Disentri basiler ( Diare disertai darah ) : Gejala dan Pengobatannya

DISENTRI BASILER


Apa itu dysentri basiler??
  • Disentri basiler atau shigellosis adalah suatu infeksi akut pada usus besar sehingga menyebabkan peradangan yang disebabkan kuman dari genus shigella. Shigella adalah bakteri berbentuk batang non-motil (tidak bergerak) dan merupakan bakteri gram negatif yang termasuk dalam Famili enterobacteriaceae dan sebernarnya bakteri ini dalam keadaan normal hidup diusus, tidak menimbulkan penyakit. Bakteri ini baru dapat menyebabkan penyakit jika terjadi perubahan-perubahan pada kekebalan tubuh penderita atau jumlah bakterinya berlebihan barulah dapat menyebabkan gangguan peradangan pada usus besar yang dikenal dengan disentri basiler.
  • Disebut disentri basiler karena penyebab disentri ini adalah oleh bakteri shigella yang berbentuk batang (basil), karena ada juga disentri yang disebabkan oleh parasit usus entamoeba histolytica yang dikenal dengan disentri ameba. Disentri basiler akan menimbulkan gejala-gejala (sindrome) mulai dari ringan sampai berat berupa buang air besar yang sering (diare) dengan bentuk tinja yang mula-mula lunak disertai cairan lalu mengandung pus, lendir dan bahkan mengandung darah dalam tinja disertai rasa nyeri atau kram perut (mulas) akibat spasme atau kontraksi lapisan otot usus, tenesmus (rasa nyeri pada anus pada saat buang air besar) dan gejala-gejala intoksikasi. Biasanya penyakit ini jika dalam keadaan ringan dapat sembuh dengan sendirinya dalam 2-7 hari, namun pada anak-anak, orang tua atau pasien imunocompromisse atau pasien dengan daya tahan tubuh yang menurun seperti pasien HIV/AIDS, dapat meninggal akibat dehidrasi. Mekanisme penyembuhan sendiri ini sampai sekarang kurang dipahamin secara jelas, dan tidak berhubungan dengan pembentukan antibody di serum sebab bakteri ini tidak beredar atau tidak terdapat didalam darah, namun di duga berhubungan dengan sel pembentuk antibody di lamina propia lapisan usus (IgA). Setelah sembuh biasanya penderita akan menjadi carrier (sama dengan penyakit tyfus) untuk waktu yang relative singkat. Dikatakan carrier berarti orang tersebut tidak menunjukan gejala klinis, namun dapat menularkan penyakit kepada orang lain.

Apa itu bakteri shigella penyebab disentri??
  • Bakteri shigella sp merupakan kuman enterik (kuman yang hidup di usus), yang sebenarnya dalam keadaan normal hidup diusus manusia, dan dapat menimbulkan penyakit jika daya tahan tubuh kita lemah ataupun jumlah bakterinya berlebihan, biasanya jumlahnya lebih dari 200 kuman untuk menyebabkan sakit disentri basiler. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit ini. Bakteri shigella jika dalam klasifikasinya termasuk dalam famili Enterobacteriaceae karena sifat genetic yang saling berhubungan, tetapi dimasukan kedalam genus tersendiri yaitu genus Shigella. Sampai saat ini terdapat 4 grup spesies dari genus shigella berdasarkan persamaan antigen dan sifat biokimiawinya yaitu Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Shigella bondii dan Shigella sonnei. Setiap spesies grup dibagi lagi menjadi beberapa serotype berdasarkan komponen minor antigen O. Terdapat 43 serotipe O dari Shigella. Shigella sonnei adalah satu-satunya spesies yang memiliki serotipe tunggal, sedangkan dysentriae mempunyai 10 serotype, dimana serotype 1 disebut Shigella shigae, ini yang paling parah menyebabkan gejala klinis. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda.
  • Spesies Shigella merupakan kuman berbentuk batang, berukuran kira-kira 0,5-0,7umx2-3um, pada pewarnaan gram bersifat gram negative, tidak berflagel sehingga tidak bisa bergerak (inmotil), berkapsul dan tidak berspora. Sifat pertumbuhannya adalah aerob dan fakultatif anaerob (membutuhkan oksigen), dengan pH pertumbuhan 6,4-7.8 pada suhu pertumbuhan optimum (suhu dimana bakteri tumbuh sebaik-baiknya) 37 derajat celcius kecuali S. soneii yang dapat tumbuh pada suhu 47 derajat celcius. Pada reaksi biokimiawi bakteri tidak meragi laktosa kecuali S. soneii yang meragi laktosa secara lambat 4-7 hari sehingga hasil awal masih negatif, pada peragian glukosa tidak membentuk gas. Bakteri ini negative terhadap sitrat, urease, manitol dan voges proskauer (vp). Pada reaksi bakteri untuk menghasilkan indol dari triptofan bervariabel (ada postif dan ada yang negative). Sifat koloni kuman adalah sebagai berikut : koloni lebih kecil, pada pembenihan diferential dan selektif koloni Nampak halus, tidak berwarna yang menandakan laktosa negative.
  • Shigella spesies kurang tahan terhadap agen fisik dan kimia diabanding Salmonella, tahan dalam 0,5% fenol selama 5 jam dan dalam 1 % fenol dalam setengah jam. Tahan dalam es selama 2 bulan, dalam laut selama 2-5 bulan. Toleran terhadap suhu rendah dengan kelembapan cukup. Garam empedu konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan strain tertentu. Kuman akan mati pada suhu 55 derajat celcius. Infeksi ringan biasanya disebabkan oleh bakteri spesies Shigella soneii sedangkan pada infeksi yang berat disebabkan oleh spesies Shigella dysentriae terutama Shigella dysentriae serotype 1 yaitu Shigella shigae.
Bagaimana bakteri shigella sp dapat menyebabkan disentri basiler??
  • Bakteri Shigella merupakan bakteri patogen atau menyebabkan ganguan klinis pada usus besar dan dikenal sebagai bakteri penyebab disentri basiler. Bakteri ini sebenarnya merupakan floura normal usus, jadi dalam keadaan nomal, bakteri ini akan terdapat dalam usus, namun jika kondisi daya tahan tubuh menurun dan jumlah bakteri yang berlebihan, maka akan menyebabkan gejala klinis dan pada keadaan ini kuman akan terdapat dalam tinja di dalam ulkus atau perlukaan diusus besar dalam jumlah yang banyak, kadang-kadang kuman sampai pada kelenjar getah bening tetapi kuman ini tidak sampai kedalam darah. Jadi kuman ini tidak terdapat didalam darah.
  • Genus bakteri Shigella ini mempunyai kemampuan menginvasi sel epitel intestinal (sel epitel usus) dan menyebabkan infeksi dalam jumlah lebih dari 200 organisme. Kuman menembus masuk kedalam lapisan sel permukaan mukosa usus besar didaerah ileum terminal dan kolon, dan pada lapisan epitel tersebut kuman akan memperbanyak diri. Sebagai reaksi tubuh, maka kuman yang masuk akan mendapatkan perlawanan dari system imun kita sehingga timbul reaksi peradangan yang hebat. Radang terutama terdapat di daerah ileum dan kolon berupa radang akut. Karena Shigella tidak masuk kedalam darah, makanya tidak terjadi bakteremia, melainkan hanya toksinemia, dimana kuman hanya tetap pada tempatnya dan merusak jaringan dengan toksinya.. Shigella membentuk toksin atau racun berupa enterotoksin dan eksotoksin yang neurotokisn dan sitotoksin. Diduga enterotoksin bertanggung jawab terhadap kejadian watery diarrhea pada keadaan dini keluhan klinis, sedangkan keterlibatan eksotosin dalam perjalanan penyakit belum begitu jelas. Jarang terjadi organisme menembus dinding usus dan menyebar ke organ tubuh yang lain.
  • Akibat peradangan yang terjadi, bila infeksi ringan maka hanya terdapat endema (bengkak), hiperemi (kemerahan) dan infiltrasi sel radang mendadak pada lapisan mukosa dan sub mukosa ileum terminal dan kolon. Bila infeksinya lebih parah maka akan terjadi perdarahan dinding usus, nekrosis atau kematian sel di lapisan mukosa dan submukosa dengan pembentukan pseudomembran yang terdiri atas fibrin dan sel-sel radang yang telah nekrotik (mati) yang berwarna kuning tengguli atau kehijauan pada pemeriksaan patologik. Jika pseudomembran itu terlepas atau mengelupas maka timbulah tukak atau perlukaan atau ulkus yang dangkal (superficial) dengan berbagai bentuk dan ragam tanpa lokalisasi tertentu. Perlukaan tersebut mula-mula kecil kemudian membesar dengan batas-batas yang jelas dan tepi tidak bergaung dengan dasarnya mengandung jaringan nekrotik. Selaput lendir diantara tukak atau ulkus atau perlukaan itu akan ikut meradang dan hiperplastik, hingga tampak menebal atau tumbuh tonjol-tonjol (papilomatosa) dan disebut “pseudopolyp”
  • Proses pembentukan ulkus atau perlukaan yang telah dijelaskan diatas, sebenarnya melalui dua mekanisme pembentukan yaitu yang pertama melalui penetrasi kuman langsung kedalam sel epitel dan lapisan lamina propia kolon atau ileum terminal (lamina propia merupakan susunan lapisan yang terdapat pada lapisan mukosa usus). Sedangkan mekanisme yang kedua yaitu melalui multiplikasi atau perbanyakan kuman di lapisan lamina propia sebagai focus infeksi, akhirnya terjadi kerusakan jaringan yang disebabkan oleh toksin setempat yang dikeluarkan oleh bakteri. Pada bakteri Shigella dysentriae type 1 atau Shigella shigae toksin yang dikeluarkan merupakan eksotosin yang termolabil yang dapat menyebabkan intoksikasi (keracunan), dimana pada kasus yang berat akan sampai ke otak dan terjadi meningismus dan koma, sehingga infeksi Shigella shigae harus diobati dengan antibiotic.
  • Secara mikroskopis dinding usus mengandung sangat banyak leukosit, berbeda dengan penyakit thypus abdominal yang hanya mengandung sel-sel mononukleus. Lapisan Submukosa sangat menebal sedangkan pada dasar tukak tampak banyak kuman gram negative. Tampak pula kemerahan (hiperemi) dengan pembuluh-pembuluh yang mengandung thrombus serta tanda-tanda perdarahan setempat. Sel-sel kripta membentuk mucin atau lendir yang berlebihan dan membentik kista mucin halus-halus yang mengandung kuman shigella dan jika memecah dapat menyebabkan re-infeksi. Penyembuhan disertai pembentukan jaringan granulasi dan diatasnya tumbuh lagi epitel selapis tanpa kelenjar. Penyembuhan tukak tukak atau perlukaan yang dalam meninggalkan jaringan parut atau cicatrix yang dapat menyembabkan stenosis atau penyumbatan (jadi dinding usus kita rusak). Penyembuhan spontan ini dapat terjadi 2-7 hari terutama pada penderita dewasa yang sehat sebelumnya, namun pada anak-anak dan orang tua serta penderita dengan system imum yang kurang penyakit ini berlangsung lama.
  • Rasa nyeri, tenesmus (nyeri waktu BAB) dan diare disebabkan oleh radang akut pada usus besar (kolon), darah dan lendir atau musin dalam tinja adalah akibat perlukaan atau tukak, sedangkan eksotosin berupa neurotropik di duga berperan dalam disentri karena dapat menyebabkan neuritis, perdarahan halus pada susunan saraf pusat, radang sendi (arthritis non suppurativa). Pada anak-anak dapat terjadi prolaps rectum, jarang menyebabkan perforasi atau abses-abses pada alat tubuh yang lain.
Bagaimana epidemologi atau penyebaran penyakit disentri basiler??
  • Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak dibawah umur 5 tahun. Kuman penyakit disentri basiler didapatkan di mana-mana di seluruh dunia, tetapi kebanyakan ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang yang kesehatan lingkungannya masih kurang.
  • Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for disease control and preventiv (CDC). Hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia dari juni 1998 sampai dengan november 1999 dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella.
Bagaimana cara infeksi dan penularan disentri basiler??
  • Bakteri Shigella yang merupakan kuman penyebab disentri basiler memasuki host atau dalam hal ini manusia melalui mulut. Karena secara genetik bertahan terhadap Ph yang rendah, maka kuman dapat melewati barrer asam lambung. Secara endemik pada daerah tropis penyebaran melalui air yang tercemar oleh tinja pasien, makanan yang tercemar oleh lalat, dan pembawa hama atau carrier. Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja dengan teliti karena basil shigella mudah mati untuk itu diperlukan tinja yang baru.
 
disentri
Daur hidup Shigella penyebab disentri
  • Basil disentri tidak ditemukan di luar rongga usus dan tidak merusak selaput lendir. Kelainan pada selaput Lendir disebabkan oleh toksin kuman. Lokasi usus yang terkena adalah usus besar dan dapat mengenai seluruh usus besar, dengan kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedangkan pada ileum hanya ditemukan hiperemik saja. Pada keadan akut dapat fatal ditemukan mukosa usus hiperemis, lebam dan tebal, nekrosis superfisial tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan adanya infiltrat, tetapi tidak pernah berbentuk ulkus bergaung seperti pada disentri amueba. Selaput lendir yang rusak ini mempunyai warna yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput tebalnya sampai sekitar 1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.
Apa saja gejala klinis atau keluhan penyakit disentri basiler??
  • Masa tunas penyakit ini berlangsung dari bebera jam sampai 3 hari. Jarang lebih dari 3 hari. Mulai terjangkit sampai timbulnya gejala biasanya berlangsung cepat, sering secara mendadak, tetapi dapat juga timbul secara perlahan-lahan. Gejala yang timbul bervariasi dimana defekasi atau buang air besar sedikit demi sedikit dan terjadi terus menerus, sakit perut dengan rasa kolik dan mejan, muntah-muntah, sakit kepala. Sifat kotoran mulanya sedikit-sedikit sampai isi usus terkuras habis, selanjutnya pada pasien ringan masih dapat mengeluarkan cairan, sedangkan bila keadaan berat, tinja akan berlendir dengan warna kemerah-merahan (red currant jelly) atau lendir yang bening dan berdarah dan bersifat basa. Secara mikroskopis didapat sel-sel pus, sel-sel darah putih atau sel darah merah, sel makrofag yang besar, kadang dijumpai entamoeba coli. Suhu badan bervariasi dari rendah sampai tinggi, nadi cepat dan gambaran sel-sel darah tepi tidak mengalami perubahan.
  • Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari ringan, sedang sampai berat. Bentuk yang berat (fulminating case), biasanya disebabkan oleh S. Dysentriae terutama serotype 1 yaitu S.shigae. Berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, rejatan septik dan dapat cepat meninggal bila tidak cepat ditolong. Kadang-kadang gejalanya tidak khas dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan. Pada kasus berat ini gejala-gejalanya timbul secara mendadak dan dapat berat dengan pengeluaran tinja yang banyak berlendir dan berdarah serta ingin berak yang terus menerus. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang atau elasitas kulit berkurang karena dehidrasi. Mukanya menjadi warna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat (hemokosentrasi).
  • Sakit perut terutama dibagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Didaerah anus terjadi luka dan nyeri, kadang-kadang timbul prolaps recti. Prolaps Recti adalah kondisi medis yang ditandai dengan terabanya benjolan pada anus akibat turunnya rektum (bagian dari usus besar yang mengarah ke anus, dimana materi tinja melaluinya untuk keluar dari tubuh) sebagai akibat melemahnya otot-otot dan ligamen-ligamen yang menahan di tempatnya. Benjolan biasanya terasa sewaktu bersin atau batuk, berdiri atau berjalan atau sewaktu defekasi. Pada kasus berat, rektum dapat timbul di luar anus, menyebabkan nyeri. Bila ada haemorhoid yang biasanya tidak timbul akan lebih mudah muncul keluar. suhu badan tidak khas biasanya lebih tinggi dari 39 derajat celcius tetapi bisa juga subnormal. Nadi cepat halus, muntah-muntah. Nyeri otot dan kejang kadang-kadang ada. Perkembangan selanjutnya berupa keluhan-keluhan yang bertambah berat, keadaan umum memburuk, inkontinensia urin dan alvi (ketidak mampuan menahan BAK atau BAB), gelisah tapi kesadaran masih tetap baik, kelainan-kelainan menjadi bertambah berat. Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi, dan keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama, penyembuhan yang cepat jarang terjadi.
  • Bentuk yang Sedang. Keluhan dan gejala bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah atau lendir.
  • Bentuk yang ringan. Keluhan-keluhan atau gejala tersebut diatas lebih ringan.
  • Bentuk yang menahun. Terdapat serangan seperti bentuk akut secara menahun. Bentuk ini jarag sekali bila mendapat pengobatan yang baik.
Gambaran Endoskopi
  • Gambaran endoskopi,memperlihatkan mukosa hemoraghik yang terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada dibagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segment proksimal usus besar.
Komplikasi dan gejala sisa yang timbul dari disentri basiler
  • Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler, terjadi pada pasien yang berada di negara yang masih berkembang dan sering kejadian ini dihubungankan dengan infeksi oleh s. dysentriae tipe 1 dan s.flexineri pada pasien dengan keadaan gizi yang buruk. Misalnya bakteriemia tercatat 8% dari seluruh pasien disentri basiler yang dirawat. Adanya bakterimia akan menyebabkan angka kematian yang tinggi pada pasien yang berumur kurang dari 1 tahun. Faktor lain yang memperberat bakterimia di Amerika serikat yaitu apabila pasien dengan acquired immunodefiency syndrome (AIDS).
  • Komplikasi lain disentri basiler oleh infekasi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome (HUS). Biasanya hus ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, pada saat disentri basilernya mulai membaik. Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula dengan HUS ini terjadi reaksi leukemoid (leukosid lebih dari 50.000 permikro/liter). Terombositopenia (30.000-100.000 trombosit per mikroliter). Juga dapat timbul hiponatremia dan hipoglikemik berat. Bisa pula timbul gejala susunan saraf pusat, termasuk disini keluhan ensefalopaty, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
  • Selanjutnya pada disentri basiler, dapat timbul komplikasi berupa artritis, yang biasanya timbul pada masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut, biasanya dihubungkan dengan infeksi S.flexneri. Kelainan ini dapat terjadi pada kasus yang ringan, dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan dapat sempurna, sedangkan keluhan artritis ini dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Stenosis terjadi bila ulkus pada usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini jarang terjadi, biasanya timbul setelah serangan D.dysentriae yang toksik. Iritis dan iridoksitis biasanya timbul bersama artritis. Perlu diingat bahwa kejadian arthritis atau  atau radang persendian ini hanya terjadi pada invidu dengan gen tertentu saja.
  • Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi. Peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlengketan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa tempat mempunyai angka kematian yang tinggi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid atau wasir
Diagnosa banding atau penyakit yang mirip disentri basiler
  • Diagnosa banding disendri basiler ialah radang kolon yang disebabkan oleh kuman enterohemoraghik dan enteroinvasif E. Coli, compylobacter jujeni, salmonella entereditis serotype, yersenia enterocolitica, clostridium difficile dan protozoa entamoeba histolyca. Diagnosa banding yang tidak berhubungan dengan inflamasi atau peradangan kolon (usus besar) yaitu kolitis ulseratif atau chron’s colitis.
Diagnosis disentri basiler dengan cara khusus
  • Pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakan diagnosa disentri basiler adalah pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab juga untuk amoeba dan kista ameba serta biakan hapusan (rectal swab). Metode diagnostik lainya adalah polymerase chain reaction (PCR) yang spesifik dan sensitif tetapi belum dipakai secara luas. Pemeriksaan enzim immunoassay dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang terinfeksi dengan S. dysentriae type 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli. Pada stadium dilakukan pengerokan daerah sigmoid, untuk pemeriksaan sitologi (sigmoidokopi). Aglutinasi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi antibody sangat kompleks dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.
  • Yang perlu diingat, jika bahan pemeriksaannya mengunakan tinja segar, dalam hal ini harus perlu diperhatikan bahwa kuman shigella hidupnya singkat sekali dan peka terhadap asam-asam yang ada didalam tinja, sehingga jarak waktu sejak pengambilan bahan yang ada didalam tinja sampai penanaman dilaboratorium harus sesingkat mungkin. Dalam keadaan dimana specimen tidak dapat dikirim secepatnya kelaboratorium sebaiknya digunakan medium transport.
PROGNOSIS
  • Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah.
Cara pengobatan Disentri Basiler
  • Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat mencegah atau memperbaiki dehidrasi, dan pada kasus yang berat diberikan antibiotik.
Cairan dan elektrolit
  • Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita akan menurun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu, atau dapat juga oralit. Jika penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.
Diet makanan
  • Dapat diberikan makanan lunak sampai frekuensi beak kurang dari 5 kali/hari kemudian diberikan makanan ringan biasanya bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik
  • Penggunaan antibiotic mengurangi beratnya penyakit maupun angka kematian, walaupun banyak penderita yang tidak merasa perlu ke dokter karena penyakit ini memang dapat sembuh sendiri (kecuali infeksi berat yang biasanya disebabkan oleh Shigella shigae yang butuh antibiotik). Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosa shigelosis, maka pasien diobati dengan antibiotik. Jika setelah dua hari pengobatan menunjukan perbaikan, maka terapi dilanjutkan sampai lima hari. Jika dengan pengobatan dengan antibiotik yang kedua, paien tidak menunjukan perbaikan diagnosis harus di tinjau ulang dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis tinja, kultur dan resistensi mikroorganisme.
  • Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramphenikol dan tetrasiklin hampir universal terjadi dan banyak shigella saat ini resistens terhadap ampisilin dan sulfametoksazol. Situasi pada tiap wabah penyakit ini menimbulkan resistensi yang berbeda-beda, karena itu pada wabah sebaiknya disiapkan obat khusus yang hanya diberikan pada pasien-pasien yang gawat. Sangat ideal bila di setiap kasus dilakukan uji resistensi terhadap kuman penyebabnya tetapi tindakan ini akan menyebabkan pengobatan dengan antibiotik menjadi tertunda.
  • Kuman shigella biasanya resisten terhadap amphisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap amphisilin masih peka, maka masih dapat digunakan, dosis yang diberikan adalah4x500mg/hari, selama 5 hari. Begitupula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2x960mg/hari selama 3-5 hari. Amoksilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler, karena tidak efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makroloid azithromisin berhasil baik untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2x500mg/hari selama 3 hari. Pengobatan dengan pemberian obat siprofloksasin pada wanita hamil merupakan suatu kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil. Dosis azitromisin yang dianjurkan adalah 1 gram dosisi tunggal dan untuk sefiksim 400mg/hari selama 5 hari.
  • Dinegara-negara berkembang dimana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3x1g/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotik yang dianjurkan dalam pengobatan stadium karier disentri basiler. Obat-obat antispasmodik (misal tinktura beladona) dapat menolong dalam pengobatan bila terjadi kram yang berat. Obat-obat yang menghambat peristaltik usus seperti paregorik, difenoksilat dan loperamid belum jelas penggunaannya dalan fase permulaan disentri basiler. Obat-obat ini mempunyai efek membantu dalam membatasi diare. Obat-obat ini tidak diindikasikan pada fase disentri.
Pencegahan Disentri Basiler
  • Belum ada rekomendasi pemakaina vaksin untuk shigella. Penularan disentri basiler dapat dicegah dengan lingkungan yang bersih dan diri yang bersih. Membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih dapat mengurangin penularan disentri basiler. Pengobatan antibiotik tidak dianjurkan untuk karrier yang asimtomatik.

DEMAM KUNING (YELLOW FEVER) : PENYEBAB, GEJALA DAN PENGOBATAN

DEMAM KUNING (YELLOW FEVER)


Apa itu Demam Kuning??
  • Demam kuning (Yellow fever) adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus yellow fever yang ditularkan oleh nyamuk yang terinfeksi virus (Aedes aegypti, dan spesies lain) ke inang atau host dalam hal ini adalah manusia dan primata (monyet) yang menyebabkan kerusakan pada saluran hati, ginjal, jantung dan sistem pencernaan. Penyakit ini dapat menyebabkan berbagai gejala klinis seperti demam, mual, nyeri dan dapat berlanjut ke fase beracun yang terjadi setelah itu, ditandai dengan kerusakan hati dengan jaundis atau ikterik atau kulit menjadi berwarna kuning, gagal ginjal, meningitis dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian. 
  • Kata kuning diambil dari keadaan beberapa pasiennya yang menjadi ikterik/jaundes yaitu perubahan warna pada kulit dan selaput lendir yang menjadi kuning, sedangkan pada bagian konjungtiva mata berwarna merah. Karena penyakit ini menyebabkan kecenderungan pendarahan yang meningkat (diatesis pendarahan), demam kuning termasuk dalam kelompok demam hemorrhagik atau kelompok demam berdarah. 
  • Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan dan Afrika, tetapi tidak di Asia. Jadi penyakit ini tidak terdapat diindonesia, akan tetapi kemungkinan penyakit ini bisa terdapat di indonesia sangat besar dikarenakan nyamuk dan primata yang bertindak dalam penyebaran penyakit ini juga terdapat di Indonesia. Penyakit demam kuning didiagnosis berdasarkan gejala, temuan fisik, laboratorium pengujian, dan riwayat perjalanan, termasuk kemungkinan paparan nyamuk yang terinfeksi. Tidak ada pengobatan khusus untuk demam kuning, perawatan didasarkan pada gejala. Langkah-langkah untuk mencegah infeksi virus demam kuning termasuk menggunakan obat nyamuk, memakai pakaian pelindung, dan mendapatkan vaksinasi. Kekebalan penyakit ini seumur hidup, jadi jika sudah terkena, kemungkinan tidak akan terkena lagi.
Sejarah Penyakit Demam Kuning
  • Penyakit ini pertama kali dikenal saat terjadi wabah pada tahun 1648 di di Yucatan, Meksiko Amerika selatan oleh bangsa Spanyol yang menjajah wilayah tersebut, di mana penyakit itu disebut xekik (hitam muntah) oleh suku Maya . Namun demikian, virus yellow fever di yakini berasal dari afrika dan menyebar ke Amerika selatan melalui kapal-kapal dagang budak belian. Vektor penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti. Pada abad ke 18 dan abad ke 19 terjadi wabah epidemi dan dianggap sebagai penyakit yang paling berbahaya di Eropa dan meluas mencapai daerah pantai, pelabuhan sampai Swansea, Wales dan Amerika utara dari New oeralans sampai Boston dan st. loius. Epidemi di Philadhelphia yang terjadi pada tahun 1793 dijelaskan secara rinci oleh Benyamin Rush yang selamat dari serangan wabah ini. Di Amerika serikat wabah yellow fever terakhir dilaporkan di New oerlans dan delta sungai Mississippi pada tahun 1905.
  • Seorang dokter di Havana, Kuba bernama Carlos Findlay pada tahun 1881 meyakini bahwa penyakit ini disebarkan oleh nyamuk dan kebenaran keyakinannya itu dibuktikan dokter tentara Amerika serikat bernama Walter reed. Penemuan ini memungkinkan usaha pencegahan melalui pengontrolan nyamuk, dan dibuktikan saat pembangunan terusan panama. Isolasi virus Yellow fever baru dapat dilakukan pada tahun 1928. Wabah masih terjadi sampai tahun 2003 terutama di beberapa negara Afrika barat seperti Burkina faso, Ghana, Liberia, Guinea dan Pantai gading dan Brazil sampai saat ini beberapa kasus masih terus dilaporkan
Epidemologi Demam Kuning (Yellow fever)
  • Yellow fever ditemukan di hutan tropis Afrika dan amerika selatan, sampai awal abad ini menyebabkan epidemi yang luas di karibia dan daerah subtropis Amerika utara sampai ke baltimore dan philadelphia. Di Afrika terdapat sebanyak 33 negara dengan jumlah penduduk 508 juta jiwa berada di daerah endemi yellow fever. Daerah ini terletak antara 15 derajat lintang utara sampai 10 derajat lintang selatan. Di benua Amerika penyakit ini menyebabkan endemi di 9 negara di amerika selatan dan beberapa kepulauan di kepulauan Karibia. Negara yang paling beresiko antara bolivia, Brazil, Colombia, Equator dan peru.
  • Demam kuning adalah penyakit langka di wisatawan karena banyak mendapatkan vaksin, tetapi endemik di daerah miskin karena orang-orang tidak mampu untuk mendapatkan vaksinasi. Setiap tahunnya menurut WHO diperkirakan sekitar 200.000 kasus yellow fever dengan 30.000 diantaranya meninggal dunia. Kasus impor ditemukan di negara-negara yang sebenarnya bebas yellow fever, Di Asia belum pernah dilaporkan kasus yellow fever tetapi tetap beresiko karena primata yang sesuai dan nyamuk sebagai vektor ditemukan bebas.
Table. Countries with risk of yellow fever virus (YFV) transmission
AFRICA
CENTRAL AND SOUTH AMERICA
Angola
Benin
Burkina Faso
Burundi
Cameroon
Central African Republic
Chad
Congo, Republic of the
Côte d’Ivoire
Democratic Republic of the Congo
Equatorial Guinea
Ethiopia
Gabon
Gambia, The
Ghana
Guinea
Guinea-Bissau
Kenya
Liberia
Mali
Mauritania
Niger
Nigeria
Rwanda
Senegal
Sierra Leone
Sudan
South Sudan
Togo
Uganda
Argentina
Bolivia
Brazil
Colombia
Ecuador
French Guiana
Guyana
Panama
Paraguay
Peru
Suriname
Trinidad and Tobago
Venezuela
  • Demam kuning tidak menyebar melalui kontak biasa, seperti menyentuh atau mencium orang yang terinfeksi virus akan tetapi melalui gigitan nyamuk. Manusia terinfeksi Yellow Fever Virus mengalami tingkat tertinggi viremia dan menular ke nyamuk tak lama sebelum timbulnya demam dan untuk 3 - 5 hari setelah itu . Mengingat tingginya tingkat viremia dicapai pada manusia, transmisi melalui darah secara teoritis dapat terjadi melalui transfusi atau luka jarum suntik. 
  • Dikenal ada tiga siklus penularan yaitu tipe demam intermediet, tipe demam kuning urban (urban yellow fever) dan sylvatic yellow fever. 
    • Tipe sylvatic  (jungle yellow fever) ini hanya terdapat pada hutan hujan tropis dan terjadi ketika nyamuk menggigit monyet terinfeksi virus yellow fever. Setelah terinfeksi, nyamuk ini biasanya akan menggigit monyet lain, namun dalam kasus tertentu, nyamuk ini bisa juga menggigit manusia, terutama manusia yang memasuki hutan. Sebagian besar infeksi terjadi pada pria muda yang bekerja di hutan (misalnya penebang kayu di hutan). Di Amerika siklus jungle yellow fever ditularkan antar kera oleh nyamuk genus Haemogogus dan Sabethes
    • Type intermediet hanya ditemukan dipadang sabanah Afrika. Infeksi bisa terjadi pada monyet dan host manusia yang tinggal atau bekerja di daerah perbatasan hutan. Dalam siklus ini, virus dapat ditularkan dari monyet ke manusia atau dari manusia ke manusia melalui nyamuk. Ini adalah jenis yang paling umum dari wabah di Afrika. 
    • Tipe demam kuning urban (urban yellow fever). Siklus perkotaan (urban) ini melibatkan penularan virus antara manusia melalui nyamuk, terutama Aedes aegypti. Jenis transmisi dapat menyebabkan epidemi penyakit demam kuning. Misalnya, di Brasil pada tahun 1973, setidaknya 21.000 orang dari 1,5 juta orang terinfeksi virus demam kuning.
demam kuning
Siklus Demam kuning, yang terdiri dari siklus jungle (hutan), siklus perkotaan (urban siklus) dan siklus intermediet (savannah cycle)
  • Ada perbedaan menyangkut pola usia dan jenis kelamin pada penyebaran penyakit demam kuning di Afrika dengan Amerika Selatan. Di Afrika, kasus sering terjadi di desa-desa di wilayah padang rumput yang berdekatan dengan hutan. Anak-anak sangat rentan terpengaruh, orang dewasa juga dapat terkena, terutama mereka yang belum mendapatkan vaksinasi. Di Amerika Selatan, penyakit demam kuning untuk siklus sylvatik paling sering terjadi pada pria muda yang tidak divaksinasi terkena vektor nyamuk karena pekerjaan mereka di daerah berhutan tropis. Usia dan distribusi jenis kelamin kasus demam kuning di daerah perkotaan Amerika Selatan berbeda dari yang diamati di daerah hutan, dengan prevalensi tinggi infeksi terjadi di antara anak-anak dan perempuan ini disebabkan karena banyaknya nyamuk Ae. aegypti yang berkembang biak di sekitar rumah.
Apa penyebab Demam kuning??
  • Demam kuning atau yellow fever disebabkan oleh Virus yellow fever yang ditularkan melalui gigitan serangga dalam hal ini adalah ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi virus yang bertindak sebagai vektor penyakit (organisme yang tidak menyebabkan penyakit tapi menyebarkannya).Virus ini ditularkan melalui air liur dari nyamuk yang terinfeksi, ketika saat menggit inang atau hostnya. Target utama virus yellow fever adalah hati akan tetapi virus juga mempengaruhi jantung, ginjal, kelenjar, kelenjar adrenal dan jaringan otot rangka yang terkena. Virus ini menginfeksi inang atau hostnya yaitu manusia (demam kuning perkotaan) atau monyet (Jungle demam kuning).
  • Virus yellow fever di golongkan dalam golongan arbovirus (artrhopod-borne virus) karena diketahui ditularkan melalui gigitan nyamuk yang termasuk serangga (artropoda). Virus yellow fever termasuk genus flavirus, famili flaviridae yang sama dengan virus dengue penyebab demam berdarah. 
    • Virus ini suatu virus RNA untai tunggal dan positif sense. Varionnya berbentuk sferis dan memiliki pembungkus (envelop), berukuran antara 35-45nm dan genomnya terdiri atas 10.862 nukleutida, dengan komposisi basanya adalah 27,3% adenin, 23% urasil, 28,4% guanin dan 21,3% sitosin. Pembungkus dua lapis lipid (lipid bylayer envelop) ini mengandung protein matriks (M) dan protein pembungkus (E). Memiliki juga tiga protein stuktur C,M dan E) serta beberapa protein nonstuktur NS). Protein selubung merupakan glikoprotein dengan epitop untuk antibodi netralisasi, hemaglutinasi serta antibodi pengikat komplemen. Pada protein E ini terletak epitop yang menentukan tipe dan jenis kompleks. Dalam siklus replikasinya, genom virus selain menyalin protein yang membentuk stuktur varion juga menyalin protein yang tidak ikut sebagai bagian dari varion tetapi penting untuk mendorong siklus replikasi yaitu protein non stuktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, NS5). 
    • Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan vektor nyamuk, virus akan masuk ke sel, RNA dilepaskan. Virus masuk melalui  receptor-mediated endocytosis. Sintesis RNA terjadi dalam sitoplasma dan sintesis protein di dalam retikulum endoplasma. Setelah disalinnya kode gen pada RNA menjadi enzim replikasa dan transkriptasa, padanan RNA genom dibuat. RNA intrasel telah terdeteksi sejak 3 jam pasca infeksi dan mencapai puncak pertama 6 jam setelah infeksi. Dengan demikian pola replikasi genom virus bersifat bifasik. Replikasi lokal virus terjadi dalam kulit dan kelenjar getah bening regional. 
    • Translasi RNA menjadi protein virus dimulai dari kodon AUG, dimulai dari kode untuk menyalin protein kapsid yang genomnya terdapat pada ujung 5 prime dan terus bergeser ke arah ujung 3 prime. Protein yang dihasilkan adalah poliprotein. Poliprotein tersebut selanjutnya akan mengalami proteolisis menjadi protein-protein viral yang ukurannya lebih kecil. Progeni virion intrasel dapat divisualisasikan 12-18 jam pasca infeksi di sistena endoplasmik retikulum didekat membran inti sel, Varion kemudian berkumpul diberbagai vakuol sitoplasma dan menjelang dilepaskan dari sel protein prM dipecah menjadi M. Pelepasan varion dari sel terjadi melalui transportasi vesikel berisi varion kearah perifer sitoplasma dilanjutkan dengan fusi dengan membran plasma atau pembentukan lesi dimembran plasma. Jika varion dilepas dari sel yang lisis akibat infeksi sering varion tetap diselubungin membran vesikel tersebut. 
    • Setelah virus lisis dari sel, virus masuk kedalam sirkulasi dan menimbulkan viremia pertama, viremia pertama ini sangat ringan dan sebentar. Setelah virus berkembang biak, sebagian virus dilepaskan dan masuk ke sirkulasi menyebabkan viremia kedua yang dimana perjalanan melalui aliran darah ini lalu akan menyebar ke organ-organ Terjadi gagal hati, detak jantung melambat dan kelenjar adrenal berhenti berfungsi dan sebagainya. Virus ini infektivitasnya paling stabil pada pH 7-9 dan dapat diinaktikkan dengan kloroform, ether dan sinar ultraviolet, sedangkan pada  suhu 4 derajat Celcius tahan satu bulan dan dalam keadaan beku kering dapat bertahan bertahun-tahun. Terdapat perbedaan genotip antara isolat yang diperoleh dari afrika dan amerika selatan. Antara dua genotip yang bersirkulasi di Afrika dan satu atau dua di Amerika selatan.
    • Faktor virulensi virus atau faktor penyebab virus ini menyebabkan demam kuning termasuk: kapsid C protein yang memfasilitasi ikatan virus, Membran protein M adalah sebuah glikoprotein kecil, protein E memulai infeksi dan memediasi masuknya virus, Protein 1 (NS1) non-struktural mungkin memainkan peran dalam replikasi RNA, NS2A protein yang terlibat dalam replikasi RNA, NS2B dan NS3 bentuk kompleks dan terlibat dalam proses polyprotein dan replikasi RNA dan NS5 memiliki peranan penting dalam replikasi RNA. Protein E berinteraksi dengan reseptor seluler, dan virion endocytosed ke dalam sel dendritik. Selanjutnya, sel-sel epidermal dendritik dan saluran getah bening menyebarkan virion. Setelah invasi di tuan rumah atau host , sel-sel Kupffer (makrofag tetap hati) terinfeksi dalam waktu 24 jam. Infeksi cepat menyebarkan ke ginjal, getah bening, limpa, dan sumsum tulang. Gagal ginjal terjadi ditandai dengan tubulus ginjal yang mengalami perubahan degenerasi lemak dan inti sel, kemungkinan karena efek langsung virus, hipotensi, dan keterlibatan hati. Keterlibatan hati adalah manifestasi infeksi terlambat. efek virus langsung mengakibatkan kematian sel-sel hati. Vitamin K sebagai factor pembekuan habis dan menghambat koagulasi intravaskuler menyebabkan koagulopati dan perdarahan. Keterlibatan Hepar atau organ hati ini akan mengakibatkan resiko kematian yang lebih tinggi. Akhirnya, shock sirkulasi sekunder, dengan bukti peningkatan interleukin (IL)-6, IL-1 antagonis reseptor, inferno-inducible protein-10, dan tumor nekrosis faktor (TNF)-alpha. Antigen virus ditemukan di ginjal, miokardium, dan hepatosit. Dalam individu yang bertahan hidup pada demam kuning, dapat sembuh dengan sempurna, tanpa fibrosis.
 
yellow fever
Siklus hidup flavirus yang merupakan virus penyebab demam kuning
  • Nyamuk adalah vektor atau organisme yang menyebarkan atau membawa virus penyakit demam kuning dari satu host ke yang lain, terutama antara monyet, dari monyet ke manusia, dan dari orang ke orang. Inang alami virus yellow fever dihutan adalah primata seperti monyet dan chimpanse. Di  Afrika vektor utamanya adalah nyamuk aedes seperti Aedes aegypti, Ae.africanus, Ae.opok, Ae.furcifer dan Ae.tTaylori. Sedangkan di Amerika terutama ditularkan oleh Aedes aegypti dan Haemogogus. Siklus kera- nyamuk-kera dihutan Afrika dilakukan oleh nyamuk Ae.africanus, sedangkan sylvatic yellow fever dilakukan oleh beberapa spesies Aedes seperti Ae. simpsoni yang menularkan virus yello fever dari kera ke manusia. Di Afrika siklus urban dipertahankan oleh nyamuk Aedes aegypti. 
    • Ciri morfologi dan daur hidup nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk dewasa berukuran kecil, mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya, terutama pada kakinya. Bentuk morfologinya yang khas adalah gambaran lira (lyre form) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Aedes agypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes aegypty mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisisr yang berduri lateral. 
    • Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu dari telur menjadi larva lalu menjadi pupa dan kemudian berkembang menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk betina meletakan telur pada dinding tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat meletakan rata-rata sebanyak 100 butir telur setiap kali bertelur. Setelah kira-kira dua hari telur akan menetas menjadi larva, lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak empat kali dan akhirnya menjadi dewasa. Lamanya siklus intrinsik pada nyamuk adalah 4 hari pada suhu  37 derajat Celcius dan 18 hari pada suhu 18 derajat celcius sedangkan pertumbuhan dari Telur menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira sembilan hari. 
    • Tempat perindukan utama nyamuk Aedes agypti adalah tempat- tempat berisi air jernih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia seperti tempayan, gentong, bak mandi, tempat penyimpanan air minum, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat dihalaman rumah atau dikebun yang berisi air hujan. Juga berupa tempat perindukan alamiah seperti kelopak daun tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa, tonggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan. Ditempat perindukan alami Aedes aegypti seringkali ditemukan larva Ae.Albopictus yang hidup bersama-sama. Selain menyebabkan demam kuning, nyamuk aedes aegypti juga menyebabkan demam berdarah, chikungunya dan beberapa penyakit lainnya. Telah diperlihatkan kemungkinan adanya penularan transovarial. Aedes aegypti tertarik pada senyawa kimia yang dipancarkan oleh organisme yang mau digigitnnya, dimana senyawa ini termasuk amonia , karbon dioksida , asam laktat , dan octenol .
    • Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik didalam maupun diluar rumah (hanya nyamuk Aedes agypti betina yang mengisap darah, yang jantan tidak mengisap darah). Pengisapan darah dilakukan dari pagi hari sampai petang, dengan puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (pukul 08.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Tempat istirahat nyamuk Aedes agypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di perkebunan atau pekarangan rumah. Juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan sebagainya. Umur nyamuk dewasa betina dialam bebas kira-kira 10 hari, sedangkan dilaboratorium mencapai dua bulan. Aedes agypti mampu terbang sejauh dua kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya adalah pendek yaitu kurang lebih 40 meter. 
 
nyamuk yellow fever
Nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit Demam kuning
 
demam kuning
Gambar nyamuk Aedes aegypti betina dan jantan, dimana lebih kecil dibanding nyamuk betina

Bagaimana patofisiologi atau mekanisme terjadinya penyakit Demam kuning??
  • Patofisiologi Demam kuning pada dasarnya serupa dengan demam berdarah dengue. Perbedaan utamanya terletak pada lebih hepatotrofiknya (lebih merusak hati) virus demam kuning dibanding virus dengue, sehingga gejala klinis yang berkaitan dengan fungsi hepar (hati) lebih menonjol.Virus memasuki sel secara endositosis melalui reseptor yang sesuai, Sintesis RNA virus terjadi di sitoplasma, sedangkan protein virus di retikulum endoplasma. Varion menjadi matang di reticulum endoplasma dan dengan proses fusi eksositosis dikeluarkan melalui sel membran. Pada saat awal proses ini terjadi disel retikulo endotelial limfonodi, sumsum tulang, limpa dan sel kupffer, selanjutnya terjadi viremia dan menyebar ke seluruh organ.
  • Sel hati mengalami degenerasi, ditemukan daerah nekrosis sentral, badan couneilman dan perlemakan. Kerusakan pada hati ini secara klinis ditandai dengan timbulnya ikterus atau kekuningan. Ginjal akan membesar dan bengkak. Glumerolus ginjal menunjukan adanya proliferasi mesengial dan endotel kapiler. Degenerasi dan nekrosis sel miokardium serta gangguan konduksi dapat ditemui dan antigen virus dapat dideteksi dari sel miokardium.
  • Respon seluler dan humoral dapat terjadi dan bertanggung jawab untuk mengeliminasi virus dari tubuh. Viremia menghilang setelah 5 hari. Organ lain dapat terkena seperti kelenjar adrenal, sel otak dan pada epidemi disudan dan Ethopia ditahun 1960 banyak ditemukan kasus meningoensefalitis. Pada kasus berat dapat disertai diatesis hemoragik. Pendarahan berat dapat terjadi di saluran cerna, paru-paru, limpa hati dan ginjal. Kematian terjadi sebagai akibat dari kerusakan hati atau ginjal. Pada pasien yang sembuh jaringan yang hilang langsung mengalami regenerasi dan terjadi hipertrofi pada sel yang bertahan hidup.
Apa saja Gejala klinis Demam Kuning??
  • Demam kuning atau yellow fever merupakan penyakit bifasik yaitu demam dengan 2 episode yang berbeda, demam pertama dengan durasi 2-3 hari, kemudian turun sampai dengan hari ke-5, kemudian demam lagi bahkan kenaikan suhu bisa lebih tinggi periode pertama.
  • Penyakit demam kuning ini ada 3 stadium yaitu infeksi, remisi dan intoksikasi. Gambaran klinisnya bisa berupa infeksi subklinis, infeksi mirip influenza atau pada 15-25% kasus dapat terjadi fulminan dan menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Setelah masa inkubasi yaitu masa virus masuk kedalam tubuh sampai timbulnya gejala, dimana pada demam kuning masa inkubasi terjadi selama 3-6 hari ditandai dengan timbul demam secara mendadak dan menggigil diikuti dengan sakit kepala, sakit punggung, mialgia (suatu keadaan dimana badan terasa pegal-pegal), nausea (mual) dan muntah. Bisa juga dijumpai muka dan konjungtiva merah dan tanda faget yaitu kondisi dimana demam tinggi dan detak jantung yang lambat terjadi pada saat yang sama dan hal ini merupakan tanda diagnostik demam kuning. Detak jantung yang lambat ini berkisar 65 kali/menit dan disebut bradikardi relatif.
  • Setelah 3-4 hari, gejala dan demam menghilang selama beberapa jam sampai satu atau dua hari dan hanya berulang pada pasien yang berkembang menjadi intoksikasi fulminan. Tipe  demam adalah bifasik. Fase demam pertama berhubungan dengan fase akut penyakit dan disertai bradikardi relatif. Selanjutnya demam menurun yang berhubungan dengan remisi serta meningkat lagi dan penyakit memberat pada fase intoksikasi. Ini merupakan fase beracun yang dapat mengancam jiwa, dimana penyakit berkembang menjadi demam berdarah multisitem ditandai dengan badan menjadi kuning (sesuai nama penyakit ini), disfungsi ginjal dan manifestasi pendarahan yang dapat menyebabkan hipotensi bahkan terjadi rejatan atau syok yang fatal. Pendarahan mukosa, pendarahan pada luka bekas jarum suntik, pendarahan gastrointestinal (sistem pencernaan) dapat hebat sebagai akibat sintesis faktor pembekuan darah oleh sel hati menurun, disfungsi pletet dan koagulasi intravaskuler deseminata (KID). Enzim transaminase meningkat sebagai petunjuk sel hati dan pada kasus berat dapat terjadi sindrom hepatorenal. Oliguria (produksi urin sedikit) dan azotemia (abnormalitas level senyawa yang mengandung nitrogen seperti urea, kreatinin) terjadi akibat adanya muntah dan ekstavasasi cairan. Adanya oliguri dan peningkatan kreatinin mungkin disebabkan oleh nefritis glumerulus primer dan nefritis intertisial , selanjutnya bisa diikuti oleh tubular nekrosis akut sebagai akibat dari hipotensi. Miokarditis yang terjadi dapat diketahui dengan pemeriksaan EKG. Adanya gejala enselofati terjadi akibat adanya endema serebri yang berhubungan dengan gagal fungsi hati dan ginjal. Infeksi sekunder karena bakteri seperti bakteriemi dan pneumoni sering terjadi dan menyebabkan kematian. Angka kematian sekitar 5-10%, sedangkan pada pasien yang mengalami stadium intoksikasi angka kematian lebih tinggi yaitu mencapai 20-50%. 
  • Jika dengan pengobatan yang baik pasien dapat sembuh dari penyakit demam kuning, biasanya akan mengalami gejala kelemahan dan kelelahan yang dapat berlangsung beberapa bulan dan biasanya pasien yang telah sembuh dari infeksi virus yellow fever akan memiliki kekebalan seumur hidup dari penyakit ini dan biasanya tidak ada kerusakan organ yang tersisa.
Diagnosa penyakit demam kuning atau yellow fever
  • Karena gejala selama tahap awal demam kuning tidak spesifik dan mirip dengan penyakit seperti influenza, diagnosis selama tahap ini bisa sulit. Oleh karena itu, diagnosis awal sering dibuat berdasarkan tanda-tanda klinis pasien dan gejala, dan anamnesis riwayat perjalanan (kapan dan di mana), dan kegiatan terkait perjalanan terutama pada daerah-daerah endemi dan juga riwayat vaksinasi dan penyakit lainnya.
  • Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukopeni (jumlah sel darah putih rendah), trombositopeni (jumlah trombosit yang rendah), mungkin ditemukan kenaikan hematokrit, waktu protombrin yang memanjang dan bila terjadi KID ditemukan kelainan pada fibrinogen dan produk degradasi fibrinogen. Enzim transaminase, fosfatase alkali, gamma-glutamyl transfarase, bilirubin direc dan indirec, BUN dan kreatin meningkat kadarnya.
  • Kenaikan yang bermakna dari transaminase dan bilirubin pada stadium awal penyakit merupakan petanda akan buruknya penyakit. Pada kasus dengan enselopati dan endema otak, didapatkan peningkatan protein tanpa pleositosis pada cairan serebrospinal. Pemeriksaan serologi serum akut dan kovalens menunjukan peningkatan titer antibody 4 kali atau lebih dengan pemeriksaan inhibisi hemaglutinasi, fiksasi komplemen dan antibody netralisasi.
  • Pemeriksaan dengan capture enzyme immunoassay dapat memeriksa titer IgM spesifik. IgM mulai terdeteksi pada hari ke 7-10 infeksi. Pada keadaan epidemi diagnosis defenitif perlu cepat ditegakan untuk pengontrolan penyakit. Deteksi antigen virus dan reaksi polimerase berantai (PCR) pada serum akut sangat membantu. Pada pasien yang telah mengalami infeksi oleh flavirus, hasil serologis sulit diinterpretasi.
Diagnosa banding Demam Kuning
  • Diagnosa banding pada kasus ringan antara lain penyakit malaria, infeksi dengue. Kasus berat harus didiagnosa banding dengan leptospirosis, demam thyfoid, hepatitis virus akut dan demam berdarah. Atau infeksi virus lain seperti ebola, lassa, Marburg, demam berdarah congo-crimea, DHF dan demam rift valley.
Pengobatan Demam Kuning atau yellow fever
  • Tidak ada pengobatan yang spesifik, sebagian besar pasien yang mengalami gejala demam kuning yang ringan akan hilang dengan sendirinya dalam waktu tiga sampai empat hari. Bagi pasien yang berlanjut gejala klinisnya, terapi dengan ribavirin pada binatang percobaan ternyata tidak efektif. Terapi suportif ditujukan langsung untuk mengoreksi kehilangan cairan dan mempertahankan stabilitas hemodinamik, misalnya dengan pemberian oksigen, pemberian cairan intravena untuk dehidrasi dan intubasi endotrakeal (penempatan tabung pernapasan) dan ventilasi mekanik dalam kasus gangguan pernapasan. Penanganan dan pencegahan hipoglikemik, pemberian antagonis H2 atau inhibitor proton pump (PPI) bisa dilakukan. Pemberian vitamin K dan fresh frozen plasma (FFP) disarankan untuk menangani gangguan koagulasi. Bila terjadi gagal ginjal akut maka dialisis dapat ditempuh. Pada pengobatan hindari pemakaian obat-obatan tertentu, seperti aspirin atau obat anti-inflamasi lainnya (misalnya ibuprofen, naproxen), yang dapat meningkatkan risiko perdarahan.
Prognosis Demam Kuning
  • Prognosis untuk individu yang mengalami demam kuning yang ringan umumnya sangat baik. Namun, bagi pasien demam kuning yang mengalami intoksikasi demam kuning, tingkat fatalitas kasus berkisar dari 15% sampai 50%. Jika kematian terjadi, biasanya dalam waktu 10-14 hari setelah awal fase beracun. Bayi dan orang tua yang berusia lebih dari 50 tahun cenderung memiliki penyakit lebih parah dan tingkat kematian yang lebih tinggi. Selanjutnya, kerentanan host dan virulensi dari strain virus yang menginfeksi juga dapat mempengaruhi tingkat kematian. Pada orang-orang yang yang telah sembuh dari penyakit demam kuning, umumnya tidak ada kerusakan organ permanen.
Komplikasi yang dapat diakibatkan oleh Demam kuning
  • Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain gagal hati, gagal ginjal akut, endema paru, miokarditis, ensefalitis. Perdarahan, KID sampai rejatan dapat pula terjadi dan tentu kematian.
Cara pencegahan Demam Kuning
  • Pasien demam kuning harus dilindungi dari paparan nyamuk lebih lanjut (tinggal di dalam dan / atau di bawah kelambu) selama beberapa hari pertama sakit. Dengan cara ini, virus demam kuning dalam aliran darah pasien dapat terhindar dari gigitan nyamuk, yang kemudian akan terinfeksi virus ini dari penderita, sehingga siklus transmisi penyebaran penyakit ini dapat dicegah.
  • Pencegahan dapat dilakukan dengan pengontrolan vektor, juga mencegah gigitan nyamuk seperti tidur memakai kelambu, aplikasi mosquito repelents pada kulit dan pakaian juga dianjurkan. 
  • Vaksinasi tetap menjadi cara yang paling efektif untuk mencegah demam kuning. Vaksin ini tersedia untuk orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 9 bulan. Vaksinasi dengan virus yang dilemahkan (live attenuated) 17D sangat efektif  memberikan kekebalan selama 10 tahun. Strain asibi dipakai sebagai bahan vaksin ini. Karena vaksin yang diproduksi menggunakan embrio ayam, maka mereka yang alergi terhadap telur tidak boleh divaksinasi. Beberapa negara mewajibkan pelancong untuk divaksinasi yellow fever sebelum berkunjung ke daerah endemis dan revaksinasi dianjurkan setiap 10 tahun.

DAFTAR PUSTAKA
  • Sumber buku
    • Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI, infeksi tropis : Demam kuning yellow fever
    • Buku ajar mikrobiologi kedokteran fakultas kedokteran Indonesia, virologi flavirus
    • Buku parasitologi kedokteran FK UI, Nyamuk aedes aegypty
  • Sumber link
    • http://www.mayoclinic.com/health/yellow-fever/
    • http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2014/chapter-3-infectious-diseases-related-to-travel/yellow-fever
    • http://www.medicinenet.com/yellow_fever/article.htm
    • http://health.detik.com/readpenyakit/137/demam-kuning?mode_op=penyebab
    • http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publication-pdfs/diseases-and-conditions/8440/doh-8440-ind.pdf
    • http://www.news-medical.net/health/What-is-Yellow-Fever-(Indonesian).aspx
    • http://id.wikipedia.org/wiki/Demam_kuning
    • http://www.mayoclinic.com/health/yellow-fever/DS01011
    • http://www.nhs.uk/conditions/Yellow-fever/Pages/Introduction.aspx
    • http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001365.htm
    • http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs100/en/
    • http://www.cdc.gov/yellowfever/
    • http://en.wikipedia.org/wiki/Yellow_fever
    • http://www.netdoctor.co.uk/travel/diseases/yellowfever.htm
    • http://www.health.ny.gov/diseases/communicable/yellow_fever/fact_sheet.htm

PENGOBATAN DIABETES MELITUS DENGAN INSULIN PADA PASIEN RAWAT JALAN

TERAPI INSULIN PADA PASIEN DIABETES MELITUS 


PENDAHULUAN

Diabetes melitus merupakan penyakit yang progresif, dimana tanpa pengolahan yang baik, pasien mendapatkan komplikasi baik akut ataupun kronis. Kendali hiperglikemia atau kadar gula darah yang buruk merupakan salah satu penyebab terpenting terjadinya komplikasi. Diabetes melitusatau DM berasal dari bahasa Yunani yaitu διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air. Dalam bahasa latin kata mellitus, rasa manis yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah penyakit akibat kelainan metabolik yang disebabkan oleh ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau gabungan dari kedua hal tersebut.

Seperti diketahui, pada keadaan normal semua sel dalam tubuh manusia membutuhkan gula agar dapat bekerja dengan normal. Gula atau glukosa ini dapat masuk ke seluruh sel-sel tubuh melalui bantuan hormon insulin. Apabila jumlah insulin dalam tubuh tidak cukup, atau jika sel-sel tubuh tidak bisa memberikan respon terhadap insulin sehingga insulin yang dihasilkan tidak bisa termanfaatkan secara optimal, maka akan terjadi penumpukan gula dalam darah.

Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Klasifikasi yang diperkenalkan oleh American Diabetes Association (ADA) berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis atau perjalanan penyakit  sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai di seluruh dunia.  Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa yaitu Diabetes melitus tipe 1 dan 2,  Diabetes gestasional (diabetes kehamilan), dan   Diabetes Tipe khusus lain. Mengenai klasifikasi Diabetes melitus dapat dilihat pada tabel berikut.

DIABETES MELITUS YPE 1
      -          (destruksi sel beta, umumnya menjurus kedefisiensi insulin absolut)
      -          A. Melalui proses imonologik
      -          B. Idiopatik
DIABETES MELITUS TYPE 2
      -          (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resisensi insulin)
DIABETES MELITUS TYPE LAIN
         a     Defek genetik fungsi sel beta
           -  Kromosom 12, HNF-1alfa (dahulu MODY 3)
               - Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
           -  Kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)
           -  Kromosom 13, insulin promoter  faktor-1 (dahulu MODY 4)
           - Kromosom 17, HNF-4alfa (dahulu MODY 5)
           - Kromosom 2, neuro DI (dahulu MODY 6)
           -  DNA Mitokondria
           - lainnya
       b.        Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin type A, leprechaunism, syndrom rabson mendenhall, diabees lipoatrofik, lainnya
       c.        Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma atau pankreatektomy, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulus, lainnya
       d.        Endokrinopati : akromegali, syndrom cushing, feokromasitoma, hiperiroidisme, somaostatinoma, aldosteronoma, dan lainnya
       e.        Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, anagonis beta adenergik, tiazid, dilatin, inerferon alfa dan lainnya.
       f.         Infeksi : rubella kongenital, CMV dan lainnya
       g.        Imonologi  ( jarang): Syndrom stiff-man, antibody anti resepor insulin, lainnya.
       h.        Syndrome genetik lainnya : syndrom down, syndrom klinefelter, sindrom tuner, sindrom wolfram’s, ataksia friedreich’s, chorea huntington, syndrom laurence-moon-bieldl, distrofi miotonik, porfiria, syndrom pader willi, dan lainnya.
DIABETES KEHAMILAN

Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh oleh kurangnya produksi hormon insulin oleh organ pankreas, sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui, namun diduga terjadi karena proses autoimun yang dipicu oleh infeksi virus yaitu proses dimana karena adanya infeksi virus, sistem pertahanan tubuh kita sendiri akan menyerang sel beta pankreas yang merupakan sel pada pankreas penghasil hormon insulin, sehingga sel beta tersebut menjadi rusak yang kemudian berakibat pada kegagalan produksi insulin, sehingga insulin tidak atau kurang dihasilkan, akibat selanjutnya gula darah yang seharusnya dirubah oleh insulin menjadi energi di otot tidak bisa terjadi, akibatnya terjadilah penumpukan glukosa dalam darah sehingga inilah yang disebut diabetes type type 1. Selain itu diduga adanya hubungan dengan faktor genetik human leukocyte antigen (HLA) yang menyebabkan kerentanan genetik sehingga ada kecenderungan untuk mengidap ataupun mewariskan diabetes.

Diabetes melitus tipe 2, yakni diabetes mellitus yang terjadi karena dua penyebab dasar. Penyebabnya penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin sehingga penggunaan hormon tersebut menjadi tidak efektif.yang dinamakan resistensi insulin. Resistensi insulin berarti ketidakmampuan sel untuk berespon terhadap kadar insulin normal, terutama di dalam otot, hati, dan jaringan lemak. Biasanya di hati insulin bertugas untuk menekan produksi glukosa yang dilepaskan oleh hati, namun pada keadaan resistensi insulin, insulin tidak dapat menekan produksi glukosa dari hati akibat produksi glukosa akan dilepaskan secara tidak normal kedalam darah sehingga gula darah menjadi naik, timbulah diabetes. Selain itu keadaan resistensi insulin ini juga akan menyebabkan insulin diproduksi lebih banyak lagi dengan tujuan mengimbangin penekanan kadar gula darah dan peningkatan produksi insulin ini dikenal dengan istilan hiperinsulinemia. Karena pemaksaan produksi insulin ini, lama kelamaan akan mebuat kerusakan pada sel beta yang merupakan tempat produksi insulin sehinga berakibat kemudian insulin yang dihasilkan akan sedikit ataupun tidak sama sekali, faktor ini jugalah yang menyebabkan diabetes type 2.

Diabetes gestasional atau diabetes pada kehamilan, yakni penyakit diabetes yang sebabkan tubuh tidak bisa merespon hormon insulin karena adanya hormon penghambat respon yang dihasilkan oleh plasenta selama proses kehamilan dan diabetes type lain pada dasarnya di sebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi pankreas sebagai penghasil insulin atau gangguan pada reseptor insulin di jaringan akibat berbagai gangguan yang disebabkan oleh kelainan genetik, penyakit seperti pankreatitis, gangguan hormon lain, infeksi virus ataupun karena pengaruh obat-obatan seperti terlihat pada tabel diatas.

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria (frekuensi kencing meningkat), polidipsia (sering haus), polifagia (banyak makan), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Walaupun berdasarkan tampilan klinis diatas, namun diagnosa pasti DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah  pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Sedangkan untuk melihat atau memantau kadar glukosa darah dan mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa darah yang berasal dari kapiler. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ³ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa  ³ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.  Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk  menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ³ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ³ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

Tabel . Gula darah puasa dan gula darah sewaktu sebagai patokan diagnosa Diabetes melitus
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)
plasma vena
darah kapiler
kurang dari 110
kurang dari 90
110-199
90- 199
≥ 200
200
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
plasma vena
darah kapiler
kurang dari 110
kurang dari 90
110-125
90-109
  126
≥ 110

Selain dengan melakukan tes diagnostik glukosa darah sewaktu dan puasa, juga dilakukan pemeriksaan HbA1C. Pemeriksaan ini untuk mendiagnosa diabetes type 1 ataupun diabetes type 2 dan dapat memberikan gambaran kadar gula darah dalam kurun waktu 3 bulan terakhir, sehingga pemeriksaan HbA1C ini banyak manfaatnya baik untuk penderita diabetes atau juga orang yang memiliki resiko terkena penyakit diabetes. Pemeriksaan ini didasarkan kepada pemahaman bahwa bila kadar gula darah tinggi dan tidak terkontrol, maka gula akan menumpuk dalam darah, sehingga kemudian gula tersebut bergabung dengan hemoglobin, hal ini disebut hemoglobin terglikasi. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF( fetus). Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Hemoglobin A bergabung dengan glukosa darah yaitu pada rantai beta molekul hemoglobin A yang mengikat satu gugus glukosa secara ireversibel. Glikosilasi terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Karena HbA1c terkandung dalam eritrosit yang hidup sekitar 100-120 hari, maka HbA1c mencerminkan pengendalian metabolisme glukosa selama 3-4 bulan terakhir. Kadar normal HbA1C adalah berkisar 3,5%-5,6%. Jika kadar HbA1C lebih dari 5,7% yaitu 5,7%-6,4% menunjukan arti bahwa pasien memiliki resiko terjadinya diabetes atau prediabetes, jika kadar HbA1C diatas 6,5% berarti kemungkinan besar menderita diabetes. Bagi para penderita diabetes, target HbA1C yang harus tercapai dalam pengontrolan kadar gula darahnya adalah harus dibawah 7%. Dengan mengetahui kadar HbA1C penderita diabetes dapat mengevaluasi penatalaksanaan diabetesnya dengan tepat.

Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes melitus akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi baik akut maupun kronis. Komplikasi akut yang dapat terjadi antara lain ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik, asidosis laktat dan yang terakhir sebenarnya akibat dari efek samping obat penurun gula darah yang tinggi yaitu hipoglikemik iatrogenik. Komplikasi kronik akan menyebabkan terganggunya sirkulasi darah karena pembuluh darahnya terhambat berupa mikroangiopati maupun makroangiopati. Komplikasi kronis mikroangiopaty berupa retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati diabetik, sementara untuk makroangiopaty, yaitu stroke iskemik (penyakit serebrovaskuler), penyakit jantung koroner, dan kaki diabetik. Komplikasi kronik DM terjadi karena adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal pada diabetes melitus. Perubahan dasar/disfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesangial ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kesintasan sel, yang kemudian pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya komplikasi vaskular diabetes. Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma juga dapat terpicu oleh diabetes melitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram, leukoaraiosis, demensia, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,dan lain-lain.

Empat pilar tatalaksana Diabetes Melitus meliputi (1) edukasi, (2) nutrisi, (3) latihan jasmani, (4) intervensi farmakologis (OHO, insulin). Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien,sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Pada postingan kali ini akan dibahas mengenai Terapi insulin untuk pasien Diabetes melitus yang menjalani Terapi rawat jalan sesuai dengan petunjuk praktis teapi insulin menurut perkumpulan endokrinologi indonesia tahun 2011.

TERAPI INSULIN

Selain diet, edukasi, aktivitas jasmani, dan obat hipoglikemik oral, setiap penderita diabetes perlu kenal dengan insulin. Insulin (bahasa Latin insula, "pulau", karena diproduksi di Pulau-pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat. Insulin adalah bagian dari terapi diabetes. Selain merupakan "efektor" utama dalam homeostasis karbohidrat, hormon ini juga ambil bagian dalam metabolisme lemak (trigliserida) dan protein – hormon ini bersifat anabolik yang artinya meningkatkan penggunaan protein. Hormon tersebut juga memengaruhi jaringan tubuh lainnya.

Hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan insulin endogen. Insulin Endogen adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas yang merupakan zat utama yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.

Ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresi guna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen. Insulin Eksogen merupakan hasil recombinasi DNA yang digunakan secara genetis dengan memodifikasi Escchereia Coli. Organisme ini mensintese setiap rantai insulin menjadi seperti asam amino yang sama seperti insulin manusia. Ikatan-ikatan kimia ini yang akhirnya menghasilkan human insulin. Jadi insulin eksogen hendaknya mempunyai sifat-sifat fisiologis yang mirip dengan insulin endogen. Insulin eksogen yang diberikan sedapat mungkin mirip dengan pola sekresi insulin endogen, maksudnya, jika pada insulin endogen ada kebutuhan insulin basal (tidak makan) dan ada pula kebutuhan insulin prandial, atau kebutuhan insulin setiap kali makan (terjadi lonjakan kadar glukosa darah secara signifikan pasca-makan atau post-meal), maka insulin eksogen juga harus mempunyai fisiologi sifat yang seperti itu.

Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer di darah menyimpannya sebagai glikogen di dalam hati dan otot sebagai sumber energi dan menghambat produksi glukosa hepatik. Kadar insulin yang rendah akan mengurangi penyerapan glukosa dan tubuh akan mulai menggunakan lemak sebagai sumber energi. Insulin digunakan dalam pengobatan beberapa jenis diabetes mellitus. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin eksogen (disuntikkan ke bawah kulit/subkutan) untuk keselamatannya karena kekurangan absolut hormon tersebut; pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat produksi insulin rendah atau kebal insulin, dan kadang kala membutuhkan pengaturan insulin bila pengobatan lain tidak cukup untuk mengatur kadar glukosa darah.

INDIKASI TERAPI INSULIN

Penggunaan Insulin untuk mengontrol kadar gula darah yang meningkat, terutama pada pasien diabetes sangat diperlukan. Kendali glikemik yang buruk merupakan salah satu penyebab terpenting terjadinya komplikasi diabetes melitus. Karenanya dibutuhkan strategi terapi yang lebih agresif agar kendali glikemik yang baik dapat tercapai, baik dengan obat hipoglikemik oral (obat penurun gula darah) atau kombinasi obat penurun gula darah (Obat Hipoglikemik Oral/OHO) dan insulin pada penderita diabetes type 2, maupun terapi insuli saja pada penderita diabetes type 1.

Pada pasien Diabetes type 1 yaitu pasien akibat kegagalan sel beta untuk memproduksi insulin, sehingga jumlah insulin sangat sedikit atau tidak ada sama sekali insulin, maka pengobatan diabetes dengan suntikan insulin eksogen mutlak dilakukan. Pemberian Insulin dengan suntikan dilakukan karena jika diberikan secara oral, insulin tersebut akan disusak oleh enzim-enzim dilambung, selain itu harus dibutuhkan pil dalam jumlah besar untuk menyamai volume insulin dalam satu kali injeksi. Setelah disuntikan, insulin akan diserap kedalam aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Disini insulin akan bekerja menormalkan kadar gula darah (blood glucose) dan merubah glucose menjadi energi.

Pada pasien DM Tipe 2 (DMT2) yang memiliki kontrol glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat hipoglikemik oral perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat hipoglikemik oral atau insulin tunggal. Insulin yang diberikan lebih dini dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan masalah glukotoksisitas. Hal tersebut diperlihatkan oleh perbaikan fungsi sel beta pankreas. Insulin juga memiliki efek lain yang menguntungkan dalam kaitannya dengan komplikasi DM. Terapi insulin dapat mencegah kerusakan endotel,menekan proses inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis,dan memperbaiki profil lipid. Dengan demikian,secara ringkas dapat dikatakan bahwa luaran klinis pasien yang diberikan terapi insulin akan lebih baik. Diabetesein diabetes tipe 2 mungkin membutuhkan insulin eksogen apabila terapi jenis lain (gagal terapi dengan OHO dosis optimal 3-6 bulan) tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Selain itu, ada beberapa keadaan lain yang membutuhkan insulin eksogen, seperti
  • Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke.
  • DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
  • Ketoasidosis diabetik dan Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
  • Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
  • Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral, pasien yang mendapat terapi steroid dosis tinggi ataupun adanya riwayat pankreatomi.
Pada awalnya,terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes melitus tipe 1 (DMT1), namun demikian pada kenyataannya, insulin lebih banyak digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih banyak dibandingkan DMT1. Kekurangan hormon insulin akan menyebabkan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia), sedangkan kelebihan insulin dapat menyebabkan kadar glukosa terlalu rendah (hipoglikemia)

KONSEP INSULIN BASAL DAN INSULIN PRANDIAL

Pada orang normal, jumlah insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas (insulin endogen) terutama dipengaruhi oleh keadaan puasa dan makanan. Pada keadaan puasa atau sebelum makan, sel beta mensekresi insulin pada kadar tertentu yang hampir sama sepanjang waktu puasa dan sebelum makan. Konsep ini disebut dengan insulin basal, yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan selalu dalam batas normal (pada orang normal kadar glukosa darah puasa dibawah 100mg/dL).

Pada setiap kali makan (makan pagi, makan siang ataupun makan malam), maka glukosa darah akan naik akibat asupan makanan dari luar tersebut, akibatnya dibutuhkan sejumlah besar insulin yang di sekresikan oleh sel beta pankreas sebagai sel penghasil insulin secara cepat dalam kadar yang lebih tinggi untuk menekan kadar glukosa darah setelah makan agar tetap dalam batas normal (normal gula darah setelah makan adalah 140mg/dL). Konsep ini disebut insulin prandial (setelah makan) yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah setelah makan tetap dalam batas normal.

Pada orang diabetes, baik diabetes type 1 maupun diabetes type 2, terjadi kekurangan baik insulin basal maupun insulin prandial endogen. Berdasarkan konsep ini, sediaan insulin eksogen haruslah disesuaikan dengan kebutuhan seperti halnya pada orang normal yaitu insulin basal (yang bekerja menengah atau panjang) dan insulin prandial (yang bekerja cepat atau pendek). Insulin basal eksogen umumnya diberikan sebanyak 1-2 kali sehari, sedangkan insulin prandial eksogen diberikan setiap kali sebelum makan.

MEMULAI DAN ALUR PEMBERIAN TERAPI INSULIN PASIEN RAWAT JALAN

Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes type 1

Semua pasien diabetes type 1 harus diberikan terapi insulin setelah diagnosis diabetes ditegakan. Karena pada pasien diabetes type 1ini ditemukan kekurangan insulin secara mutlak, maka seluruh kebutuhan insulin tubuh harus diganti dari luar dengan insulin eksogen. Prinsipnya, pada pasien diabetes type 1terjadi kekurangan insulin endogen baik insulin basal (pada saat puasa atau sebelum makan) maupun insulin prandial (sesudah makan); oleh karena itu terapi insulin yang diberikan harus mengandung dua komposisi insulin tersebut. Disamping itu agar sesuai dengan pola sekresi insulin endogen, maka terapi insulin wajib diberikan multipel sesuai dengan jadwal makan. Untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan digunakan insulin prandial yang diberikan sebelum makan dan untuk mempertahankan kadar glukosa basal digunakan insulin basal yang diberikan 1-2 kali sehari.

Pada pasien DMT1, pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi harian multipel dengan tujuan mencapai kendali kadar glukosa darah yang baik. Selain itu, pemberian dapat juga dilakukan dengan menggunakan pompa insulin (continous subcutaneous insulin infusion [CSII]). Pada umumnya dosis insulin yang diberikan pada penderita diabetes type 1 yang baru adalah 0,5 unit/kg/BB/hari. Kemudian dosis harian total berdasarkan perhitungan ini, dibagi menjadi 60% bagian yang diberikan dalam bentuk insulin prandial (selanjutnya dibagi menjadi tiga, diberikan sebelum makan pagi, makan siang dan makan malam) dan 40% bagian diberikan dalam bentuk insulin basal pada malam hari. Insulin basal yang bekerja intermediet jika diberikan satu kali sebaiknya diberikan pada malam hari, namun demikian juga bisa diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan malam hari. untuk insulin basal yang bekerja panjang (lebih dari 24 jam) dapat juga diberikan pada pagi hari, yang penting waktunya tetap. Contoh perhitungannya dapat terlihat pada gambar dibawah ini.

 
insulin dm type 1
Memulai terapi insulin injeksi multipel harian pada pasien diabetes type 1

Untuk penderita diabetes tipe-1 (yang tergantung insulin), pengobatan dengan insulin tidak dapat dihentikan. Sedangkan pada penderita diabetes tipe-2 tergantung kondisi masing-masing pasien. Walaupun ada rejimen baku terapi insulin pada pasien diabetes type 1 yaitu tiga kali suntikan insulin prandial sebelum makan dan suntikan insulin basal pada malam hari, namun berbagai variasi  rejimen dapat diberikan sesuai dengan kenyamanan dan kebutuhan kendali glikemik pasien seperti yang dianjurkan pada gambar diatas. Yang paling prinsip dalam regimen ini adalah wajib ada insulin prandial dan insulin basal, tidak boleh hanya diberikan salah satu jenis insulin. Dan tidak dianjurkan memberi terapi insulin hanya dengan dua kali suntikan, karena amat sangat sulit mencapai kendali glikemik yang baik dengan cara tersebut. rejimen terapi insulin pada pasien diabetes type 1 juga dapat diberikan dengan menggunakan pompa insulin (continuous subcutaneous insulin infusion [CSII]) yang dosis insulinnya dapat diatur baik dengan cara manual maupun otomatis.

Tabel berbagai rejimen suntikan insulin multiple pada pasien DM type 1
Sebelum makan pagi
Sebelum makan siang
Sebelum makan malam
Sebelum tidur
IP
IP
IP
IB
IP+IB
IP
IP
IB
IP+IB
Tanpa Insulin
IP
IB
IP+IB
IP + IB
IP + IB
Tanpa insulin
IP : Insulin Prandial (regular, lispro, aspart, glusine)
IB : Insulin Basal ( NPH, glargine, detemir)

Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes type 2

Terapi insulin pada pasien diabetes type 2 memang mempunyai kendala tersendiri, baik berasal dari dokternya maupun pasiennya. Tersedianya berbagai Obat Hipoglikemik Oral (OHO) juga menjadi salah satu kendala keterlambatan pemberian terapi insulin, walaupun sebenarnya sudah ada indikasi. Meskipun demikian, tidak semua pasien diabetes type 2 membutuhkan insulin. sangat tergantung derajat glikemik dan kepatuhan pasien dalam melaksanakan prinsip pengolahan diabetes melitus (perbaikan pola hidup disamping konsumsi obat). Prinsip dasar dari tujuan pengelolahan diabetes adalah sasaran glikemik; karenanya keberhasilan segala bentuk terapi adalah tercapainya kendali glikemik (HbA1C). Dalam aliran darah adalah sel-sel darah merah, yang terbuat dari molekul, hemoglobin. Glukosa melekat pada hemoglobin untuk membuat 'hemoglobin glikosilasi' molekul, yang disebut hemoglobin A1C atau HbA1C. Semakin banyak glukosa dalam darah,maka kadar hemoglobin A1C atau HbA1C akan meningkat dalam darah. Untuk mencapai HbA1c atau A1C yang baik, dibutuhkan seni pengobatan untuk mencapai sasaran yang baik dari kadar glukosa darah baik dalam keadaan puasa atau sebelum makan maupun kadar glukosa darah setelah makan.

Pertanyaan tentang kapan memulai terapi insulin pada pasien diabetes melitus type 2 memang tidak selalu mudah dijawab. Walaupun demikian dari hasil berbagai uji klinis, paling tidak ada dua asosiasi besar (ADA-EASD,2009 dan AACE/ACE,2009) yang telah mengeluarkan kesepakatan yang dapat digunakan sebagai acuan dasar. Berdasarkan kesepakatan ADA-EASD, untuk pasien diabetes type 2 baru wajib diberikan terapi pola hidup dan merformin (langkah 1). Jika dalam kurun waktu 2-3 bulan sasaran terapi belum tercapai (yaitu A1C kurang dari 7%), maka dapat ditambahkan obat oral lain atau insulin basal (langkah 2). dan jika dalam kurun waktu 2-3 bulan berikutnya kendali glikemik belum juga tercapai, maka diberikan terapi insulin intensif (basal-plus/bolus) (langkah 3)Jika telah memulai dengan terapi insulin intensif, maka obat oral golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogues) seperti sulfonilurea dan glinid hendaknya dosisnya dikurangin atau dihentikan kemudian, karena tidak menunjukan efek sinergis.

pengobatan DM type 2
Algorithma pengobatan diabetes type 2 menurut American Diabetes Association (ADA) atau European Association for the Study of Diabetes (EASD)

Ada pertimbangan khusus untuk pasien dengan kendali amat buruk disertai katabolisme, misalnya kadar glukosa darah puasa diatas 250mg/dL, kadar glukosa darah acak diatas 300mg/dL, kadar A1C lebih dari 10%, atau gejala diabetes yang nyata (poliuria, polidipsia dan berat badan menurun), maka terapi insulin dengan kombimasi pola hidup merupakan terapi pilihan. Pasien tersebut mungkin diabetes type 1 yang belum dikenal atau diabetes type 2 dengan kekurangan hormon insulin berat. Terapi insulin secara titrasi diberikan sampai sasaran kadar glukosa darah tercapai dengan cepat. Dan setelah gejala-gejala menghilang dan sasaran glukosa darah tercapai, obat oral dapat ditambahkan dan insulin mungkin bisa dihentikan. Sedikit variasi seperti yang dianjurkan oleh AACE/ACE dimana terapi insulin untuk pasien diabetes type 2 baru terdiagnosis juga didasarkan atas kendali glikemik (A1C lebih dari 9).

Diabetes melitus type 2
Algoritma Pengobatan Diabetes type 2 menurut American Association of Clinical Endocrinologists (AACE)

STRATEGIS PRAKTIS TERAPI INSULIN

Insulin Basal

Saat ini tersedia beberapa insulin basal dipasar indonesia, yaitu insulin Netral protamine Hagedorn (NPH) manusia (NPH human) kerja menengah atau intermediet, insulin basal analog glargine dan detemir (kerja panjang). Di bandingkan dengan insulin basal analog, insulin basal NPH mempunyai variasi penyerapan yang lebih lebar dari ke hari, tidak cukup panjang kerjanya hingga kurang memadai sebagai insulin basal ideal (bekerja selama 24 jam) dan lebih sering menyebabkan efek samping hipoglikemia.

Dosis insulin basal pada awal pemberian adalah 10 unit perhari, yang dapat diberikan pada saat sebelum tidur (kerja menengah atau panjang) atau pagi hari (kerja panjang). Untuk penyesuaian dosis harian, dosis insulin dapat dinaikan 2 unit setiap tiga hari jika sasaran glukosa darah puasa belum tercapai (antara 70-130 mg/dL). Dapat juga dinaikan 4 unit setiap 3 hari jika kadar glukosa darah puasa masih diatas 180mg/dL.

Tabel cara praktis penyesuaian dosis insulin basal
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL)
Dosis Insulin Basal
Kurang dari 70
Turunkan dosis 2 unit
70-130
Pertahankan dosis
Lebih dari 130
Naikan dosis 2 unit tiap 3 hari
Lebih dari 180
Naikan dosis 4 unit tiap 3 hari

Insulin Basal-Plus dan Basal-Bolus

Seperti telah sebutkan diatas, jika sasaran glikemik belum tercapai dalam waktu 2-3 bulan, diberikan terapi insulin yang intensif. Dalam pemahaman ini, insulin tambahan diberikan untuk memperbaiki kendali glikemik, yaitu dengan insulin prandial; konsep ini dikenal dengan nama basal-plus dan basal bolus, tergantung dari beberapa kali dibutuhkan insulin prandial tambahan. Yang dimaksud dengan insulin basal plus adalah penambahan insulin prandial untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan ketika pemberian insulin basal dan obat oral gagal mencapai  target sasasaran glikemik akibat pengaruh kadar glukosa darah setelah makan (pada keadaan ini umumnya kadar glukosa darah puasa telah mencapai sasaran).

Insulin prandial dapat diberikan satu, dua, atau tiga kali mengikuti pola makan. Pemberian satu kali insulin prandial dapat diberikan untuk menurunkan glukosa darah dua jam sesudah makan pada porsi makan yang menaikan glukosa darah prandial tertinggi (kadar glukosa darah 1-2 jam sesudah makan diatas 160-180mg/dL). Atau dalam praktek sehari-hari, jika kadar glukosa darah tidak bisa diukur setiap saat, maka insulin prandial ini bisa diberikan pada saat makan dengan jumlah makan terbanyak. Jika ada dua kadar glukosa darah sesudah makan yang belum mencapai sasaran, maka insulin prandial dapat diberikan dua kali. Jika diperlukan pemberian terapi insulin prandial sebanyak tiga kali dalam sehari, maka ini disebut konsep insulin basal-bolus (insulin basal + tiga prandial). Insulin prandial yang diberikan dimulai dengan dosis 4 unit sehari dan dapat disesuaikan  (dinaikan dosisnya sebanyak 2 unit) setiap 3 hari jika sasaran glukosa darah setelah makan belum tercapai. Penggunaan konsep insulin basal-bolus ini harus disertai dengan pemahaman perencanaan maka yang tepat dan pemantauan glukosa darah yang ketat. Insulin basal bolus dapat juga digunakan lebih awal pada keadaan tertentu seperti Diabetes type 1, kontrol glukosa darah buruk, dimana dibutuhkan penurunan kadar glukosa darah secara cepat.

 
insulin pada DM
Langkah pendekatan terapi pasien Diabetes type 2 dengan konsep insulin basal, basal plus dan basal bolus

Insulin premixed

Saat ini tersedia beberapa sediaan insulin premixed. Insulin premixed adalah insulin campuran tetap antara insulin kerja pendek atau cepat dan kerja menengah; insulin manusia dan insulin analog). Insulin ini kurang dianjurkan diberikan pada pasien diabetes type 1 oleh karena adanya kesulitan dalam pengendalian glukosa darah dan kurang fleksibel dalam pengaturan dosis insulin basal dan prandial sesuai kebutuhan. Berbeda dengan pasien diabetes type 2, karena masih ada insulin endogen (bukan kekurangan insulin mutlak), maka pemberian insulin premixed masih ada tempatnya dengan keuntungan dalam hal kenyamanan (bisa diberikan dua kali sehari). Yang perlu diperhatikan adalah kapan memulai pemberiannya dan apa keuntungan dan kerugian pemberian terapi insulin premixed dibanding basal plus atau basal bolus.

Terapi insulin premixed sebagai terapi intensif setelah gagal dengan insulin basal merupakan salah satu pilihan dalam pengelolahan pasien diabetes type 2. Oleh karena adanya keterbatasan dalam penyesuaian dosis antara insulin basal dan prandial yang terkandung tetap pada insulin premixed, maka menurut ADA/EASD (2009) penggunaannya tidak dianjurkan pada mereka yang baru memulai penyusuaian dosis insulin. Namun demikian berdasarkan kesepakatan para ahli internasional (unnikrishnan,et.all2009) pemberian insulin premixed dapat diberikan setelah gagal dengan obat oral atau dengan insulin basal.

Insulin premixed yang diberikan sekali sehari juga salah satu strategi yang cukup berhasil memperbaiki kendali glikemik, yang diberikan pada saat sebelum makan malam. Namun demikian secara umum hasilnya tidak sebaik jika diberikan dua atau tiga kali sehari. Pemberian insulin premixed sekali sehari dapat dimulai dengan penyuntikan pada saat makan terbanyak (untuk orang barat saat makan malam). Bila dibutuhkan dua kali maka disuntikan pada makan terbesar yang kedua. Cara sederhana untuk menggantikan terapi insulin basal sekali atau dua kali sehari dengan insulin premixed dua kali sehari adalah dosis total yang sama dengan dosis insulin sebelumnya, kemudian dibagi menjadi 2 dosis sama besar, dimana setengahnya di injeksikan pada saat sebelum makan pagi dan setengahnya di injeksikan pada saat sebelum makan malam. cara praktis mengganti insulin premixed sehari sekali menjadi sehari dua kali adalah bagi dosis yang diberikan dalam satu kali sehari menjadi dua (50%:50%) untuk pagi dan malam hari. dan cara praktis mengganti insulin premixed dari dua kali sehari menjadi tiga kali sehari adalah tambahkan 2-6 unit atau 10% dosis total harian insulin premixed sebelum makan siang. Pada penggunaan insulin premixed ini dianjurkan untuk mentritasi setiap tiga hari, namun untuk kepentingan praktis dapat dilakukan setiap minggu. Untuk selanjutnya secara bertahap menghentikan sulfonilurea dan tetap meneruskan metformin;glitazon sebaiknya dihentikan pada penggunaan insulin.

CARA PEMBERIAN INSULIN

Cara pemberian insulin yang umumnya dilakukan adalah dengan semprit insulin (1cc dengan skala 100 unit per cc) dan jarum, pen insulin atau pompa insulin (continous subcutaneous insulin infusion [CSII]). Beberapa tahun lalu penggunaan semprit dengan jarum adalah terbanyak digunakan, tetapi kini banyak pasien yang lebih nyaman menggunakan pen insulin. Hal ini karena lebih sederhana dan mudah dalam penggunaannya, disamping jarumnya juga lebih kecil, sehingga lebih nyaman pada saat di injeksikan. Penggunaan CSII masih terbatas di indonesia, karena sangat membutuhkan keterampilan pasien dan harganya relatif mahal. meskipun demikian, cara ini merupakan cara pemberian yang paling mendekati fisiologis. Penggunaan pen insulin kini lebih mudah dan nyaman dibandingkan semprit dan jarum. Penggunaannya lebih mudah dan nyaman, pengaturan dosisnya lebih akurat, dan bisa dibawa kemana-mana dengan mudah.

SASARAN TERAPI INSULIN

banyak anjuran yang dianjurkan oleh berbagai pusat atau asosiasi keahlihan dalam hal sasaran kendali glikemik. Apa yang dianjurkan oleh ADA (2010), merupakan salah satu anjuran yang bisa digunakan dalam praktek sehari-hari karena untuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan darah kapiler. Sasaran A1C dibawah 7% juga merupakan sasaran yang memadai untuk pasien di Indonesia. Meskipun demikian, pada pasien dengan keadaan tertentu maka dapat dipertimbangkan sasaran kendali glikemik yang kurang ketat (kurang dari 7,5%). Perlu diketahui dari laporan beberapa uji klinik besar belakangan ini bahwa sasaran A1C yang terlalu ketat terutama pada usia lanjut dan penyakit kardiovaskuler menyebab angka kematian yang tinggi. Salah satu alasan adalah kelompok ini lebih mudah jatuh kedalam hipoglikemia dan mudah terjadi fluktuasi kadar glukosa darah yang membahayakan jantung dan otak.

Tabel sasaran kendali glikemik untuk pasien diabetes dewasa
HbA1C
Kurang dari 7%
Kadar glukosa darah kapiler sebelum makan
70-130 mg/dL (3,9-7,2mmol/L)
Puncak kadar glukosa darah kapiler setelah makan
Kurang dari 180mg/dL (10,0mmol/l)
Kadar glukosa darah setelah makan, diukur 1-2 jam setelah memulai makan, yang biasanya merupakan kadar puncak pada pasien diabetes. Menurut ADA care 2010;33:s11-s61

Beberapa keadaan yang perlu dipertimbangkan dalam mencapai sasaran kendali glikemik :
  • A1C merupakan sasaran kendali glikemik utama
  • Sasaran hendaknya berdasarkan keadaan individu :
    • Lama diabetes
    • Usia/harapan hidup
    • Keadaan komorbid
    • Telah mempunyai komplikasi penyakit kardiovaskuler atau mikrovaskuler lanjut
    • Hipoglikemia yang tidak disadari (unawareness)
  • Pada individu tertentu, kendali glikemik bisa lebih atau kurang ketat
  • Jika A1C belum mencapai sasaran, maka glukosa darah setelah makan dapat dijadikan sasaran pengobatan, walaupun sasaran kadar glukosa darah sebelum makan tercapai.
Untuk pasien wanita dengan Diabetes Gestasi atau diabetes pada kehamilan, berdasarkan rekomendasi the Fifth International Workshop-Conference on Gestational Diabetes (2007), sasaran kadar glukosa darah kapiler sebelum makan adalah kurang dari 95mg/dl, 1 jam sesudah makan kurang dari 140mg/dl, atau kurang dari 120mg/dl pada 2 jam sesudah makan. Untuk wanita yang memang telah diketahui menderita diabetes type 1 atau diabetes type 2 sebelum hamil, direkomendasikan sasaran glukosa darah, jika dapat dicapai tanpa hipoglikemia, adalah glukosa darah sebelum makan, waktu tidur dan sepanjang malam antara 60-90 mg/dl; glukosa darah puncak sesudah makan (peak post prandial glucose) antara 100-129mg/dL; dan A1C kurang dari 6%. Dapat dilihat pada table dibawah ini.
    Table sasaran glukosa darah untuk DM gestational dan
    wanita hamil dengan diabetes type 1 dan diabetes type 2

    Waktu pemberian
    Sasaran glukosa darah
    DM gestational
    (DM pada kehamilan)
    Puasa
    Kurang dari 95mg/dl
    Satu jam setelah makan
    Kurang dari 140mg/dl
    Dua jam setelah makan
    Kurang dari 120mg/dl
    Diabetes type 1 dan Diabetes type 2
    Sebelum makan, waktu tidur dan sepanjang malam
    60-99 md/dl
    Puncak setelah makan antara (peak post prandial glucose)
    100-129 mg/dl
    A1C kurang dari 6 %, dengan catatan tidak terjadi hipoglikemika. Menurut ADA, diabetes care 2010;33:s11-s61


    DAFTAR PUSTAKA

    1. Perkumpulan endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011, Terapi insulin pada pasien diabetes rawat jalan.
    2. Buku ilmu penyakit dalam FK UI, metabolik endokrin : diabetes melitus. 2009
    3. Ismail K, Winkley K, Rabe-Hesketh S. Systematic review and meta-analysis of randomised controlled trials of psychological interventions to improve glycaemic control in patients with type 2 diabetes. Lancet 2004; 363:1589.
    4. Intensive blood-glucose control with sulphonylureas or insulin compared with conventional treatment and risk of complications in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Lancet 1998; 352:837.
    5. Nathan DM, Buse JB, Davidson MB, et al. Management of hyperglycemia in type 2 diabetes: A consensus algorithm for the initiation and adjustment of therapy: a consensus statement from the American Diabetes Association and the European Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care 2006; 29:1963.
    6. Norris SL, Zhang X, Avenell A, et al. Long-term effectiveness of lifestyle and behavioral weight loss interventions in adults with type 2 diabetes: a meta-analysis. Am J Med 2004; 117:762.
    7. Pemayun TG; Manfaat Insulin Bagi Diabetisi; dalam Naskah Lengkap Simposium Diabetes Mellitus (Dokter dan Diabetisi) dalam Rangka Memperingati Hari Diabetes Nasional Ke II Tahun 2005; Persadia Jawa Tengah; Semarang; 2005; 23-7
    8. Soegondo S; Advances In Insulin Treatment, dalam: Kumpulan Makalah Kongres Nasional VI Persadia dan Konferensi Kerja Perkeni dan PEDI; Meningkatkan Perawatan Mandiri Para Diabetesi di Indonesia; 2005; 3-5