NEUROPATY DIABETIK
PENDAHULUAN
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus (DM). Risiko yang dihadapi pasien DM dengan ND atau nefropaty diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian, yang berakibat pada meningkatnya beaya pengobatan pasien DM dengan ND (Nefropaty diabetik).
Hingga saat ini patogenesis ND (Nefropaty diabetik) belum seluruhnya diketahui dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya ND, tetapi beberapa teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth factor. Studi prospektif oleh Solomon dkk, menyebutkan bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati juga berhubungan dengan risiko kardiovaskular yang potensial masih dapat dimodifikasi.
Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi. Mengingat terjadinya ND merupakan rangkaian proses yang dinamis dan bergantung pada banyak faktor, maka pengelolaan atau pencegahan ND pada dasarnya merupakan bagian dari pengelolaan diabetes secara keseluruhan.
Untuk mencegah agar ND tidak berkembang menjadi ulkus diabetik seperti ulkus atau gangren pada kaki, diperlukan berbagai upaya khususnya pemahaman pentingnya perawatan kaki. Bila ND disertai dengan nyeri, dapat diberikan berbagai jenis obat-obatan sesuai tipe nyerinya, dengan harapan menghilangkan atau paling tidak mengurangi keluhan, sehingga kualitas hidup dapat diperbaiki. Dengan demikian, memahami mekanisme terjadinya ND dan faktor- faktor yang berperan, merupakan landasan penting dalam pengelolaan dan pencegahan ND yang lebih rasional.
DEFINISI
Dalam konferensi neuropati perifer pada bulan Februari 1988 di San Antonio, disebutkan bahwa ND atau neuropaty diabetik adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Gangguan neuropati ini termasuk manifesti somatik dan atau autonom dari sistem saraf perifer.
Neuropati diabetik merupakan gangguan saraf pada penderita diabetes mellitus (DM) akibat penyakit DM tersebut, setelah kemungkinan penyebab lain neuropati dapat disingkirkan.
PREVALENSI
Berbagai studi melaporkan prevalensi ND atau neuropaty diabetik yang bervariasi. Bergantung pada batasan definisi yang digunakan, kriteria diagnostik, metode seleksi pasien dan populasi yang diteliti, prevalensi ND berkisar dai 12-50%. Angka kejadian dan derajat keparahan ND juga bervariasi sesuai dengan usia, lama menderita DM, kendali glikemik, juga fluktuasi kadar glukosa darah sejak diketahui DM. Pada suatu penelitian besar, neuropati simtomatis ditemukan pada 28,50% dari 6.500 pasien DM. Pada studi Rochester, walaupun neuropati simtomatis ditemukan hanya pada l3% pasien DM, ternyata lebih dari setengahnya ditemukan neuropati dengan pemeriksaan klinis. Studi lain melaporkan kelainan kecepatan hantar saraf sudah didapati pada 15,2% pasien DM baru, sementara tanda klinis neuropati hanya dijumpai pada 2,3%.
Neuropati diabetik terjadi pada sekitar 50% penderita DM. Kelainan ini dapat ditemukan pada penderita diabetes tipe I yang telah menderita DM tipe I lebih dari 5 tahun, dan pada seluruh penderita diabetes tipe II (yang umum terjadi di masyarakat adalah diabetes tipe II). Neuropati diabetik pada DM tipe II ini seringkali terjadi lebih dini dalam perjalanan penyakit.
PATOGENESIS
Proses kejadian ND atau neuropaty diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND atau neuropaty diabetik. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian ND atau neuropaty diabetik berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya DM.
Faktor Metabolik
- Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stres osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraselular menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam se1 saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf.
- Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan kofaktor penting untuk glutathion dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi niitric oxide (NO).
- Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikernia berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosiltion end products (AGEs). AGEs ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf, trrjadilah ND atau neuropaty diabetik. Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.
- Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactiye oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular.
- Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membrana basalis; trombosis pada arteriol intraneural; peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.
- Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1 memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2 memperlihatkan hasil yang positip. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berperan pada patogenesis ND. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik Neuropati diabetik adalah adanya antineural antibodies pada serum sebagian penyandang DM. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa dideteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada patogenesis ND atau nefropaty diabetik.
- NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan daiam regulasi gen substance P dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, motilitas intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada Neuropaty diabetik.
KLASIFIKASI
Neuropati diabetik merupakan kelainan yang heterogen, sehingga ditemukan berbagai ragam klasifikasi. Secara umum Neuropati diabetik yang dikemukakan bergantung pada 2 hal, pertama, menurut perjalanan penyakitnya (lama menderita DM) dan kedua, menurut jenis serabut saraf yang terkena 1esi.
Menurut perjalanan penyakitnya, Neuropati diabetik (ND) dibagi menjadi:
- Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang muncul sebagai akibat perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik sehingga masih reversibel.
- Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat kerusakan struktural serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang reversible.
- Kematian neuron/tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible. Kerusakan serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal paling banyak ditemukan, seperti polineuropati simetris distal.
- Neuropati Difus
- Polineuropati sensori-motor simetris distal,
- Neuropati otonom : Neuropati sudomotor, Neuropati otonom kardiovaskular, Neuropati gastrointestinal, Neuropati genitourinaria
- Neuropati lower limb motor simetris proksimal (amiokopi)
- Neuropati Fokal
- Neuropati kranial
- Radikulopati/pleksopati
- Entrapmentneuropathy
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis Neuropati Diabetik bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik atau sensorik atau autonom, maka manifestasi klinisnya menjadi bervariasi, diantaranya
- Mati rasa dan kesemutan pada ekstremitas
- Dysesthesia (penurunan atau hilangnya sensasi ke bagian tubuh)
- Diare
- Disfungsi ereksi
- Inkontinensia urin (hilangnya kontrol kandung kemih)
- Ketidakmampuan
- Wajah, mulut dan kelopak mata terkulai
- Visi perubahan
- Pusing
- Kelemahan otot
- Kesulitan menelan
- Pidato gangguan
- Fasciculation (kontraksi otot)
- Anorgasmia
- Terbakar atau nyeri listrik
DIAGNOSIS
Diagnosa didasarkan pada adanya gejala neuropati pada seorang penderita diabetes (IDDM lebih 5 tahun, dan semua NIDDM) dimana semua penyebab lain dari neuropati selain diabetes dapat disingkirkan. Sampai saat ini belum ada test klinis spesifik yang dapat memastikan neuropati diabetik.
Kriteria Diagnosa neuropati Diabetik :
Minimal didapat kelainan melalui pemeriksaan di bawah ini :
- Gejala klinis
- Pemeriksaan klinis
- Pemeriksaan Elektrodiagnostik
- Test sensoris kuantitatif (suhu dan vibrasi)
- Test fungsi otonom
- Berdasarkan anamnese :
- Sensorik : rasa baal, rasa panas, rasa terbakar, rasa kesemutan, rasa kesetrum, Alodonia, gambaran seperti sarung tangan/kos kaki
- Keluhan motorik : tungkai / lengan kurang kuat, sering jatuh, sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi, sulit buka stoples dll.
- Keluhan otonom : gangguan berkeringat, gangguan/disfungsi seksual : gangguan ereksi, sulit orgasme, diarrhea, sulit adaptasi dalam gelap dan terang dan keluhan hipotensi ortostatik
- Inspeksi: ulserasi pada kaki dan Charcot Joint
- Pemeriksaan Neurologik :
- pemeriksaan motorik didapat kelemahan tipe LMN
- Pemeriksaan sensorik didapat gambaran kos kaki/sarung tangan untuk rasa nyeri/suhu
- Gangguan vibrasi.
- ENMG (Elektroneuromiografi) : meliputi kecepatan hantar saraf motorik/sensorik (KHSM/KHSS)
- untuk vibrasi dan suhu dikenal dengan Quantitative Sensoric testing (QST). QST adalah tehnik untuk mengukur intensitas rangsangan yang diperlukan untuk memberi persepsi sensorik khas dimana sifat fisik serta intensitas diketahui secara tepat.
- CARDIOVASKULER
- Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure testing
- Resting heart rate
- Valsava manouver
- R - R variation (beat to beat heart rate variation)
- Eye
- Dark-adapted pupil size after total parasimpathetic testing
- Sudomotor
- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif), Penderita dibedaki dengan bedak indikator yang menjadi ungu bila basah
- Potensial kulit, Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari telapak tangan dan telapak kaki
- Sweat imprint quantitation, Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik diameter maupun distribusinya.
- Quantitative Sudomotor Axon reflex test (QSART), Mengukur respons keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus iontoforesis dari asetil kholin.
Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap : 1). refleks motorik; 2). fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filamen mono Semmes-Weinstein); 3). fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu; 4). untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiograh.
Bentuk lain ND atau neuropay diabetik yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (DAN).
- Uji komponen parasimpatis DAN dilakukan dengan : 1). Tes respons denyut jantung terhadap maneuver valsava; 2). Variasi denyut jantung (interval RR) selama napas dalam (denyut jantung maksimum- minimum
- Uji komponen simpatis DAN dilakukan dengan : 1). Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); 2). Respons tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).
PENGELOLAAN
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi pertama adalah diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin, diikuti strategi kedua dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik- baiknya, dan strategi ketiga ditujukan pada pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati diabetik setelah strategi kedua dikerjakan.
Mengingat Neuropati diabetik merupakan komplikasi kronik dengan berbagai faktor risiko yang terlibat, maka pada pengelolaan Neuropati diabetik perlu melibatkan banyak aspek, seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan parameter metabolik lain sebagai komponen tak terpisahkan secara terus menerus
Perawatan Umum/Kaki
- Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati kompresi.
- Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan ialah pengedalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala. Disamping itu pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.
- Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and Complications Trial (DCCT), Kunamoto Study dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati dapat dikurangi. Pada DCCT, kelompok pasien dengan terapi intensif yang berhasil menurunkan HbAlc dari 9 ke 7%, telah menurunkan risiko timbul dan berkemban gnya kornplikasi mikrovaskular, termasuk menurunkan risiko timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun.
- Pada studi Kumamoto, suatu penelitian mirip DCCT tetapi pada DM tipe 2, juga membuktikan bahwa dengan terapi intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk perbaikan kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang vibrasi. Demikian juga dengan UKPDS yang memberikan hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya.
- Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu terapi dapat memperbaiki atau mencegah neuropati diabetik. Namun demikian, untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik DM termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes, yaitu:
- Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa
- Penghambat ACE
- Neurotropin
- Nerve growth factor
- Brain-derived neurotrophic factor
- Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutation.
- Penghambat protein kinase C
- Gangliosides, merupakan komponen utama membran sel
- Gamma linoleic acid (GLA), suatu prekursor membran fosfolipid
- Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs
- Human intravenous immunoglobulir, memperbaiki gangguan neurologik maupun non neurologik akibat penyakit autoimun.
Pedoman pengelolaan Neuropaty Diabetik dengan nyeri, yang dianjurkan ialah:
- NSAID (ibuprofen 600mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari)
- Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malam hari, imipramin 100 mg/hari, nortriptilin 50- 150mg malam hari, paroxetine 4Omg/hari)
- Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari, karbamazepin 200mg4x/hari)
- Antiaritmia (mexilletin 150-450mg/hari)
- Topikal: capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine l mg3x/hari trans- cutaneous electrical nerve stimulation.
Edukasi
Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi, sehingga dengan kenyataan seperti itu, edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri ND. Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi pengharapan yang berlebihan. Perlu penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan dokter, dan pentingnya evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya ND pada pasien DM.
KESIMPULAN
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi konik DN dengan prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisrne patogenik ND, hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktor metabolik- merupakan dasar utarna patogenesis ND. Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pada pasien DM, yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-baiknya. Usalia mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut. Pendekatan non-farmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit bisa dicapai.