Pengelolahan anestesi umum pada penderita thalasemia mayor

        PENGELOLAAN ANESTESI UMUM PADA PENDERITA THALASSEMIA MAYOR 
                               YANG DILAKUKAN SPLENEKTOMI




ABSTRAK
       Telah dilakukan pengelolaan anestesi pada penderita dengan Thalassemia Mayor yang dilakukan Splenektomi. Kondisi pre operasi, tanda vital dalam batas normal, keadaan umum perut memebesar,facies cooley, ikterik, hiperpigmentasi, H : 1/2-1/2 , L : S IV-IV, laboratorium kesan pansitopeni, liver fungsi tes meninggi.
        Dilakukan anestesi dengan tehnik Total Intra Vena. Premedikasi dengan Sulfas atropin 0,25 mg dan Dormicum 1 mg i.v. Induksi dengan Ketamin 60 mg dan Atracurium besylat 10mg . Maintenance menggunakan Ketamin drip 50 mg / 20 cc NaCl dengan Syringe pump, Atracurium besylat 32,5mg, O2 6 L/ mnt. Pernafasan dengan kontrol respirasi menggunakan Jackson Reese. Kondisi post operasi , sadar, tak sesak, tanda vital dalam batas normal.
         Pada penderita ini dilakukan Ketamin drip karena adanya kelainan funfsi hepar , kelainan fungsi koagulasi serta untuk mencegah perubahan hemodinamik yang mendadak diakibatkan oleh perdarahan yang banyak.

ABSTRACT
         Procedure of anesthesi performed on a patient with homozigote thalassemia underwent splenectomy. Preoperative condition : Vital sign were normal, enlarged abdomen, facies is cooley, icteric, hyperpigmentated, H : ½-½, blank heart, L : SIV-IV, laboratory finding suggested pancytopeny and increased of liver function test.
         Anesthesi was done by total intravenous technique. Sulfas atropin 0,25 mg and dormicum 1 mg i.v were used for premedication, and ketamine 60 mg and atracurium besylate10 mg were for induction. Ketamine 50 mg/20 cc in sodium chloride was dripped for maintenance of anesthesi. Ventilation was controlled with Jackson Reese apparatus. Post operative condition conscious, no respiratory distress/dyspnoe, and vital sign were normal.
         Ketamine dripped done in this patient because if liver dysfunction, coagulation dysfunction and for preventive transient haemodynamic alteration resulted from massive bleeding.


PENDAHULUAN
Thalassemia adalah kelainan genetik dengan kegagalan sintesis satu atau lebih rantai globin (polipeptida ) dalam rangka produksi hemoglobin disertai perubahan indeks dan. morfologi eritrosi . Pengobatan thalassemia dapat berupa tranfusi darah, pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi, mengeluarkan deposit Fe di jaringan dan Splenektomi ( 1,2,3 ).
Splenektomi dikatakan dapat menurunkan frekwensi tranfusi tetapi disisi lain dapat memudahkan terjadinya infeksi (4,5 ).
Di negara berkembang seperti di Indonesia masalah infeksi masih cukup tinggi dan merupakan penyebab utama kematian terutama bila infeksi ini berlanjut menjadi sepsis(4,5)
Berikut ini kami laporkan satu kasus pengelolaan anestesi umum terhadap penderita thalassemia yang dilakukan splenektomi.

LAPORAN KASUS


Seorang anak laki-laki 8 tahun , masuk Rumah Sakit tanggal 24 Maret 2000 jam 10.45 oleh karena Observasi Hepatoslenomegali dan Anemia.
Tanggal 6-4-2000.
Alloanamnesa dengan ibu penderita :
Keluhan : perut membesar.
Riwayat penyakit :
  • Sejak umur 9 bulan penderita didagnosis Thalassemia dan sering mendapat tranfusi darah tiap 2-2,5 bulan di Rumah Sakit Dr. Kariadi.
  • Umur 3 tahun perut tampak membesar, keras kadang terasa sesak / sebah, transfusi darah semakin sering , 2x / bulan.
  • Sejak 9 bulan yang lalu pembesaran perut semakin cepat, pucat, kencing seperti teh,tak nyeri, kadang demam, sesak, kulit semakin hitam, transfusi 3x / bulan.
  • Tidak mempunyai riwayat kejang, riwayat asma , riwayat alergi obat / makanan.
Pemeriksaan Fisik :
  • Keadaan umum : perut membesar, sesak.
  • Tanda vital : laju jantung : 116x / mnt , tekanan darah : 100/ 60 mmHg ,
  • laju nafas : 30 x/ mnt, t : 37*C , Berat badan : 19,5 kg.
  • Kepala : mesosefal, Facies Cooley.
  • Mata : sklera ikterik.
  • Hidung : tak ada nafas cuping hidung.
  • Mulut : tak sianotik.
  • Leher : tak ada pembesaran kelenjar.
  • Dada : Jantung : tak ada bising.
  • Paru : vesikuler, tak ada ronki, tak ada wheezing.
  • Perut : cembung , supel , Hati :1/2 -1/2 , Limpa : Suffner IV-IV.
  • Ekstremitas : hiperpigmentasi.
Laboratorium :
  • Hb : 12,7 gr% (waktu masuk Hb:7,5gr% telah mendapat transfusi Trombosit 3 unit).
  • Ht : 36% ( waktu masuk Ht : 23% ).
  • Lekosit : 4.900/mm3 ( waktu masuk Lekosit:2.700/mm3).
  • Trombosit : 57.000/mm3 ( waktu masuk Trombosit:40.000/mm3).
  • SGOT : 89 u/l SGPT : 109 u/l.
Diagnosa : Thalassemia Mayor dengan Hepatosplenomegali.
Rencana tindakan :
  • Splenektomi.
  • Usaha darah whole blood 2 labu @ 250 cc.
  • X foto thorak , BNO 3 posisi , USG abdomen.
  • Periksa elektrolit darah, ureum , kreatinin, faktor koagulasi.
  • Antibiotika, injaksi Elpicef 2x500mg i.v / hari.
  • Vitamin Bc 3x1 , C 3x50mg.
  • Puasa 6 jam pre operasi.
  • Premedikasi di kamar operasi.
Hasil Laboratorium tanggal 7-4-2000.
  • Hb : 11,7 gr%.
  • Ht : 35,9%.
  • Lekosit : 24.700/mm3.
  • Trombosit : 129.000/mm3.
  • Na :133 mmol/l K : 3,4 mmol/l Cl : 104mmol/l
  • Ureum : 22,6 mg/dl Creatinin : 0,3 mg/dl
PENGELOLAAN ANESTESI
  • Jam 08.00 penderita masuk kamar operasi.
  • Jam 08.15 premedikasi dengan Sulfas atropin 0,25mg dan Dormicum 1mg i.v.
  • Tanda-tanda vital pre operasi : 
      • laju jantung : 153x / mnt
      • laju nafas : 16x / mnt
      • suhu tubuh : 37*C
  • Jam 08.35 dilakukan induksi anestesi dengan Ketamin 60 mg dan Atracurium besylat 10 mg kemudian dilakukan intubasi dengan ET no.5.
  • Pernafasan dengan respirasi kontrol menggunakan Jackson Reese.
  • Pemeliharaan anestesi menggunakan Total Intra Vena Ketamin 50 mg dilarutkan dalam NaCl 20 cc dengan Syringe pump dengan dosis 30 mg/jam , O2 6 L/mnt, Atracurium besylat 32,5 mg .
  • Post operasi diberikan Transamin 250 mg dan analgesia Tramadol 50 mg i.v.
  • Cairan yang masuk NaCl 1.000 cc , whole blood 250 cc.
  • Jam 08.55 operasi mulai , selama operasi laju jantung stabil 132-152x / mnt , saturasi O2 98%-99%, perdarahan 350 cc.
  • Drip Ketamin dihentikan jam 10.50 dilanjutkan Oksigenasi.
  • Jam 10.55 operasi selesai.
  • Jam 11.05 penderita sadar, bernafas spontan adekuat , dilakukan ekstubasi , oksigenasi dengan masker O2 6 L/ mnt selama 5 menit , kemudian dibawa ke ruang pemulihan.
  • Jam 11.30 keadaan umum penderita tetap stabil , laju jantung 128x / mnt, laju nafas 20x / mnt , suhu 37*C, DC urin tidak keluar , selanjutnya penderita di kirim ke Ruang Pengawasan Intensif Anak-anak.
Kunjungan 3 jam setelah operasi ( jam 14.00 ) di R.HND Anak-anak.
  • Keadaan umum : sadar, tak sesak , tak kesekitan. 
  • Tanda vital : 
    • laju jantung 112x / mnt, 
    •  laju nafas 24x / mnt, 
    •  suhu : 37*C , 
    •  DC urin belum ke luar.
Kunjungan 4 hari setelah operasi ( tanggal 11-4-2000 ).
  • Keluhan : demam.
  • Keadaan umum : compos mentis, tak sesak.
  • Tanda vital : laju jantung : 120x / mnt , laju nafas 28x / mnt , suhu : 38,7*C.
  • Laboratorium : Hb:10,6 gr% , Ht:30,9%, Lekosit: 28.000/mm3,
  • Trombosit: 295.000/mm3,
  • GDS: 114 mg/dl , Na: 129 mmol/ l , K: 3,7 mmol/ l , Cl: 103 mmol/ l ,
  • Ca: 2,18 mmol/l , Protein total : 7,3 g% , Albumin: 3,3 g% , Globulin: 4,0 g%
  • SGOT: 224 u/L SGPT: 204 u/L
  • Studi koagulasi : PPT : 17,2 PTTK : 50
  • Terapi : Infus D51/4N 1440/60/15 tetes.
  • Injeksi Elpicef 2x500 mg i.v.
  • Pamol tab 250 mg .

gambar sedian hapus sel darah tepi penderita thalasemia
DISKUSI
Thalassemia merupakan suatu anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya secara resesif menurut hukum Mendel .
Secara klinis thalassemia dibagi menjadi 3 golongan yaitu  :
  • Thalassemia mayor.
  • Thalassemia minor.
  • Thalasemia intermediet.
Gejala klinis yang timbul pada thalassemia adalah  :
  • Kegagalan pertumbuhan pada awal masa anak-anak.
  • Anemia.
  • Ikterus.
  • Hepato splenomegali masif.
  • Facies Cooley , struktur tulang yang abnormal.
  • Mungkin ditemukan kelainan endokrin sebagai komplikasi.
Laboratorium  :
  • Hematologi : anemia hipokrom mikrositer, retikulositosis, sel target (patognomonis untuk thalassemia ).
  • Bilirubin meningkat, abnormal liver function test.
  • Hipokalsemia dan hipofosfatemia.
Terapi :
  • Transfusi darah.
    • Transfusi darah masih tetap merupakan upaya utama dalam pengobatan thalassemia karena komplikasi-komplikasi utama dari anemia kronis dapat dicegah dengan program transfusi eritrosit untuk mempertahankan kadar Hb lebih dari 10 gr%.
    • Tujuan dari pemberian transfusi darah pada thalassemia antara lain adalah mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan, mengurangi terjadinya deformitas skeletal, mencegah komplikasi akibat anemia berat misalnya kardiomegali dan kegagalan jantung serta akibat-akibat dari hipoksia
    • Pemberian transfusi darah yang terus menerus dapat menekan eritropoesis, aktivitas eritropoesis ini mempunyai hubungan yang terbalik dengan kenaikan kadar hemoglobin , sehingga mempertahankan Hb lebih dari12gr% tidak dianjurkan karena dapat mengurangi aktivitas eritropoesis sampai tingkat subnormal, bahkan kadar Hb 17,2gr% dapat menekan eritropoesis secara total.
    • Transfusi dapat diberikan bila telah timbul tanda-tanda anak mulai lemah,kurang aktif,dan tidak mau makan,biasanya terjadi pada kadar Hb 5-6 gr%.
    • Program transfusi yang dianut saat ini ada 2 macam yaitu “moderate transfusion” dimana Hb dipertahankan antara 7-9 gr% dan “hypertransfusion” dimana Hb dipertahankan lebih dari 10 gr%
    • Dengan transfusi darah yang berulang-ulang dapat terjadi penimbunan zat besi yang berlebihan dalam tubuh. Penimbunan zat besi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kelainan beberapa organ , diantaranya abnormalitas fungsi paru akibat obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh timbunan zat besi pada mukosa saluran nafas, disfungsi jantung karena timbunan zat besi pada miokardium, sirosis hepatis, dan pernah dilaporkan adanya hipertensi, kejang dan perdarahan serebral sesudah transfusi darah yang berulang-ulang, sering juga didapatkan adanya hepatitis, bahkan beberapa penulis menyebutkan sering terjadi penderita thalassemia meninggal akibat disritmi yang hebat dan kegagalan jantung akibat timbunan zat besi pada miokardium 
    • Tingginya kadar zat besi dalam darah dapat dipergunakan untuk metabolisme dan perkembangan bakteri yang masuk ke dalam tubuh, hal ini merupakan salah satu faktor yang mempermudah terjadinya infeksi .
    • Komponen darah yang diberikan sebaiknya packed cell, karena pemberian whole blood akan lebih menambah beban jantung, disamping memasukkan bahan-bahan yang dapat menimbulkan reaksi antigen antibodi . Reaksi transfusi seperti demam,gatal-gatal dan lain-lain, diperkirakan akibat leuko-aglutinasi atau antibodi lain dalam darah. Menurut penelitian, reaksi tersebut dapat dikurangi bila transfusi yang diberikan berupa packed cell, wash erythrocyt, atau leucocyt-poor-erythrocyt .
  • Mencegah Hemosiderosis.
    • Absorbsi zat besi dikurangi dengan vitamin C 100-200 mg/hari atau Iron chelating agent dengan pemberian Deferoksamin 25 mg/kgBB/hari SC .
  • Splenektomi.
    • Dilakukan splenektomi bila ada indikasi :
      • Limpa membesar ( lebih dari S IV ).
      • Penurunan Hb sesudah transfusi , trombositopeni dengan atau tanpa perdarahan.
      • Pansitopeni.
      • Kebutuhan darah transfusi lebih dari 200cc/kg BB/tahun.
Umumnya splenektomi ditunda sampai umur diatas 5 tahun . Dianjurkan pemberian vaksinasi streptokokus/pnemokokus, serta pemberian profilaksis Penisilin. Di Yunani dan Inggris insiden deman rematik meningkat post splenektomi, hingga dianjurkan juga profilaksi penisilin post splenektomi. Beberapa ahli juga menganjurkan pemberian profilaksi malaria di daerah endemis malaria .

Penelitian Koren dkk menunjukkan adanya penurunan imunoglobulin M ( Ig. M ) secara bermakna pada penderita thalassemia post splenektomi, sedangkan kadar Ig G dan Ig A tidak ada perubahan yang bermakna. Penurunan Ig M ini mulai terlihat pada hari ke 20 sesudah splenektomi, dan menetap pada evaluasi 2 tahun kemudian.

Peningkatan kadar transferin, serta peningkatan timbunan zat besi dalam hepar diperkirakan akibat jaringan retikuloendothelial yang tersisa tak mampu mengikat zat besi sebaik pada waktu limpa masih intact.

Abnormalitas fungsi paru adalah akibat hipoksemi arterial karena adanya mikro-emboli dari agregasi trombosit. Pada keadaan ini dianjurkan pemberian aspirin atau diperidamol.

Hasil splenektomi pada thalassemia mayor seringkali tidak memuaskan, dalam arti bahwa penderita hanya untuk beberapa bulan saja bebas transfusi, kemudian memerlukannya lagi seperti semula sebelum tindakan operasi .
Splenektomi satu sisi diharapkan dapat mengurangi frekuensi transfusi tetapi di sisi lain akan memudahkan penderita ini terkena infeksi apabila di daerah tersebut infeksi masih merupakan problem utama.

Pada penderita ini kemungkinan demam oleh karena infeksi, karena pada penderita thalassemia yang dilakukan splenektomi , infeksi merupakan hal yang paling sering terjadi. Iskandar W. dkk menemukan 14 penderita dari 29 penderita thalassemia yang dilakukan splenektomi meninggal. Sebab kematiannya adalah oleh karena infeksi.

Komplikasi pada penderita thalassemia :

  • Infeksi.
  • Gangguan pertumbuhan, diabetes melitus dan sirosis hepatis.
  • Pembekuan Intra vaskuler Menyeluruh ( PIM ).

Suatu sindrom yang disebabkan oleh aktivasi abnormal mekanisme pembekuan darah, terutama konsumsi menyeluruh dari trombosit dan kloting protein dengan menimbulkan deposit trombosit dan bekuan fibrin di dalam mikro vaskuler. Akibat dari proses ini terjadi penurunan elemen homeostatik , perdarahan , trombosis , anemia hemolitik , mikroangiopati dan kegagalan organ ganda. Keadaan yang mendasari adalah adanya trauma , hipoksi , asidosis , hemolotik masif , sepsis

Diagnosa PIM adalah berdasarkan adanya penyakit yang mendasari , adanya perdarahan spontan , dan pada gambaran darah tepi dijumpai adanya tanda hemolitik dan trombositopeni serta pada studi koagulasi dijumpai adanya PPT dan PTTK serta CT dan BT yang memanjang .

Antibiotika telah diberikan pada penderita ini sebelum dan sesudah operasi sebagai profilaksis terhadap infeksi . Walaupun demikian penderita masih tetap demam , mungkin ada baiknya untuk diambil kultur dari darah, urin serta faeses untuk mengetahui kepekaan kumannya.
Mengingat pada penderita ini didapatkan kelainan fungsi hati serta studi koagulasi maka dipilih obat-obat anestesi yang tidak mempengaruhi funsi hati maupun pencegahan terhadap efek hemodinamik akibat perdarahan .

Sulfas atropin dan Dormicum sebagai premedikasi , dilanjutkan dengan induksi Ketamin dan Atracurium besylat serta rumatan menggunakan Ketamin , obat obat tersebut tidak tergantung pada gangguan fungsi hati. Atracurium besylat pada orang normal maupun dengan gangguan fungsi hati durasinya sama, Sedangkan dipilih rumatan menggunakan Ketamin karena pederita ini mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya syok hemoragik akibat perdarahan yang banyak oleh karena pengangkatan limpa / splenektomi.



RINGKASAN
Penderita dengan Thalassemia Mayor akan menjalani operasi Splenektomi , karena indikasi telah terpenuhi , dimana Limpa membesar S IV-IV , pada pemeriksaan laboratorium didapatkan pansitopeni dan kebutuhan darah transfusi lebih dari 200 cc / kg BB / tahun , serta usia penderita lebih dari 5 tahun. Splenektomi juga bertujuan untuk menurunkan frekuensi transfusi tetapi di sisi lain meningkatkan terjadinya infeksi.

Obat-obat yang dipilih untuk premedikasi , induksi , maupun rumatan anestesi dipilih yang tidak mempengaruhi fungsi hati , fungsi koagulasi serta mencegah perubahan hemodinamik yang mendadak akibat banyaknya perdarahan.

Antibiotika yang adekuat telah diberikan sebelum dan segera setelah operasi , tetapi mulai hari ke 2 post operasi penderita demam serta pada pemeriksaan laboratorium didapatkan defek sistim faktor intrinsik ( PPT dan PPTK memanjang ).

Untuk itu perlu isolasi penderita serta pengawasan yang lebih intensif agar tidak terjadi infeksi nosokomial pada penderita post Splenektomi serta perlunya pemeriksaan kultur darah , urin dan faeses untuk mengetahui kepekaan kumannya sehingga dapat diberikan antibiotika yang sesuai.

                                                           KEPUSTAKAAN


  1. Taman M . Anemia pada anak . Dalam: Naskah lengkap peningkatan berkala Ilmu Kesehatan anak ke 5 bidang Hematology . Semarang ,1999 : 31-38
  2. Soemantri Ag , Taman M. Thalassemia . Dalam: Hardiman ( eds ) Pedoman pelayanan medik anak RSDK/FK. UNDIP. Semarang , 1989 : 222-223.
  3. Wahudiyat T, Markum AH, Abdul Salam M . Some problem of thalassemia in Jakarta , Paediatrica Indonesiana . Jakarta , 1978 : 100-108
  4. Oman H, Wiradisurya S. Thalassemia and Hb E thalasemia in Bandung , Paediatrica Indonesiana . Jakarta , 1979 : 269-275
  5. Child JA. Thalassemia dalam aides to clinical haematology edisi Indonesia (ed. Siswandi) ed 2. Bina putra aksara . Jakarta , 1990 : 36-50
  6. Graziano J.H et al. Chelation therapy in beta thalassemia. The role of splenectomy in achieving iron balance. J Pediatr , 1981; 99: 695-699.
  7. Keens TG et al. Pulmonary function abnormalities on a hypertransfusion program. Pediatr , 1980; 65 : 1013-1017 .
  8. Masera, G et al. Sequential study of liver biopsy in thalassemia. Arch dis child , 1980; 55: 800-802 .
  9. Wahidiyat I. Penelitian thalassemia di Jakarta. Tesis Doktor FKUI . Jakarta , 1979.