pengaruh kebisingan pada kesehatan

PENGARUH KEBISISNGAN TERHADAP KESEHATAN

Apa itu bising???

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan kerja. Bising dalam kesehatan kerja,bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kwalitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu tertentu.

Menurut permenkes RI NO : 718 / MENKES / PER / XI / 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan, BAB I pasal I (a) : kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki, sehingga menganggu dan atau membahayakan kesehatan. Menurut keputusan menteri lingkungan hidup No. Kep‐48/MENLH/11/ 1996 Pasal 1 tentang baku tingkat kebisingan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

Pengertian kebisingan terkait tempat kerja menurut Kepmenaker No 51 tahun 1999 adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses poduksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Kebisingan ditempat kerja adalah semua bunyi-bunyi atau suara-suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi di tempat kerja. Menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia mengenai kebisingan nomor 1405 / Menkes /  SK/ XI / tahun 2002 meyatakan bahwa  Tingkat kebisingan di ruangan kerja maksimal 85 dBA

Kesepakatan para ahli mengemukakan bahwa batas toleransi untuk pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat merugikan.

Klasifikasi Kebisingan

Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu :
  • Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu :
    • Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)
      • Kebisingan ini merupakan nada-nada„ murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya.
    • Kebisingan tetap (Brod band noise)
      • Kebisingan dengan frekuensi terputus dan Brod band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah brod band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada„ murni).
  • Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu :
    • Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)
      • Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
    • Intermitent noise
      • Kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah., contoh kebisingan lalu lintas.
    • Kebisingan impulsif (Impulsive noise)
      • Kebisigan ini dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori:
  • Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
  • Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara 31,5 – 8.000 Hz.
  • Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil
Kebisingan menurut Suma’mur (1995), berdasarkan sifat dan spektrum bunyi dapat dibagi sebagai berikut:
  • Bising yang kontinyu
    • Bising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus‐putus. 
    • Bising kontinyu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
      • Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut‐turut, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun.
      • Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup gas.
  • Bising terputus‐putus
    • Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung secar tidak terus‐menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api
  • Bising impulsif
    • Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon, meriam.
  • Bising impulsif berulang
    • Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang‐ulang, misalnya mesin tempa.
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas :
  • Bising yang mengganggu (Irritating noise).
    • Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
  • Bising yang menutupi (Masking noise
    • Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
  • Bising yang merusak (damaging/injurious noise)
    • Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

Sumber kebisingan
  • Di tempat kerja, sumber kebisingan berasal dari peralatan dan mesin-mesin. Peralatan dan mesin-mesin dapat menimbulkan kebisingan karena:
    • Mengoperasikan mesin-mesin produksi yang sudah cukup tua.
    • Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.
    • Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya. Misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah.
    • Melakukan modifikasi/perubahan/pergantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengidahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan.
    • Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad conection).
    • Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya.

DAMPAK ATAU EFEK KEBISINGAN TERHADAP KESEHATAN

  • Pengaruh bising terhadap kesehatan tergantung pada intesitas, frekuensi, lama paparan, jenis bising dan sensitivitas individu. Intesitas bising yang tinggi lebih menggangu dibanding intesitas bising yang rendah. Bising hilang timbul lebih menggangu dari bising kontinyu.
  • Efek kebisingan terhadap pendengaran

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING
  • Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran, yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuran sebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB)). Pegeseran ambang pendengaran ini dapat berlangsung sementara namun dapat juga menetap.
  • Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara (noise-induced temporary threshold shift) dan perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen (noise-induced permanent threshold shift).
  • Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat menimbulkan kerusakan sel-sel rambut organ Corti di telinga dalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di cochlea atau di seluruh sel rambut di cochlea.
  • Pada trauma akustik, cedera cochlea terjadi akibat rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses fisika semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel tersebut. Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran sementara atau justru kerusakan sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen.
Trauma Akustik
  • Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi suara yang sangat besar. Efek ini terjadi akibat dilampauinya kemampuan fisiologis telinga dalam sehingga terjadi gangguan kemampuan meneruskan getaran ke organ Corti. Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan langsung organ Corti. Penderita biasanya tidak sulit untuk menentukan saat terjadinya trauma yang menyebabkan kehilangan pendengaran.
Noise-Induced Temporary Threshold Shift
  • Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum suara, dan pola pajanan temporal, serta faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan (beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum pajanan.
Noise-Induced Permanent Threshold Shift
  • Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang pendengaran permanen didapatkan dari laporan-laporan dari pekerja di industri karena tidak mungkin melakukan eksperimen pada manusia. Dari data observasi di lingkungan industri, faktor-faktor yang mempengaruhi respon pendengaran terhadap bising di lingkungan kerja adalah tekanan suara di udara, durasi total pajanan, spektrum bising, alat transmisi ke telinga, serta kerentanan individu terhadap kehilangan pendengaran akibat bising.
Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal. Berikut gradasi gangguan pendengaran karenan bising itu sendiri menggunakan percakapan sehari‐hari:
Memeriksa pendengaran
  • Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea dan biasanya mengenai kedua telinga. Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau merasa keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan sering timbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada pihak keluarga.
  • Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telinga karena agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran.
  • Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan Schwabach) akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: Tes Rinne menunjukkan hasil positif, pemeriksaan Weber menunjukkan adanya lateralisasi ke arah telinga dengan pendengaran yang lebih baik, sedangkan pemeriksaan Schwabach memendek.
  • Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya diwajibkan memeriksa nilai ambang pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi akibat kebisingan atau karena sebab yang lain.
  • Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang pendengaran sementara setelah pajanan terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan pendengaran permanen.
  • Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan pendengaran adalah speech audiometry, pengukuran impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai adanya faktor psikogenik. Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada pekerja perlu dilakukan dengan cara seksama dan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam memberikan kompoensasi
GANGGUAN FISIOLOGI AKIBAT BISING
  • Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukann tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan. Di samping itu kebisingan dapat juga mengganggu “Cardiac Out Put” dan tekanan darah.
  • Pada berbagai penyelidikan ditemukan bahwa pemaparan bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi. 
  • Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Namun perlu diingat, bahwa keadaan bising di lingkungan seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti faktor fisika lain berupa panas, getaran, dan sebagainya; tidak jarang disertai juga dengan adanya faktor kimia dan biologis; mustahil untuk mengisolasi kebisingan sebagai satu-satunya faktor risiko.
  • Efek jangka pendek berlangsung sampai beberapa menit setelah pajanan terjadi, sedangkan efek jangka panjang terjadi sampai beberapa jam, hari ataupun lebih lama. Efek jangka panjang dapat terjadi akibat efek kumulatif dari stimulus yang berulang.
Efek jangka pendek
  • Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-otot berupa kontraksi otot-otot, refleks pernapasan berupa takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa takikardia, meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain gendang telinga (yang paling rentan adalah paru-paru).
Efek jangka panjang
  • Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya. 
  • Secara sederhana, berikut ini respon tubuh terhadap adanya kebisingan
  • gambar Ikhtisar Reaksi Tubuh terhadap Bising
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara yaitu:

  • Sistem internal tubuh
    • Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan seperti:
      • Kardiovaskuler (jantung, paru-paru, pembuluh)
      • Gastrointestinal (perut,usus)
      • Syaraf (urat syaraf)
      • Musculoskeletal (otot, tulang) dan
      • Endocrine (kelenjar).

Sebenarnya proses adaptasi sendiri adalah indikasi dari perubahan fungsi tubuh karenanya tidak begitu disukai.
Kebisingan yang tinggi juga dapat mengubah ketetapan
koordinasi gerakan, memperpanjang waktu reaksi dan
menaikkan respon waktu, semuanya ini dapat berkahir dengan
human error.
Pada keadaan-keadaan tertentu, kebisingan dapat
menyebabkan penurunan resistensi listrik dalam kulit,
penurunan aktifitas lambung, atau adanya bukti
elektromiographic dalam hal peningkatan tensi otot Nesswetha
pada tahun 1964 telah melakukan studi eksperimental teknis
mengenai adaptasi sistem syaraf vegetatif dan
pertimbangan-pertimbangan bahwa yang menjadi subyek
percobahan adalah mereka yang telah terbiasa dengan
kebisingan. Umumnya mereka ini memiliki sistem kompensasi
yang memungkinkan untuk bekerja pada suatu lingkungan
yang bising, dimana pada kasus subyek yang belum terbiasa
sistem tersebut harus dibentuk secara perlahan-lahan.
Peningkatan refleks-refleks labyrinthin telah dilaporkan pada
telephonist.(5)
2). Ambang pendengaran
Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih
bisa di dengar. Makin rendah level suara terlemah yang di
dengar berarti makin rendah nilai ambang pendengaran, berarti
makin baik pendengaranya. Kebisingan dapat mempengaruhi
nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara
(fisiologis) atau menetap (patofisiologis). Kehilangan
pendengaran bersifat sementara apabila telinga dengan segera
dapat mengembalikan fungsinya setelah terkena kebisingan.(5)
3). Gangguan pola tidur
Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi
istirahat yang berulang secara teratur, dan penting untuk tubuh
normal dan pemeliharaan mental serta kesembuhan.
Kebisingan dapat menganggu tidur dalam hal kelelapan,
kontinuitas, dan lama tidur.18)
Seseorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur
tetapi belum terlelap. Tiba-tiba ada gangguan suara yang akan
mengganggu tidurnya, maka orang tersebut mudah
marah/tersinggung. Berprilaku irasional, dan ingin tidur.
Terjadinya pergeseran kelelapan tidur dapat menimbulkan
kelelahan.







Faktor Penyebab Kebisingan
  • Beberapa faktor yang berkaitan dengan kebisingan (Nasri, 1997), yaitu :
    • Frekuensi
      • Frekuensi adalah satuan getar yang dihasilkan dalam satuan waktu (detik) dengan satuan Hz. Frekuensi yang dapat didengar manusia 20‐20.000 Hz. Frekuensi dibawah 20 Hz disebut Infra Sound sedangkan frekuensi diatas 20.000 Hz disebut Ultra Sound. Suara percakapan manusia mempunyai rentang frekuensi 250 – 4.000 Hz. Umumnya suara percakapan manusia punya frekuensi sekitar 1.000 Hz.
    • Intensitas suara
      • Intensitas didefinisikan sebagai energi suara rata‐rata yang ditransmisikan melalui gelombang suara menuju arah perambatan dalam media.
    • Amplitudo
      • Amplitudo adalah satuan kuantitas suara yang dihasilkan oleh sumber suara pada arah tertentu.
    • Kecepatan suara
      • Kecepatan suara adalah suatu kecepatan perpindahan perambatan udara per satuan waktu.
    • Panjang gelombang
      • Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh perambatan suara untuk satu siklus.
    • Periode
      • Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo, satuan periode adalah detik.
    • Oktave band
      • Oktave band adalah kelompok‐kelompok frekuensi tertentu dari suara yang dapat di dengar dengan baik oleh manusia. Distribusi frekuensi‐frekuensi puncak suara meliputi Frekuensi : 31,5 Hz – 63 Hz – 125 Hz – 250 Hz – 500 Hz – 1000 Hz – 2 kHz – 4 kHz – 8 kHz – 16 kHz.
    • Frekuensi bandwidth
      • Frekuensi bandwidth dipergunakan untuk pengukuran suara industri.
    • Pure tune
      • Pure tone adalah gelombang suara yang terdiri yang terdiri hanya satu jenis amplitudo dan satu jenis frekuensi
    • Loudness
      • Loudness adalah persepsi pendengaran terhadap suara pada amplitudo tertentu satuannya Phon. 1 Phon setara 40 dB pada frekuensi 1000 Hz
    • Kekuatan suara
      • Kekuatan suara satuan dari total energi yang dipancarkan oleh suara per satuan waktu.
    • Tekanan suara
      • Tekanan suara adalah satuan daya tekanan suara per satuan

Baku Mutu Tingkat Kebisingan
  • Menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
  • Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor No. KEP‐ 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, bahwa baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan

Pengukuran Tingkat Kebisingan
  • Ada tiga cara atau metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja:
    • Pengukuran dengan titik sampling
      • Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevalusai kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya Kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan.
    • Pengukuran dengan peta kontur
      • Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan yang tinggi diatas 90 dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85 – 90 dBA.
    • Pengukuran dengan Grid
      • Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi yang di inginkan. Titik–titik sampling harus dibuat dengan jarak interval yang sama diseluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberpa kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya : 10 x 10 m. kotak tersebut ditandai dengan baris dan kolom untuk memudahkan identitas.

Metode Pengukuran kebisingan
  • Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara:
    • Cara Sederhana
      • Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB(A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.
    • Cara Langsung
      • Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh) menit.
  • Alat yang dipergunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM).
  • Metode pengukuran kebisingan :
    • Melakukan kalibrasi sebelum alat sound level meter digunakan untuk mengukur kebisingan, agar menghasilkan data yang valid. Alat dikalibrasi dengan menempatkan kalibrator suara (pistonphon) pada mikrofon sound level meter pada frekuensi 1 kHZ dan intensitas 114 dB, kemudian aktifkan dengan memencet tombol ’’ON’’, kemudian putar sekerup (ke kanan untuk menambah dan kekiri untuk mengurangi) sampai didapatkan angka 114.
    • Mengukur kebisingan bagian lingkungan kerja, dengan cara alat diletakkan setinggi 1,2 sampai 1,5 meter dari alas lantai atau tanah pada suatu titik yang ditetapkan.
    • Angka yang terlihat pada layar atau display dicatat setiap 5 detik dan pengukuran dilakukan selama 10 menit untuk setiap titik lingkungan kerja.
    • Setelah selesai alat di matikan dengan menekan tombol ”OFF”.
    • Data hasil pengukuran, kemudian dimasukkan ke rumus:
      • Leg = 10 log 1/N [(n1 x 10 L1/10) + (n2 x 10 L2/10) + ... + (nn x 10 Ln/10)]
      • Keterangan:
        • Leg = Tingkat kebisingan ekivalen (dB)
        • N = Jumlah bagian yang diukur
        • Ln = Tingkat kebisingan (dB)
        • nn = Frekuensi kemunculan Ln (tingkat kebisingan)