TRAUMA WAJAH ATAU MUKA : DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

TRAUMA MUKA

Pendahuluan
            Muka merupakan bagian tubuh yang sering mengalami trauma, karena tidak terlindung oleh organ lain. Trauma muka dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas,  kelalaian pekerjaan bangunan, kecerobohan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, perkelahian dan kecelakaan waktu olahraga. Frekuensi kasus terbanyak terutama pada anak laki-laki usia remaja.
                Trauma muka ini dapat berupa trauma tersendiri atau disertai dengan trauma organ tubuh lainnya. Hal yang paling sering terjadi adalah adanya epistaksis, diplopia, hipestesi sampai anestesi dan perdarahan subkonjungtiva. Setiap trauma muka juga dapat menyebabkan kebocoran LCS atau cairan serebrospinalisSejalan dengan perkembangan dunia teknologi transportasi yang demikian pesatnya, tampak bahwa angka kejadian trauma pada tubuh manusia mempunyai kecenderungan untuk terus meningkat. Pembangunan jalan bebas hambatan, bertambahnya jumlah kendaraan, kurang digunakannya alat-alat pengamanan pada kendaraan dan kurang disipilinnya pengguna jalan menyebabkan trauma akibat kecelakaan kendaraan lalu lintas menempati urutan pertama sebagai penyebab trauma pada manusia.
                Data yang dikumpulkan oleh Schutz  mengatakan bahwa 54% dari kasus trauma fasial disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Di samping itu kecelakaan yang dapat menyebabkan trauma fasial adalah kecelakaan kerja, kecelakaan di rumah, kecelakaan olah raga, perkelahian dan gigitan binatang.
                Bagian tubuh yang paling sering terkena trauma akibat suatu kecelakaan lalu lintas adalah kepala, yaitu sekitar 72%.
Penanganan secara cepat dan tepat baik terhadap kelainan fungsi vital yang ditimbulkan maupun terhadap kelainan lokal sangat menentukan prognosis dari penderita.

Masalah yang timbul
                Pada setiap trauma, maka tindakan pertama yang terpenting adalah memperhatikan keadaan umum serta fungsi-fungsi vital tubuh lainnya.
Hal yang penting diperhatikan adalah 
1.        Jalan pernafasan
2.        Stabilitas hemodinamika dan perdarahan
3.        Trauma  yang mengancam nyawa dan shock
4.        Stabilisasi cervical-spines
5.        Evaluasi secara hati-hati pada multitrauma.

Jalan pernapasan
                Darah, muntahan, patahan gigi dapat menyebabkan suatu obstruksi jalan nafas bagian atas yang dapat membahayakan kelangsungan hidup penderita. Tindakan pertama adalah membersihkan bahan-bahan tersebut dari dalam rongga mulut. Keadaan yang lebih serius timbul apabila terdapat edema laring atau trakea akibat trauma pada leher. Dalam hal ini, suatu tindakan trakeotomi darurat perlu dipertimbangkan. Pada fraktur paramedian bilateral mandibula, lidah dapat membalik ke belakang karena kehilangan tempat fiksasi, sehingga menutup jalan nafas.


Stabilitas hemodinamika dan pendarahan
                Perdarahan hebat dapat terjadi apabila terdapat robekan arteri fasialis, arteri temporalis superfisialis atau arteri angularis, tapi perdarahan ini dapat diatasi segera dengan penekanan langsung pada daerah perdarahan. Ligasi pembuluh darah dapat juga dilakukan. Perhatikan perdarahan di rongga mulut, apabila darah banyak tertelan dapat mengiritasi lambung sehingga terjadi muntah.

Trauma yang mengancam nyawa dan shock
                Meskipun perdarahan pada  luka-luka diwajah dapat terjadi dengan hebat, tapi jarang merupakan sebab tersendiri untuk terjadinya suatu shock. Suatu trauma penetrasi pada mata dapat menyebabkan awal suatu shock akibat rasa sakit yang hebat. Untuk mengatasi shock perlu diteliti sebabnya, disamping tindakan suportif lainya. 

Klasifikasi trauma
Trauma pada maksilofasial dapat kita bagi menjadi trauma yang mengenai jaringan lunak serta trauma yang berakibat terjadinya fraktur tulang-tulang wajah.
                Trauma pada jaringan lunak pada wajah dapat berupa kontusi jaringan, aberasi, luka tusuk, laserasi sampai dapat terjadi juga suatu avulsi jaringan. Lokasi kelainan pada jaringan lunak diwajah dapat mengenai daerah dahi, daerah sekitar mata, hidung, pipi, dagu, bibir, dan jaringan didalam mulut.
                Bila terjadi fraktur pada tulang-tulang wajah, dapat terjadi bermacam-macam tipe fraktur. Fraktur yang terjadi diantaranya dapat berupa tipe tertutup, fraktur terbuka, tipe greenstick, fraktur comminuted dan sebagainya. Lokasi fraktur dapat terjadi pada setiap tulang diwajah. Daerah sepertiga tengah muka adalah yang tersering mengalami fraktur. Fraktur ini dapat mengenai tulang hidung dan septum, antrum  atau maksila, dimana dapat terjadi bentuk-bentuk fraktur yang terkenal dengan nama Le Fort I-II-III, disamping itu juga dapat terjadi fraktur prosesus alveolaris. Fraktur yang mengenai wajah sepertiga bagian bawah adalah fraktur-fraktur yang terdapat pada mandibula.

Diagnosis
Diagnosis dapat kita tegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan radiologik. Terpenting adalah pemeriksaan secara inspeksi dan palpasi yang teliti.
                Pada inspeksi perlu diperhatikan keadaan daerah yang terkena trauma, sebagai contoh adanya luka, adanya hematom, bentuk asimetris dan sebagainya. Dengan pemeriksaan secara palpasi kita akan mendapatkan data yang lebih banyak tentang kemungkinan ada atau tidaknya suatu fraktur.
                Palpasi secara bilateral amat penting untuk mengetahui adanya keadaan asimetri bagian-bagian wajah. Daerah yang harus diperhatikan pada saat melakukan palpasi adalah daerah supraorbital, daerah lateral orbital rim, daerah infra orbital rim, zigoma, arkus zigomatikus, tulang hidung, tulang maksila dan mandibula. Pada daerah supraorbital dan lateral orbita, diperhatikan depresi atau angulasi tulang, ptosis dan enoftalmos, ekimosis periorbita, terbatasnya pergerakan bola mata dan hipestesi daerah dahi. Pada daerah infra orbital perlu diperhatikan depresi atau angulasi tulang, hematom, hipestesi pada sulkus nasolabialis serta bagian lateral ala nasi. Pada daerah zigoma perlu diperhatikan ada tidaknya krepitasi, angulasi tulang dan adanya hematom.
                Fraktur pada daerah arkus zigomatikus pada umumnya terdapat angulasi disamping terjadinya ekimosis periorbita. Dapat juga terdapat gangguan fungsi mengunyah atau pergerakan mandibula. Apabila terjadi fraktur tulang hidung, umumnya kita dapatkan gejala epistaksis, krepitasi, asimetri, obstruksi dan sebagainya.
                Gejala yang seringkali menonjol pada fraktur os maksila adalah gangguan oklusi. Palpasi bimanual intra oral dan ekstra oral dapat membantu untuk menentukan lokasi fraktur. Apabila terdapat fraktur mandibula dengan palpasi bimanual dapat kita tentukan garis fraktur.
                Gejala lain yang terdapat adalah krepitasi, rasa sakit, gangguan oklusi dan pergerakan mandibula dan kadang-kadang terdapat hipestesi bibir mulut bagain bawah.
                Untuk mengetahui dengan tepat arah dan letak garis fraktur, pemeriksaan secara radiologik sangat membantu. Pemeriksaan radiologik tersebut berupa proyeksi Waters, proyeksi anteroposterior tengkorak dan proyeksi lateral. Bisa juga dilakukan pemeriksaan CT-Scan dan MRI.
                Sering terjadi bahwa fraktur pada daerah-daerah tulang wajah tidak terdiagnosis dengan baik, hal mana kelak akan menimbulkan gejala-gejala sisa misalnya berupa gangguan fungsi pada hidung, gangguan pergerakan bola mata, gangguan oklusi, sakit kepala akibat obliterasi atau ganguan drainase sinus paranasal, disamping terjadinya asimetris pada wajah dan gangguan kosmetik lainnya.

Penatalaksanaan
                Hematom yang terjadi di daerah muka umumnya dapat diresorbsi secara spontan, akan tetapi apabila terdapat hematom yang besar, umumnya perlu dilakukan suatu tindakan insisi untuk mengeluarkan isi hematom tersebut.
                Penjahitan luka pada wajah, umumnya dapat dilakukan sebelum 24 jam pasca-trauma, kecuali luka-luka yang diakibatkan oleh gigitan binatang misalnya gigitan anjing. Aproksimasi kedua ujung luka yang baik serta penjahitan luka dengan bahan yang tepat dapat membantu penyembuhan kosmetik secara memuaskan. Untuk jahitan subkutis umumnya dipakai cat gut 4-0 atau bahan-bahan sintetik yang dapat diabsorbsi seperti dexon. Sedangkan jahitan kulit dipakai silk atau nylon 5-0 atau bahan sintetik lainnya.
                Apabila kulit yang dijahit sangat tipis misalnya pada kelopak mata, pembukaan jahitan dapat dilakukan pada hari ke 4 atau ke 5, sedangkan pada daerah lain di wajah umumnya pengangkatan jahitan dilakukan antara hari ke 4 sampai hari ke 6 pasca tindakan.

FRAKTUR RANGKA TULANG

Fraktur os frontal dan sinus frontal.
                  Fraktur os frontal umumnya bersifat depressed ke dalam sinus atau hanya mempunyai garis fraktur yang linier, garis fraktur mana dapat meluas ke daerah fasial yang lain. Apabila trauma mengenai dinding depan os frontal, maka fraktur yang mungkin terjadi dapat bersifat depressed atau communited. Apabila fraktur tersebut juga terdapat pada dinding belakang sinus frontal, maka dapat terjadi perobekan dura dengan akibat terjadinya likuore.
                Diagnosis dapat ditegakan dengan palpasi apabila fraktur hanya mengenai dinding depan dari sinus frontal. Likuore menunjukan kemungkinan adanya robekan dura. Pada dugaan fraktur os frontal dan sinus frontal perlu dilakukan pemeriksaan radiologik dengan proyeksi Waters, lateral dan postero-anterior atau CT-Scan.
                Apabila terdapat fraktur terbuka, dapat langsung dilakukan eksplorasi, reposisi serta fiksasi dari fragmen-fragmen fraktur. Pada fraktur tertutup, perlu dibuat insisi untuk mencapai daerah fraktur tersebut. Insisi tersebut dapat berupa insisi sepanjang batas rambut untuk membuat suatu frontal flap, atau dapat juga berupa insisi terbatas bilateral pada bagian medial alis mata yang dihubungkan satu dengan yang lain (brill incision). 

Fraktur tulang hidung
                 Fraktur tulang hidung merupakan fraktur yang tersering terdapat pada wajah. Fraktur tersebut dapat berbentuk suatu angulasi tulang hidung kearah lateral, atau suatu bentuk fraktur depressed atau juga bentuk comminuted.. Diagnosis umumnya  dapat ditegakan dengan pemeriksaan klinik yaitu adanya  deformitas tulang hidung, krepitasi, disamping kemungkinan adanya epistaksis. Dapat juga dilakukan  foto Rontgen proyeksi lateral tulang hidung (spot nasal).
                Fraktur tulang hidung jarang merupakan fraktur yang terbuka. Pada reposisi selain faktor kosmetik, sangat penting diperhatikan fungsi hidung sebagai sistim saluran pernafasan bagian atas. Hal yang kadang-kadang memerlukan perhatian segera adalah penghentian epistaksis.
                Pada reposisi ini juga harus diperhatikan tentang kemungkinan adanya hematom septum. Hematom septum ini apabila tidak segera dievakuasi, akan menimbulkan suatu perforasi septum nasi. Pada fraktur tulang hidung, hampir tidak pernah dilakukan reposisi secara terbuka. Pada fraktur septum nasi, apabila terdapat obstruksi kavum nasi yang berat, diperlukan suatu reposisi terbuka seperti akan melakukan suatu operasi septum reseksi. Dianjurkan untuk melakukan reposisi fraktur tulang hidung dalam waktu secepat-cepatnya, maksimal sebelum 10 hari pasca trauma.

Fraktur os zigomatikus
           Fraktur os zigomatikus merupakan urutan kedua tersering setelah fraktur os nasalis. Gejala tersering adalah ekimosis periobita. Gejala lain adalah depresi malar eminence, depresi orbital rim inferior, hipestesi daerah yang didistribusi oleh n. infra orbitalis. Diplopia jarang merupakan suatu gejala yang hanya disebabkan oleh fraktur os zigomatikus saja.
                Apabila terjadi depresi os zigoma, pada umumnya terdapat tiga tempat garis fraktur yaitu sepanjang infra orbital rim, pada sutura zigomatikofrontalis, dan pada hubungan antara os temporal dan arkus zigomatikus. Umumnya fraktur zigoma ini jarang berdiri sendiri. Garis fraktur biasanya dapat meluas ke arah orbital rim dan ke arah lantai orbita.
                Rontgenologik dapat dilihat pada proyeksi Waters atau submentovertex dan CT-Scan. Tidak jarang terdapat perdarahan kedalam sinus maksila, dan secara radiologik sering didiagnosis sebagai sinusitis maksilaris kronik.
                Reposisi fraktur jenis ini umumnya adalah  reposisi secara terbuka. Insisi dilakukan pada bagian bawah palbebra inferior, diatas orbital rim yaitu bagian lateral dari alis mata. Reposisi ini bisa dilakukan dalam anestesi lokal. Fiksasi dilakukan dengan memakai kawat yang tidak dapat berkarat antara kedua fragmen yang mengalami fraktur tersebut, atau dengan menggunakan  “miniplate”.

Fraktur “Blow out” Orbita
                Pada trauma tumpul yang mengenai bola mata, misalnya akibat terkena bola tennis, maka dapat terjadi fraktur lantai orbita. Fraktur semacam ini terkenal dengan nama blow out fracture. Fraktur lantai orbita ini sering tidak terdiagnosis. Oleh karena itu perlu dikenal secara tepat gejala-gejalanya. Umumnya terdapat ekimosis orbita, konjunngtiva dan sclera. Pada kasus yang hebat dapat terjadi enoftalmos. Gejala yang juga dapat terjadi adalah terbatasnya pergerakan bola mata ke arah superior karena terjepitnya m.rektus inferior atau m. oblikus inferior oleh fragmen-fragmen fraktur pada lantai orbita atau karena edema jaringan. Juga hipestesia sampai anesthesia pada daerah-daerah yang dipersarafi oleh n.infraorbitalis.
                Pemeriksaan radiologik yang dianjurkan ialah proyeksi Waters dan CT-Scan, dimana jelas terlihat orbital rim intact dan fraktur lantai orbita, yang kadang-kadang disertai dengan herniasi isi bola mata kedalam sinus maksila. Perlu dilakukan pemeriksaan oleh spesialis mata.
                Ada dua alternatif terapi, pertama adalah reposisi transantral, yaitu melalui sinus maksila dan yang kedua adalah melalui insisi dibawah palpebra inferior tepat diatas orbital rim inferior, dimana lantai orbita perlu disanggah oleh bahan sintetik misalnya jala  tantalum, lembaran silastik atau dapat juga disanggah oleh tulang rawan yang diambil dari septum nasi.

Fraktur os maksila
               Bermacam-macam bentuk fraktur os maksila dapat terjadi. Fraktur os maksila yang terkenal adalah menurut pembagian Le Fort yaitu tipe I (transversed), tipe II (pyramidal), dan tipe III (craniofacial disjunction), akan tetapi, pada umumnya terdapat kombinasi dari bermacam-macam jenis fraktur terutama pada trauma fasial yang hebat.
                Gejala klinik yang umumnya didapat adalah maloklusi. Kadang-kadang terdapat pembengkakan periorbital atau ekimosis. Perlu diperhatikan terhadap kemungkinan adanya likuore. Ini disebabkan karena fraktur meluas ke arah lamina kribrosa. Pada umumnya likuore ini akan berhenti pada hari kelima, akan tetapi dapat berlangsung terus sampai kira-kira 3 minggu.
                Diagnosis Le Fort I-II-III dapat dilakukan dengan palpasi dan mencoba untuk menggerakan bagian maksila yang diduga mengalami fraktur. Pemeriksaan terhadap fungsi sensorik n.infraorbitalis perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan kompresi terhadap saraf tersebut.
                Pada reposisi dan fiksasi fraktur maksila ini perlu diperhatikan tentang fungsi oklusi. Pada Le Fort I umumnya cukup dilakukan fiksasi dengan inter-maxillary fixation. Fraktur-fraktur yang lebih kompleks, selain intermaxillary fixation perlu dilakukan fiksasi interna dengan memakai halo (alat Visor-halo dan Diaden) sering dilakukan pada fraktur-fraktur yang sangat kompleks. 
    Fraktur Le Fort I-II-III
Fraktur mandibula
            Gejala tersering fraktur mandibula adalah maloklusi. Maloklusi harus dibedakan dengan keterbatasan pergerakan mandibula akibat proses pada sendi temporo-mandibular yang umumnya berhubungan dengan gejala trismus. Daerah yang dapat mengalami fraktur adalah prosesus alveolaris, simfisis, korpus, ramus, angulus, prosesus koronoid dan condyle. Radiologik dilakukan proyeksi lateral, oblik, posteroanterior. Towne dan foto oklusal. Sangat bermanfaat apabila dapat dilakukan foto Panorex.
                Reposisi dapat dilakukan secara tertutup maupun terbuka, tergantung jenis dan garis fraktur. Fiksasi dapat berupa fiksasi eksterna dengan intermaxillary fixation maupun fiksasi interna dengan plat metal.
    Fraktur mandibula

DEFEK KULIT WAJAH

Defek pada kulit wajah sering terjadi akibat trauma maupun tumor. Untuk mengatasi defek yang terjadi, perlu dilakukan suatu prosedur rekonstruksi, yang apabila defek kulit yang terjadi tidak terlalu besar, dapat diatasi dengan flap lokal dari kulit disekitar defek tersebut. Flap lokal kulit adalah suatu segmen kulit yang ditransfer dari kulit sekitar atau berdekatan dengan defek untuk menutup dengan baik defek tersebut(9). Untuk mencapai hasil yang baik perlu dipertimbangkan berbagai faktor, antara lain warna, ketebalan dan tekstur kulit yang sesuai dengan resipien. Yang menjadi pertimbangan pokok adalah vaskularisasi flap yang memadai sehingga dapat menjamin penyembuhan luka dengan sempurna. Vaskularisasi yang tidak mencukupi akan menyebabkan tidak terjadinya flap yang dibuat.
Perencanaan pembuatan flap kulit lokal harus didahului oleh analisis berbagai faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan akhir berupa penampilan kosmetik dan fungsional yang baik. Perlu diteliti, dari mana daerah donor kulit yang paling memungkinkan (vaskularisasi, warna, ketebalan dan tekstur) dan jenis flap yang mana yang dibuat. Flap yang dibentuk tidak boleh menyebabkan tarikan yang terlalu kuat, sebab dapat mengganggu kelancaran vaskularisasi disamping hasil kosmetik yang kurang memuaskan. Pada saat pembedahan, merupakan suatu keharusan untuk memperlakukan flap kulit dan jaringan sekitarnya secara halus dan benar, sehingga kerusakan jaringan kulit dapat dihindarkan.

Patologi
           Apabila dibuat suatu flap kulit secara acak, maka terjadi penurunan suplai darah, dan bagian distal flap akan mengalami iskemia. Sayatan pada pinggir flap akan memutuskan sirkulasi darah dengan kulit sekitarnya, sehingga suplai darah menjadi terbatas dan hanya tergantung dari jumlah dan ukuran pembuluh darah yang masuk ke dalam flap melalui basis flap. Kelangsungan hidup bagian distal flap hanya tergantung dari tekanan perfusi pada pleksus kutaneous. Pelepasan katekolamin dari kerusakan ujung saraf yang terjadi, akan menghasilkan suatu keadaan hiperadrenergik yang menetap selama 16-31 jam. Keadaan ini mengakibatkan penurunan aliran darah pada setiap bagian flap. Akan terjadi bendungan pembuluh darah, anoksia dan trombosis. Untuk mempertahankan kehidupan flap tersebut, maka dalam 7-12 jam sejak pembentukannya, flap harus sudah mendapat sirkulasi nutrien yang adekuat.

Biomekanik
            Sifat mekanik dan kelenturan kulit merupakan hasil kombinasi antara kandungan elastin dan collagen yang terdapat di dalamnya. Pada kulit dikenal istilah stress, yaitu suatu jumlah tarikan/regangan per unit area kulit, dan istilah strain, yaitu perubahan ukuran panjang akibat tarikan dibandingkan dengan ukuran asalnya. Apabila kulit diregangkan, maka akan terjadi perubahan/deformasi ringan akibat perubahan anyaman serat elastin. Pada regangan yang lebih kuat, maka serat-serat kolagen akan tertarik kearah regangan, sehingga deformasi akan lebih sulit. Pada regangan yang lebih kuat lagi, maka seluruh serat kolagen akan tertarik kearah regangan, sehingga perubahan panjang kulit akibat regangan tersebut akan sangat sedikit. Secara klinis ini berarti, apabila kita berusaha untuk menutup defek kulit yang luas dengan tegangan yang sangat kuat pada kulit, maka tidak mungkin kita menambah menggeser kulit tanpa tambahan tarikan yang sangat kuat, dan apabila ini dilakukan, maka akan berpengaruh negatif terhadap kesembuhan luka, bahkan dapat berakibat nekrosis kulit tersebut. Pada penelitian dengan menggunakan Dopler Laser, regangan yang dialami oleh flap akan menurunkan aliran darah, akan tetapi pada flap yang memiliki peredaran darah yang sangat baik, regangan yang dialaminya tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhannya.
                Perlekatan kulit terhadap jaringan subkutan sangat penting. Pelonggran kulit dari subkutan (undermining) akan mengurangi tegangan kulit pada proses penutupan luka, tetapi undermining yang berlebihan ternyata  tidak ada gunanya. Kulit memiliki sifat anisotropy, yaitu kemampuan yang bervariasi dalam hal arah pertumbuhannya, oleh karena itu maka insisi pada kulit bila memungkinkan harus dibuat sejajar dengan garis kerutan kulit (The relaxed skin tension lines = RSTL). Pada garis ini penutupan luka akan mengalami regangan yang paling minimal.

Klasifikasi Flap Kulit

              Berbagai klasifikasi telah dibuat, terutama berdasarkan suplai darah pada kulit (flap kulit random=acak, flap kulit arterial), komposisi jaringan (flap kulit, flap fasiokutan dan muskulokutan), dan pola geometric (rotasi, transposisi dan advancement). Terdapat juga beberapa klasifikasi, misalnya flap kutan pedicle, flap neurovaskular island.
  •  Flap Kulit Random.
    • Karakteristik flap ini adalah keterbatasan suplai darah, yaitu dari a.septokutan dan pembuluh darah muskulokutan. Perfusi darah di bagian distal flap terjadi melalui pembuluh darah kutan yang direk. Tekan perfusi serta kondisi ancaman mikrovaskuler sangat menentukan bagi kelangsungan hidup flap.
    • Flap kulit random sering dilakukan pada kulit wajah berupa flap transposisi, rotasi dan advancement. Flap kulit lokal adalah suatu flap yang terdiri dari segmen kulit dan jaringan subkutan dan dapat dilakukan rotasi, transposisi dan advancement ke bagian yang mengalami defek. Pada daerah kepala dan leher, umumnya ukuran flap panjang berbanding lebar adalah 2:1. Pada saat merencanakan pola flap, harus diperhatikan agar luka parut pasca bedah akibat sayatan berlebihan dapat dibatasi. Perkiraan hasil akhir tarikan kulit terhadap struktur sekitar (misalnya mata, palpebra, bibir dan alanasi) harus dipertimbangkan, sehingga simetri wajah dapat dipertahankan.
  • Flap Advancement
    • Flap advancement rectangular sangat bermanfaat, terutama pada dahi. Pada umumnya, ratio panjang berbanding lebar antara 1 : 1 sampai 2 : 1. Untuk luka yang lebih luas, dapat digunakan flap bilateral. Keuntungan flap ini adalah tidak mengubah ketinggian alis mata, dan bila digunakan di daerah lateral bibir dan mata, dapat menghindarkan tarikan ke arah superior maupun inferior.
  • Flap Rotasi.
    • Garis rotasi cenderung lebih dapat mengikuti kontur natural wajah. Secara teoritis, flap ini dapat dirotasi sampai 1800 dengan tegangan maksimal terletak sepanjang segmen flap. Segitiga Burrow yang harus dibuat akibat dog ear yang terjadi, dapat dibuat dimana saja, sejajar dengan RSTL. Biasanya digunakan pada flap pipi dengan defek yang luas (misal Flap Mustrade).
    • Double Rotation Flap
  •    Flap Rhomboid             
    • Flap rhomboid yang klasik diutarakan oleh Limberg, terdiri dari dua sudut 600 dan dua sudut 1200. Terdapat berbagai variasi, misalnya sebuah flap transposisi 300 yang di transposisi ke arah defek belah ketupat yang telah diperpendek dengan M-pastik. Keuntungan variasi ini adalah hanya sedikit terjadi dog ear. Variasi flap Duformental dapat digunakan pada defek belah ketupat dengan sudut berbagai ukuran. Untuk defek belah ketupat dengan ukuran yang sangat besar, dapat digunakan flap rhomboid ganda atau bahkan tripel.
    • 600 Rhomboid Flap
      300 Transposition Flap
      Double Rhomboid
      Triple Rhomboid
  • Flap Transposi
    • Flap yang di transposisikan untuk menutup defek secara primer merupakan flap yang sering digunakan. Flap-S dari Bardach merupakan contoh yang sangat karakteristik. Flap transposisi triangular (flap note) memungkinkan menutup defek sirkuler oleh flap triangular. Flap ini dianjurkan digunakan pada defek sirkuler dengan diameter tidak lebih dari 2 cm. Dibuat garis singgung terhadap defek bulat tersebut sejajar RSTL sepanjang 1,5 kali diameter defek. Pada ujung garis singgung terhadap defek bulat tersebut sejajar RSTL sepanjang 1,5 kali diameter defek. Pada ujung garis singgung tersebut dibuat flap triangular ke arah sudut 500/600, dengan panjang kakinya sama dengan diameter defek. Kemudian flap dirotasikan ke arah defek, dan ujungnya dibentuk sesuai defek. Flap ini banyak digunakan pada pipi, bibir dan hidung
    • Flap Note
    • Contoh lain adalah Z-plastik, suatu transposisi sederhana dua buah flap triangular. Z-plastik sering digunakan untuk melonggarkan jaringan parut kontraktur, untuk merubah arah jaringan parut, dan sebagai prosedur tambahan untuk melonggarkan tegangan kulit berlebih pada penutupan luka fusiform (adjunct Z-plasty).
    • Adjunct Z-plasty
      Adjunct Z-Plasty
  • Flap bilobed 
    • Flap bilobed  merupakan kombinasi flap transposisi dengan menggunakan jaringan sekitar lebih luas dengan cara membuat dua buah flap. Ukuran flap defek pertama sama besar dengan luas defek. Ukuran flap kedua dibuat setengah lebar flap pertama. Defek yang terjadi akibat flap pertama, kemudian ditutup dengan cara V-Y. Flap ini digunakan terutama apabila defek terletak sedemikian rupa, sehingga jaringan donor harus diambil dari satu arah tanpa menimbulkan distrosi terhadap alat sekitarnya, misalnya pada dorsum nasi.

Obat-Obatan

                     Pemberian antitetanus merupakan prosedur pada luka akibat trauma dan anti rabies pada luka karena gigitan hewan. Pilihan antibiotik yang diberikan adalah penisilin dengan asam klavulanat. Anestesi lokal yang dipakai adalah lidocain 1% dengan atau tanpa 1:100.000 epineprin. Sebelum luka dijahit harus dipastikan telah bersih dari debris dan benda asing.
                Pada iskemi dan kerusakan jaringan, terjadi peningkatan radikal bebas yang menyebabkan pembengkakan endotel vaskuler dengan akibat ekstravasasi cairan dan trombosis intra vaskuler. Pemberian obat anti radikal bebas seperti alopurinol diberikan sejak sebelum pembedahan. Saat ini obat yang dianggap ideal adalah klorpromazin, dan diberikan sampai 14 hari pasca bedah. Klorpromazin mempunyai efek menghambat influks ion Ca2+, mempunyai daya stabilisasi membran sel, menurunkan kebutuhan metabolisme sel, berefek hipotermik, anti-inflamasi dan antikoagulan.

KESIMPULAN

Penatalaksanaan suatu kelainan yang diakibatkan trauma pada wajah tidak lepas dari penatalaksanaan secara umum terhadap keadaan fungsi vital tubuh. Pengobatan lokal harus selalu memperhatikan rehabilitasi fungsi organ-organ yang bersangkutan (fungsi saluran pernafasan, fungsi mengunyah, pergerakan otot wajah dan pergerakan bola mata), disamping segi kosmetik. Flap kulit pada wajah untuk menutup defek, pada umumnya berupa flap advancement, transposisi dan rotasi. Untuk meningkatkan ketahanan flap terhadap keadaan iskemia, maka dapat diberikan obat-obatan berupa steroid, anti radikal bebas dan klorpromazin.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Schutz. RC : Facial injuries, 2 end ed. Year Book Medical Publisher. Inc. Chicago-London, 1977. pp 10-109.
  2. Goodman, A. Soft Tissue Injuries to the Face in: Facial plastic and reconstruction surgery. Ed.Papel, I.D.Mosby year book, St.Louis.1992.:449.
  3. Strupler W.: Frontobasale Fracture. Therapeulische Umschau 30 : 388-396, 1973.
  4. Kastenbauer, B.D. In tranasal surgery and the management of acule nasal injury. In: Head and Neck Surgery.Vol 1.ed.Tardy M.E.George Thicme verlaf.New York,1995.:375-378.
  5. Strpler W.: Zur Klinik und Therapie derjochbeinbruche. Therapuetische Umschau 32 : 647-957. 1975.
  6. Strupler W: On isolated Blow-Out Fractures of The Orbital Floor. Buletin of The International Academy of Cosmetic Surgery 1-10. 1978.
  7. Panje W.R. Plastic and reconstructive surgery of the head and neck in:Scott-Brown’s Otolaryngology 6th ed.Kern A.G. Butterworths.1997.:51/26/16.
  8. Limber AA. The Planning of local plastic operations on the body surface: theory and practice. (SA Wolf, Trans) Lexington, MA, Toronto : The Culamore Pres, D.C.Heat, 1984.
  9. Ridenour, BD., Larrabec, WF; Skin Design.: In : Biological Basis of Facial Plastic Surgery. Ed Mayers. Thieme Medical Publications, Inc. New York. 1993 : 72-79.
  10. Daniel RK, Kerrigan CL. Priciples and physiologi of skin flap surgery. In : McCarthy JG; ed Plastic Surgery. Vol.Philadelphia; Saunders; 1990.
  11. Larrabee WF Jr, Holloway GA Jr, Sutton D. Wound tension and blood flow in skin flaps. Ann Otol Rhinol Laringol, 1984; 93-112.
  12. Lore, J.M. Basis Techniques. In: An Atlas of head Neck Surgery WB Saunders Co, Philadelphia, London, Toronto, 1973 : 32-49.
  13. Angel MF, Narayanan K, Swartz WM, et al.Deferoxamine increases skin flap survival: additional evidence of free radical involvement in ischaemic flap surgery. Br J Plast Surg. 1986; 39-264.
  14. Bibi R, Ferder M, Strauch B. Prevention of flap necrosis by chlorpromazine, Plast Reconstr Surg. 1986; 77-954.
SLIMING CAPSUL
Suplement pelangsing terbaik. Lulus Standard GMP (Good Manufacturing Practice) dan uji tes SGS. Pesan sekarang Juga!!!
sikkahoder.blogspot
ABE CELL
(Jamu Tetes)Mengatasi diabetes, hypertensi, kanker payudara, mengurangi resiko stroke, meningkatkan fungsi otak, dll.
sikkahoder.blogspot
MASKER JERAWAT
Theraskin Acne Mask (Masker bentuk pasta untuk kulit berjerawat). Untuk membantu mengeringkan jerawat.
sikkahoder.blogspot
ADHA EKONOMIS
Melindungi kulit terhadap efek buruk sinar matahari, menjadikan kulit tampak lenih cerah dan menyamarkan noda hitam di wajah.
sikkahoder.blogspot
BIO GLOKUL
Khusus dari tanaman obat pilihan untuk penderita kencing manis (Diabetes) sehingga dapat membantu menstabilkan gula darah
sikkahoder.blogspot


ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder
Body Whitening
Mengandung vit C+E, AHA, Pelembab, SPF 30, Fragrance, n Solk Protein yang memutihkan kulit secara bertahap dan PERMANEN!!
Sikkahoder.blogspot
PENYEDOT KOMEDO
Dengan alat ini, tidak perlu lg memencet hidung, atau bagian wajah lainnya untuk mengeluarkan komedo.
Sikkahoder.blogspot
Obat Keputihan
Crystal-X adalah produk dari bahan-bahan alami yang mengandung Sulfur, Antiseptik, Minyak Vinieill. Membersihkan alat reproduksi wanita hingga kedalam.
Sikkahoder.blogspot
DAWASIR
Obat herbal yang diramu khusus bagi penderita Wasir (Ambeien), juga bermanfaat untuk melancarkan buang air besar dan mengurangi peradangan pada pembuluh darah anus
Sikkahoder.blogspot
TERMOMETER DIGITAL
Termometer digital dengan suara Beep. Mudah digunakan, gampang dibaca dengan display LCD dan suara beep ketika selesai mendeteksi suhu.
Sikkahoder.blogspot


ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder