Farmakologi tatalaksana batu saluran kemih
Batu saluran kemih
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, dan mengandung komponen kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila keluar dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat, secara bersama dapat dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal. Selain itu batu asam urat, batu sistin dan batu struvit (ammonia) juga dapat terjadi.
Tatalaksana batu saluran kemih secara farmakologis
Pada dasarnya penatalaksanaan batu saluran kemih secara farmakologis meliputi dua aspek:
1. Menghilangkan rasa nyeri/kolik yang timbul akibat adanya batu, dan
2. Menangani batu yang terbentuk, yaitu dengan meluruhkan batu dan juga mencegah terbentuknya batu lebih lanjut (atau dapat juga sebagai pencegahan/profilaksis)
Pencegahan terbentuknya batu ginjal harus lebih diperhatikan jika pada pasien terdapat faktor resiko sebagai berikut: batu terbentuk sebelum pasien berusia 30 tahun, adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, batu multipel, gagal ginjal, atau adanya residu batu setelah dilakukan operasi sebelumnya.
Panduan umum dalam menatalaksana batu saluran kemih:
1. Setelah mendiagnosis adanya kolik ginjal/ureter, tentukan apakah ada obstruksi dan/atau infeksi
2. Obstruksi tanpa infeksi dapat diatasi dengan analgesik dan tindakan untuk membebaskan penyebab obstruksi (batu), sedangkan infeksi tanpa obstruksi dapat diatasi dengan pemberian antibiotik dan merujuk pasien ke urologis
3. Jika tidak ada obstruksi (penuh) dan infeksi, maka analgesik dan agen untuk mengeluarkan batu dapat diberikan, di mana 90% batu yang berukuran kurang dari 4 mm dapat keluar dengan sendirinya (pada literatur lain disebutkan batu berukuran kurang dari 5-6 mm)
4. Jika ada obstruksi dan infeksi sekaligus, maka harus segera dilakukan tindakan bedah dan pasien dirujuk pada urologis
Panduan khusus dalam menatalaksana batu saluran kemih:
1. Pasien dengan dehidrasi harus tetap mendapat asupan cairan yang adekuat
2. Tatalaksana untuk kolik ureter adalah analgesik, yang dapat dicapai dengan pemberian opioid (morfin sulfat) atau NSAID/obat antiinflamasi non-steroid (ketorolak) dan obat antimuntah (metoklopramid). Jika pasien dapat mengkonsumsi obat secara peroral, maka dapat diberikan kombinasi dari ketiganya (narkotik, NSAID, antimuntah).
3. Pada pasien dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan, dapat diberikan regimen MET (medical expulsive therapy). Regimen ini meliputi kortikosteroid (prednisone), calcium channel blocker (nifedipin) untuk relaksasi otot polos uretra dan alpha blocker (terazosin) atau alpha-1 selective blocker (tamsulosin) yang juga bermanfaat untuk merelaksasikan otot polos uretra dan saluran urinari bagian bawah. Sehingga dengan demikian batu dapat keluar dengan mudah (85% batu yang berukuran kurang dari 3 mm dapat keluar spontan).
4. Pemberian analgesik yang dikombinasikan dengan MET dapat mempermudah pengeluaran batu, mengurangi nyeri serta memperkecil kemungkinan operasi.
Contoh regimen yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
- 2 tablet opioid oral/asetaminofen setiap 4 jam
- 600-800 mg ibuprofen setiap 8 jam
- 30 mg nifedipin (1 x 1 hari)
- 0.4 mg tamsulosin (1 x 1 hari) atau 4 mg terazosin (1 x 1 hari)
Pemberian regimen ini hanya dibatasi selama 10-14 hari, apabila terapi ini gagal (batu tidak keluar) maka pasien harus dikonsultasikan lebih lanjut pada urologis.
Pada batu dengan komposisi predominan kalsium, sulit untuk terjadi peluruhan (dissolve). Oleh sebab itu tatalaksana lebih mengarah pada pencegahan terbentuknya kalkulus lebih lanjut. Hal ini dapat dicapai dengan pengaturan diet, pemberian inhibitor pembentuk batu atau pengikat kalsium di usus, peningkatan asupan cairan serta pengurangan konsumsi garam dan protein.
Adapun batu dengan komposisi asam urat dan/atau sistin (cystine) lebih mudah untuk meluruh, yaitu dengan bantuan agen alkalis (untuk menciptakan suasana basa di urin). Agen yang dapat digunakan adalah sodium bikarbonat atau potasium sitrat. pH dijaga agar berada pada kisaran 6.5-7.0. Dengan cara demikian maka batu yang berespon terhadap terapi dapat meluruh, bahkan hingga 1 cm per bulan.
Pada pasien batu asam urat, jika terdapat hiperurikosurik/hiperurisemia dapat diberikan allopurinol. Selain itu, pada pasien dengan batu sistin, dapat diberikan D-penicillamine, 2-alpha-mercaptopropionyl-glycine yang fungsinya mengikat sistin bebas di urin sehingga mengurangi pembentukan batu lebih lanjut.
Di bawah ini adalah obat yang dapat digunakan untuk menatalaksana batu saluran kemih (tidak termasuk antibiotik)
1. Opioid analgesik, berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri. Dapat digunakan kombinasi obat (seperti oxycodone dan acetaminophen) untuk menghilangkan rasa nyeri sedang sampai berat. Hanya jika diperlukan (prn= pro re nata)
- Morphine sulphate 2-5 mg IV setiap 15 menit jika diperlukan (jika RR<16 kali permenit dan sistolik < 100 mmHg), atau
- Oxycodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam jika diperlukan, atau
- Hydrocodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam jika diperlukan.
2. Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat aktivitas COX yang bertanggung jawab dalam sintesis prostaglandin (PGD) sebagai mediator nyeri. Bermanfaat dalam mengatasi kolik ginjal.
- Ketorolac 30 mg IV (15 mg jika usia >65 tahun, gangguan fungsi ginjal atau BB <50 kg) diikuti dosis 15 mg IV setiap 6 jam jika diperlukan. Dianjurkan untuk tidak digunakan melebihi 5 hari karena kemungkinan tukak lambung.
- Ibuprofen 600-800 mg PO setiap 8 jam.
3. Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat menekan peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.
- Prednisone 10 mg PO dua kali sehari. Penggunaan prednisone dibatasi tidak boleh melebihi 5-10 hari.
4. Calcium channel blockers, merupakan obat yang mengganggu konduksi ion Ca2+ pada kanal kalsium sehingga menghambat kontraksi otot polos.
- Nifedipine 30 mg/hari PO extended release cap
5. Alpha blocker, merupakan antagonis dari reseptor α1-adrenergic. Dalam keadaan normal reseptor α1-adrenergic merupakan bagian dari protein berpasangan protein G (G protein-coupled receptor). Protein ini berfungsi dalam signaling dan aktivasi protein kinase C yang memfosforilasi berbagai protein lainnya. Salah satu efeknya adalah konstriksi otot polos; dengan adanya alpha blockers maka konstriksi otot polos (pada saluran kemih) tersebut dihambat.
- Tamsulosine 0.4 mg tablet PO setiap hari selama 10 hari. Tamsulosin merupakan alpha-1 blocker yang digunakan untuk memudahkan keluarnya batu saluran kemih.
- Terazosin 4 mg PO setiap hari selama 10 hari.
6. Obat urikosurik, merupakan obat yang menghambat nefropati dan pembentukan kalkulus oksalat.
- Allopurinol 100-300 mg PO setiap hari. Allopurinol merupakan obat yang menghambat enzim xantin oksidase, suatu enzim yang mengubah hipoxantin menjadi asam urat.
7. Agen alkalis
- Potassium citrate 30-90 mEq/hari PO dibagi menjadi 3-4 kali sehari, dimakan bersama makanan.
8. Diuretic
- Thiazide, hidroklorothiazide 25-50 mg perhari.