INFUSIENSI KORTEKS ADRENAL : DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN

INFUSIENSI ATAU SUMBATAN SEKRESI KORTEKS ADRENAL


PENDAHULUAN

Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi sekresi kortisol dan aldosteron. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Penyebab utama insufisiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit primer korteks adrenal atau (2) defisiensi sekresi hormon adrenokortikotropik (ACTH). Defisiensi corticotropin-relessing hormone (CRH) saja dapat menyebabkan defisiensi ACTH dan kortisol, tetapi penyakit ini hanya dijumpai pada pajanan kronik glukokortikoid dosis farmakologik atau setelah pengangkatan adenoma adrenokorteks penghasil kortisol.

Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu proses patologik di korteks adrenal, maka penyakit ini disebut penyakit Addison. Pasien dengan penyakit Addison memperlihatkan keterlibatan ketiga zona korteks sehingga terjadi defisiensi semua sekresi korteks adrenal; kortisol, aldosteron, dan androgen. Kadang-kadang pasien datang dengan defisiensi parsial sekresi hormon korteks adrenal. Defisiensi ini dijumpai pada kasus-kasus hipoaldosteronisme-hiporeninemik, yang hanya mengenai sekresi aldosteron, atau hiperplasia adrenal kongenital, dengan suatu defek enzim parsial yang hanya menghambat sekresi kortisol.

Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang dan dua pertiga pasien adalah perempuan. Diagnosis ditegakkan antara usia 20 dan 50 tahun. Dahulu, tuberkulosis adalah penyebab utama penyakit Addison. Saat ini, dengan kemoterapi yang lebih baik, hanya sedikit pasien tuberkulosis yang mengalami insufisiensi adrenal. Kerusakan korteks adrenal merupakan akibat dari suatu proses autoimun pada lebih dari 50% pasien penyakit Addison. Autoantibodi adrenal ditemukan dalam titer tinggi pada sebagian pasien dengan penyakit Addison. Antibodi ini bereaksi dengan antigen di korteks adrenal, termasuk enzim 21 hidroksilase dan menyebabkan reaksi peradangan yang akhirnya menghancurkan kelenjar adrenal. Biasanya lebih dari 80% dari kedua kelenjar harus rusak sebelum timbul gejala dan tanda insufisiensi.

Penyakit Addison dapat timbul bersama dengan penyakit endokrin lain yang memiliki dasar auto-imunitas. Di antaranya adalah tiroiditis Hashimoto, beberapa kasus diabetes melitus tipe I, dan hipoparatiroidisme. Juga tampaknya terdapat predisposisi familial untuk penyakit endokrin autoimun, yang mungkin berkaitan dengan kelainan reaktivitas sistem imun pasien. Penyebab penyakit Addison yang lebih jarang adalah perdarahan yang disebabkan oleh pemakaian antikoagulan jangka panjang terutama heparin, penyakit granulomatosa nonperkijuan, infeksi sitomegalovirus (CMV) pada pasien dengan sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS), dan neoplasma metastatik yang mengenai kedua kelenjar adrenal. Pernah dilaporkan kasus-kasus jarang yaitu, insufisiensi korteks adrenal primer terjadi akibat mutasi di gen-gen yang mengode protein yang mengendalikan perkembangan adrenal (SF-1, DAX-1) atau steroidogenesis (StAR).

KONSEKUENSI METABOLIK DEFISIENSI KORTISOL, ALDOSTERON, DAN ANDROGEN

Gambaran klinis penyakit Addison terjadi akibat kurangnya kortisol, aldosteron, dan androgen. Insufisiensi kortisol menyebabkan berkurangnya glukoneogenesis, penurunan glikogen hati, dan peningkatan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin. Kombinasi dari berbagai perubahan dalam metabolisme karbohidrat ini dapat menyebabkan tubuh tidak mampu mempertahankan kadar glukosa darah yang normal sehingga terjadi hipoglikemia pada saat puasa. Karena rendahnya kandungan glikogen di hati, maka pasien dengan insufisiensi adrenal tidak tahan dengan kekurangan makan yang lama. Peningkatan kepekaan terhadap insulin akibat defisiensi kortisol mungkin menjadi masalah bagi pasien dengdn diabetes melitus tipe 1 atau 2 yang memerlukan insulin yang juga mengalami insufisiensi korteks adrenal. Para pasien ini mungkin mengetahui bahwa dosis insulin yang dahulu sudah dapat mengontrol kadar gula darah sekarang menyebabkan hipoglikemia.

Konsekuensi lain defisiensi kortisol adalah peningkatan umpan-balik negatif dalam sekresi peptida yang berasal dari proopiomelanokortin (POMC), termasuk ACTH dan melanocyte -stimulatin growth hormone-alfa dan -beta. Konsekuensi klinis adalah hiperpigmentasi, yang biasanya terjadi di bagian distal ekstremitas di daerah yang terpajan matahari walaupun juga dapat mengenai daerah yang dalam keadaan normal tidak terpajan matahari. Daerah-daerah ini mencakup puting payudara, permukaan ekstensor ekstremitas, genitalia, mukosa pipi, lidah, lipatan di telapak tangan, dan buku jari. Menilai pigmentasi mungkin
sulit dilakukan pada orang yang memang berkulit gelap. Pada pasien ini, riwayat perubahan pigmentasi seperti yang diyakini oleh pasien atau keluarganya mungkin merupakan cara yang baik untuk menilai ada tidaknya hiperpigmentasi. Terapi dengan kortisol mengurangi hiperpigmentasi.

Karena kortisol diperlukan tubuh untuk melakukan respons normal terhadap stres, maka pasien dengan defisiensi kortisol tidak dapat menahan stres bedah, anestesi, trauma, infeksi, dan penyakit demam lainnya. Pada keadaan-keadaan ini pasien mungkin mengalami insufisiensi adrenal akut yang mengancam nyawa.

Defisiensi aldosteron bermanifestasi sebagai meningkatnya pengeluaran natrium dan reabsorpsi kalium di ginjal. Deplesi garam menyebabkan berkurangnya air dan volume plasma. Menurunnya volume plasma menimbulkan hipotensi postural. Pasien dengan penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah yang normal saat berbaring tetapi mengalami hipotensi mencolok dan takikardia saat berdiri beberapa menit. Berdasarkan definisi, hipotensi postural terjadi apabila tekanan sistolik dan diastolik turun lebih dari 20 mmHg saat pasien mengambil posisi tegak. Takikardia postural terjadi apabila kecepatan nadi meningkat lebih dari 20 denyut per menit (bpm) pada keadaan seperti di atas. Berkurangnya tekanan darah dan meningkatnya kecepatan nadi biasanya menetap lebih dari 3 menit setelah perubahan posisi. Dengan demikian, pasien penyakit Addison mungkin memiliki tekanan darah 120/80 mmHg saat berbaring, tetapi tekanan darah tersebut turun menjadi 60 / 40 mmHg setelah pasien berdiri. Demikian juga, kecepatan nadi dapat meningkat dari 80 menjadi 140 bpm dengan perubahan posisi tersebut. Berkurangnya volume intravaskular dan tekanan arteriol aferen ginjal merangsang pelepasan renin dan meningkatkan pembentukan angiotensin II. Namun, karena korteks adrenal rusak, maka angiotensin II tidak dapat merangsang produksi aldosteron dan memulihkan kadarnya ke kadarbasal. Kadar renin yang tinggi dan aldosteron yang rendah merupakan ciri defisiensi aldosteron primer.

Defisiensi androgen dapat memengaruhi pertumbuhan rambut ketiak dan pubis. Efek ini tertutupi pada laki-laki, yang memiliki androgen testis untuk menimbulkan efek metabolik androgenik. Pada perempuan, insufisiensi adrenal menyebabkan hilangnya rambut ketiak dan pubis serta berkurangnya rambut di ekstremitas.

Insufisiensi adrenal sekunder terjadi apabila terdapat defisiensi ACTH atau CRH. Defisiensi ini, menyebabkan berkurangnya sekresi kortisol dan akhirnya atrofi korteks adrenal. Sekresi aldosteron kurang dipengaruhi dibandingkan dengan sekresi kortisol karena sekresi aldosteron dikendalikan oleh sistem renin-angiotensin. Namun, pada defisiensi ACTH yang berkepanjangan dan atrofi adrenal, korteks adrenal mungkin menjadi kurang peka terhadap angiotensin II sehingga akhirnya dapat terjadi defisiensi sekresi
aldosteron.

Penyebab tersering insufisiensi adrenal sekunder adalah terapi kortikosteroid jangka-panjang. Terapi ini menyebabkan supresi sekresi CRH dan ACTH yang menetap apabila terapi terputus. Akibatnya adalah insufisiensi adrenal sekunder. Penyebab lain defisiensi ACTH adalah tumor hipofisis yang besar yang menyebabkan destruksi kortikotrop normal, tumor hipotalamus seperti kraniofaringioma, infark hipofisis, dan panhipopituitarisme autoimun. Insufisiensi adrenal sekunder juga dapat terjadi akibat hipofisektomi bedah dan beberapa tipe terapi radiasi yang diarahkan ke kelenjar hipofisis.

DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN

Diagnosis penyakit Addison sudah dapat diperkirakan berdasarkan gambaran klinis defisiensi kortisol, aldosteron, dan androgen yang dijelaskan di atas. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium yang sesuai. Apabila gejala timbul dalam beberapa minggu atau bulan, maka diagnosisnya adalah insufisiensi adrenal kronik. Sebaiknya, gejala dapat timbul secara cepat dan mengarah pada diagnosis insufisiensi adrenal akut atau krisis addisonian.

Penyakit ini dapat terjadi apabila diagnosis dan pengobatan tertunda dan gejala bertambah parah atau saat pasien dengan diagnosis yang sudah jelas mengalami penyakit akut lain yang tidak dicakup oleh dosis steroid untuk stres. Insufisiensi adrenal akut adalah kedaruratan medis. Pasien datang dengan muntah, dehidrasi, hipotensi, dan hipoglikemia.

Diagnosis insufisiensi adrenal ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium spesifik. Pasien dengan insufisiensi adrenal primer memperlihatkan penurunan kadar kortisol dan aldosteron tetapi peningkatan kadar ACTH dan renin. Selain itu, infus intravena ACTH sintetik tidak dapat meningkatkan kadar kortisol (Gbr. 1).

Gbr. 1 Respons kortisol terhadap stimulasi ACTH sintetik pada orang normal dan pada pasien dengan insufisierisi adrenal. Pada insufisiensi adrenal sekunder, kadar kontrol basal rendah tetapi berespons secara perlahan terhadap ACTH. Pada insufisiensi adrenal primer, respons ini tidak ada.

Karena defisiensi aldosteron, maka kadar elektrolit memperlihatkan hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis metabolik. Pasien dengan insufisiensi adrenal akibat defisiensi ACTH memperlihatkan kadar kortisol dan ACTH yang rendah. Kadar aldosteron biasanya normal, Infus intravena ACTH sintetik menyebabkan peningkatan kortisol plasma, tetapi peningkatan ini subnormal.

Pencitraan adrenal dengan CT scan atau MRI juga dapat memberikan informasi mengenai kemungkinan penyebab insufisiensi adrenal. Pasien dengan defisiensi ACTH atau destruksi autoimun korteks adrenal biasanya memiliki adrenal yang kecil. Sebaliknya, pasien dengan penyakit granulomatosa, hematom adrenal, atau metastasis tumor memperlihatkan massa di adrenal. Penyebab aotoimun insufisiensi adrenal dapat dipastikan dengan tingginya kadar autoantibodi adrenal. Namun, pemeriksaan ini mungkin negatif apabila pasien sudah mengidap penyakit untuk waktu yang cukup lama.

Terapi penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20 sampai 30 mg/hari dalam dosis terbagi, dan suatu analog aldosteron,9-alfa-fluorokortisol. Apabila dosis steroid-steroid ini sudah disesuaikan dengan benar, maka status metabolik pasien kembali ke normal dan ia mampu menjalani hidup secara normal. Dosis kortisol dan 9-alfafluorokortisol perlu ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat saat stres (misalnya, penyakit demam, pembedahan, trauma), karena apabila tidak maka pasien dapat mengalami insufisiensi adrenal akut. Terapi pada insufisiensi adrenal sekunder hanya memerlukan penggantian dengan kortisol tetapi pasien harus diperiksa untuk memastikan apakah sekresi aldosteronnyanormal.

DAFTAR PUSTAKA
HUBUNGIN PENULIS