Persiapan sebelum operasi pada epilepsi

PERSIAPAN PRA BEDAH EPILEPSI


PENDAHULUAN

Epilepsy adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam etiologi, yang dicirikan timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara aksesif.
Epilepsy ditandai dengan perubahan fungsi otak yang mendadak, transient dan biasanya dengan gejala-gejala motorik, sensorik, otonom, atau psikis dan sering disertai dengan perubahan kesadaran.

Pada orang-orang yang rentan, rangsangan fisik (cahaya, bunyi, sentuhan) dapat menimbulkan serangan. Pada sebagian penderita epilepsy serangannya secara khas terjadi selama tidur. Factor – factor lainnya secara tidak langsung dapat mempengaruhi kerentanan pasien tertentu akan serangan, mis intake alcohol yang berlebihan, tegangan emosional, kelelahan atau kurangnya makanan serta istitahat.

Perkiraan angka insiden kumulatif seumur hidup penyandang epilepsi sebesar 3% dan angka prevalensi sebesar 0,5-1%, dengan perkiraan 60% diantaranya bermanifestasi sebagai epilepsi parsial.
Meski sebagian besar penyandang epilepsi yang baru mengalami perbaikan dengan obat anti epilepsi, namun sekitar 5-10% akan menjadi intractable.

Pada saat ini terdapat peningkatan ketertarikan pengelolaan intractable epilepsy dengan metode pembedahan dimana antara lain disebabkan oleh tersedianya teknologi imajing dan EEG yang semakin baik, penerimaan yang semakin terbuka dari penyandang epilepsi, serta manfaat jangka panjang yang didapat dengan intervensi bedah sejak awal.

INDIKASI BEDAH EPILEPSI

Tindakan bedah epilepsi mungkin dipertimbangkan bagi setiap penyandang epilepsi yang tidak mengalami perbaikan dalam hal pengurangan frekuensi bangkitan setelah penggunaan kombinasi OAE yang tepat.

Terdapat 2 faktor penting yang dipertimbangkan dalam pemilihan kandidat operasi yaitu :
  • Respon terhadap pengobatan : mengalami resistensi
  • Jenis epilepsi : temasuk dalam sindrom yang dapat diperbaiki dengan operasi.
Adapun hal-hal yang menjadi pertimbangan pada sindrom epilepsi yang bisa diperbaiki dengan tindakan operasi adalah :
  • Epilepsi jenis tersebut telah diketahui patofisiologinya
  • Dalam riwayat pengobatanya diketahui mengalami refrakter
  • Evaluasi preoperatif dapat dilakukan secara non invasiv
Jenis-jenis epilepsi yang sering dilakukan tindakan pembedahan guna menghentikan/ mengurangai frekuensi bangkitan adalah:
  • Epilepsi lobus temporal mesial
  • Epilepsi parsial dengan suatu lesi di otak seperti : tumor, malformasi vaskular, kortikal displasia dan ensefalomalasia fokal.
  • Eplepsi hemisfer difus : sindrom Sturge-weber, hemimegalensefali, Rasmussen ensealitis,
  • Epilepsi umum sekunder pada bayi dan anak.
Namun demikian ada beberapa kontra indikasi absolut yang harus diketahui terhadap tindakan bedah epilepsi yaitu apa bila epilepsi tersebut :
  • Mempunyai latar belakang penyakit metabolik atau degenaratif
  • Dengan penyakit berat
  • Didasari oleh penyakit neurologi progresif
  • Merupakan sindroma epilepsi benigna (epilepsi rolandic, epilepsi fokal anak dengan spike di oksipital)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk mendapatkan hasil optimal dalam tindakan bedah epilepsi ini dibutuhkan berbagai pemahaman tentang jenis epilepsi yang diindikasikan untuk dilakukan pembedahan dan berbagai pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan selama persiapan pre operasi.

Evaluasi pre operasi yang dapat membantu memperkirakan lokasi dan luas zona epilepsi meliputi analisa semiologi bangkitan, EEG, pemeriksaan imajing struktural maupun fungsional, serta neuropsikologi. Metode pemeriksaan diagnostik ini menetapkan perbedaan zona di korteks (zona simtomatogenik, iritatif, onset iktal, mudah memicu bangkitan, defisit fungsional, serta zona epileptogenik) yang semua memiliki indeks lokasi dan perluasan zona epilepsi.

Peran Semiologi Bangkitan
  • Zona epilepsi merupakan area di kortek serebri yang sangat diperlukan dalam menimbulkan bangkitan klinis. Zona epilepsi mungkin (spesifitas 75%) menempati hemisfer kontra lateral bila terdapat lokalisasi aura somatosensori, aura separoh lapang pandang, aktifitas tonik klonik fokal, gerakan wajah ke satu sisi sebelum sekunder generalisata, postur tangan distonia unilateral dan / atau paresis pos iktal.
  • Zona epilepsi mungkin berada di hemisfer ipsilateral bila terdapat gerakan mengusap hidung pos iktal dan / atau gerakan klonik unilateral terakhir pada bangkitan sekunder. Zona epilepsi mungkin berada di hemisfer dominan bila terdapat difasia / afasia iktal dan / atau posiktal. Zona epilepsi barangkali berada di hemisfer non dominan bila terdapat automatismus iktal dengan tetap mempertahankan kesadaran, bicara, muntah, dan / atau meludah.
  • Identifikasi dan pengenalan lateralisasi semiologi bangkitan juga penting guna memprediksi outcome pasien epilepsi yang dioperasi, dimana pasien dengan gambaran lateralisasi iktal memiliki out come yang lebih baik secara bermakna dibanding yang tidak paska operasi.
  • Meski demikian penggunaan semiologi bangkitan masih mempunyai banyak keterbatasan sebagai bahan penentu lokasi zona epilepsi. Dilaporkan bahwa pada beberapa kasus epilepsi umum juga mempunyai gambaran lateralisasi. Gambaran semiologi bangkitan muncul hanya bila terdapat penyebaran kearah area otak yang simtomatologis dimana sumber epilepsi dapat berasal dari area lain di sekitarnya yang “silent”.
Peran EEG
  • Peran kepentingan menetapkan zona iritatif dengan menggunakan rekaman EEG interiktal dan zona onset iktal dengan rekaman EEG iktal bergantung pada rencana prosedur tindakan pembedahan. EEG mempunyai peranan penting pada pembedahan jenis lesionektomi, lobektomi, dan multiple sub-pial transeksi, berperan sedang pada hemisferektomi dan kurang berperan pada pembedahan callosotomi.
    • EEG Skalp Interiktal
      • Lokasi zona iritatif dapat ditunjukkan dengan memetakan interictal epileptiform discharges (IED) pada EEG skalp. IED ini berbentuk gelombang tajam yang hampir selalu bermuatan negative. Bila muncul sebagai kelainan fokal maka pada rekaman monopolar /referensial lokasinya berada pada elektrode dengan amplitudo maksimal, sedang pada rekaman bipolar berlokasi pada elektrode dengan fase refersal. 
      • Pada epilepsi lobus temporalis gambaran IED dapat berupa pola stereotipik dengan amplitudo maksimal di elektrode temporalis anterior. Pada anak zona iritatif dapat lebih luas dimana kemungkinan didapati kelainan patologis yang ganda. Kadang dapat dijumpai insiden IED muncul di kedua sisi temporal secara independen sebesar 20-45% kasus. IED bitemporal mengindikasikan kemungkinan terjadinya bangkitan yang muncul secara independen dari dua sisi, atau sekunder generalisata.
      • Secara umum dengan tidak ditemukannya gelombang IED pada rekaman skalp dalam kurun waktu 6 bulan hingga 1 tahun pos operatif mengindikasikan outcome yang baik.
    • EEG skalp iktal
      • Transisi antara posisi interiktal ke iktal saat rekaman EEG bervariasi dan mungkin sulit untuk diidentifikasi. Perubahan yang terjadi pada 30 detik pertama dari onset bangkitan merupakan hal yang paling penting. Bangkitan fokal biasanya mempunyai karakteristik aktifitas sinusoid yang ritmik pada frekuensi beta, alfa atau teta, atau berupa discharge berulang yang berkembang dalam frekuensi, area dan / atau amplitudonya.
      • Pada epilepsi lobus temporal mesial (MTLE) pola saat bangkitan yang khas berupa discharge ritmik (5-7Hz) berlokasi di regio temporal anterior dan media yang terjadi pada sekitar 80-90 % kasus.
      • Pola pada onset EEG iktal epilepsi lobus frontal lebih sering general atau difus, terdiri dari aktifitas dengan frekuensi tinggi atau irama lambat atau mengecil. Perubahan lokasi jarang terjadi. Gambaran EEG iktal pada lobus frontal ini sering dikaburkan dengan munculnya bangkitan klinis berupa hipermotor.
      • Pada kasus epilepsi parsial sederhana gambaran EEG skalp sering tak ada perubahan, hal ini disebabkan karena fokus berlokasi cukup jauh atau dalam atau melibatkan hanya sedikit saraf pembangkit aktifitas sinkron yang dapat ditangkap oleh elektrode skalp.
      • EEG posiktal dapat juga bermakna dalam melokalisir bangkitan. Aktifitas delta regional atau lateralisasi pos iktal dan mengecil merupakan prediktor untuk asal bangkitan.
    • EEG Intrakranial
      • Pada penatalaksanaan bedah epilepsi kadang dibutuhkan pemeriksaan EEG intrakranial dengan indikasi bila :
        • Epilepsi lobus temporal mesial
          • Semiologi bangkitan yang tak bisa menunjukkan lateralisasi
          • Didapatkan fokus epileptogenik yang bilateral, independen
          • Ketidaksesuaian lokasi antara hasil MRI dan video-EEG
          • Kemungkinan terlibatnya kortek lateral
        • Epilepsi ekstra lobus temporal mesial
          • Zona epilepsi berdekatan dengan eloquent cortex
          • Zona epilepsi yang tidak jelas
      • Bentuk elektrode yang digunakan pada EEG intrakranial bergantung pada lokasi dan luas area yang dibutuhkan seperti : depth electrode, subdural strip dan subdural grid electrodes.
Peran Imajing
  • Pada penatalaksanaan epilepsi idealnya dibutuhkan suatu tim dalam pemeriksaan MRI yang mencakup seorang radiolog yang memahami klinis dan seorang epileptologis yang terlibat pada studi imajing. Pada protokol pemeriksaan MRI hendaknya pengambilan gambar dengan aksis hipokampus, sekuensial T1 dan T2 yang baik, dan mencakup FLAIR.
  • Pada kondisi tertentu dibutuhkan pemeriksaan imajing fungsional seperti Positron emission tomography (PET) atau Single photon emission tomography (SPECT) scanning.
Gambar MRI memperlihatkan Anak lelaki 8th, dg Epilepsi Lobus Frontalis (MRI 1,5T), Tampak FCD di otak depan kiri, di dekat pusat bicara
Gambar MRI memperlihatkan Epilepsi pada Anak wanita usia  5th, sering kejang tanpa demam, tampak FCD Multipel di otak kiri depan, jelas sekali pd MRI 1,5 T
    Peran NeuroPsikologi
    • Pemeriksaan neuropsikologi merupakan salah satu aspek penting dalam persiapan pre operasi. Pertama karena dapat membantu melokalisir bangkitan. Pasien dengan TLE non dominan mengalami defisit psikologi berupa gangguan pada ketrampilan memori non verbal, sedangkan pada TLE dominan maka terdapat gangguan pada ketrampilan memori verbal yang mencapai 30% kasus. 
    • Kepentingan lain tes neuropsikologi ini untuk menilai kemungkinan terjadinya amnesia paska operasi. Untuk ini peran tes Wada pada pre operasi perlu dilakukan.

    PENENTUAN OPERASI
    • Bila terjadi ketidak-sesuaian antara hasil pemeriksaan MRI dan EEG interiktal/ iktal, maka perlu dilakukan evaluasi lebih jauh anatara lain EEG intra kranial.
    • Kepentingan dilakukan perekaman EEG skalp iktal pada pasien epilepsi yang memiliki gambaran MRI dan IED sudah bersesuaian masih dalam penelitian dan jumlanya masih terbatas.
    • Adanya kelainan suatu lesi struktural saja belum tentu menjamin sebagai penyebab / sumber epilepsi. Video EEG monitoring dapat memberikan informasi tentang adanya bilateral IED temporal independen, analisis klinis semiologi, menyingkirkan bangkitan non epileptik, serta mengidentifikasi kelainan ekstra temporal.
    • Dengan mengamati berbagai aspek diatas maka penentuan dilakukan tidaknya operasi serta lokasi yang akan direseksi sangat bergantung pada banyak hal. Kesiapan pasien dari sisi medis dan psikologis, kesesuaian pemeriksaan penunjang (semiologi, EEG, MRI) akan menentukan hasil operasi. Gold standard lokasi zona epilepsi adalah pasien tersebut bebas bangkitan paska operasi.

    KEPUSTAKAAN
    Dapat menghubungi penulis.