Pembedahan pada pasien Diabetes Melitus

DIABETES MELITUS (DM) DALAM PEMBEDAHAN

PENDAHULUAN

Dengan bertambahnya jumlah penduduk berusia lanjut di seluruh dunia, jumlah pengidap diabetes melitus tipe 2 yang terutama ditemukan pada usia dewasa tua juga bertambah. Hal ini terungkap pada survei di Amerika Serikat yang menghasilkan kenaikan prevalensi DM tipe 2 dari 8,9% (1976 - 1980) ke 12,3% ( 1988-1990). Walaupun menggunakan batas umur yang berbeda, survei epidemiologi di Jakarta juga menemukan peningkatan dari 1,7 % ke 5,7 % dalam kurun waktu 10 tahun (1992 - 1993 dan 2001-2002).

Peran pengetahuan tentang patofisiologi yang makin lengkap serta penggunaan obat antidiabetes yang baru seperti analog insulin (insulin lispro, insulin glargine) dan repaglinid, troglitason di samping obat lama, telah berhasil memperpanjang umur pengidap diabetes. Di antaranya mungkin bertambah jumlah pasien yang pada suatu saat perlu mengalami pembedahan. Tanpa maksud mengecilkan segi persiapan mental pada seseorang yang akan mengelami pembedahan, tulisan ini mendahulukan aspek klinis operasi. Tetap perlu diingatkan bahwa petunjuk yang diterima oleh pasien yang akan menjalani tindakan di klinik siang seperti endoskopi usus (tumor ganas?), angiografi koroner, pemasangan stent, umumnya menyebutkan supaya pasien datang dalam keadaan puasa, menghentikan semua obat (termasuk insulin !). Dengan sendirinya timbul hiperglikemia sesudah tindakan yang disebut tadi, suatu akibat yang tidak perlu. Segi persiapan mental akan membahas perlunya menghubungi dokter primer yang biasa menangani pasien diabetes ini.

TINDAKAN BEDAH MAYOR DAN MINOR

Tindakan bedah mayor menimbulkan reaksi stres yang besar, mengakibatkan penghentian makan dan biasanya berarti membuka rongga perut, dada dan tengkorak. Tindakan bedah minor biasanya menggunakan bius setempat atau endoskopi dan biasanya kesempatan makan tidak terlalu lama mundurnya. Sekarang tindakan dengan rawat siang kurang dari 14 jam juga termasuk jenis minor.

Penggolongan tindakan seperti ini berakibat cara kerja yang kurang ketat tentang penilaian pra bedah. Sebaiknya tindakan dianggap "berisiko tinggi" dan "rendah", bergantung pada tingkat pengendalian glukosa darah, jenis komplikasi yang ada dan sifat tindakan.

PENILAIAN PRA BEDAH

Jenis Diabetes dan Tingkat Pengendalian Glukosa 
  • DM tipe I perlu insulin. Pada DM tipe 2 insulin kadang-kadang dapat ditangguhkan sesudah tindakan singkat selesai. Periksalah catatan kadar glukosa darah, kadar glukosa sewaktu, fruktosamin (pengendalian 2-3 minggu sebelumnya), HbA1C (pengendalian 2-3 bulan sebelumnya). Catatan glukosa darah sebaiknya berupa kadar puasa, postprandial dan sebelum makan. 
  • Bila pengendalian tidak baik, pembedahan mungkin perlu diundur untuk menetapkan dosis baru insulin atau dosis insulin sesudah beralih dari obat hipoglikemiaa oral (OHO). OHO kerja panjang seperti klorpropamid dan glibenklamid harus diganti dengan OHO kerja pendek tanpa metabolit yang bersifat hipoglikemiaa seperti glipizid, gliklazid, atau OHO kerja sangat singkat seperti repaglinid.
Komplikasi Diabetes
  • Pada tindakan ringan harus dipastikan penyakit jantung iskemia, hipertensi, nefropati, infeksi saluran kemih dan neuropati- Pemeriksaan klinis rutin dilengkapi pemeriksaan laboratorium sederhana termasuk EKG, tes tungsi ginjal dan elektrolit. Perlu diingat kemungkinan iskemia otak dan hipotensi postumal serta gangguan sirkulasi kaki.
  • Pada tindakan bedah mayor seperti cangkok ginjal dan bedah vaskular, pemeriksaan jantung harus lebih lengkap seperti isotope exercise test untuk menyingkirkan penyakit jantung iskemia dan gated isotope heart scan atau USG jantung (ECHO) untuk menilai fungsi miokard. Pada bedah pintas jantung atau bedah vaskular dengan risiko hipotensi pemeriksaan Doppler Ultrasound pembuluh darah leher juga perlu.

PENGENDALIAN METABOLISME SELAMA PEMBEDAHAN

Pengobatan
  • Yang memerlukan insulin.
    • Semua pasien yang menggunakan insulin sebelum pembedahan perlu meneruskan insulin selama tindakan.
    • Pasien DM tipe 2 dengan diit dan OHO dan glukosa darah puasa lebih dari 180 mg/d1, HbA1c lebih dari 10 persen
  • Yang kadang-kadang perlu insulin. 
    • Pasien DM tipe 2 dengan diit dan OHO, glukosa darah puasa kurang lebih 180 mg/dl, HbAIC kurang lebih 10% lama pembedahan kurang dari 2 jam ruang tubuh tidak dibuka boleh makan sesudah operasi
  • Metformin harus dihentikan 2-3 hari sebelum pembedahan untuk mencegah asidosis laktat dan dapat diganti dengan sulfonilurea sementara.
Pemantauan Glukosa
  • Selama pembedahan kadar glukosa harus ditetapkan :
    1. Sebelum induksi anestesia;
    2. 30 menit sesudah induksi;
    3. Setiap 45 menit selama tindakan;
    4. Pada akhir tildakan;
    5. 30 rnenit sesudah sadar;
    6. Setiap jam selama 6 jam atau sampai boleh makan.
  • Pemeriksaan glukosa lebih sering (tiap 30 menit) bila glukosa lebih dari 200 mg/dl dan tiap 15 menit jika kurang dari 80 mg/dl selama anestesia.
Infus Glukosa
  • Tujuannya ialah pengendalian kadar glukosa dan pencegahan hipoglikemia. Juga sebagai pemasok energi untuk menekan pembentukan gliserol dan asam lemak serta mengurangi katabolisme protein, yang dapat menghambat pemulihan. Laju infus 0,07 - 0,1 g glukosa/kg/jam ternyata memadai.
Cara Pemberian lnsulin
  • Para ahli mencatat 4 cara pemberian insulin pada anestesia dan pembedahan.
    1. Infus insulin dan glukosa terpisah.
    2. Infus glukosa - insulin - kalium kombinasi.
    3. Secara intermiten bolus insulin kerja pendek i.v. atau subkutan.
    4. Kombinasi insulin kerja pendek dan intermediet subkutan dengan dosis 30-50 % di bawah dosis sehari-hari bila pasien makan. 
  • Cara dengan infus lebih sering dipakai dan terutama cara infus terpisah lebih luwes.
Tabel pedoman pengolahan DM perioperatif dengan infus

    PEMBEDAHAN RAWAT JALAN

    Cara ini dapat menguntungkan pasien, karena ia dapat pulang sesudah tindakan bedah selesai. Walaupun tindakan termasuk bedah minor, ada kemungkinan diperlukan anestesia umum. Dalam hai ini insulin perlu digunakan dan cara infus insulin sebaiknya dipakai. Jika anestesia umum tidak diperlukan, pasien sebaiknya mcndapat giliran sepagi mungkin, jadi sebelum atau sesudah makan pagi. Kalau ia harus menunggu 1ama, penggunaan insulin lalu memakai cara infus insulin. Pedoman untuk tindakan bedah minor tertera di bawah ini.

    Pedoman untuk tindakan bedah minor dan tindakan pemeriksaan invasiv pada penderita DM

    ASUHAN PASCA-BEDAH

    Infus glukosa dan insulin dilanjutkan sampai pasien dapat makan lagi dan kemudian kembali ke cara pengobatan sebelumnya. Bila infus insulin akan dihentikan, insulin subkutan harus segera disuntikkan, karena insulin i.v tidak berperan lagi sejak 30 menit penghentian infus.

    Bagaimana kita mulai dengan terapi insulin pasca bedah ?
    Gavin memakai cara berikut :
    • Hitung jumlah insulin selama 24 jam (=dosis lama)
    • Dosis baru ialah 80-100 % jumlah ini, diberikan sebagai insulin reguler sebelum makan pagi (25 %), sebelum makan siang (25 %) sebelum makan malam (25 %), sebelum tidur (25%) sebagai NPH.
    • Tujuan : CD 120 -220 mg/dl.
    • Diteruskan untuk mendapat dosis insulin tepat, atau dosis sebelum pembedahan


    PERSIAPAN PASIEN SECARA PSIKOLOGIS

    Keadaan sakit merupakan sesuatu yang memberatkan pasien apalagi jika ia perlu menjalani pembedahan. Warga masyarakat yang sudah maju dengan mudah mendapat pengetahuan berbagai bidang dan akan meminta penjelasan tentang perlunya pembedahan. Pengetahuan akan menambah kekuatan ke arah positif, kata Maslow, seorang psikolog dan mengurangi kemungkinan perjalanan pasca bedah yang buruk.

    Informed Consent (izin berdasarkan pemahaman) dari pasien membuka 3 jalan :
    • Pembahasan risiko dan manfaat tindakan bedah menolong pasien mempersiapkan dirinya secara emosional menghadapi serangan terhadap tubuhnya.
    • Pengetahuan tentang kejadian pasca bedah yang di perkirakan menambah rasa mampu kendali pasien
    • Penjelasan tentang tugas dokter dan karyawan rumah sakit selama masa pasca bedah dapat memberikan gambaran tentang pertolongan yang dapat diharapkan.

    PROSES PENJAJAGAN PERSETUJUAN

    Diabetes melitus sudah sering ditemukan di Indonesia seperti dijelaskan sebelum ini. Pasien tanpa komplikasi biasanya dikelola oleh dokter umum atau spesialis periyakit dalam. Bila timbul komplikasi akut dokter umum merujuk pasien ke spesialis penyakit dalam. Jika masalahnya perlu pembedahan rujukan diteruskan ke spesialis bedah sesudah penjelasan awal disampaikan. Kerja sama antara ke tiga unsur : pasien - dokter primer (dokter umum atau spesialis penyakit dalam) - dokter konsulen (spesialis bedah) akan mempermudah
    tercapainya persetujuan.

    PENUTUP
    • Prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) meningkat di seluruh dunia, juga di indonesia. Penggunaan obat baru  antara lain generasike 2 dan ke 3 sulfonilurea, repaglinid, troglitazon berhasil mengatur kadar glukosa darah. Penambahan umur pasien diabetes menambah kemungkinan perlunya tindakan bedah karena suatu sebab suatu saat.
    • Cara pengelolaan diabetes pada tahap pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah dijelaskan. Kerja sama antara pasien, dokter primer (dokter umum, spesialis penyakit dalam) dan dokter konsulen (spesialis bedah, anestetis) sangat penting.