. Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai.
Salah satunya Diego positif yang ditemukan hanya pada orang Asia Selatan dan pribumi Amerika. Dari sistem MNS didapat golongan darah M, N dan MN yang berguna untuk tes kesuburan. Duffy negatif yang ditemukan di populasi Afrika. Sistem Lutherans mendeskripsikan satu set 21 antigen.
Dan sistem lainnya meliputi Colton, Kell, Kidd, Lewis, Landsteiner-Wiener, P, Yt atau Cartwright, XG, Scianna, Dombrock, Chido/ Rodgers, Kx, Gerbich, Cromer, Knops, Indian, Ok, Raph dan JMH.


Sistim ABO
Sistem ABO



Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor.
Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O). Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O.
Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi.
Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi atau ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap populasi yang berbeda-beda.
Tabel distribusi golongan darah dan  pewarisan golongan darah kepada anak


Rhesus Faktor
Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor) pertama sekali ditemukan pada tahun 1940 oleh Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus karena dalam riset digunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang paling banyak dijumpai di India dan Cina.
Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan B, sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga sebagai antigen D).
Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh, maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).


Pemeriksaan Golongan Darah untuk menentukan Hubungan darah.


Penentuan golongan darah sebagai tes penyaring apa benar seorang anak mempunyai golongan darah yang sama dengan orang tuanya. 
Berikut langkah - langkah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk penentuan golongan darah; 

  • Ambil beberapa tetes darah yang dipisahkan dengan kotak – kotak yang didalamnya kemudian 
  • Diberikan antibodi dari masing – masing golongan darah. 
  • Lihat apakah tes terjadi aglutinasi atau tidak. 
  • Yang tidak beraglutinasi terhadap anti, itulah golongan darah anak tersebut.


+ : Aglutinasi
- : tidak aglutinasi
Interpretasi hasil

  • Ragu ayah ada berbagai kasus yang bisa muncul antaranya siapa ayah yang sebenarnya dari seorang anak, maka berdasarkan hasil di dapatkan,
Keterangan : - Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak
                   - pria II dan III pasti bukan ayah anak tersebut.


  • Kasus yang lain yang biasa muncul adalah ayah curiga bahwa anak bukanlah anaknya yang sejati


keterangan :  Anak tersebut pastilah bukan anak dari pria diatas