DIAGNOSA DAN KLASIFIKASI DIABETES MELITUS

DIAGNOSIS DIABETES MELITUS

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia atau peningkatan gula darah yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faklor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Perubahan dalam diagnosis dan klasifikasi DM terus menerus terjadi baik oleh WHO maupun American Diabetes Association (ADA). Para pakar di Indonesia pun bersepakat melalui PERKINI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) pada tahun 1993 untuk membicarakan standar pengelolaan diabetes melitus, yang kemudian juga melakukan revisi konsensus tersebut pada tahun 1998 dan 2002 yang menyesuaikan dengan perkembangan baru.

Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitan lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah: berlambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, dishibusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.

Video pencernaan dan diabetes melitus

Selain itu karena diabetes sudah merupakan suatu penyakit global dan malahan menurut P. Zimmet sudah merupakan suatu epidemi, banyak penelitian dilakukan untuk mencoba mengatasinya. Saat ini terdapat berbagai penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupan orang dengan diabetes, ada yang berusaha untuk mencari obat untuk menyembuhkannya dan ada pula yang mempelajari dampak diabetes pada beberapa populasi di dunia.

DIAGNOSIS

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai.
Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala/ tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis defenitif.
Pemeriksaan penyaring dikenakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut
  1. Usia lebih dari 45 tahun;
  2. Berat badan lebih: BBR lebih dari 110% BB idaman atau IMT lebih dari 23kg/m2;
  3. Hipertensi yaitu tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg);
  4. Riwayat DM dalam garis keturunan;\
  5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi lebih dari 4000 gram;
  6. Kolesterol HDL kurang dari 35 mg/dl dan atau trigliserida lebih dari 250 mg/dl.
Catatan; Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia lebih dari 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya (mass screening) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan unkrk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check-up) adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemerksaan tersebut sangat dianjurkan.

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5- 10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembah normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.

Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan primer dan sekunder dapat segera diterapkan. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.


Tabel 1. Gula darah puasa dan gula darah sewaktu sebagai patokan diagnosa Diabetes melitus

Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)
plasma vena
darah kapiler
kurang dari 110
kurang dari 90
110-199
90- 199
≥ 200
200
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
plasma vena
darah kapiler
kurang dari 110
kurang dari 90
110-125
90-109
 126
≥ 110


Langkah-langkah Untuk Menegakkan Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan Toleransi Glukosa

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria (frekuensi kencing meningkat), polidipsia (sering haus), polifagia (banyak makan), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.

Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan lebih dari 200 mg/dl.




Tabel 2 kriteria diagnosa diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa
1
Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ? 200mg/dl atau
2
Kadar glukosa darah puasa? 126mg/dl atau
3
Kadar glukosa plasma ? 200 mg/dl pada 2jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**
  • Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dengan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat
  • Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitiau epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa dan 2 jam pasca pembebanan. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kiteria diagnostik yang sama


Cara Penatalaksanaan TTGO :
  • Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat yang cukup). Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.
  • Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan
  • Diperiksa kadar glukosa darah puasa
  • Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 75 gram/kgBB (anak- anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
  • Diperiksa kadar glukosa darah 2(dua)jam sesudah beban glukosa
  • Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
Nilai atau indeks Diagnostik Lainnya

Definisi keadaan diabetes atau gangguan toleransi glukosa tergantung pada pemeriksaan kadar glukosa darah. Beberapa tes tertentu yang non glikemik dapat berguna dalam menentukan subklas, penelitian epidenmiologi, dalam menentukan mekanisme dan perjalanan alamiah diabetes. Untuk diagnosis dan klasifikasi ada indeks tambahan yang dapat dibagi atas 2 bagian;
  • Indeks Penentuan Derajat Kerusakan Sel Beta
    • Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar insulin, pro-insulin, dan sekresi peptida penghubung (C-peptide). Nilai-nilai "Glycosilated hemoglobin" (WHO memakai istilah "Glyclated hemoglobin "), nilai derajat glikosilasi dari protein lain dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk penilaian kerusakan ini.
  • lndeks Proses Diabetogenik
    • Untuk penilaian proses diabetogenik pada saat ini telah dapat dilakukan penentuan tipe dan sub-tipe HLA; adannya tipe dan titer antibodi dalam sirkulasi yang ditujukan pada pulau-pulau Langerhans (islet cell antibodres), Anti GAD (Glutamic Acid Decarboxylase) dan sel endokrin lainnya adanya cell-mediated immunity terhadap pankreas; ditemukannya susunan DNA spesifik pada genoma manusia dan ditemukannya penyakit lain pada pankreas dan penyakit endokrin lainnya.

Perkembangan Klasifikasi Diabetes Melitus

Dalam beberapa dekade akhir ini hasil penelitian baik klinik maupun laboratorik menunjukkan bahwa diabetes melitus merupakan suatu keadaan yang heterogen baik sebab maupun macamnya. Selama bertahun- tahun hal ini telah digumuli oleh banyak ahli ternama dengan tujuan mencapai persejutuan internasional tentang prosedur diagnostik, kriteria dan terminologi. Dahulu terdapat banyak perbedaan dalam masing-masing bidang walaupun telah diusahakan untuk mendapat suatu konsensus

Walaupun secara klinis terdapat 2 macam diabetes tetapi sebenarnya ada yang berpendapat diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu yang kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai diabetes "Juvenile onset" atau "insulin dependent" atau "ketosis prone", karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang "stable" atau "maturity onset" atan " non-insulin dependent" . Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi insulin yang relatif dan walapun banyak diantara mereka mungkin memerlukan suplementasi msuJn (Insulin requiring), tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis walapun insulin eksogen dihentikan. Bahkan diantara mereka mungkin terdapat kenaikan jumlah insulin secara absolut bila dibandingkan dengan orang normal, tetapi ini biasanya berhubungan dengan obesitas dan/atau inaktifitas fisik.

Sesuai dengan konsep mutakhir, kedua kelompok besar diabetes dapat dibagi lagi atas kelompok kecil. Pada satu kelompok besar "IDDM" atau Diabetes tipe 1, terdapat hubungan dengan HLA tertentu pada kromosom 6 dan beberapa auto-imunitas serologik dan cell-mediated. Infeksi virus pada atau dekat sebelum onset juga disebut-sebut berhubungan dengan patogenesis diabetes. Pada percobaan binatang, virus dan toksin diduga berpengaruh pada kerentanan proses auto-imunitas ini.

Kelompok besar lainnya (NIDDM atau diabetes tipe 2) tidak mempunyai hubungan dengan HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya mempunyai sel beta yang masih berfungsi, sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung kepada insulin seumur hidup. Dalam terminologi juga terdapat perubahan dimana pada klasifikasi WHO 1985 tidak lagi terdapat istilah tipe 1 dan tipe 2. Tetapi karena istilah ini sudah mulai dikenal umum maka untuk tidak membingungkan maka kedua istilah ini masih dapat dipakai tetapi mempunyai arti khusus seperti implikasi etiopatogenik. Istilah ini pun kemudian kembali digunakan oleh ADA pada tahun 1997 sampai 2005, sehingga DM tipe I dan tipe 2 merupakan istilah yang saat ini dipakai ketimbang NIDDM (DMTTD dan IDDM (DMTI).