Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) : Pencetus, patofisiologi, gejala dan pengobatan

KOMA HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NON KETOTIK (HHNK)


PENDAHULUAN

Keto asidosis diabetik (KAD) dan koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi akut/ emergensi Diebetes Melitus (DM). Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.

Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD merupakan suatu spekrum dekompensasi metabolik pada pasien diabetes; yang berbeda adalah awitan (onset), derajat dehidrasi, dan beratnya ketosis. (tabel 1)

Perbedaan KAD dan HHNK

EPIDEMIOLOGI
  • Data di Amerika menunjukkan bahwa insidens HHNK sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. Insiden ini sedikit lebih tinggi dibanding insiden KAD. 
  • HHNK lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. 
  • HHNK lebih sering ditemukan pada orang lanjut usia, dengan rata-rata usia onset pada dekade ketujuh. Angka mortalitas pada kasus HHNK cukup tinggi, sekitar 10-20%.

FAKTOR PENCETUS
  • Hiperosmolar hipergligemik non ketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani.
  • HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori: infeksi, pengobatan, noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta (Tabel 2). Infeksi merupakan penyebab tersering (57,1%). Compliance yang buruk terhadap pengobatan DM juga sering menyebabkan HHNK (21%).

    PATOFISIOLOGI

    Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air. Pada keadaan normal ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa di atas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan volume intravaskular atau penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan kadar glukosa meningkat.

    Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin.

    Tidak seperti pasein dengan KAD, pasien HHNK tidak mengalami ketoasidosis, namun tidak diketahui dengan jelas alasannya. Faktor yang diduga ikut berpengaruh adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan hiperosmolar, kadar asam lemak bebas yang rendah untuk ketogenesis, ketersediaan insulin yang cukup untuk menghambat ketogenesis namun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati terhadap glukagon.

    Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer termasuk oleh sel otot dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen pada otot dan hati, dan stimulasi glukagon pada sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya kadar glukosa darah. Pada keadaan dimana insulin tidak mencukupi, maka besamya kenaikan kadar glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan masukan karbohidrat oral.

    Hiperglikemia mengakibatkan timbulnya diuresis osmotik, dan mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vaskular, dimana glukoneogenesis dan masukan makanan terus menambah glukosa, kehilangan cairan akan samakin mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya volume sirkulasi.

    Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya cairan intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar.

    Keadaan hiperosmolar ini memicu sekresi hormone anti diuretik. Keadaan hiperosmolar ini juga akan memicu timbulnya rasa haus.

    Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan kemudain hipovolemia. Hipovolemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan.

    Keadaan koma merupakan suatu stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi.

    GEJALA KLINIS

    Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui mempunyai DM, dan pasien DM tipe:2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah, misalnya diuretik.

    Keluhan pasien HHNK ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.

    Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat.

    Perubahan pada status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma. Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang ditemukan pada 25 persen pasien, dan dapat berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan koreksi defisit cairan.

    Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila hasil laboratorium seperti kadar glukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada hasilnya.

    Berikut di bawah ini adalah beberapa gejala dan tanda sebagai pegangan :
    • Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin muda semakin berkurang, dan pada anak belum pernah ditemukan.
    • Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa insulin.
    • Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit Cushing
    • Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain tiazid, furosemid, manitol, digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin dan haloperidol (neuroleptik).
    • Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia, pendarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatik dan operasi.

    PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK adalah kadar glukosa darah yang sangat tinggi (lebih dari 600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang tinggi ( lebih dari 320 mOsm per kg air [normal: 290 kurang lebih 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.

    Separuh pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengan onion gap yang ringan ( 10 - l2). Jika anion gapnya berat (lebih dari 12), harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang dapat menutupi tingkat keparahan asidosis.

    Kadar kalium dapat meningkat atau normal. Kadar keatinin, blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit
    hampir selalu meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan berbagai macam elektrolit:
    Kadar natrium harus dikoreksi jika kadar glukosa darah pasien sangat meningkat. Jenis cairan yang diberikan tergantung dari kadar natrium yang sudah dikoreksi, yang dapat dihitung dengan rumus :
    • Misalkan, kadar natrium hasil pemeriksaan 145 mEq per L (145 mmol per L) dan kadar glukosa darah 1.100 mg per dL (61 .1 mmol per L) maka kadar natrium koreksi : 145+ (165x(1.100-100))÷100 = 145+16,5 = 161,5 mEq/L
    Untuk menghitung osmolaritas serum efektif dapat digunakan rumus:
    • Misalkan, kadar natrium 150 mEq per L (150 mmol per L), dan kadar glukosa darah 1,100 mg per dL. Maka osmolaritas serum efektifnya : (2x150)+ (1,100 ÷ 18) = 300 + 61 = 361mOsm/kg

      PENATALAKSANAAN

      Penatalaksanaannya serupa dengan KAD, hanya cairan yang diberikan adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). Pemantauan kadar glukosa darah harus lebih ketat, dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati. Respons penurunan kadar glukosa darah lebih baik. Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena lebih banyak terjadi pada usia lanjut, yang tentu saja lebih banyak disertai kelainan organ-organ lainnya.

      Penatalaksanaan HHNK memerlukan monitoring ketat terhadap kondisi pasien dan responsnya terhadap terapi yang diberikan. Pasien-pasien tersebut harus dirawat, dan sebagian besar dari pasien-pasien tersebut sebaiknya dirawat di ruang rawat intensif atau intermediate.

      Penatalaksanaan HHNK meliputi lima pendekatan:
      1. Rehidrasi intravena agresif
      2. Penggantian elektroiit
      3. Pemberian insulin intravena
      4. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
      5. Pencegahan.
      Cairan
      • Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHNK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg atau total rata-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonik akan dapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin difus.  Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma expanders. Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik.
      • Pada orang dewasa, risiko edema serebri rendah sedangkan konsekuensi dari terapi yang tidak memadai meliputi oklusi vaskular dan peningkatan mortalitas.
      • Pada awal terapi, kadar glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum insulin diberikan, dan ha1 ini dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika kadar glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal.
      Elekkolit
      • Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena kadar kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Kadar kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Kadar elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor
      • Jika kadar kalium awal kurang dari 3.3 mEq per L (3.3 mmol per L), pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan l/3 kalium fosfat sampai tercapai kadar kalium setidaknya 3.3 mEq per L). Jika kadar kalium lebih besar dari 5.0 mEq per L (5.0 mmol per L), kadar kalium harus diturunkan sampai di bawah 5.0 mEq per L, namun sebaiknya kadar kalium ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika kadar awal kalium antara 3.3-5.0 mEq per L, maka 20-30mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang diberikn (213 kalium klorida dan 113 kalium fosfat) untuk mempertahankan kadar kalium antara 4.0 mEq per L (4.0 mmol per L) dan 5.0 mEq per L.
      Insulin
      • Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian.
      • Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,lU/kgBB per jam sampai kadar glukosa darah turun antara 250 mg per dL (13.9 mmol per L) sampai 300 mg per dL. Jika kadar glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dl per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika kadar glukosa darah sudah mencapai di bawah 300 mg/dl, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai, pulihnya kesadaran dan keadaan hiperosmolar.

      IDENTIFIKASI DAN MENGATASI FAKTOR PENYEBAB
      • Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik kepada semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi antibiotik dianjurkan sambil menunggu hasil kultur pada pasien usia lanjut dan pada pasien dengan hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan kadar C-reactive protein dan interleukin-6 merupakan indikator awal sepsis pada pasien dengan HHNK.

      KOMPLIKASI TERAPI
      • Komplikasi dari terapi yang tidak adekuat meliputi oklusi vaskular, infark miokard, low-flow syndrome, disseminated intravascular coagulopathy dan rabdomiolisis. 
      • Overhidrasi dapat menyebabkan adult respiratory distress syndrome dan edema serebri, yang jarang ditemukan namun fatal pada anak-anak dan dewasa muda. Edema serebri ditatalaksana dengan infus manitol dengan dosis l-2glkgBB selama 30 menit dan pemberian deksametason intravena. Memperlambat koreksi hiperosmolar pada anak-anak, dapat mencegah edema serebri.

      PENCEGAHAN
      • Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan kadar glukosa darah dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap persediaan air. 
      • Jika pasein tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga terdekat sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan adanya perubahan status mental dan kemudian menghubungi dokter jika hal tersebut ditemui.
      • Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan harus diberikan edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala HHNK dan juga edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang memadai dan pemantauan yang ketat.

      PROGNOSIS
      • Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasien bukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya. Angka kematian berkisar antara 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju, angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12 persen.