PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN GIGITAN ULAR BERACUN


PENATALAKSANAAN GIGITAN ULAR


Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular

 Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi menjadi perawatan di lapangan dan manajemen di rumah sakit.

Perawatan di Lapangan
             seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih memperburuk daripada memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi pada luka gigitan, menghisap dengan mulut, pemasangan turniket, kompres dengan es, atau kejutan listrik. Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency life support. Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama implementasi ABC (Airway, Breathing, Circulation)

Pertolongan Pertama :


            Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan

1. Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus mengigit dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai bisa mereka habis
 . Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian

2. Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan imobilisasi area yang terkena (umumnya satu ekstrimitas), karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening
 dan tetap posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk mengurangi aliran bisa.


3. Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi. Alat ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun alat ini semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan, dan mungkin alat penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal
        Menghisap racun dari luka juga menjadi tindakan yang cukup menjadi hal kontroversial disatu sisi mungkin dapat mengurangi jumlah racun tetapi tentu saja jumlah racun yang dikurangi tidak signifikan. Kekurangan dari tindakan ini adalah kemungkinan kerusakan jarinan lokal yang lebih luas. Selain itu apabila menghisap racun dengan mulut, mungkn dapat menyebabkan keracunan bagi orang yang menghisap apabila terdapat luka pada mulut atupun saluran pencernaan. Oleh karena itu akan lebih baik jangan memanupulasi daerah gigitan.


4. Diusahakan melepaskan barang yang berbentuk melingkar pada ekstremitas, karena dikawatirkan apabila terjadi pembengkakan akan dapat menekan sehingga aliran darah menjadi terputus.
Apabila orang tersebut digigit ular yang cukup beracun dan tidak tamak luka yang cukup parah, maka penekanan mungkin dapat dilakukan. Bungkus perban di lokasi gigitan dan sampai ujung dengan tekanan sampai membungkus pergelangan kaki terkilir. Kemudian melumpuhkan ekstremitas dengan bebat, dengan tindakan yang sama akan membatasi aliran darah.
Teknik ini dapat membantu mencegah efek sistemik dari racun, tetapi juga dapat memperburuk     kerusakan lokal pada lokasi luka jika gejala yang signifikan hadir di sana.
         Tetapi pada penelitian terakhir pengunaan bebat hingga pulsasi hilang menjadi perdebatan karena akan menyebabkan iskemia jaringan, oleh karena itu sekarang lebih disarankan bebat hanya dengan tujuan menghambat aliran linfa tidak untuk menghambat aliran vena ataupun arteri. Hal berikutnya yang dapat dilakukan adalah dengan pemasangan bidai agar tidak terlalu banyak pergerakan di daerah tersebut, karena banyaknya pergerakan menyebabkan peningkatan absorbsi dari racun tersebut melalui otot.

5. Monitor tanda-tanda vital korban " temperatur, denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan darah" jika mungkin Jalan napas, pernapasan, pulsasi arteri dan level kesadaran harus diperiksa sesegera mungkin. 

Berikut adalah beberapa keadaan yang membutuhkan resususitasi antara lain: 
*  Hipotensi yang parah dan shock akibat langsung dari bisa ular ataupun evek sekunder seperti  
   hipovolemia, pelepasan mediator inflamasi, shock hermoragik atau reaksi anafilaksis yang 
   diakibatkan oleh racun itu sendiri
* Gagal napas yang cukup parah akibat keracunan neurotoksis yang mengakibatkan paralisis dari   
   otot pernapasan.
* Deorientasi segera ataupun gejala sistemik yang sergera timbul setelah pelepasan torniket ataupun 
   pengikat dari luka tersebut
* Henti jantung karena hiperkalemia yang diakibatkan kerusakan otot setelah gigitan ular laut
* Apabila pasien datang terlambat sehinga racunnya sangat parah seperti adanya gagal ginjal, dan septikemia akibat komplikasi dari nekrosis lokal

6. Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang mengigit kemungkinan berbisa.

7. Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat dan aman ke fasilitas medis darurat kecuali ular telah pasti diidentifikasi tidak berbahaya (tidak berbisa). Identifikasi atau upayakan mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan terhadap adanya gigitan sekunder atau jatuhnya korban lain.
      Jika aman, bawa serta ular yang sudah mati. Hati-hati pada kepalanya saat membawa ular – ular masih dapat mengigit hingga satu jam setelah mati (dari reflek). Ingat, identifikasi yang salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa gejala inisial dapat tetap berbahaya atau bahkan fatal.

8. Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi gawat darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika memasang bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup bengkak sehingga menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk memastikan jari atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang berarti ekstrimitas tidak menjadi kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.

9. Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat efek mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik imobilisasi dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk gigitan oleh elapid Australia atauular laut. Balutkan perban pada luka gigitan dan terus sampai ke bagian atas ekstremitas dengan tekanan seperti akan membalut pergelangan kaki yang terpeleset. 
    Kemudian imobilisasi ekstremitas dengan bidai, dengan tetap memperhatikan mencegah terhambatnya aliran darah. Teknik ini membantu mencegah efek sistemik yang mengancam nyawa dari bisa, tapi juga bisa memperburuk kerusakan lokal pada sisi gigitan jika gejala yang signifikan terdapat di sana.

Sejumlah teknik pertolongan pertama yang lama telah ditinggalkan.
Penemuan klinik terbaru mendukung hal-hal berikut
_ Jangan mencoba menghisap bisa dengan mulut dan memotong sisi gigitan. Memotong sisi yang 
 tergigit dapat merusak organ yang mendasarinya, meningkatkan resiko infeksi, dan tidak 
 membuang racun.
_ Jangan gunakan es atau kompres dingin pada sisi gigitan. Es tidak mendeaktivasi bisa dan dapat 
   menyebabkan radang dingin.
_ Jangan menggunakan kejutan listrik. Kejutan listrik tidak efektif dan dapat menyebabkan luka 
   bakar atau masalah elektrik pada jantung.
_ Jangan gunakan alkohol. Alkohol dapat menghilangkan sakit, tapi juga membuat pembuluh darah 
   lokal berdilatasi, dimana dapat meningkatkan absorpsi bisa.
_ Jangan menggunakan turniket atau verband yang ketat. Hal ini tidak terbukti efektif, dapat 
   meningkatkan kerusakan jaringan, dan dapat menyebabkan keharusan amputasi.
_ Jangan mengangkat sisi gigitan di atas tinggi jantung korban

Manajemen di Rumah Sakit

Perawatan definitif
        Meliputi pengecekan kembali ABC dan mengevaluasi pasien atas tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering dan pucat, perubahan status mental, hipotensi). Rawat dahulu keadaan yang mengancam nyawa.
        Korban dengan kesulitan bernafas mungkin membutuhkan endotracheal tube dan sebuah mesin ventilator untuk menolong korban bernafas. Korban dengan syok membutuhkan cairan intravena dan mungkin obat-obatan lain untuk mempertahankan aliran darah ke organ-organ vital.
         Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.

      a.       Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril
      b.   Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 
             10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai 
             dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan 
             perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar 
             aliran darah tidak terganggu.


penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.


Medikamentosa

1.      Penanganan berikutnya yaitu dengan memberikan antibisa ular (antivenom)

Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka.
Tujuan pemberian antivenin adalah untuk mengikat racun dalam bisa dan mencegah efek  buruk baik lokal maupun sistemik

     pemberi SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dikebalkan) polivalen 1 ml berisi : 10-50 LD50 bisa Ankystrodon; 25-50 LD50 bisa Bungarus;  25-50 LD50 bisa Naya Sputarix;  Fenol 0.25% v/v
Teknikpenthenan: 2 vial @ 5 ml intra vena dalam 500 ml NaC10,9% atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes/ menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.

Sekarang tersedia 2 jenis antivenin. Salah satunya telah diproduksi sejak 1956. Dibuat dari serum kuda setelah kuda diinjeksi dengan bisa ular dalam dosis subletal (Wyeth). Antivenin telah dipurifikasi tapi masih mengandung protein serum lain yang mungkin bisa imunogenik. Versi terakhir, didukung oleh FDA pada tahun 2000 (CroFab, Savage) adalah suatu fragmen immunoglobulin monovalen yang berasal dari domba namun dipurifikasi untuk menghilangkan protein antigenik lain.
Antivenin yang lama mungkin masih tersedia, namun secara umum telah direkomendasikan untuk memakai obat yang lebih spesifik dan telah dipurifikasi. Bahkan dengan agen terbaru, harus diperhatikan bahwa saat mungkin antivenin dapat menyelamatkan nyawa, antivenin juga dapat mengarah pada reaksi hipersensitivitas tipe cepat (anafilaksis) dan tipe lambat (serum sickness) dan harus digunakan dalam pengawasan. Untuk mencapai efikasi maksimum, berikan dalam 4 – 6 jam setelah gigitan.

Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):

- Derajat 0 dan 1:  ditandai dengan rasa sakit lokal, edema, tidak ada tanda-tanda toksisitas 
                              sistemik, dan hasil laboratorium yang normal., tidak diperlukan SABU; 
                              dilakukan evaltinsi dalam 12 jam, jika derajat meningkat maka 
                              diberikan SABU
- Derajat II : Envenomasi sedang ditandai dengan rasa sakit lokal yang hebat; edema lebih 
                    dari 12 inci di sekitar luka; dan toksisitas sistemik termasuk nausea, vomitus 
                    dan penyimpangan pada hasil laboratorium (misalnya penurunan jumlah 
                    hematokrit atau trombosit).dapat di berikan  3 — 4 vial SABU;

- Derajat III : 5 —15 vial SABU;
-  Derajat IV : berikan penambahan 6 — 8 vial SABU,
Untuk derajat 3 dan 4 termasuk derajat berat, ditandai dengan ptekie, ekimosis, sputum bercampur darah, hipotensi, hipoperfusi, disfungsi renal, perubahan pada protrombin time dan tromboplastin time parsial teraktivasi, dan hasil-hasil abnormal dari tes-tes lain yang menunjukkan koagulopati konsumtif.
Penderajatan envenomasi merupakan proses yang dinamis. Dalam beberapa jam, sindrom ringan awal dapat berkembang menjadi sedang bahkan reaksi yang berat

2.      Antibiotik – sering diberikan saat korban tiba di rumah sakit tapi lebih sering digunakan hanya pada kasus berat. Bagaimanapun, profilaksis dengan antibiotik spektrum luas masih direkomendasikan. Contoh obat yang sering digunakan adalah Ceftriaxone (Rocephin) – generasi-ketiga dari cephalosporin; diberikan dengan dosis dewasa 1-2 g IV per 12 – 24 jam, dan dosis anak 75 mg/kg/d IV per 12 jam.

3.      Imunisasi, Imunisasi – ular tidak membawa Clostridium tetani pada mulutnya, tapi gigitan ular dapat membawa bakteri lain, terutama spesies gram-negatif. Profilaksis tetanus direkomendasikan jika pasien belum diimunisasi dalam 5 tahun terakhir.
Difteri-tetanus toxoid – digunakan untuk menginduksi imunitas aktif melawan tetanus pada pasien tertentu. Agen imunisasi pilihan untuk kebanyakan korban dewasa dan anak > 7 tahun adalah tetanus dan toxoid difteri.
Pemberian serum anti tetanus dilakukan sesuai indikasi.

Penanganan simptomatik
Berdasarkan gejala dapat dilakukan berdasarkan gejala yang timbul seperti gangguan saraf, gangguan hemostatik, shock dan gangguan otot jantung, gagal ginjal akut ataupun efek lokal yang cukup parah.

1.      Untuk keracunan oleh agen neurotoksik dan adanya paralisis otot pernafasan perlu dilakukan bantuan pernafasan dengan udara biasa ataupun dengan menguknakan oksigen dan harus terus dipantau sampai kembali seperti keadaan semula yaitu pasien dapat bernafas dengan normal. Apabila tidak ada ventilator pengunaan ventilasi manual berupa anastetic bag dapat dilakukan oleh tenaga profesional dan hasilnya cukup memuaskan. Pemberian anticholinesterase yang berguna untuk meningkatkan neurotransmiter asetilkolin dapat dicoba dan pada beberapa hasil penelitian memberikan hasil yang cukup memuaskan

2.      Gangguan hemostatik dapat terjadi pada keracunan bisa ular tertentu. Tirah baring yang ketat wajib dilakukan untuk mengurangi kemungkinan adanya trauma minor yang dapat menyebabkan perdarahan.

Pemberian faktor penbekuan dan trombosit, fresh frosen plasma dan cryopresipitat dengan trombosit akan lebih membantu apabila ada kelainan hemostatic. Apabila semua itu tidak ada dapat dipertimbangkan pemberian fresh whole blood. Penyuntikan untuk memberikan melalui intra muskular tidak disarankan

3.      Shock dan kerusakan otot jantung akan menyebabkan hipovolenia dan harus segera dikoreksi dengan cairan koloid ataupun cristaloid, akan lebih baik pemantauan dilakukan di vena central. Obat-obatan vasokonstriksi seperti dopamin dan adrenalin sangat diperlukan. Pasien dengan hipotensi biasanya berhubungan dengan bradikardia dan harus diterapi dengan pemberian atropin. Pada keadaan rabdomioliisis perlu diberikan carian dan natrium bikarbonat.

4.      Gagalginjal akut dapat diterapi dengan terapi konservatif ataupun dengan dialisis. Pada urin yang berwarna kecoklatan sampai hitam dapat diduga bahwa adanya mioglobinuria ataupun hemoglobinuria. Pada keadaan ini perlu diperhatian penambahan cairan dengan cairan intravena, pada keadaan asidosis dapat dipertimbangkan permberian cairan intravena 50-100mmol sodium bikarbonat. Pada keadaan syndrom crush dapat diberikan 200ml cairan manitol 20% secara intravena tetapi pada keadaan gagal ginjal akut perlu diperhatikan agar jangan sampai terjadi intoksikasi ginjal dan adanya ketidakseimbangan elektrolit.


Pembedahan

Efek lokal dari keracunan seperti nekrosis lokal, sindrom kompartemen dan trombosis dari pembuluh darah utama biasanya terjadi pada pasien yang tidak diterapi dengan anti bisa. Intervensi pembedahan mungkin dapat dilakukan.

Tetapi intervensi ini menjadi bahaya apabila pasien dengan komplikasi consumption coagulopathy, trombositopenia, fibrinolisis. Pada pasien dengan keadaan tersebut harus dilakukan penanganan yang lebih komperhensif untuk menangani komplikasi dari efek lokal racun tersebut.
-          Fasciotomy
Jika perawatan dengan elevasi tungkai dan obat-obatan gagal, ahli bedah mungkin perlu melakukan pembedahan pada kulit sampai kompartemen yang terkena, disebut fasciotomy. Prosedur ini dapat memperbaiki pembengkakan dan penekanan tungkai, berpotensi menyelamatkan lengan atau tungkai.
Fasciotomi tidak diindikasikan pada setiap gigitan ular, tapi dilakukan pada pasien dengan bukti objektif adanya peningkatan tekanan kompartemen. Cedera jaringan setelah sindrom kompartemen bersifat reversible tapi dapat dicegah
-          Nekrotomi
dikerjakan bila telah nampak jelas batas kematian jaringan, kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit.

Dalam penanganan yang menyeluruh, maka perlu dilakukan pengambilan darah untu pemeriksaan waktu protrombin, APTT, D-Dimer, fibrinogen, dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, CK. Periksa waktu pembekua, jika dalam 10 menit menunjukkan adanya koagulopati. Juga dapat dilakukan apus tempat gigitan dengan venom detection.

Studi Laboratorium
-          Penghitungan jumlah sel-sel darah
-          Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time.
-          Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah
-          Tipe dan jenis golongan darah
-          Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin
-          Urinalisis untuk myoglobinuria
-          Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
Studi Imaging :
-          Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner
-          Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal
Tes lain :
-          Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersial tersedia alat yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya (seperti Stryker pressure monitor). Pengukuran tekanan kompartemen diindikasikan jika terdapat pembengkakan yang signifikan, nyeri yang sangat hebat yang menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi muncul pada ekstremitas yang tergigit

TINDAK LANJUT
Perawatan pasien lebih lanjut di rumah sakit  :
Pengiriman pasien ke rumah sakit sudah menjadi hal rutin untuk setiap kasus envenomasi.
Untuk kasus gigitan kering dari ular viper, observasi di instalasi gawat darurat selama 8-10 jam; namun, hal ini sering tidak mungkin dilaksanakan. Pasien dengan envenomasi yang berat membutuhkan perawatan khusus di ICU untuk pemberian produk-produk darah, menyediakan monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi jalan nafas. Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam. Buat evaluasi serial untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan sindrom kompartemen. Tergantung pada skenario klinik, ukur tekanan kompartemen setiap 30-120 menit. Fasciotomy diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40 mm Hg. Tergantung dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah, jumlah trombosit, dan level fibrinogen


PENCEGAHAN GIGITAN ULAR
Secara umum ular akan merasa terancam apabila bertemu dengan manusia dibandingkan manusia itu sendiri, alasannya adalah ular mengigit karena merasa terancam dan bertujuan untuk melarikan diri. Sebagian ular akan lebih menjadi aktif apabila merasa terpojok atau merasa takut, oleh karena itu, jangan membunuh ular bila tidak terpaksa sebab banyak penderita yang tergigit akibat kejadian semacam itu. (IPD UI) Beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan sebagai pencegahannya antara lain:
  • Sercara umum orang dapat melakukan pencegahan yang terbaik dari gigitan ular dengan menggunakan sepatu ketika bekerja dekat dengan ular atau mendaki gunung. Celana panjang juga dapat menurunkan keparahan dari gigitan ular.  Pada negara dengan populasi ular yang tinggi diusahakan jangan berjalan dengan telanjang kaki pada saat berada di hutan ataupun semak-semak
  • Jangan mencoba menangani, menangkap, atau menggoda ular berbisa atau ular identitas tidak diketahui. Di AS, sekitar 40% dari gigitan ular terjadi ketika korban mencoba untuk menangkap ular atau menangani ular dengan tidakan yang ceroboh.
  • Buat suara (atau lebih tepatnya vibrasi di sekeliling – ular merupakan hewan yang tuli, tapi bereaksi terhadap getaran). Pukul-pukul dengan cabang atau ranting pohon sekitar 3 – 5 langkah ke depan, dan tetap berdiri beberapa saat sebelum mengambil langkah berikutnya. Mayoritas ular akan menghindar jika diberi kesempatan. Pengecualian pada ular Taipan Australia yang agresif, yang dapat tiba-tiba menggigit tanpa bisa diprediksi
  • Gigitan ular sering dihubungkan dengan pengunaan alkohol. Pengunaan alkohol dapat memperlemah daya tahan tubuh seseorang, membuat gangguan kondisi kesadaran, sehingga membuar orang lebih berani memegang ular tanpa kewaspadaan yang tinggi. Selain itu jg alkohol dapat menurunkan koordinasi sehingga meningkatkan kemungkinan kecelakaan tergigit ular.
  •  Hindari berpergian ke wilayah yang berular saat gelap. Jika sangat penting, bawa serta obor yang terang. Ular lebih menghindari cahaya terang dan getaran.
  • Jika bertemu dengan ular, tetap berdiri tegak. Ular secara instingtif akan menghindar dan kebanyakan ular menyerang objek yang bergerak.
  • Jika menemukan ular ‘mati’, pastikan ular benar-benar mati. Banyak orang telah tergigit dua atau tiga kali oleh ular ‘mati’. Jika seseorang tergigit, pastikan ular yang menggigit telah benar-benar mati dan bawa serta untuk identifikasi, tapi pegang di bagian ekor dan tetap perhatikan kepalanya, atau lebih baik tempatkan pada suatu kantung yang bisa ditempatkan jauh dari tubuh.
  • Apabila pekerjaan atau hobi seseorang terpapar langsung dengan ular yang berbahaya, maka diperlukan pencegahan awal dengan memberikan antibisa sebelum tergigit dapat menyelamatkan nyawa. Karena tidak setiap dokter mengerti tentang  gigitan ular dan tidak setiap rumah sakit memiliki dan tahu cara untuk mendapatkan anti bisa, mengerti mengenai informasi jenis ular, jenis racun, dan pengadaan dan penggunaan antibisa  sehingga mengerti akan karakteristik ular dan anti bisa yang digunakan dapat membantu dalam pencegahan kondisi yang lebih buruk.
  • Ketersediaan serum antibisa ular untuk daerah dimana sering terjadi kasus gigitan ular.
  • Semua ular laut (Hydrophiidae) berpotensi sangat berbisa dan peneliti atau penyelam jangan mencoba melihat terlalu dekat. Biasanya ular laut muncul di pantai-pantai Asia Tenggara dan Australia.




DAFTAR RUJUKAN


1.      American Red Cross. Standartd First Aid and Personal Safety. First Edition. New York: Doubleday & Company,Inc, 1979,h.114-25
2.      David A Warrell. Guidelines for the management of snake-bites. India: World Health Organization,2010. Diunduh dari : www.who.int
3.      Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM. Penatalaksanaan Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa. Jakarta. Diunduh dari : Diunduh dari: www.pom.go.id
4.      Djoni Djunaedi. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2009.h.280-3
5.      David A Warrell. Guidelines for the Clinical Management of Snake Bite in the South-East Asia Region . India: World Health Organization,2005. Diunduh dari : www.who.int
6.      Brian James Daley. Snakebite. Amerika: Medscape, 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview
7.      Jerry R. Balentine. Snakebite. Amerika,2011. Diunduh dari : http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite%20Overview
8.      Iris Rengganis, Heru Sundaru, Nanang Sukamana, Dina Mahdi. Rejatan anafilaktik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2009.h.257-61
9.      Djoni Djunaedi. Penatalaksanaan Keracunan Bisa Kaljengking. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2009.h.278-9
10.  Jacob L. Heller. Snake Bites. Washington,2010. Diunduh dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/animalbites.html
11.  Sioux Lembaga Studi Ular Indonesia. MAKALAH PENGANTAR IDENTIFIKASI DAN PENANGANAN Ular Indonesia. Jakarta: 2009. Diunduh dari: www.siouxsnake.blogspot.com
12.  Ular – Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia available at URL : http://id.wikipedia.org/wiki/Ular
13.  Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta, Mei 1997. Hal. 99-100.
14.  Snakebite, 2005 available at URL : http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite.
15.  Daley eMedicine – Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS, 2006 available at URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm
16.  MedlinePlus Medical Encyclopedia: Snake bite, A.D.A.M., Inc. 2006 available at URL : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000031.htm
17.   MedlinePlus Medical Encyclopedia:Snakebite (poison) treatment – series… A.D.A.M., Inc. 2006, available at URL : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100141_1.htm http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100141_2.htm
18.  MedlinePlus Medical Encyclopedia: Snake bite on the finger, A.D.A.M., Inc. 2006 available at URL : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/2583.ht
19.   Snakes and snake bites, 2005 available at URL : http://www.netdoctor.co.uk/travel/diseases/snakes_and_snake_bites.htm