video proses terjadinya osteoporosis

Video penyakit osteoporosis



OSTEOPOROSIS

Apa itu osteporosis?
  • Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau dalam istilah populer adalah tulang keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu merupakan penyakit metabolik tulang yang di tandai oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang, di sertai dengan kerusakan mikrositer dari jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan mudah patah.
  • Menurut Kelompok kerja WHO dan konsensus ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis kecuali apabila telah terjadi fraktur (Thief in the night)

Apa penyebab osteoporosis?
Menurut etiologinya atau penyebabnya osteoporosis dapat dikelompokkan dalam osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder.
  • Osteoporosis primer
    • terjadi akibat kekurangan massa tulang yang terjadi karena faktor usia secara alami. 
    • Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian : 
      • Tipe I (Post Menopausal) : 
        • Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (usia 53-75 tahun). 
        • terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. 
        • Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’fracture, dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut, dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen.
      • Tipe II (Senile)
        • kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). 
        • Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun  Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. 
        • Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause. Ditandai oleh fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. 
    • Osteoporosis Sekunder
      • Osteoporosis sekunder dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau dapat pula akibat pemberian obat yang mempercepat pengeroposan tulang.
      • Contoh penyebab osteoporosis sekunder antara lain gagal ginjal kronis, hiperparatiroidisme (hormon paratiroid yang meningkat), hipertirodisme (kelebihan horman gondok), hipogonadisme (kekurangan horman seks), multiple mieloma, malnutrisi, faktor genetik, dan obat-obatan.

Penyakit endokrin or Penyebab metabolik


MALNUTRISI
OBAT-OBATAN
METABOLISME ABNORMAL KOLAGEN DAN LAIN-LAIN

-       Hipogonadisme
-       Hiperadrenokortisme
-       Tirotoksikosis
-       Anorexia nervosa
-       Hiperprolaktinemia
-       Porphyria
-       Hipophosphatasia
-       DM tipe 1
-       Kehamilan
-       Hiperparatiroid
-       Akromegali


-       Malabsorbsi
-       Sindrome malnutrisi
-       Peny. Hati kronik
-       Operasi lambung
-       Defisiensi Vit D
-       Defisiensi kalsium
-       Alkoholisme
-       Keracunan Vit D
-       Phenytoin
-       Glukokortikoid
-       Phenobarbital
-       Terapi tiroid berlebihan
-       Heparin
-       Gonadotropin-  releasing hormone antagonists


-       Osteogenesis imperfecta
-       Homosistinuria due to cystathionine deficiency
-       Sindrome Ehlers-Danlos
-       sindrom Marfan
-       Arthritis Reumatoid
-       Myeloma dan Ca
-       Immobilisasi
-       asidosis tubulus ginjal
-       Thalassemia
-       Mastositosis
-       Hiperkalsiuria
-       COPD
-       transplantasi Organ
-       Cholestatis liver
Tabel penyebab osteoporosis sekunder

Apa saja faktor resiko osteoporosis?
Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan berbagai  faktor risiko yang berbeda. 
Berikut ini faktor risiko terjadinya osteoporosis 
  • Jenis Kelamin
    • Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun. 
    • Kekuranga hormon ekstrogen pada wanita postmenopause ini akan menyebabkan aktivitas sel osteoblas (sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang) menjadi menurun, sedangkan sel osteoklas (sel yang menyerap dan  merusak tulang) meningkat  Akibatnya tulang tua diserap dan dirusak osteoclast tetapi tidak dibentuk tulang baru oleh osteoblast, sehingga tulang menjadi osteoporosis. Pada wanita postmenopause kerapuhan tulang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pembentukkan tulang
  • Faktor Usia
    • Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. 
    • Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium. Selain itu dengan bertambahnya umur sel osteoblast akan lebih cepat mati karena adanya sel osteoklast yang lebih aktif sehingga tulang tidak dapat di gantikan dengan baik dan massa tulang akan terus menurun.
    • Selain itu, pada usia lanjut juga terjadi penurunan kadar 1,25 (OH)2D yang disebabkan oleh kurangnya masukan vitamin D dalam diet, gangguan absorpsi vitamin D, dan berkurangnya vitamin D dalam kulit
  • Riwayat Keluarga (Keturunan/riwayat genetik)
    • Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga menderita osteoporosis. Faktor genetik ini terutama berpengaruh pada ukuran dan densitas tulang. 
    • Wanita yang mempunyai ibu pernah mengalami patah tulang panggul, dalam usia tua akan dua kali lebih mudah terkena patah tulang yang sama. 
    • Disamping itu keluarga juga berpengaruh dalam hal kebiasaan makan dan aktifitas fisik yang kurang, apalagi dengan adanya riwayat keluarga, maka akan memperbesar peluang mengalami osteoporosis di usia tua.
  • Faktor Ras
    • Ras atau suku biasanya dapat menjadi salah satu faktor resiko kejadian osteoporosis. Biasanya Ras atau suku yang rentan terkena osteoporosis yaitu ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika . 
    • Hal ini dapat terjadi karena Ras afrika memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih, juga mempunyai otot yang lebih besar, dengan besarnya massa tulang dan otot maka tulang akan semakin besar dan tekanan akan meningkat dan akan memperlambat turunnya massa tulang 
  • Faktor gaya hidup, Ada beberapa faktor yang menyangkut gaya hidup seseorang yang berperan terhadap kejadian osteoporosis, yaitu: 
    • Aktifitas fisik
      • Kurang kegiatan fisik menyebabkan sekresi Ca yang tinggi dan pembentukan tulang tidak maksimum. Namun aktifitas fisik yang terlalu berat pada usia menjelang menopause justru dapat menyebabkan penyusutan tulang. 
      • Kurang berolahraga juga dapat menghambat proses pembentukan tulang sehingga kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak bergerak dan olah raga, maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa tulang.
      • Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa akivitas fisik seperti berjalan kaki pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan demineralisasi tulang karena pertambahan umur. Hasil penelitian Recker et.al dalam Groff dan Gropper (2000), membuktikan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan penambahan kepadatan tulang spinal. 
      • Aktivitas fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada tubuh atau anggota gerak dan penekanan pada aksis tulang untuk meningkatkan respon osteogenik dari estrogen.
    • Kebiasaan Merokok
      • Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. 
      • Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.
      • zat nikotin di dalam rokok juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pembentukan tulang
    • Kebiasaan mengkonsumsi alkohol
      • Mengkonsumsi alkohol yang berlebih akan meningkatkan resiko patah tulang. Hal ini disebabkan alkohol dapat menurunkan massa tulang, menggangu metabolisme vitamin D, dan menghambat penyerapan kalsium, sehingga resiko terjadinya osteoporosis lebih tinggi pada mereka yang sering mengkonsumsi alkohol di bandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol.
    • Kebiasaan mengkonsumsi kafein dan minuman soda
      • Kebiasaan mengkonsusmsi kafein dalam jumlah berlebih akan meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis, namun jika jumlah konsumsi kafeinnya dalam batas normal, tidak terlalu berpengaruh pada resiko terjadinya osteoporosis. Menurut penelitian konsumsi kafein 6 gelas per hari berpeluang terhadap kehilangan kalsium karena kafein  meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin dan selain itu terjadinya penurunan massa tulang akibat konsumsi berlebih kafein.
      • Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein). Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang. Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra.
    • Kebiasaan atau keadaan Stres
      • Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis.
  • Faktor status Gizi 
    • Beberapa penelitian membuktikan bahwa ada terdapat hubungan antara status gizi dengan osteoporosis. Satus gizi akan mempengaruhi massa tulang. Orang dengan berat badan berlebih maka tubuh akan menopang beban dan akan memberikan tekanan pada tulang sehingga tulang menjadi lebih kuat dan dapat meningkatkan massa tulang, oleh karena itu orang yang memiliki berat badan berlebih jarang berpeluang mendapat osteoporosis.
    • Perawakan kurus cenderung memiliki bobot tubuh cenderung ringan merupakan faktor risiko terjadinya kepadatan tulang yang rendah. Hubungan positif terjadi bila berat badan meningkat dan kepadatan tulang juga meningkat.
  • Faktor Zat gizi
    • Kalsium
      • Kalsium juga sangat penting untuk mengatur kerja jantung, otot, dan fungsi saraf. Semakin bertambahnya usia, tubuh akan semakin berkurang pula kemampuan menyerap kalsium dan zat gizi lain. Oleh karena itu, pria dan wanita lanjut usia membutuhkan konsumsi kalsium yang lebih banyak, 
      • jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
      • Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus
    • Vitamin D
      • Kekurangan vitamin D dapat meningkatkan resiko osteoporosis, karena Vitamin D berperan dalam pemeliharaan dan pertumbuhan tulang. Vitamin D membantu penyerapan kalsium dari usus-usus. Kekurangan vitamin D menyebabkan tulang yang kalsiumnya dihabisi (osteomalacia), yang lebih jauh melemahkan tulang-tulang dan meningkatkan risiko patah-patah tulang
      • Kebutuhan akan vitamin D, dapat di penuhi dari penyerapan kulit terhadap sinar matahari, selain itu vitamin D juga dapat di penuhi dari beberapa sumber bahan makanan seperti susu dan olahannya, ikan sarden, salmon, telur, dll. Oleh karena  itu kurangnya paparan sinar matahari dan asupan makanan sumber vitamin D yang kurang bisa meningkatkan resiko osteoporosis.
    • Fosfor 
      • Kalsium dan fosfor merupakan komponen pembentukan tulang. Normalnya rasio kalsium dengan fosfor di dalam tubuh adalah 2 : 1, kondisi seimbang ini membuat penyerapan kalsium berlangsung secara optimal namun jika rasionya tidak seimbang maka akan memicu Osteoporosis. 
      • Jumlah fosfor yang lebih besar dari kalsium akan meningkatkan hormon parathiroid yang akan memicu pengeluaran kalsium yang banyak melalui urin, sehingga massa tulangpun berkurang.
    • Vitamin K
      • Vitamin K mempunyai peranan dalam mengatur protein dalam tulang. Kekurangan vitamin K akan mempengaruhi berkurangnya sintesis osteokalsin, sehingga tulang menjadi kurang kuat.  
    • Protein 
      • Terjadinya osteoporosis juga di hubungkan dengan asupan protein yang tinggi. Karena protein dapat menghasilkan asam jika di uraikan di dalam tubuh, sehingga asam tersebut di tahan oleh tulang dan terjadilah perlepasan kalsium melalui urin. 
  • Faktor Stres atau beban pikiran
    • Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis.
  • Faktor Penyakit Diabetes Mellitus
    • Orang yang mengidap DM lebih mudah mengalami osteoporosis. Pemakaian insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel tulang sehingga meningkatkan pembentukkan kolagen tulang, akibatnya orang yang kekurangan insulin atau resistensi insulin akan mudah terkena osteoporosis. Kontrol gula yang buruk juga akan memperberat metabolisme vitamin D dan osteoporosis
  • Faktor Menopause dini
    • Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah. 
    • Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena osteoporosis. Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan. Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup.
    • Faktor konsumsi obat dan bahan kimia
      • Konsumsi obat- obatan tertentu yang terlalu sering dapat menjadi faktor resiko terjadinya osteoporosis, misalnya 
          • konsumsi kortikosteroid yang berkepanjangan dengan mekanisme menghambat absorbsi calsium di usus dan proses pematangan osteoblas
          • Konsumsi obat thyroyd yang di gunakan pada penderita hipothyroid yang terlalu sering akan mengakibatkan keadaan hipertiroid. Hormon tiroid yang terlalu banyak baik secara alami ataupun karena terapi hormon dalam beberapa tahun dapat mengurangi massa tulang.
      • Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah industri seperti organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang (Waluyo, 2009).

    Bagaimana terjadinya perjalanan penyakit osteoporosis?
    • Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas (sel penghancur tulang) melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentuk tulang). keseimbangan antara osteoklas dan osteobals mulai mengalami gangguan, fungsi osteoblas mulai menurun dan pembentukkan tulang baru pun berkurang, sedangkan osteoklas menjadi hiperaktif dan dengan sendirinya penggantian tulang berlangsung sangat cepat (high turnover).
    • Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya massa tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi. Remodeling tulang digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan osteoklas. Meskipun pertumbuhan terhenti, remodeling tulang berlanjut. Proses dinamik ini meliputi resorbsi pada satu permukaan tulang dan deposisi pembentukan tulang pada tempat yang berlawanan. Hal ini dipengaruhi oleh weight bearing dan gravitasi, as well as by problems seperti penyakit sistemik. Proses seluler dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik serta peptida.
    • Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Mereka membentuk dan mesekresikan kolagen (kebanyakan tipe I) dan nonkolagen organik—komponen pada fase matrik tulang. Mereka mempunyai peranan penting pada mineralisasi matrik organik. Protein nonkolagen produksi osteoblas meliputi osteokalsin (komponen nonkolagen tulang terbesar), 20% dari total massa tulang; osteonectin; protein sialyted dan phosphorylated; dan thrombospondin. Peranan protein nonkolagen tersebut tidak diketahui tapi sintesisnya diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan 1,25 dihidroksivitamin D. Mereka juga berperan pada kemotaksis dan adhesi sel. Pada proses pembentukan matrik tulang organik, ostoblas terperangkap diantara formasi jaringan baru, kehilangan kemampuan sintesis dan menjadi osteosit.
    • Osteoklas adalah sel terpenting pada resorpsi tulang. Mereka digambarkan dengan ukurannya yang besar dan penampakan yang multinucleated. Sel ini bergabung menjadi tulang melalui permukaan reseptor. Penggabungan pada permukaan osteoklas tulang membentuk komparment yang dikenal sebagai “sealing zone”. Reorpsi tulang terjadi oleh kerja proteinase asam pada pusat ruang isolasi subosteoklas yang dikenal sebagai lakuna Howship. Membran plasma dari sel ini diinvaginasi membentuk ruffled border. Osteoklas mungkin berasal dari sel induk sum-sum tulang, yang juga menghasilkan makrofag-monosit. Perkembangan dan fungsi mereka dimodulasi oleh sitokin seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan interulekin-11 ( IL-11).
    • Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa, menunjukan terjadinya keseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan osteoklas pada unit remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan untuk menjaga kekuatan tulang.
    • Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan sitokin seperti faktor lokal lain (growth factor, protaglandin dan leukotrien, PTH, kalsitonin, estrogen dan 1,25- dihydrocyvitamin D3 [1,25-(OH)D3]). PTH bekerja pada osteoblas dan sel stroma, dimana mensekresi faktor soluble yang menstimulasi pembentukan osteoklas dan resorbsi tulang oleh osteoklas. Sintesis kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh paparan pada PTH yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada PTH menghambat sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivasi enzim ginjal 1 dan agr; hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3 menjadi 1,25-(OH)2D3.
    • Kalsitonin menghambat fungsi ostoklas langsung dengan mengikat reseptor afinitas tinggi; kalsitonin mungkin tidak langsung mempengaruhi fungsi osteoblas. Level Kalsitonin menurun pada wanita dibandingkan pria, tapi defisiensi kalsitonin tidak berperan pada usia—osteoporosis. Namun defisiensi estrogen menyebabkan penurunan massa tulang secara signifikan. Defisiensi estrogen dipikirkan mempengaruhi level sirkulasi sitokin spesifik seperti IL-1, tumor necross faktor dan agr; koloni granulosit makrofag stimulating factor dan IL-6. Bersama sitokin ini meningkatkan resorpsi tulang melalui peningkatan recruitment, diferensiasi dan aktifasi sel osteoklas.
    • Pada beberapa tahun pertama paska menopause terjadi penurunan massa tulang yang cepat sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular dan 2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan meningkatnya aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh osteoblas dan hilangnya massa tulang menjadi 1-2 % atau kurang per tahun.

    DAFTAR PUSTAKA
    • National Osteoporosis foundation. Physician’s guide to prevention and treatment of osteoporosis. Washington (DC):National steoporosis Foundation;2003 14. Delman PD, Erstell R, Garner P et al. The use of biomedical marker of bone turn-over, Osteoporosis Int, 2000;(Suppl 6):
    • 2002 Clinical practice guidelines 4 the dx and management of osteopor in canada, CMAJ
    • Espallargues M, Estrada MD, Solà M, Sampietro-Colom L, Rìo LD, Granados A. Bone densitometry in Catalonia, diffusion and practice. Catalan Agency for Health Technology Assessment, Barcelona 1999.
    • Hailey D, Sampietro-Colom L, Marshall D, Rico R, Granados A, Asua J, et al. INAHTA project on the effectiveness of bone density measurement and associated treatments for prevention of fractures, Statement of findings. Alberta Heritage Foundation for Medical Research 1996.
    • consensus report from Middle east densitometry workshop.Practice guidelines on the use of bone mineral density . Lebanese Medical Journal;50(3):89-104
    • Rusult from the National Osteoporosis Risk Assessment.Identification anda fractur outcomes.JAMA 2001;286:2815-2822
    • Manolagas SC, Jilka RL. Bone marrow cytokines and bone remodeling emerging insights into the pathophysiology of osteoporosis. N Eng J Med 1995;332(5):305-10.
    • Scottish Intercolligiate Guideline Network.Management of osteoporosis, a national clinical guideline. June 2003
    • Hofbauer LC, Khosla S, Dunstan CR, et al. Estrogen stimulate gene expression and protein production of osteoprotegerin in human osteoblastic cell. Endocrinology 1999;140 (9) : 4367-8.
    • WHO. Assesssment of fracture risk and its application to Screening for postmenopausal
    • osteoporosis.Geneva:World Health organization; 1994. Technical Report Series 843.
    • Mundy GR. Bone remodeling and its disorders. Philadelphia: Martin Dunitz Ltd; 1995.p.172- 207.
    • Jones DH, Kong YY, Penninger JM. Role of RANKL and RANK in bone loss and arthritis. Ann Rheum Dis 2002;2:1132-9.
    • Rifas L, Kenney JS, Marcelli M, Pacifici R, Cheng Su-Li, Dawson LL, et al. Production of interleukin-6 in human osteoblast and human bone marrow stromal cells evidence that induction by interleukine-1 and tumor necrosis factor-a is not regulated by ovarian steroids. Endocrinology 1995;136:9.