PREDIKSI DAN PENATALAKSANAAN KESULITAN INTUBASI TRAKEA

INTUBASI TRAKEA

PENDAHULUAN
  • Intubasi endotrakeal adalah suatu tindakan memasukkan pipa khusus kedalam trakea, sehingga jalan nafas menjadi bebas dan nafas menjadi mudah dibantu atau dikendalikan. Intubasi endotrakeal dapat dilakukan dengan memasukkan pipa dari hidung, mulut atau trakeal stoma. Meskipun jarang, kesulitan atau kegagalan intubasi dapat terjadi dalam pelaksanaanya. Dari kepustakaan didapatkan angka kegagalan adalah 1 dalam 2.000 tindakan, sedangkan pada pasien obstetri adalah 1 dalam 300 tindakan.
  • Kesulitan intubasi telah dihubungkan dengan komplikasi berat, terutama jika terjadi kegagalan intubasi. Kadang-kadang pada seorang pasien dengan jalan nafas yang sulit, ahli anestesi dihadapkan pada situasi dimana ventilasi masker sulit atau tidak mungkin dilakukan. Ini adalah salah satu kegawat daruratan yang mungkin ditemui dalam praktek anestesi. Jika ahli anestesi dapat memperkirakan pasien mana yang mungkin sulit diintubasi, ia dapat mengurangi resiko anestesi. 
  • Makalah ini meninjau tehnik-tehnik klinis yang digunakan untuk memperkirakan kesulitan intubasi dan memberi pilihan pendekatan lain untuk penatalaksanaan pasien-pasien yang sulit diintubasi.
  • Ada berbagai usaha untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan intubasi sulit. Beberapa makalah telah menyebutkan mengenai usaha intubasi berulang, penggunaan bougie atau alat intubasi lain, tetapi mungkin klasifikasi yang paling luas digunakan adalah klasifikasi oleh Cormack dan Lehane yang mengdeskripsikan pandangan laring terbaik pada laringoskopi (Gambar 1).
  • laringoskopi
    Gambar 1. Klasifikasi Pandangan Laringoskopi
    Kelas I: plika vokalis tampak seluruhnya
    Kelas II: plika vokalis hanya tampak sebagian
    Kelas III: hanya tampak epiglotis
    Kelas IV: epiglotis tidak tampak
  • Gambaran laring ini harus dicatat pada catatan medis pasien setiap saat anestesi diberikan sehingga dapat digunakan untuk keperluan di masa mendatang.
MEMPERKIRAKAN INTUBASI YANG SULIT
  • Intubasi trakea paling baik dilakukan pada posisi klasik “mencium udara pagi” dimana leher difleksikan dan terdapat ekstensi pada pernsendian kranio-servikal (atlanto-aksial). Posisi ini akan meletakkan jalan nafas bagian atas pada garis lurus pada posisi optimal untuk laringoskopi dan memungkinkan pandangan laring terbaik saat menggunakan laringoskop curved blade. Kelainan struktur tulang dan jaringan lunak dari jalan nafas bagian atas akan menyebabkan kesulitan intubasi.
RIWAYAT PENYAKIT DAN PEMERIKSAAN
  • Pasien-pasien hamil, mereka yang mengalami trauma wajah/maksila, mereka dengan mandibula kecil atau kelainan intra-oral seperti infeksi atau tumor kemungkinan besar akan sulit diintubasi.
  • Pasien yang menderita penyakit rematoid leher atau penyakit spinal degeneratif seringkali menunjukkan berkurangnya mobilitas leher yang mempersulit intubasi. Disamping itu, dapat terjadi trauma medula spinalis akibat pergerakan leher berlebihan saat usaha intubasi dilakukan. Keadaan gigi yang buruk dan ketidakmampuan membuka mulut jelas merupakan faktor penyulit lain, demikian juga dengan obesitas, dan tidak berpengalamannya ahli anestesi.
TES SKRINING SPESIFIK UNTUK MEMPERKIRAKAN KESULITAN INTUBASI
  • Riwayat keberhasilan atau kegagalan intubasi pada anestesi sebelumnya jelas merupakan hal yang bermakna. Telah dibuat sejumlah penilaian klinis spesifik untuk mencoba mengidentifikasi pasien-pasien yang sulit diintubasi. 
  • Mallampati menyarankan penggunaan sebuah tes skrining sederhana yang saat ini digunakan luas dalam bentuk yang sudah dimodifikasi yang dibuat oleh Samsoon dan Young. Pasien duduk didepan ahli anestesi dan membuka mulut lebar-lebar. Pasien kemudian dikelompokkan menurut derajatnya sesuai dengan apa yang dilihat oleh ahli anestesi (Gambar 2).
  • tes mallampati
    Gambar 2. Gambaran Pada Tes Mallampati
  • Gambaran yang diperoleh pada tes Mallampati:
    • 1. Tampak dinding fausial, palatum molle, dan uvula
    • 2. Tampak dinding fausial dan palatum molle, tetapi uvula tertutupi oleh dasar lidah
    • 3. Hanya tampak palatum molle
    • 4. Palatum molle tidak tampak
  • Secara klinis, Derajat 1 biasanya memprediksikan intubasi akan berjalan dengan mudah dan Derajat 3 atau 4 menunjukkan adanya kemungkinan besar bahwa pasien akan sulit diintubasi. Hasil tes ini dipengaruhi oleh kemampuan pasien membuka mulut, ukuran dan mobilitas lidah, serta struktur intra oral lain dan pergerakan persendian kranioservikal.
JARAK TIROMENTALIS
  • Ini adalah pengukuran yang dilakukan dari tonjolan tiroid sampai ujung rahang dengan posisi kepala ekstensi. Jarak normal adalah 6,5 cm atau lebih dan tergantung pada sejumlah faktor anatomis termasuk posisi laring. Jika jarak lebih besar dari 6,5 cm, biasanya intubasi konvensional dapat dilakukan. Jika jarak kurang dari 6 cm maka intubasi mungkin tidak dapat dilakukan.
  • Dengan mengkombinasikan Mallampati yang sudah dimodifikasi dan jarak tiromentalis, Frerk menunjukkan bahwa pasien-pasien yang memenuhi criteria Derajat 3 atau 4 Mallampati yang juga memiliki jarak tiromentalis kurang dari 7 cm kemungkinan besar akan sulit diintubasi. Frerk mengatakan bahwa penggunaan pendekatan kombinasi ini dapat memprediksikan mayoritas intubasi yang akan sulit dilakukan. Penanda 7 cm dapat digunakan (misalnya potongan pensil atau jumlah jari pemeriksa) untuk menentukan apakah jarak tiromentalis lebih besar dari 7 cm.
JARAK STERNOMENTALIS
  • Jarak ini diukur dari sternum sampai ujung mandibula dengan posisi kepala ekstensi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk ekstensi leher. Jarak sternomentalis juga merupakan tes skrining yang bermanfaat untuk prediksi pra operasi apakah intubasi akan mengalami kesulitan. Jarak sternomentalis sebesar 12,5 cm atau kurang memprediksikan kesulitan intubasi.
  • Ekstensi pada persendian atlanto-aksial harus dinilai dengan meminta pasien melakukan fleksi leher dengan mengarahkan kepala ke depan dan ke bawah. Leher kemudian dipertahankan pada posisi ini dan pasien berusaha mengangkat wajah untuk menilai ekstensi persendian atlanto-aksial. Laringoskopi dapat dilakukan secara optimal pada posisi leher difleksikan dan pada ekstensi persendian atlanto-aksial. Berkurangnya pergerakan pada persendian ini dihubungkan dengan kesulitan intubasi.
PROTRUSI MANDIBULA 
  • Protrusi mandibula adalah indikasi mobilitas mandibula. Jika pasien dapat menonjolkan gigi bawah melebihi gigi incisivus atas maka intubasi biasanya mudah dilakukan. Jika pasien tidak dapat meluruskan gigi incisivus atas dan bawah maka intubasi kemungkinan besar akan sulit dilakukan.
  • Wilson dan kawan-kawan mempelajari kombinasi faktor-faktor ini pada suatu populasi bedah dan memberi skor berdasarkan pada derajat keterbatasan membuka mulut, berkurangnya ekstensi leher, gigi yang menonjol, serta ketidakmampuan menonjolkan rahang bawah. Walaupun metode mereka dapat memprediksikan banyak kasus intubasi yang sulit, metode mereka juga memiliki insiden positif palsu tinggi (seseorang yang dinilai sebagai kasus intubasi yang sulit, tetapi ternyata mudah diintubasi pada saat diberi anestesi) yang membatasi penggunaan metode ini.
PEMERIKSAAN SINAR X
  • Telah digunakan berbagai studi untuk memperkirakan kasus intubasi yang sulit dengan menilai anatomi mandibula pada pemeriksaan sinar X. Studi-studi ini menunjukkan bahwa kedalaman mandibula mungkin memiliki arti penting, tetapi studi sinar X tidak umum digunakan sebagai tes skrining.
PENILAIAN PRA OPERASI
  • Kombinasi dari dari tes-tes diatas lebih baik daripada hanya menggunakan satu tes. Mallampati yang telah dimodifikasi, jarang tiromentalis, kemampuan menonjolkan mandibula, dan pergerakan kranioservikal mungkin merupakan skrining yang paling dapat diandalkan.
  • Kebanyakan pasien tanpa indikator intubasi yang sulit akan terbukti mudah diintubasi dibawah keadaan anestes walaupun kadang-kadang terjadi kesulitan. Mayoritas intubasi yang sulit dapat diperkirakan dengan penilaian klinis, tetapi tes-tes ini dapat salah memprediksikan intubasi yang sulit pada beberapa pasien yang ternyata mudah diintubasi.
PERSIAPAN INTUBASI
  • Ahli anestesi harus siap menangani kesulitan intubasi yang dapat terjadi setiap saat. Peralatan yang tepat harus tersedia. Peralatan ini meliputi:
    • • Laringoskop dengan berbagai blade
    • • Berbagai pipa endotrakeal
    • • Introducer untuk pipa endotrakeal (stilet atau yang lebih baik, bougie fleksibel)
    • • Jalan nafas oral dan nasal
    • • Alat pungsi krikotiroid (kanula 14 gauge dan insuflasi jet dengan oksigen tekanan tinggi adalah alat yang paling serderhana dan paling murah)
    • • Peralatan suction yang dapat diandalkan
    • • Asisten yang terlatih
    • • Jalan nafas masker laring, ukuran 3 dan 4
  • Keamanan laringoskopi dapat ditingkatkan dengan memberikan oksigenasi pasien sebelum induksi dan usaha intubasi dilakukan. Ahli anestesi harus memastikan bahwa pasien berada dalam posisi optimal untuk intubasi dan harus dapat melakukan oksigenasi pasien sepanjang saat.
  • Setelah intubasi, ketepatan letak pipa harus dipastikan dengan:
    • • Auskultasi kedua lapangan paru menggunakan stetoskop pada aksila
    • • Mengamati bahwa pipa melewati plika
    • • Berhasilnya inflasi dada pada ventilasi manual
  • Tes tambahan mencakup penggunaan alat detektor esophageal dan kapnograf (jika tersedia).
TEHNIK-TEHNIK KHUSUS UNTUK INTUBASI
  • Saat diantisipasi bahwa seorang pasien tertentu akan sulit diintubasi, ada sejumlah pilihan yang perlu dipertimbangkan. Jika mungkin, lebih baik digunakan anestesi regional daripada anestesi umum. Namun, pada pasien-pasien yang memerlukan anestesi umum dengan intubasi, dapat dipertimbangkan tehnik intubasi dalam keadaan sadar. Ini memungkinkan pasien mempertahankan jalan nafasnya sendiri dan merupakan pilihan yang paling aman.
Intubasi dalam keadaan sadar dibawah anestesi lokal
  • Tujuan tehnik ini adalah untuk menganestesi jalan nafas bagian atas menggunakan anestesi lokal untuk memungkinkan intubasi trakea dengan berbagai tehnik. Tehnik ini menghindari diperlukannya anestesi umum dan muscle relaxant untuk memudahkan intubasi. Baik intubasi nasal atau oral dapat dilakukan, walaupun jalur nasal, walaupun ada resiko perdarahan, seringkali lebih mudah. Jalur oral lebih menimbulkan rangsangan dan mungkin lebih sulit. Tehnik ini memerlukan pasien yang kooperatif dan pengalaman ahli anestesi.
  • Tehnik ini dapat dilakukan dengan menggunakan bronkoskop fleksibel fiberoptik atau fiberskop lain atau menggunakan laringoskopi direk. Pasien dipersiapkan dengan diberi penjelasan penuh mengapa mereka akan menjalani intubasi dalam keadaan sadar. Atropin 500 mcg atau glikopirolat 200 mcg harus diberikan intra muskuler setengah jam sebelum intubasi untuk mengeringkan membran mukosa, memperbaiki kerja anestesi lokal dan visibilitas. Oksigen 2-3 liter/menit harus diberikan melalui kateter nasal selama tindakan in dilakukan (kateter suction dapat dimodifikasi untuk tujuan yang sama). Pasien dapat disedasi perlahan-lahan selama tindakan ini dengan menggunakan diazepam dosis kecil (2 mg) atau sedasi intravena lain. Opioid dosis kecil mungkin juga bermanfaat.
  • Terdapat berbagai metode anestesi lokal. Hati-hati dengan dosis total anestesi lokal yang digunakan. Biasanya dianjurkan maksiman 4 mg/kg lignokain. Metode-metode anestesi yang dapat digunakan meliputi:
    • 1. “Spray as you go”. Lignokain 2-4% disemprotkan pada mukosa jalan nafas bagian atas saat mukosa terpapar pada proses intubasi berlangsung. Ini dapat dilakukan melalui sebuah dispenser khusus, atau menggunakan bolus kecil berulang dari sebuah spuit dengan kanula (bukan jarum) yang dipasang erat. Beberapa ahli anestesi memberikan injeksi 2 ml lignokain 2% melalui membran krikotiroid. Ini akan menimbulkan anestesi pada trakea dan permukaan bawah plika vokalis.
    • 2. Jika pasien direncanakan menjalani intubasi nasal, kokain (hindari penggunaannya pada pasien-pasien dengan penyakit jantung iskemik) merupakan agen anestesi pilihan untuk mukosa hidung karena kokain merupakan vasokonstriktor aktif dan mengurangi insiden perdarahan nasal. Kokain dalam bentuk pasta diletakkan dalam hidung menggunakan lidi kapas.
    • 3. Beberapa ahli anestesi menggunakan lignokain nebulisasi (4 ml lignokain 4%) dan tehnik ini dikatakan sebagai tehnik yang bermanfaat. Namun biasanya tehnik ini memerlukan suplementasi topikal dan tidak begitu bagus untuk intubasi nasal.
Setelah berhasil dilakukan anestesi jalan nafas, pasien dapat diintubasi dengan sejumlah cara.
  • Intubasi oral
    • Pasien-pasien yang dipersiapkan baik dengan anestesi yang baik seringkali dapat diintubasi dengan menggunakan laringoskop standar, tetapi laringoskop standar sangat menimbulkan rangsangan kecuali jika persiapannya sangat baik. Jika struktur laring mudah terlihat pada laringoskopi dalam keadaan sadar, dapat dilakukan induksi anestesi umum dan pasien diintubasi secara konvensional. Namun pasien-pasien yang sulit diintubasi biasanya memerlukan tehnik yang berbeda. Intubasi fiberoptik dalam keadaan sadar melalui mulut biasanya lebih sulit daripada melalui hidung karena terjadi angulasi pada saat melalui bagian belakang lidah dan disekitar epiglotis. Disamping itu, pasien mungkin menggigit endoskop kecuali digunakan suatu penghalang (bite block).
  • Intubasi nasal 
    • Intubasi nasal adalah metode terbaik intubasi dalam keadaan sadar dengan menggunakan bronkoskop fiberoptik atau fiberskop intubasi lain melalui hidung. Instrumen dimasukkan melalui hidung dan kedalam trakea dengan membawa pipa endotrakeal. Setelah instrumen masuk ke dalam trakea, pipa endotrakeal didorong ke bawah sampai mencapai posisi yang diinginkan. Alat ini memerlukan keahlian dan latihan serta tidak tersedia di banyak tempat di dunia ini dan tidak akan dibahas lebih lanjut dalam artikel ini. Namun, harus diingat bahwa ada sejumlah variasi skop fiberoptik fleksibel tipis yang dapat digunakan untuk intubasi dalam keadaan sadar, termasuk sitoskop.
    • Beberapa ahli anestesi dapat melakukan tehnik intubasi nasal membuta dimana pipa endotrakeal nasal secara hati-hati dimasukkan melalui hidung ke arah laring. Suara nafas akan terdengar dan pipa diarahkan kepada suara nafas terkeras dengan menggerakkan kepala pasien sampai pipa masuk ke dalam laring. Tehnik ini memerlukan keterampilan dan keahlian besar dar tidak dapat dilakukan jika kepala dan leher tidak dapat digerakkan.
  • Intubasi retrograd 
    • Intubasi retrograd adalah tehnik yang pertama kali dilakukan di Nigeria untuk mengintubasi pasien dengan cancrum oris. Sebuah kawat atau kateter epidural dimasukkan melalui membran krikotiroid dengan arah cephalad (menuju ke kepala) sampai keluar dari hidung atau mulut. (Pada beberapa pasien kateter dalam mulut perlu dipegang dengan sepasang forseps Magills). Pada saat ini terjadi maka terdapat kawat dari trakea sampai jalan nafas bagian atas pasien. Pipa endotrakeal kemudian diselipkan sepanjang kawat ini menuju trakea melalui jalur nasal atau oral. Pastikan bahwa oksigenasi adekuat selama prosedur ini.
    • Jika bevel (lengkungan) pipa endotrakeal berada di anterior, pipa akan tersangkut pada laring. Bevel harus berada di posterior agar pasase ke dalam laring dapat berjalan selancar mungkin. Pipa dapat mengalami obstruksi pada ketinggian epiglotis atau plika vokalis. Ada sejumlah tehnik untuk mengatasi hal ini. Kawat transtrakeal dapat digunakan untuk memandu bronkoskop fiberoptik ke dalam trakea dan kemudian pipa endotrakeal diletakkan diatas skop tersebut. Sebuah kateter berongga yang berukuran lebih besar dapat diletakkan diatas kawat ke dalam trakea dan pipa endotrakeal dimasukkan diatas kateter. Dilator ureterik sekali pakai yang memiliki rongga dan ujung akhir menipis adalah alat yang ideal untuk prosedur ini.
    • Selama melakukan tehnik ini, jika intubasi nasal diperlukan tetapi kawat keluar dari mulut, letakkan sebuah kateter lain melalui hidung, tarik keluar melalui mulut, ikat kateter pada kawat, dan kemudian tarik kawat melalui hidung.
    • Intubasi retrograd baru-baru ini berhasil digunakan untuk jalan nafas yang mengalami trauma dan penggunaan tehnik konvensional mengalami kegagalan, serta terdapat sebuah laporan baru yang mengatakan bahwa membran antara krikoid dan cincin trakea pertama juga dapat digunakan.
  • Trakeostomi dalam keadaan sadar yang dilakukan dibawah anestesi lokal adalah pemecahan terbaik jika pasien tidak mungkin diintubasi, dan anestesi regional bukan pilihan yang praktis. Tehnik ini tidak berbelit-belit, kecuali pada anak-anak, jika sedasi dengan ketamin digunakan untuk memudahkan pelaksanaan tehnik ini.
  • Jalan Nafas Masker Laring adalah alat yang sering digunakan dalam anestesi dan seringkali dapat menyediakan jalan nafas yang baik pada pasien-pasien dimana sulit dilakukan intubasi. Setelah pemasangan LMA, ahli anestesi dapat menggunakan LMA untuk mempertahankan jalan nafas selama anestesi, atau dapat menggunakannya sebagai jalur intubasi trakea.
  • Sebuah bougie elastik dari karet yang didorong kebawah sepanjang masker laring seringkali akan masuk ke dalam trakea. Pipa nasal berukuran 6 kemudian dapat dimasukkan melalui masker, sepanjang bougie, dan masker ditaring saat pipa memasuki trakea. Sayangnya, pada beberapa keadaan, pipa endotrakeal terhalang oleh fenestrasi pada ujung akhir masker laring. Tehnik ini paling baik dilakukan bersama dengan bronkoskop fiberoptik.
  • Setelah memasukkan pipa melalui masker, trakea dapat diidentifikasi dan bougie tampak melewati plika vokalis. Skop dan LMA kemudian ditarik keluar dan sebuah pipa endotrakeal dimasukkan dengan cara yang normal. alternatifnya, skop dapat dimasukkan ke dalam trakea dan pipa berukuran 6.0 dimasukkan sebelum LMA dikeluarkan. Untuk memudahkan manuver ini telah dibuat sebuah LMA intubasi khusus (Intavent Medical UK).
  • Laringoskop McCoy didesain dengan ujung yang dapat digerakkan yang memungkinkan untuk mengangkat epiglotis dan membuat intubasi lebih mudah. Laringoskop ini dibuat oleh Penlod UK Ltd.
  • Light wand adalah sebuah alat fleksibel panjang dengan cahaya terang pada ujung akhirnya dan dapat diarahkan ke dalam trakea dengan membawa pipa endotrakea. Saat alat ini masuk ke dalam trakea, cahaya dapat terlihat bersinar melalui kulit. Tehnik ini memerlukan ruang yang gelap dan lebih sulit dilakukan pada pasien-pasien dengan obesitas.
  • Pipa Combi adalah sebuah pipa yang dapat dimasukkan secara membuta dan digunakan untuk ventilasi pasien pada keadaan darurat. Alat ini didesain sedemikian rupa sehingga pipa dapat digunakan untuk ventilasi baik pipa tersebut masuk ke dalam esophagus ataupun trakea.
  • Saat dimasukkan pipa biasanya masuk ke dalam esophagus, balon berukuran besar dikembangkan, dan pasien mendapat ventilasi melalui lubang-lubang dalam faring. Jika pipa berada dalam trakea maka ventilasi dilakukan melalui pipa ini setelah cuff dikembangkan.
  • Gastroskop oral dapat digunakan jika tidak ada bronkoskop. Gastroskop oral digunakan untuk menemukan laring dan mengarahkan stilet ke dalam trakea diikuti oleh pipa endotrakeal. Alternatifnya sebuah kawat dapat dilewatkan melalui gastroskop oral ke dalam laring dan pipa dilewatkan di atas kawat tersebut.
  • Induksi anestesi dengan inhalasi dalam menggunakan oksigen dan halotan atau eter adalah tehnik yang telah digunakan luas untuk pasien-pasien yang diperkirakan sulit diintubasi. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, anestesi dapat dihentikan dan pasien disadarkan. Selama induksi, jika pasien telah berada dalam keadaan anestesi dalam dapat dilakukan laringoskopi direk. Jika laring dapat terlihat maka pasien dapat diintubasi langsung atau diberi muscle relaxant dan diintubasi. Jika laring sulit terlihat, tetapi jalan nafas mudah ditangani dan ventilasi dengan masker wajah tidak berbelit-belit, maka dapat diberikan satu dosis muscle relaxant (jika mungkin suksametonium). Kemudian dapat dicoba intubasi secara normal; jika tidak berhasil, ventilasi diteruskan menggunakan masker wajah. Jika jalan nafas mengalami obstruksi dan tidak bisa dibersihkan, maka tindakan terbaik adalah menyadarkan pasien. Jika ada kemungkinan terjadi aspirasi, induksi paling baik dilakukan engan posisi kepala menghadap ke bawah, posisi lateral kiri.
  • Metode ini adalah tehnik pilihan untuk menjaga jalan nafas pada anak-anak dengan obstruksi jalan nafas bagian atas akut, terutama mereka dengan croup atau epiglotitis.
MERENCANAKAN ANESTESI
  • Jika terdapat kemungkinan intubasi sulit dilakukan maka perencanaan yang baik penting agar anestesi dapat berlangsung dengan aman. Jika anestesi umum harus dilakukan dan anestesi regional bukan merupakan suatu pilihan, ahli anestesi harus memutuskan apakah pasien dapat dianestesi dengan aman sebelum intubasi dilakukan. Jika ada kemungkinan jalan nafas menimbulkan masalah maka intubasi dalam keadaan sadar adalah pilihan terbaik sebelum induksi anestesi umum. Selama anestesi umum pasien tidak boleh diberi muscle relaxant kecuali ahli anestesi yakin dapat melakukan ventilasi pasien.
  • Jika ahli anestesi menghadapi kesulitan yang tidak diperkirakan sebelumnya saat melakukan intubasi maka prioritasnya adalah memastikan ventilasi masker dan oksigenasi pasien yang adekuat. Percobaan intubasi endotrakeal berulang dapat menyebabkan perdarahan dan edema jalan nafas bagian atas sehingga makin mempersulit intubasi. Seringkali lebih baik menerima bahwa intubasi gagal dilakukan setelah beberapa kali percobaan intubasi dan melakukan urutan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya jika terjadi kegagalan intubasi.
  • Kegagalan intubasi. 
    • Jika intubasi tidak mungkin dilakukan, ahli anestesi harus mempertimbangkan apakah pasien disadarkan atau operasi diteruskan dibawah anestesi regional, atau apakah operasi dihentikan. Dalam situasi dimana operasi bersifat mendesak mungkin anestesi umum dapat dilakukan dibawah anestesi menggunakan masker wajah selama jalan nafas mudah dipertahankan. Jika jalan nafas tidak bisa dipertahankan dan pasien menjadi hipoksik, maka perlu dilaukan krikotiroidotomi darurat. Jika waktu memungkinkan dapat dipertimbangkan trakeostomi darurat.
  • Kegagalan ventilasi masker wajah 
    • Kegagalan ventilasi masker wajah terjadi jika pasien telah dianestesi dan biasanya mengalami paralysis serta ventilasi masker wajah ternyata tidak dapat dilakukan. Dalam hal ini maka prioritasnya adalah memastikan oksigenasi dengan sejumlah tindakan menjaga jalan nafas darurat. Ahli anestesi harus mencoba berbagai manuver termasuk chin lift, pemasangan jalan nafas oral dan/atau nasofaringeal, dan jaw thrust dengan kedua tangan. Jika tehnik-tehnik ini tidak menghasilkan ventilasi efektif, maka LMA harus dipasang. (Jika LMA tidak tersedia, dapat digunakan pipa Combi). Jika ventilasi masih gagal maka harus dilakukan krikotiroidotomi untuk memberi oksigen kepada pasien. Gunakan kanula intravena berukuran besar yang dihubungkan dengan sistem oksigen tekanan tinggi. Peralatan untuk hal ini telah tersedia secara komersial (Cook Critical Care Products). Krikotiroidotomi harus dilanjutkan menjadi trakeostomi darurat sesegera mungkin (maksimal 10-15 menit) atau pasien harus disadarkan dan memulihkan jalan nafasnya sendiri.
  • Ekstubasi pasien yang sulit diintubasi harus dilakukan dengan sangat berhati-hati. Ada kemungkinan pasien memerlukan re-intubasi jika terjadi kesulitan dengan ekstubasi, dan re-intubasi ini mungkin sulit atau bahkan tidak bisa dilakukan. Pasien harus selalu dalam keadaan sadar, kooperatif, dan dapat mempertahankan jalan nafas dan ventilasinya sendiri sebelum dipertimbangkan untuk melakukan ekstubasi. Jika ada keraguan mengenai jalan nafas, cara teraman untuk melakukan ekstubasi adalah dengan memasukkan bougie atau kawat pemandu melalui pipa endotrakeal dan melakukan ekstubasi. Pipa endotrakeal dapat dipasang lagi di atas bougie jika pasien memerlukan re-intubasi. Beberapa bougie dibuat khusus untuk tujuan ini (Cook Critical Care endotracheal tube changer bougie) dan memiliki sejumlah lubang untuk mengirim oksigen saat pergantian pipa.
PROSEDUR PRAKTIS
  • Pembawa pipa endotrakeal darurat dapat dibuat menggunakan kawat yang cukup kaku (seperti kawat gantungan baju) yang dimasukkan kedalam pipa nasogastrik. Ujung kawat harus dibuat tumpul atau ditekuk sebelum diletakkan dalam pipa. 
  • Pipa nasogastrik bertindak sebagai pelapis non traumatik untuk kawat pembawa ini. Lubang-lubang pada bagian akhir juga dapat digunakan untuk mengirim oksigen jika alat ini harus digunakan sebagai pengganti pipa. Alat ini mudah dilepaskan untuk pembersihan, pembersihan harus dilakukan dengan seksama.


BACA JUGA
SLIMING CAPSUL
Suplement pelangsing terbaik. Lulus Standard GMP (Good Manufacturing Practice) dan uji tes SGS. Pesan sekarang Juga!!!
sikkahoder.blogspot
ABE CELL
(Jamu Tetes)Mengatasi diabetes, hypertensi, kanker payudara, mengurangi resiko stroke, meningkatkan fungsi otak, dll.
sikkahoder.blogspot
MASKER JERAWAT
Theraskin Acne Mask (Masker bentuk pasta untuk kulit berjerawat). Untuk membantu mengeringkan jerawat.
sikkahoder.blogspot
ADHA EKONOMIS
Melindungi kulit terhadap efek buruk sinar matahari, menjadikan kulit tampak lenih cerah dan menyamarkan noda hitam di wajah.
sikkahoder.blogspot
BIO GLOKUL
Khusus dari tanaman obat pilihan untuk penderita kencing manis (Diabetes) sehingga dapat membantu menstabilkan gula darah
sikkahoder.blogspot


ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder
Body Whitening
Mengandung vit C+E, AHA, Pelembab, SPF 30, Fragrance, n Solk Protein yang memutihkan kulit secara bertahap dan PERMANEN!!
Sikkahoder.blogspot
PENYEDOT KOMEDO
Dengan alat ini, tidak perlu lg memencet hidung, atau bagian wajah lainnya untuk mengeluarkan komedo.
Sikkahoder.blogspot
Obat Keputihan
Crystal-X adalah produk dari bahan-bahan alami yang mengandung Sulfur, Antiseptik, Minyak Vinieill. Membersihkan alat reproduksi wanita hingga kedalam.
Sikkahoder.blogspot
DAWASIR
Obat herbal yang diramu khusus bagi penderita Wasir (Ambeien), juga bermanfaat untuk melancarkan buang air besar dan mengurangi peradangan pada pembuluh darah anus
Sikkahoder.blogspot
TERMOMETER DIGITAL
Termometer digital dengan suara Beep. Mudah digunakan, gampang dibaca dengan display LCD dan suara beep ketika selesai mendeteksi suhu.
Sikkahoder.blogspot


ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder