Mekanisme dasar dan Pengaruh tidur pada Epilepsi

GANGGUAN TIDUR PADA EPILEPSI

PENDAHULUAN

Sejak jaman Aristoteles dan Hipocrates telah tercatat adanya bangkitan epilepsi selama tidur, hubungan antara tidur dengan epilepsi telah menggugah rasa ingin tahu para dokter dan peneliti. Pada akhir abad XIX Gawer memberi komentar tentang hubungan bangkitan pada siklus bangun tidur. Pada 1929 Langdon-Down dan Brain mengamati tentang puncak bangkitan malam hari kira-kira 2 jam setelah waktu tidur dan antara jam 4 sampai 5 pagi, sedangkan bangkitan siang hari banyak terjadi pada jam pertama setelah bangun.

Penemuan Berger tentang Elektro Ensefalo Gram (EEG) pada tahun 1920 merupakan alat diagnosa untuk studi penelitian hubungan antara tidur dan bangkitan. Gibbs dan Gibbs menunjukkan bahwa interictal eptileptiform discharge diaktifkan oleh tidur sehingga tidur selama rekaman EEG menjadi standart prosedur aktivasi sampai saat ini. Janz membedakan epilepsy waktu bangun (arousal) dan malam hari (nocturnal). Niedermeyer menjelaskan pengaruh aktivasi arousal pada epilepsi.


Sleep disorder sering terjadi, dapat diobati yang sering terjadi bersama epilepsi. Epilepsi dan pengobatannya termasuk obat - obat antiepilepsi dapat mempengaruhi pada orgamnisasi tidur dan mempunyai konstribusi pada daytime sleepiness, insomnia, atau sleep disorder, seperti obstructive sleep apneu. Sebaliknya, pengobatan sleep disorder yang menyertai dapat memperbaiki control kejang, daytime alertness atau keduanya.

Makalah ini membahas tentang mekanisme dasar dari epilepsi dan pengaruh tidur pada bangkitan epilepsi, menyoroti beberapa sindroma epilepsi yang sering terjadi selama tidur, garis besar dari diagnosa banding kejadian paroksismal dan tes diagnostic untuk epilepsi, meringkas evidence gangguan tidur pada pasien yang mengalami epilepsi dan membahas management epilepsi yang berhubungan dengan tidur.

MEKANISME TIDUR DAPAT MEMFASILITASI KEJANG

Epilepsi adalah kelainan kronik yang ditandai dengan bangkitan berulang. Selama bangkitan, pelepasan elektrik abnormal mengalami sinkronisasi pada daerah local atau distribusi neuron di otak. Bangkitan mungkin parsial berasal dari area fokal kortek atau general dari kedua hemisfer. Model percobaan dari epilepsy parsial dan general dapat diproduksi dengan memberikan bahan kimia seperti penicillin, lansung kejaringan otak atau oleh stimulus elektrik.

Pada epilepsy general, pelepasan spike dan wave yang terlihat pada EEG umumnya dibangkitkan oleh neuron talamokortikal dengan aksi potensial excitatory diirigi dengan periode inhibition, meskipun mekanisme kortikal nampaknya juga berpengaruh. Pada model penelitian parsial epilepsy, hubungan seluler dari spike interiktal adalah Paroxysmal Depolarizing Shift (PDS), suatu depolarisasi amplitude tinggi yang memanjang diikuti dengan hiperpolarisasi. Potensial postsinap excitatory yang besar mendasari PDS. Macam-macam mekanisme (termasuk perubahan reseptor membran dan pengeluaran neurokemikal) bekerja secara lokal (contoh hipokampus) dan lebih luas (contoh level talamokortikal) dilibatkan dalam memperkuat potensial postsinap excitatory dan generalilasi PDS. Onset dari aktivitas bangkitan nampaknya dihubungkan dengan pengurangan hiperpolarisasi potensial membran.

Tidur adalah contoh keadaan fisiologis yang mampu memodulasi bangkitan melalui keterlibatan sirkuit yang tersebar luas, termasuk jaras talomokortikal. Pengaruh dari tidur pada epilepsi didukung oleh observasi dimana pada sindroma epilepsi spesifik, bangkitan terjadi terutama selama non-rapid eye movement (NREM). Pada hampir semua sindroma epilepsi discharges interiktal epilepticform lebih banyak terjadi selama NREM dan lebih sedikit selama rapid eye movement (REM).  Sinkronisasi neuronal dalam jaras talamokortek selama NREM menyebabkan peningkatan excitabilitas neuronal, menyebabkab lebih meratanya distribusi dari discharges fokal dan memfasilitasi bangkitan dan discharges interiktal epileptiform pada kebanyakan orang yang punya epilepsi parsial. Sinkronisasi neuronal dihentikan pada waktu bangun (arousal) atau transisi ke REM sleep, dan discharges fokal menjadi lebih kecil.


Farmakologi biokimia dari tidur dan bangun masih dalam studi intensif, diduga ada keterlibatan dari bermacam - macam neurotransmitter. Daerah preoptik dari hipotalamus adalah sleep – promoting system utama yang menggunakan γ aminobutyrik acid (GABA) sebagai neurotransmitter. Neuron aktif tidur pada area preoptik diproyeksikan ke batang otak yang terdiri dari neuron yang berperan dalam membangunkan dari tidur dan dengan menghambat daerah ini sebaliknya mempromosi tidur. Daerah ini termasuk pedunkulopontin, nukleus tegmental laterodorsal, lokus coereleus dan raphe dorsal.

Sindroma Epilepsi berhubungan dengan tidur

Perbandingan pasien yang mengalami kejang yang timbul terutama pada saat tidur sekitar 7,5% sampai 45% dalam beberapa penelitian tentang tidur yang berhubungan dengan epilepsi. Adanya variasi yang besar pada prevalensi mungkin menggambarkan perbedaan antara sindroma epilepsi diantara populasi pasien, dengan bangkitan yang lebih sering terjadi selama tidur pada syndrome epilapsi tertentu. Pada klasifikasi dan terminologi ILAE tahun 1989, klasifikasi epilepsy yang paling banyak digunakan, membedakan bermacam – macam sindroma epilepsi berdasarkan pada karakteristik klinis, epidemiologi, dan pemeriksaan EEG disertai neuroimaging.

Faktor pembeda utama adalah apakah kejang berasal atau tidak dari sekelompok neuron dalam satu hemisfere (parsial, fokal, atau hubungan dengan lokasi) atau di dalam keseluruhan neuron kedua hemisfere (general). Sindroma epilepsi parsial spesifik dan general yang berhubungan dengan tidur diterangkan dalam makalah ini dan dipaparkan pada tabel. 1.
Tabel 1
Epilepsy syndromes associated with sleep-related seizures
Epilepsy syndrome
Age of onset
TLE
Frontal lobe epilepsy
Late childhood to early adulthood
Late childhood to early adulthood
Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
Epilepsy with GTCS on awakening
3–13 y (peak 9–10 y)
6–25 y (peak 11–15 y)
Juvenile myoclonic epilepsy
Absence epilepsy
12–18 y (peak 14 y)
3–12 y (peak 6–7 y)
Lennox-Gastaut syndrome
Continuous spike and slow wave discharges during sleep
1–8 y (peak 3–5 y)
8 mo–11.5 y

A. Kejang Parsial

Crespel dkk menemukan kejang lobus frontal lebih sering terjadi pada saat tidur dan kejang lobus temporal sering terjadi pada saat bangun. Herman dkk meneliti 613 kejang pada 133 pasien yang memiliki kejang parsial dan direkam memakai monitor video EEG. 43% kejang parsial timbul pada saat tidur, terutama pada tidur stadium 1 dan 2 dan tidak terjadi pada fase REM.

Kejang lobus temporalis lebih banyak menjadi sekunder general selama tidur daripada bangun dibandingkan dengan kejang lobus frontal, yang kurang menjadi sekunder general selama tidur. Kejang lobus frontal terbanyak terjadi pada saat tidur, diiikuti kejang lobus temporal dan kejang lobus occipital atau parietal terjadi jarang selama tidur.

Minecan dkk menunjukkan secara statistik kejang sering terjadi pada NREM stadium 1 dan 2. Berapa kejang timbul pada saat fase REM, tapi kejadian tersebut sangat jarang terjadi. Log delta power, alat ukur kedalaman tidur, meningkat pada 10 menit sebelum kejang, hal ini membuktikan bahwa kejang terjadi pada saat tidur makin dalam pada NREM stadium 1 dan 2.

Epilepsi Lobus Temporal
  • Bangkitan parsial kompleks yang mulai secara fokal dan mengganggu kesadaran merupakan tipe bangkitan utama dari epilepsi lobus temporal (TLE). Melamun, otomatismus orofacial atau anggota badan dan gerakan kepala dan badan sering terjadi. 
  • Penyebab tersering adalah idiopatik; trauma,tumor,stroke dan lesi fokal lainya harus dipertimbangkan dan dapat dideteksi dengan MRI otak. Kasus idiopatik sering menunjukan sklerosis hipokampus pada MRI. Sebagian besar pasien tetap mengalami kejang dan memerlukan obat anti epilepsi , namun banyak pasien dapat terkontrol dengan mudah.
  • Karena TLE merupakan penyebab tersering epilepsi parsial pada dewasa, bangkitan selama tidur sering kali berasal dari lobus temporal. Bagaimanapun juga pada kebanyakan pasien TLE terjadi saat bangun dari tidur. Bernasconi dkk mendapatkan 26 pasien TLE refrakter non lesi dan dimana bangkitan terjadi terutama atau lebih sering (90%) sesudah mereka tidur atau sebelum bangun. Pasien-pasien tersebut memiliki gejala klinis yang tipikal TLE dan sebagai tambahan , juga menunjukkan sleep walking sebagai manifestasi bangkitan. Prognosis mereka untuk bebas bangkitan setelah operasi untuk epilepsinya lebih baik dari pda TLE non lesi dan kejang waktu bangun.
  • Walaupun bangkitan lobus temporal lebih sering saat tidur NREM dari pada tidur REM, sesekali dapat terjadi saat tidur REM. Aktivits epilepsi interiktal lebih sering terjadi saat tidur NREM dari pada saat bangun dan tidur REM. Sammaritano dkk mendapatkan 78% subyek memilki peningkatan frekuensi spike yang direkam dengan elektrode permukaan selama tidur NREM stadium 3 dan 4 dibandingkan saat bangun dan tidur REM. Peningkatan spike selama tidur NREM yang dalam juga didapatkan pada studi dengan elektroda dalam. Rekaman tidur semalaman dapat menunjukksn fokus interectal tidak nampak pada EEG rutin, sehingga memberikan informasi prognostik evaluasi operasi epilepsi, terutama pada kasus dimana speke interectal tetap unilateral. Contoh aktivitas epilepsi interiktal ditunjukkan pada gambar 1 dan 2.
Epilepsi Lobus Frontal
  • Seperti epilepsy lobus temporalis, penyebab utama epilepsi lobus frontalis ada idioapatik meskipun lesi fokal dapat juga menjadi penyebab. Walaupun gejala klinis kejang lobus frontalis nocturnal sering berupa manifestasi tonik atau motorik yang menonjol, mudah dikenali oleh pasien dan keluarganya dari pada kejang parsial kompleks yang bereasal dari lobus temporalis, tetapi serangan singkat, kurangnya / tidak adanya komfusi postictal, gambaran psikogenik ( termasuk menendang, mengerang, bersuara ) dan seringnya rekaman interictal dan fokal yang normal dapat menyulitkan diagnosis. Serangan nocturnal dapat dikira sebagai Sleep Terror, REM Sleep Behavior Disorder (RDB), Psychogenic Spell atau Paraxysmal Noctural Dystonia.
  • Bangkitan lobus frontal muncul dari bermacam - macam struktur meliputi area motor tambahan, girus cyngularis, frontopolar anterior, orbitofrontal, dorsolateral dan area opercular serta korteks motoris. Hubungan antara lokasi anatomi dan gejala klinis terbatas karena penjalaran cepat, walaupun demikian klasifikasi anatomi masih digunakan karena lebih simpel. Satu contoh dari epilepsy lobus frontalis disertai dengan kejang area sensori motor yang berasal dari atau menyebar mengenai area 6 pada permukaan medial hemisfer otak. Kejang ini yang sering terjadi waktu tidur mulai mendadak dengan kejang tonik dari satu atau lebih ekstrimitas kadang – kadang disertai dengan gerakan ritmik dan klonik. Kejang sensorimotor sering dikira sebagai kelainan psychogenic spell karena tingkah laku yang mendera tetap sadar, tidak adanya postictal confusion dan tidak adanya aktifitas EEG interictal atau ictal. Pedoman diagnosis yang mendukung kejang area sensorimotor yaitu :
    1. Durasi yang singkat (kurang dari 30 detik-1 menit)
    2. Seteriotipe
    3. Sering terjadi waktu tidur
    4. Kontraksi tonik dari lengan dalam posisi abduksi.
  • Psychogenic spell umumnya durasi lebih panjang (1 sampai beberapa menit), tidak seteriotipe dan terjadi pada keadaan bangun ataupun mengantuk. Penghentian obat anti epilepsi untuk mencetuskan kejang general tonik klonik (GTCS) selama evaluasi dengan continouc video – Eeg monitoring merupakan tindakan diagnostic yang bermanfaat.
Kejang Parsial dengan automatisme kompleks
  • Pedley dan Guilleminault menjelaskan 6 pasien yang mengalami episode sleep walking yang tidak umum yang ditandai dengan teriakan ketakutan atau bersuara lain dan kompleks, seringnya automatisme berupa kekerasan.
  • Mereka membedakan probebel epileptic spell dari NREM sleep confusional arousal berdasarkan beberapa hal yang khas. Probable epileptic spell terjadi pada kelompok umur yang sedikit lebih tua ( remaja / dewasa muda) disertai dengan kompleks behavior dan hilangnya respon terhadap lingkungan yang lengkap, dengan tanpa riwayat keluarga confusion arousal.
  • Abnormalitas EEG epileptiform dan berespon terhadap pengobatan antiepilepsi juga mendukung diagnosa epilepsy. Montagra dan teman-temannya melakukan EEG polysomography pada 6 pasien yang memiliki complex arousal dari tidur NREM (terbangun yang kompleks dari tidur NREM) yang ditandai dengan jalan-jalan, agitasi motorik dan teriakan. 1 pasien mengalami GTCS setelah EEG saat bangun dan 2 berespon terhadap carbamazepin mendukung diagnosa epilepsy.
BENIGN EPILEPSY OF CHILDHOOD WITH CENTROTEMPORAL SPIKES ( Benign Rolandic Epilepsy )
  • Merupakan gangguan kejang yang sering terjadi pada masa kanak-kanak, terhitung 15% s/d 20% dari anak dengan epilepsy, berespon dengan baik terhadap pengobatan antiepilepsi . Penyebabnya idiopatik dengan predisposisi genetik. Kejang lebih sering terjadi pada saat tidur. Tanda-tanda orofaringeal termasuk hipersalivasi dan suara menelan (guttural sound) merupakan manifestasi terbanyak. Juga sering ditemukan speech arrest, clonik jerks, kontraksi tonik pada mulut, dan kadang-kadang klonik jerk pada lengan atau kaki. Kesadaran tetap baik pada sebagian besar kasus kecuali terjadi sekunder generalisasi. EEG biasanya menunjukkan centrotemporal atau rolandic spikes atau sharp wave, mencerminkan area anatomic tersebut mendasari manifestasi klinik yang paling sering

Kejang General

Epilepsi dengan kejang general tonik klonik saat bangun
  • Pada idopatic syndroma, yang kebanyakan mempunyai dasar genetik, GTCS paling banyak terjadi (90%) segera setelah terbangun dari tidur atau saat istirahat malam. Kejang Myoklonik atau absance dapat menyertai. Umumnya terjadi photosensitif dan gangguan tidur sering (menjadi pemicu). EEG menunjukkan aktivitas gelombang spike - wive generalized interictal. Pada kebanyakan pasien kejang terkontrol dengan medikasi meskipun umumnya kambuh bila pengobatan dihentikan.
  • Juvenile myoklonik epilepsi adalah bentuk terbanyak dari epilepsy general idiopatik (idiopathic generelized epilepsi). Gambarannya berupa kombinasi kejang myoklonik yang tejadi setelah bangun, GTCS, dan kejang absance. Pasien mungkin melaporkan menjadi tidak sadar, menjatuhkan sesuatu saat memegang, waktu melakukan aktivitas harian pagi hari seperti bercukur, memakai kosmetik atau saat menyiapkan makan pagi. MRI dan pemeriksaan neurologi normal. EEG Interictal pada pasien yang tidak ditetrapi, menunujukkan diffuse polyspike, dan slow wave komplek 4 sampai 6 Hz. Respon terhadap obat anti epilepsi biasanya sangat baik, meski sering dibutuhkan pengobatan seumur hidup.
Absence epilepsy
  • Absence epilepsi adalah bentuk lain yag mempunyai dasar genetik,dari generelaized epilepsi. Kejang berupa serangan sesaat biasanya kurang dari 10 detik, berupa penghentian sejenak aktivitas yang sedang dilakukan, pandangan kosong, dan segera sadar kembali dengan aktivitas semula (sebelum kejang), dapat disertai klonik ringan, atonik, atau komponen tonik, atau automatism. Sering dipicu oleh hiperventilasi stimulasi cahaya, dan mengantuk dan dihilangkan dengan atensi. Singkatnya serangan dan tidak adanya aura atau kebingungan post ictal membantu membedakannya dengan kejang partial komplek.
  • Mengantuk dan tidur mengaktifkan spike dan wave discarges, yang sangat menonjol saat siklus tidur pertama, maximal selama tidur NREM dan jarang atau tidak ada pada tidur REM. Bentuk mortologi spike dan wave discarge juga dipengaruhi oleh tidur NREM, dengan kebanyakan irregular polyspike-wave discarge. Prognosis dengan pengobatan sangat baik. Kejang berkurang dengan bertambahnya umur dan pengobatan dapat hentikan pada kebanyakan pasien dengan remaja aktif, meski beberapa pasien terus membutuhkan pengobatan seumur hidup.
Lennox gestaut Syndrome
  • Ditandai dengan kejang general tonik, atonik, dan Atipikal absance, slow background di interictal EEG dengan slow spike and wave komplek dan mental retardation. Terdapat bentuk cryptogenik tanpa didahului abnormalitas neurolog, perkembangan abnormal atau neuroemagibg abnormal. Tidur NREM disertai dengan peningkatan spike dan rhythmic 10Hz spike yang disertai dengan kejang tonik.

Epilepsi yang lain
  • Pada beberapa sindrom epilepsi, tidak diketahui dengan pasti apakah kejang bersifat lokal atau umum. Salah satunya adalah epilepsi dengan continous spike – wave during slow wave sleep (SCWS) yang terjadi selama tidur gelombang lambat. 
  • Patry dkk menjelaskan bahwa status epilepsi elektrik subklinik diinduksi oleh tidur pada anak yang disertai dengan hampir seluruhnya continous speke and slow wave dischanges selama tidur NREM. Penyakit ini hanya mengenai 0.5% pada anak-anak dengan epilepsi, dan penyebabnya belum jelas, walaupun kira-kira sepertiga anak-anak mengalami abnormalitas neurologik. Hal ini merupakan bentuk epilepsi karena sebaliknya selama tidur REM dan keadaan bangun speke and wave dischanges kurang kontinu dan lebih fokal. Kejang tidak bersifat universal, walaupun hal tersebut seringkali terjadi pada CSWS dan bisa jadi terjadi sebagai kejang motor partial nocturnal atau GTCS, atypical absence atau myoclonic jerks. Gangguan perilaku progresif adalah hal biasa. Meskipun terapi kejang efektifitas sebagian atau sempurna , biasanya gangguan kognitif masih tetap ada.

DIAGNOSIS BANDING

Perbedaan kejang nocturnal dan serangan non epilepsy waktu tidur sangat penting karena beberapa alasan :
  1. Pada bangkitan parsial yang terjadi saat terjaga, pasien dapat melaporkan kebingungan postiktal atau mengingat awal dari suatu bangkitan (aura) yang mendahului hilangnya kesadaran, dalam riwayat penyakit mendukung diagnosis epilepsi dan seringkali tidak ada pada bangkitan yang terjadi saat tidur.
  2. Kejadian nokturnal mungkin tidak diamati dengan baik (pasangan tidur mungkin tidak ada atau jika ada mungkin tidak sadar penuh dan koheren). Bangkitan parsial kompleks dari lobus temporal khususnya mungkin tanpa aktivitas motorik dan tidak dapat membangunkan pasangan.
  3. Berbagai gangguan tidur (didiskusikan kemudian) ditandai dengan gerakan yang jelas dan perilaku yang mirip bangkitan.
  4. Beberapa tipe bangkitan tertentu, khususnya dari lobus frontal dimanifestasikan oleh gerakan aneh seperti gangguan psikiatrik, menendang, menggigit, dan bersuara. Epilepsi-epilepsi ini mungkin berkaitan dengan EEG iktal / interiktal dan pemeriksaan imaging normal menyebabkan kesulitan diagnosis pasti
Box 1. Differential diagnosis of nocturnal spells

Epileptic seizures
Frontal lobe epilepsy
TLE
GTCS
Benign rolandic epilepsy
Probable epileptic seizures
NPD
Epileptic arousals from sleep
NREM arousal disorders
Confusional arousals
Night terrors
Somnambulism
REM sleep behavior disorder
Sleep-related movement disorder
PLMS
Sleep-onset myoclonus
Bruxism
Rhythmic movement disorder
Psychiatric disorders
Nocturnal panic disorder
Post-traumatic stress disorder
Psychogenic seizures

1. NREM Arousal Disorder

NREM arousal disorder meliputi : confusional arousals, somnabulisme ( sleep walking), dan night terrors.
Ketiga gangguan ini memiliki ciri-ciri:
  • Biasanya timbul dari tidur NREM tahap 3 dan 4, sehingga terjadi lebih sering pada 1/3 awal dari siklus tidur dimana NREM stadium 3 dan 4 lebih dominan.;
  • Lebih sering pada anak-anak; dan
  • Riwayat keluarga sering ada, menandakan faktor genetik.
Broughton membedakan :
  • Confusional arousal: yang ditandai oleh gerakan badan, aktivasi otonomik, kebingungan mental dan disorientasi, dan recall mimpi yang kacau dengan mimpi buruk ( nightmares) tidur REM, dimana penderita seketika cepat menjadi sadar dan biasanya mengingat mimpinya.
  • Somnabulisme: berkaitan dengan NREM arousal disorder dimana pasien mungkin pergi keluar dari kamar tidur atau rumah selama episode konfusional/bingung.
  • Night terror (teror malam) dimulai dengan jeritan keras diikuti dengan aktivitas motor yang hebat. Anak sering tidak dapat ditenangkan dan samasekali amnestik atas kejadian itu, tampaknya bangun tetapi tidak dapat memahami lingkungannya.
Pasien sering melaporkan suatu pengalaman yang menakutkan, seperti terkunci dalam kuburan atau ditindih batu-batu didadanya. Aktivitas otonomik yang hebat menyebabkan diaforesis/berkeringat, midriasis, takikardia, hipertensi dan takipnea. Bedanya dengan epilepsy , gangguan bangun NREM kurang stereotipik dan biasanya terjadi pada sepertiga malam yang pertama.

2. REM Sleep Behavoir Disorder

Pasien yang memiliki kelainan ini sering menunjukkan gerakan motorik yang hebat saat tidur. Pasien dapat melukai diri sendiri atau pasangan tidurnya. Pada RBD, tidak muncul atonia otot fisiologis selama fase REM; dan tonus otot yang persisten membuat ia dapat mengekspresikan mimpinya. Episode dari RBD jarang stereotipi, durasi lebih lama, dan sering terjadi setelah usia 50 th dibanding dengan epileptic seizure.

Disamping kejang, pertimbangan utama lain pasien dengan gerakan motorik yang kasar saat tidur adalah abstructive sleep apnea yang menyebabkan bangun dari tidur. Diagnosis ditegakkan dengan video-EEG polysomnografi (VPSG), yang menujukkan suatu episode perilaku yang konsisten dengan RBD atau tonus otot yang persisten selama tidur fase REM.

3. Movement Disorder

Movement disorders selama tidur yang dapat menyerupai seizure meliputi :
  • Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS) dapat mengakibatkan sentakan atau tendangan. Umumnya didapatkan riwayat restless leg syndrome. Berbeda dengan seizure, PLMS terjadi dengan interval periodic (setiap 20-40 detik) dengan karakteristik fleksi pada tungkai, dan kadang juga melibatkan lengan.
  • Sleep – onset myoclonus, juga dikenal sleep strat, sleep jerks, atau hypnic jerks, merupakan gerakan normal yang terjadi pada transisi dari bangun menuju tidur, sering dijumpai fenomena sensorik, seperti perasaan mau jatuh. Berbeda dengan myoclonic seizures, sleep-onset myoclonus terbatas pada onset tidur.
  • Bruxisme, menunjukkan gerakan gigi menggilas yang stereotype menyerupai gerakan ritmik rahang pada epilepsy, bisa menyebabkan pengerusan gigi yang berat yang tidak terjadi pada epilepsy.
  • Rhythmic movement disorder, juga dikenal sebagai head benging ( membanting kepala ) atau body rocking, dapat terjadi pada semua fase tidur. Dengan manifestasi yang bervariasi, termasuk gerakan berulang membanting kepala bila pasien berbaring terlentang atau ayunan badan ke belakang dan ke depan dengan bertumpu pada tangan dan lutut. Vokalisasi kadang menyertai gerakan berulang. Kelainan gerak yangg ritmik dapat terjadi pada semua umur, walaupun yang sering pada masa anak - anak dibanding dewasa dan disertai dengan retardasi mental. Pada complex partial seizure, terutama lesi di lobus temporal, mungkin menunjukkan perilaku yang sama, akan tetapi ayunan badan bilateral lebih khas untuk rhythmic movement disorders. Body rocking juga bisa terjadi pada kejang psikogenik.
4. Kelainan Psikiatrik

Kelainan psikiatri yang terjadi selama tidur yang menyerupai kejang meliputi :
  • Serangan panic selama tidur.
  • Kelainan stress post trauma
  • Psychogenic seizures.
Beberapa pasien yang mempunyai kelainan panik memperlihatkan khususnya dominant episode panik yang menyebabkan terbangun mendadak dari tidur yang berulang - ulang. Gejala yang timbul saat terbangun adalah ketakutan dan outonomic arousal, dengan palpitasi, dizziness, dan gemetar. Berbeda dengan mimpi buruk (nightmire) saat tidur fase REM, mimpinya tidak bisa di-recall. Dan berbeda dengan terror malam (night terror), yang terbangun saat fase NREM dalam, sleep panic biasanya terjadi saat transisi dari fase NREM stage 2 ke 3. Meskipun riwayat serangan panik saat siang hari dapat digunakan sebagai pendukung diagnostik, serangan panik dapat terjadi terutama selama tidur. Terbangun secara mendadak dan outonomic arousal merupakan ciri khas pada kelainan panik dibanding kejang, meskipun bisa juga terjadi pada kejang. Simple partial seizure dari lesi lobus parietalis kadang dapat manifestasi seperti gejala panik

VIDEO – ELEKTROENSEFALOGRAM POLYSOMNOGRAFI

VPSG dengan kombinasi video - EEG yang dapat memonitor rekaman standard polysomnografi dan dapat membantu membedakan epilepsy dari sleep disorder yang lain. Video merupakan bagian penting untuk melihat sifat – sifat serangan (spell) suatu bentuk perilaku yang stereo type, seperti rotasi kepala yang selalu ke satu sisi; atau adanya automatism yang merupakan kecurigaan kuat suatu epilepsi.

Stadium tidur dimana muncul spell dapat berguna untuk mendukung diagnose confusional arousal atau RBD. Standar monitoring PSG dapat mendeteksi coexisting sleep disorder seperti obstructive sleep abneu, yang dapat mencetuskan gangguan kejang yang mendasari atau mimic RBD.

Keterbatasan utama VPSG adalah kebiasaan serangan mungkin tidak terjadi pada sleep laboratorium. Sleep deprivation dapat dipakai untuk memprovokasi serangan NREM arousal disorder. Pada pasien yang diduga RBD, tidak penting melihat adanya behavioural event; cukup dengan melihat of chin EMG yang terus menurus dengan peningkatan phasic activity selama REM sleep bersamaan dengan anamnese. Pada pasien dengan dugaan kejang epilepsi, subclinical ictal dan interictal seizure dan tidak adanya behavioral event mendukung diagnosis epilepsy.

SLEEP DISORDER DAN EPILEPSY

Sleep disorder sering terjadi, dapat diobati yang sering terjadi bersama epilepsi. Epilepsi dan pengobatannya termasuk obat - obat antiepilepsi dapat mempengaruhi pada orgamnisasi tidur dan mempunyai konstribusi pada daytime sleepiness, insomnia, atau sleep disorder, seperti obstructive sleep apneu. Sebaliknya, pengobatan sleep disorder yang menyertai dapat memperbaiki control kejang, daytime alertness atau keduanya.

Obat – obat anti epilepsi dapat mempengaruhi tidur. Barbiturate dan benzodiazepine mempunyai efek sedasi dan supresi REM sleep, harus dihindari pemakaiaanya bila memungkinkan. Dua study independent lamotrigine pada pasien dengan epilepsy, medikasi ini meningkatkan REM sleep atau tidak mensupresi REM sleep. Karena itu lamotrigine dapat dipakai sebagai obat anti epilepsi pada pasien yang mengalami suppressed REM sleep pada baseline. Gabapentin meningkatkan slow wave sleep pada orang dewasa sehat dan dapat dipakai pada pasien epilepsi dan suppressed slow wave sleep pada baseline.
Stimulasi nervus vagus adalah pilihan baru untuk treatment partial seizure yang refrakter, memperbaiki daytime sleepiness pada 16 pasien dengan epilepsy. Perbaikan tersebut merupakan hasil dari proyeksi vagal afferent ke bagian brainstem yang menaikan kewaspadaan(alertness), seperti parabrachial nucleus. Sebaliknya, stimulasi nervus vagus akan menurunkan usaha dan airflow respirasi selama tidur, dan dapat eksaserbasi obstructive sleep apneu.

Gejala drowsiness pada pasien dengan pengobatan anti epilepsy yang tampaknya tidak dose dependent atau terkait dengan seringnya kejang mungkin akibat dari sleep disorder. Pada study of predictor of sleepiness pada pasien epeilepsi, gejala obsrtructive sleep apneu atau restless legs syndrome lebih signifikan sebagai predictor pada peningkatan score Epworth Sleepiness scale daripada jumlah atau tipe dari pengobatan anti epilepsi, frekuensi seizure, syndrome epilepsy atau adanya sleep related seizure. Pada study terpisah, pasien dengan epilepsy yang refrakter mempunyai prevalensi obstructive sleep apneu yang tinggi, Bertambahnya umur, jenis kelamin laki-laki, dan kejang selama tidur disertai dengan obstructive sleep apneu. Treatment dari obstructive sleep apneu pada case series dan open label trial didapatkan perbaikan frekuensi kejang dan daytime sleepiness.

TATALAKSANA PADA PASIEN DENGAN KEJANG YANG BERHUBUNGAN DENGAN TIDUR

Tatalaksana dari gangguan tidur nonepilptic sleep disorder mimicking epilepsy telah dijelaskan pada tulisan ini dan pada beberapa beberapa artikel lainnya. Pembaca diharapkan berpedoman kepada text book standar epilepsi untuk penatalaksanaan kejang epilepsi, termasuk pengobatan, pembedahan, dan modalitas lainnya.

Pada pasien-pasien yang mengalami kejang yang berhubungan dengan tidur pemberian obat dosis tertinggi sebelum tidur sering membantu dalam mengontrol kejang secara maksimal. Dianjurkan menghindari pembatasan tidur. Pemberian obat antiepilepsi seringkali menyebabkan efek samping berupa rasa ngantuk (somnolen), maka pemberian dosis awal yang kecil dengan diikuti dengan peningkatan secara perlahan dapat mengurangi namun tidak dapat menghilangkan gejala somnolen.

Keputusan secara personal harus dilakukan untuk pemberian obat kepada penderita yang jarang mengalami kejang. Beberapa pasien lebih suka mengalami kejang yang jarang dan menghindari efek samping harian obat anti epilepsi. Pada penderita yang mengalami kejang waktu tidur harus dinasehati tentang pembatasan mengemudi; beberapa negara bagian mungkin masih mengijinkan penderita ini untuk mengemudi, namun persyaratan masing-masing negara bagian sangat berbeda.

Prognosis dari kejang sangat dipengaruhi oleh sindroma epilepsi dan penyebab yang mendasarinya. Sebagai contoh, epilepsi benign epilepsy of childhood with centrotemporal spikes, dan obat antiepilepsi dapat dihentikan pada kebanyakan kasus setelah akhir usia remaja. Penderita yang mengalami kejang parsial kompleks yang berasal lobus temporalis atau frontalis memiliki prognosa yang sedang dan bervariasi. Sindroma Lennox-Gastaut mempunyai respon yang jelek terhadap pengobatan pada banyak kasus.

RINGKASAN
Artikel ini menguji hubungan antara tidur dengan epilepsi, suatu hubungan yang telah dikenal sejak jaman kuno.
  1. Mekanisme dimana tidur dapat memfasilitasi terjadinya epilepsi masih dalam tahap penelitian, walaupun peranan sinkronisasi dari jaringan talamokortikal nampaknya berperan.
  2. Pengenalan dari macam-macam jenis sindrome epilepsi general dan parsial yang berhubungan dengan tidur.
  3. Mengenal diagnosis banding dari nocturnal spell.
  4. Kewaspadaan dari peranan obat-obat antiepilepsi dan gangguan tidur yang dapat berperan pada epilepsy.
Semua diatas sangat membantu untuk mengevaluasi penderita yang mengalami gangguan behavior dan motor waktu tidur.

Referensi 
  1. Gowers WR. Epilepsy and other chronic convulsive diseases, vol. 1. London: WilliamsWood; 1885.
  2. Langdon-Down M, Brain WR. Time of day in relation to convulsions in epilepsy. Lancet 1929;2:1029.
  3. Goldensohn ES. Historical perspectives and future directions. In: Wyllie E, editor. The treatment of epilepsy: principles and practice. Philadelphia: Lea & Febiger; 1993. p. 173.
  4. Gibbs E, Gibbs FA. Diagnostic and localizing value of electroencephalographic studies in sleep. Res Publ Assoc Res Nerv Ment Dis 1947;26:366.
  5. Janz D. The grand mal epilepsies and the sleeping-waking cycle. Epilepsia 1962;3:69.
  6. Niedermeyer E. Generalized seizure discharges and possible precipitating mechanisms. Epilepsia 1966;7:23.
  7. Lothman EW, Bertram EH III, Stringer JL. Functional anatomy of hippocampal seizures. Prog Neurobiol 1991;32:1.
  8. Gloor P, Fariello RG. Generalized epilepsy: some of its cellular mechanisms differ from those of focal epilepsy. Trends Neurosci 1988;11:63.
  9. Timofeev I, Bazhenov M, Sejnowski T, et al. Cortical hyperpolarization-activated depolarizing current takes part in the generation of focal paroxysmal activities. Proc Natl Acad Sci USA 2002;99:9533.
  10. Steriade M, McCormick DA, Sejnowski TJ. Thalamocortical oscillations in the sleeping and aroused brain. Science 1993;262:679.
  11. Steriade M, Contreras D, Amzica F. Synchronized sleep oscillations and their paroxysmal developments. Trends Neurosci 1994;17:199.
  12. Saper CB, Chou T, Scammell TE. The sleep switch: hypothalamic control of sleep and wakefulness. Trends Neurosci 2001;24:726.
  13. anz D, Wolf P. Epilepsy with grand mal on awakening. In: Engel J Jr, Pedley T, editors. Epilepsy: a comprehensive textbook. Philadephia: Lippincott Raven; 1998. p. 2347.
  14. Young GB, Blume WT, Wells GA, et al. Differential aspects of sleep epilepsy. Can J Neurol Sci 1985;12:317.
  15. Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy. Proposal for revised classification of epilepsies and epileptic syndromes. Epilepsia 1989;30:389.
  16. Crespel A, Baldy-Moulinier M, et al. The relationship between sleep and epilepsy in frontal and temporal lobe epilepsies: practical and physiopathologic considerations. Epilepsia 1998; 39:150.
  17. Herman ST, Walczak TS, Bazil CW. Distribution of partial seizures during the sleep wake cycle. Differences by seizure onset site. Neurology 2001;56:1453.
  18. Minecan DA, Natarajan A, Marzec M. Relationship of epileptic seizures to sleep stage and sleep depth. Sleep 2002;25:899.
  19. Williamson PD, Engel J Jr. Complex partial seizures. In: Engel J Jr, Pedley TA, editors. Epilepsy: a comprehensive textbook. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers; 1997. p. 557.
  20. Bernasconi A, Andermann F, et al. Nocturnal temporal lobe epilepsy. Neurology 1998;50: 1772.
  21. Sammaritano M, Gigli GL, Gotman J. Interictal spiking during wakefulness and sleep and localization of foci in temporal lobe epilepsy. Neurology 1991;41:290.
  22. Lieb J, Joseph JP, Engel J Jr, et al. Sleep state and seizure foci related to depth spike activity in patients with temporal lobe epilepsy. Electroencephalogr Clin Neurophysiol 1980;49:538.
  23. Rossi GF, Colicchio G, Pola P. Interictal epileptic activity during sleep: a stereo-EEG study in patients with partial epilepsy. Electroencephalogr Clin Neurophysiol 1984;58(2):97–106.
  24. Malow BA, Selwa LM, Ross D, et al. Lateralizing value of interictal spikes on overnight sleep-EEG studies in temporal lobe epilepsy. Epilepsia 1999;40:1587.
  25. Scheffer IE, Bhatia KP, Lopes-Cendes I. Autosomal dominant frontal epilepsy misdiagnosed as sleep disorder. Lancet 1994;343:515.
  26. di Corcia G, Blasetti A, De Simone M, et al. Recent advances in autosomal dominant nocturnal frontal lobe epilepsy: ‘understanding the nicotinic acetylcholine receptor (nAChR)’. Eur J Paediatr Neurol 2005;9:59.
  27. Oldani A, Zucooni M, Asselta R, et al. Autosomal dominant nocturnal frontal lobe epilepsy. A video-polysomnographic and genetic appraisal of 40 patients and delineation of the epileptic syndrome. Brain 1998;121:205.
  28. Kellinghaus C, Lu¨ ders HO. Frontal lobe epilepsy. Epileptic Disord 2004;6:223.
  29. Kanner AM, Morris HH, Lu¨ ders H, et al. Supplementary motor seizures mimicking pseudoseizures: some clinical differences. Neurology 1990;40:1404.
  30. Goldstick L, Lesser RP, Lu¨ ders H, et al. The need for anticonvulsant drug withdrawal in the diagnosis of supplementary motor seizures. Epilepsia 1985;26:231.
  31. Pedley TA, Guilleminault C. Episodic nocturnal wanderings responsive to anticonvulsant drug therapy. Ann Neurol 1977;2:30.
  32. Montagna P, Sforza E, Tinuper P, et al. Paroxysmal arousals during sleep. Neurology 1990;40:1063.
  33. Louseau P, Duche B. Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes. Clev Clin J Med 1989;56:17.
  34. Wirrel E. Benign epilepsy of childhood with centrotemporal spikes. Epilepsia 1998;39:S32.
  35. GrunewaldR, Panayiotopoulos C. Juvenile myoclonic epilepsy: a review. Arch Neurol 1993;50:594.
  36. Gomez MR, Westmoreland BF. Absence seizures. In: Lu¨ ders H, Lesser RP, editors. Epilepsy: electroclinical syndromes. New York: Springer-Verlag; 1987. p. 105.
  37. heodore WH, Porter RJ, Penry JK. Complex partial seizures: clinical characteristics and differential diagnosis. Neurology 1983;33:1115.
  38. Sato S, Dreifuss F, Penry JK. The effect of sleep on spike-wave discharges in absence seizures. Neurology 1973;2:1335.
  39. Markand ON. Lennox-Gastaut syndrome (childhood epileptic encephalopathy). J Clin Neurophysiol 2003;20:426.
  40. Patry G, Lyagoub S, Tassinari CA. Subclinical electrical status epilepticus induced sleep inchildren. Arch Neurol 1971;24:242.
  41. Tassinari CA, Rubboli G, Volpi L. Encephalopathy with electrical status epilepticus duringslow sleep or ESES syndrome including the aquired aphasia. Clin Neurophysiol 2000;111(Suppl 2):S94.
  42. Lugaresi E, Cirignotta F, Montagna P. Nocturnal paroxysmal dystonia. Epilepsy Res Suppl 1991;2:137–40.
  43. Tinuper P, Cerullo A, Cirignotta F, et al. Nocturnal paroxysmal dystonia with short lasting attacks: three cases with evidence for an epileptic frontal lobe origin of seizures. Epilepsia 1990;31:549.
  44. Peled R, Lavie P. Paroxysmal awakenings from sleep associated with excessive daytime somnolence: a form of nocturnal epilepsy. Neurology 1986;36:95.
  45. Malow BA, Bowes R, Ross D. Relationship of temporal lobe seizures to sleep and arousal a combined scalp-intracranial electrode study. Sleep 2000;23:231.
  46. Broughton RJ. Sleep disorders: disorders of arousal? Science 1968;159:1070.
  47. Mahowald MW, Ettinger MG. Things that go bump in the night: the parasomnias revisited. J Clin Neurophysiol 1990;7(1):119–43.
  48. Mahowald M, Schenck C. REM sleep parasomnias. In: Kryger M, Roth T, Dement W, editors. Principles and practice of sleep medicine. 4th edition. Philadelphia: Elsevier- Saunders; 2005. p. 897.
  49. Walters AS, Hening WA, Chokroverty S. Review and videotape recognition of idiopathic restless legs syndrome. Mov Disord 1991;6:105.
  50. Lavigne GJ, Manzini C, et al. Sleep bruxism. Principles and practice of sleep medicine. In: Kryger M, Roth T, DementW, editors. Principles and practice of sleep medicine. 4th edition. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2005. p. 946.
  51. Hoban TF. Rhythmic movement disorder in children. CNS Spectr 2003;8:135.
  52. Mellman TA, Uhde TW. Patients with frequent sleep panic: clinical findings and response to medication treatment. J Clin Psychiatry 1990;51:513.
  53. Mellman TA, Uhde TW. Electroencephalographic sleep in panic disorder. Arch Gen Psychiatry 1989;46:178.
  54. Alemayehu S, Bergey GK, Barry E, et al. Panic attacks in ictal manifestations of parietal lobe seizures. Epilepsia 1995;36:824–30.
  55. Hefez A, Metz L, Lavie P. Long-term effects of extreme situational stress on sleep and dreaming. Am J Psychiatry 1987;144:344.
  56. Thacker K, Devinsky O, Perrine K, et al. Nonepileptic seizures during apparent sleep. Ann Neurol 1993;33:414
  57. Aldrich MS, Jahnke B. Diagnostic value of video-EEG polysomnography. Neurology 1991;41:1060.
  58. Placedi F, MarcianiMG,DiomediM,et al. Effects of lamotrigine on nocturnal sleep, daytime somnolence and cognitive functions in focal epilepsy. Acta Neurol Scand 2000;102:81.
  59. Placedi F, Scalise A, Marciani MG, et al. Effect of antiepileptic drugs on sleep. Clin Neurophys 2000;111(Suppl 2):S115.
  60. Foldvary N, Perry M, Lee J, et al. The effects of lamotrigine on sleep in patients with epilepsy. Epilepsia 2001;42:1569.
  61. Foldvary-Schaefer N, Sanchez ID, Karafa M, et al. Gabapentin increases slow-wave sleep in normal adults. Epilepsia 2002;43:1493.
  62. Malow BA, Edwards J, Marzec M, et al. Vagus nerve stimulation reduces daytime sleepiness in epilepsy patients. Neurology 2001;57:879.
  63. Malow BA, Edwards J, Marzec M, et al. Effects of vagus nerve stimulation on respiration during sleep: a pilot study. Neurology 2000;55:1450.
  64. Marzec M, Edwards J, Sagher O, et al. Effects of vagus nerve stimulation on sleep-related breathing in epilepsy patients. Epilepsia 2003;44:930.
  65. Malow BA, Bowes R, Lin X. Predictors of sleepiness in epilepsy patients. Sleep 1997;20:1105.
  66. Malow BA, Levy K, Maturen K, et al. Obstructive sleep apnea is common in medically refractory epilepsy patients. Neurology 2000;55:1002.
  67. Devinsky O, Ehrenberg B, Barthlen GM, et al. Epilepsy and sleep apnea syndrome. Neurology 1994;44:2060.
  68. Vaughn BV, Messenheimer JA, D’Cruz OF. Sleep apnea in patients with epilepsy. Epilepsia1993;34:136.
  69. Malow BA, Fromes GA, Aldrich MS. Usefulness of polysomnography in epilepsy patients. Neurology 1997;48(5):1389–94.
  70. Malow BA, Weatherwax KJ, Chervin RD, et al. Identification and treatment of obstructive sleep apnea in adults and children with epilepsy: a prospective pilot study. Sleep Med 2003;4:509.
  71. Engel J Jr, Pedley T, editors. Epilepsy: a comprehensive textbook. Philadephia: Lippincott Raven; 1998. p. 2347.
  72. Yale SH, Hansotia P, Knapp D, et al. Neurologic conditions: assessing medical fitness to drive. Clin Med Res 2003;1:177.