Cacing penyebab sakit pada manusia yang berkembang biak melalui tanah (Soil Transmitted Helminths)

Soil Transmitted Helminth

PENDAHULUAN

Pada postingan kali ini kita membahas macam-macam jenis cacing yang hidup atau berkembang di tanah yang kemudian menginfeksi manusia. Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth (STH) merupakan infeksi terbanyak di antara infeksi parasit lain. Penyakit infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) adalah infeksi umum yang termasuk dalam kelas nematode dan melibatkan banyak penduduk dunia.

Soil Transmitted Helminth mengacu pada cacingan menginfeksi manusia yang ditularkan melalui tanah yang terkontaminasi ("cacing" berarti cacing parasit): Ascaris lumbricoides (kadang-kadang disebut hanya " Ascaris "), whipworm ( Trichuris trichiura ), dan cacing tambang ( Anclostoma duodenale dan Necator americanus ) dan cacing kremi (Oxyuris vermicularis)

Penyakit cacing yang di tularkan melalui tanah termasuk dalam keluarga nematoda saluran cerna atau nematoda usus yaitu cacing yang hidup dalam usus. Penularan dapat terjadi melalui dua cara yaitu infeksi langsung atau melalui larva yang menembus kulit. Penularan langsung dapat terjadi bila telur cacing dari tepi anal (anus) masuk ke mulut tanpa berkembang dulu ditanah. Cara ini terjadi pada cacing kremi (Oxyuris vermicularis) dan Trikuriasis (Trichuris trichiura). Selain itu penularan langsung dapat pula terjadi setelah periode berkembangnya telur didalam tanah kemudian telur tertelan melalui tangan atau makanan yang tercemar. Cera ini terjadi seperti pada infeksi Ascaris lumbricoides (cacing gelang) dan toxocara canis. Penularan melalui kulit terjadi pada cacing tambang/ankilostomiasis dan strongiloidiasis dimana telur terlebih dahulu menetas ditanah baru kemudian larva yang sudah berkembang menginfeksi melalui kulit.

INFEKSI CACING YANG DITULARKAN MELALUI TANAH YANG MENYEBABKAN PENYAKIT PADA MANUSIA

Tingginya prevalensi penyakit cacing ini dapat memberikan dampak pada kesehatan masyarakat terutama status gizi anak dalam masa pertumbuhannya. Sebagai salah satu contoh infeksi cacing adalah Ascaris lumbricoides. Cacing ini hidup dalam rongga usus manusia dan mengambil makanannya terutama karbohidrat dan protein. Akibatnya anak dapat menderita kekurangan gizi bahkan bisa berakhir dengan kekurangan kalori protein (KKP). Selain itu infeksi cacing juga dapat menyebabkan gangguan kognitif anak.

Sebelum kita membahas macam-macam jenis cacing yang hidup atau berkembang di tanah yang kemudian menginfeksi manusia, ada baiknya jika kita melihat dulu pembagian atau ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing dalam dunia kedokteran yang dikenal sebagai Helmintologi. Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing, berdasarkan taksonomi atau pembagiannya maka dibedakan atas dua yaitu Nemathelminthes (cacing gilig) dan platyhelminthes (Cacing pipih).

Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk Nemathelminthes (kelas NEMATODA) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah. Dalam parasitologi Kedokteran diadakan pembagian nematoda menjadi Nematoda usus yang hidup di rongga usus dan Nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh.

Cacing dewasa yang termasuk platyhelminthes mempunyai badan pipih, tidak mempunyai rongga badan dan biasanya bersifat hemafrodit. Platyhelminthes dibagi menjadi kelas trematoda (cacing daun) dan kelas cestoda (cacing pita). Cacing trematoda berbentuk daun, badannya tidak bersegmen, mempunyai alat pencernaan. Cacing cestoda mempunyai badan yang berbentuk pita dan terdiri dari skoleks, leher dan badan (strobila) yang bersegmen (proglotid); makanan diserap melalui kulit (kutikulum) badan.

Berikut ini pembagian singkat mengenai helmint (cacing) :

Nemathelminthes (kelas NEMATODA)
  • Nematoda Usus :
    • Ascaris lumbricoides
    • Toxocara canis dan Toxocara cati
    • Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
    • Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum
    • Trichuris trichiura
    • Strongyloides stercoralis
    • Enterobius vermicularis / Oxyuris vermicularis
    • Trichinella spiralis
  • Nematoda jaringan 
    • Yang termasuk filaria limfatik :
      • Wuchereria bancrofti
      • Brugia malayi
      • Brugia timori
    • Yang termasuk filaria non limfatik:
      • Loa-loa
      • Onchocerca volvulus
Platyhelminthes (cacing yang memiliki bentuk pipih), meliputi 2 kelas yang bersifat parasit, yaitu :
  • Pada kelas Trematoda, 
    • Yang termasuk Trematoda Hati:
      • Clonorchis sinensis
      • Opistorchis felineus
      • Opistorchis viverini
      • Fasciola hepatica
    • Yang termasuk Trematoda Paru :
      • Parogonimus westremani
    • Yang termasuk Trematoda Usus :
      • Keluarga Fasciolidae
      • Keluarga Echinostomatidae
      • Keluarga Heterophydae
    • Yang termasuk Termatoda Darah :
      • Schistosoma haematobium
      • Schistosoma japonicum
      • Schistosoma mansoni
    • Berikut adalah termasuk kelas Cestoda :
      • Diphyllobothrium latum
      • Hymenolepis nana
      • Echinococus granulosus
      • E. Multiculoris
      • Taenia saginata
      • Taenia solium

    NEMATODA USUS

    Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship). Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Nematoda usus berarti  cacing kelas nematoda yang hidup di rongga usus.

    Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut “soil transmitted helminths” yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan beberapa spesies Trichostrongilus. Nematoda usus lainnya yang penting bagi manusia adalah Oxyuris vermicularis dan trichinella spiralis.

    Dampak infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada masyarakat perlu dipelajari untuk dapat menentukan cara-cara pencegahan. Penyebaran infeksi Ascaris dan Trihuris mempunyai pola yang hampir sama; demikian juga epidemiologi cacing tambang dan Strongyloides

    Ascaris Lumbricoides

    Hospes dan Nama Penyakit
    • Manusia merupakan satu-satunya hospes atau tuang rumah Ascaris lumbricoides. Jadi hanya manusia yang merupakan hospes Ascaris lumbricoides
    • Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Askariasis disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides yang oleh masyarakat umum di kenal sebagai cacing gelang. atau cacing perut. Supaya dapat menularkan atau menyebabkan askariasis, hanya jika menelan telur yang matang. Telur yang matang perlu di ketahui karena jika bukan telur matang maka Ascaris lumbricoides tidak tidak bisa berkembang. Telur matang berarti didalam telurnya terdapat larva, sedangkan telur yang belum matang berarti didalam telurnya hanya ada sel telur belum ada larva.
    Distribusi Geografik
    • Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di Indonesia antara tahun 1970 – 1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70% atau lebih. Prevalensi tinggi sebesar 78,5% dan 72,6% masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua sekolah dasar di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di sekolah-sekolah dasar. Prevalensi Ascaris sebesar 16,8% di beberapa sekolah di Jakarta Timur pada tahun 1994 turun menjadi 4,9% pada tahun 2000.
    • Beberapa survei yang dilakukan di Indonesia (tahun 1970 – 1974) menunjukkan bahwa seringkali prevalensi Ascaris yang tinggi disertai prevalensi Trichuris yang tinggi pula. Di daerah endemi dengan insidens Ascaris dan Trichuris tinggi, terjadi penularan secara terus menerus. Transmisi ini dipengaruhi oleh berbagai hal yang menguntungkan parasit, seperti keadaan tanah dan iklim yang sesuai. Kedua spesies cacing ini memerlukan tanah liat untuk berkembang. Telur A.lumbricoides yang telah dibuahi dan jatuh di tanah yang sesuai, menjadi matang dalam waktu 3 minggu pada suhu optimun 25° – 30°C. Telur T.trichiura akan matang dalam 3 – 6 minggu pada suhu optimun kira-kira 30°C. Telur matang kedua spesies ini tidak menetas dalam tanah dan dapat bertahan hidup beberapa tahun, khususnya telur A.lumbricoides. Selain keadaan tanah dan iklim yang sesuai, keadaan endemi juga dipengaruhi oleh jumlah telur yang dapat hidup sampai menjadi bentuk infektif dan masuk ke dalam tubuh hospes. Beberapa jenis antelmentik mempunyai efek memperlambat masa perkembangan telur bahkan menimbulkan perubahan bentuk telur sehingga memperkecil kemungkinan reinfektif.
    • Diketahui bahwa banyaknya telur yang dihasilkan satu ekor cacing betina adalah sebagai berikut : A.lumbricoides kira-kira 200.000 sehari, T.trichiura kira-kira 5000 sehari dan cacing tambang kira-kira 9000 – 10000 sehari. Semakin banyak telur ditemukan di sumber kontaminasi (tanah, debu, sayuran dan lain-lain), semakin tinggi derajat endemi di suatu daerah. Jumlah telur yang dapat berkembang, menjadi semakin banyak pada masyarakat dengan infeksi yang semakin berat, karena berdefekasi di sembarangan tempat, khususnya di tanah, yang merupakan suatu kebiasaan sehari-hari.
    • Pada umumnya tidak ada perbedaan prevalensi infeksi Ascaris dan Trichuris antara kedua jenis kelamin. Prevelensi di indonesia berkisar 60 persen-90 persen, ini banyak terdapat terutama pada balita yang tinggal di bantaran kali. Tanah liat, kelembapan yang tinggi suhu 25-30 derajat, merupakan hal yang baik untuk berkembangnya telur
    • Kurangnya pemakaian jamban menimbulkan pencemaran tanah oleh tinja, hal ini mempermudah terjadinya reinfeksi. Cara membuang tinja adalah merupakan suatu faktor yang penting untuk diperhatikan, sebab tinja jika sudah ditanah maka telur yang terdapat di tinja akan matang (mengandung larva), telur yang matang ini jika di bawa oleh lalat lalu menghinggapin makanan maka akan menyebabkan penyakit askariasis yang di sebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides.  
    Morfologi Ascaris lumbricoides
    • Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Telur yang dibuahi (fertil) berbentuk agak bulat, terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan didepannya atau diluarnya adalah lapisan albuminoid, lapisan tengahnya adalah lapisan hialin benang, dan lapisan yang dalam adalah sel telurnya. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong, lebih panjang atau lebih besar, hanya terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan albumoid yang tipis pada bagian luarnya dan banyak granulanya yang terdapat pada semua permukaannya. Ada juga yang disebut telur decorticated yaitu telur Ascaris lumbricoides yang dibuahi, tetapi tidak ada lapisan albuminoid (langsung lapisan hialin)
    • Telur matang, jika telur ini keluar bersama tinja ditanah, selanjutnya di tanah telur ini akan menjadi matang menjadi infektif sehingga disebut Soil Transmitted Helminth (STH).  Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Lapisan Albuminoid pada lapisan terluar telur berfungsi untuk melekat, misalnya melekat pada daun daun atau sayuran.
    • Cacing jantan berukuran 10 – 30 cm, sedangkan yang betina 22 – 35 cm. Baik cacing jantan maupun cacing betina mempunyai mulut yang terdiri dari tiga bibir, bibir ini menempel di mukosa usus. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Cacing jantan mempunyai ekor melingkar dan mempunyai spikulum, sedangkan cacing betina mempunyai ekor lurus meruncing dan pada sepertiga bagian anteriornya ada cincin kopulasi yang berbentuk seperti cekungan. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir sehari; terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.
    Daur hidup Ascaris lumbricoides
    • Telur keluar bersama tinja karena habitatnya di usus halus, kemudian telur ini harus ketanah karena di tanahlah telur ini menjadi bentik infektif atau matang, jika tidak ditanah maka telurnya tidak infektif. Telur menjadi infektif di tanah dalam waktu kurang lebih tiga minggu
    • Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Telur yang menetas ini akan mengeluarkan larva. Larvanya selanjutnya menembus dinding usus halus lalu menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. 
    • Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring sehingga penderita ada refleks batuk. 
    • Penderita batuk karena ransangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.
    Daur hidup Ascaris lumbricoides
    Cacing dewasa Ascaris lumbricoides. Cacing ini menyebabkan Penyakit askariasis pada manusia. Pada stadium larva, cacing ini akan ada di paru dan menyebabkan sindrome loeffler. Pada stadium dewasa yang ada pada usus halus akan menyebabkan infeksi baik ringan yang asimtomatik ataupun infeksi berat yaitu berupa malarbsopsi dan adanya ileus atau obestruksi usus.
     
    Daur hidup Ascaris lumbricoides
     
    Cacing dewasa Ascaris lumbricoides. cacing ini dewasa pada usus, sehingga dapat menyumbat usus.

      Toxocara canis dan Toxocara cati 
      Hospes dan Nama Penyakit
      • Toxocara canis ditemukan pada anjing. Toxocara cati ditemukan pada kucing. Belum pernah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes. Kadang-kadang cacing ini dapat hidup pada manusia sebagai parasit yang mengembara (erratic parasite) dan menyebabkan penyakit yang disebut visceral larva migrans.
      • Toxocara sebenarnya adalah merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada binatang yang dapat menginfeksi atau menular ke manusia. Pada manusia toxocara ini hanya pada stadium larva dimana dia tidak sampai stadium dewasa sehingga di sebut viceral larva migrans. Jadi parasit cacing yang menyebabkan Viseral larva migrans adalah Toxocara nama penyakitnya adalah Toxocariasis.
      Distribusi Geografik
      • Cacing-cacing tersebar secara kosmopolit; juga ditemukan di Indonesia. Di jakarta prevalensi pada anjing 38,3% dan pada kucing 26,0%.
      Morfologi Toxocara
      • Telurnya hampir sama dengan askariasis hanya rendah pada bagian luarnya dan lapisan di dalamnya lebih lebar. Telur menjadi infektif di tanah dalam waktu kurang lebih tiga minggu. Bentuk infektif ini dapat tertelan oleh anjing, kucing bahkan manusia.
      • Toxocara canis jantan mempunyai ukuran panjang bervariasi antara 3,6 – 8,5 cm, sedangkan yang betina antara 5,7 – 10,0 cm, Toxocara cati jantan antara 2,5 – 7,8 cm, yang betina antara 2,5 – 14,0 cm. Bentuknya menyerupai Ascaris lumbricoides muda hanya lebih kecil dan mempunyai sayap pada kepala yang disebut alea. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati bentuk sayap lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk ekor kedua spesies hampir sama; yang jantan bentuk ekornya berbentuk seperti tangan dengan jari yang sedang menunjuk (digitiform), sedangkan yang betina ekornya bulat meruncing. 
      Daur hidup Toxocara
      • Untuk daur hidup Toxocara, kita tidak membahas daur hidupnya pada anjing dan kuncing, akan tetapi kita membahas langsung pada daur hidupnya pada manusia sampai menyebabkan penyakit viseral larva migrans. Jadi pada manusia dia hanya sampai pada stadium larva, tidak sampai satadium dewasa.
      • Telur Toxocara dikeluarkan oleh anjing atau kucing melalui fesesnya, telur ini akan menjadi infektif ditanah dalam waktu tiga minggu, telur yang infektif ini bila tertelan oleh manusia, maka telur sampai ke usus, di usus telur kemudian menetas menjadi larva, larva ini selanjutnya akan menembus dinding usus kemudian masuk kealiran darah ke liver, paru-paru, mata otak dan organ lainya sehingga beberapa minggu atau bulan kemudian membentuk eusinophilick granulomata.

      Cacing Tambang (Hookworm)

      Pada dasarnya ada beberapa spesies cacing tambang yang penting, dimana dua spesies diantaranya mempunyai hospes pada manusia, karena hospesnya manusia maka cacing tambang ini bisa sampai stadium dewasa. Sedangkan tiga spesies lainya hospesnya bukan manusia melainkan kucing dan anjing, jadi pada manusia hanya pada stadium larva, sehingga ketiga spesies tersebut di sebut penyakit zoonosis. Kelima spesies cacing tambang tersebut diantaranya:
      • Necator americanus, hospesnya adalah Manusia
      • Ancylostoma duodenale, hospesnya adalah Manusia
      • Ancylostoma braziliense, hospesnya adalah Kucing, anjing
      • Ancylostoma ceylanicum, hospesnya adalah anjing, kucing
      • Ancylostoma caninum, hospesnya adalah anjing, kucing
      Kelima parasit ini diberi nama “cacing tambang” karana pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan, yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. Di Indonesia, insiden akibat cacing tambang tinggi pada daerah pedesaan, terutama perkebunan. Infeksi cacing ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat desa yang BAB di tanah dan pemakaian feces sebagai pupuk. Selain lewat kaki, cacing tambang juga bisa masuk ke tubuh manusia melalui makanan yang masuk ke mulut

      Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

      Hopses dan nama penyakit
      • Hospes parasit ini adalah manusia; cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis. Tempat hidupnya dalam usus halus, terutama jejunum dan duodenum.
      Distribusi geografik
      • Penyebaran cacing ini diseluruh daerah khatulistiwa dan ditempat, lain dengan keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan. Antara tahun 1972-1979 prevalensi di daerah pedesaan di indonesia adalah sekitar 50%. Pada survei-survei yang dilakukan Departemen Kesehatan di sepuluh propinsi di Indonesia antara tahun 1990-1991 hanya didapatkan 0-24,7% sedangkan prevalensi sebesar 6,7% didapatkan pada pemeriksaan 2478 anak sekolah dasar di Sumatera Utara.
      • Cacing ini dinamakan cacing tambang karena ditemukan di pertambangan daerah tropis. Cacing tambang dapat hidup sebagai parasit dengan menyerap darah dan cairan tubuh pada usus halus manusia.Cacing ini memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari cacing perut. tanah yang baik untuk pertumbuhan Larva adalah tanah gembur (pasir humus, dengan suhu 23-35% untuk N.americanus dan suhu 23-25% untuk A.duodenale
      Morfologi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
      • Telur tipis terdiri dari satu lapis dan jernih, dimana di dalamnya terdapat sel-sel telur yang diantaranya terdapat ruangan kosong. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat 4 – 8 sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron. dari telur kita tidak bisa membedakan spesies. Ini termasuk soil transmiter helminth yaitu telur dikeluarkan melalui tinja lalu menetas dalam waktu 1 – 1,5 hari, keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7 – 8 minggu di tanah. Jadi dia berbeda dengan Askaris yang menetasnya di usus, kalau ini menetasnya di tanah. Telur dikatakan sudah matang jika apabila didalam sel telurnya sudah berkembang menjadi larva. Larvanya di bedakan atas dua yaitu larva rabditiform yang mempunyai osefagus pada sepertiga panjang bandan dan mulut yang terbuka, larva filariform yang mempunyai osefagus pada seperempat panjang badannya dan mempunyai mulut tertutup.
      • Cacing dewasa Necator americanus
        • Bentuk seperti huruf "S" ini karena kepalanya berlawanan dengan bentuk tubuhnya, pada cacing jantan ekornya seperti kipas ada bursa kopulatrik pada ekornya sedangkan cacing betina ekornya lancip atau runcing dan tidak ada bursa kopulatik. Pada mulut cacing ini ada ada sepesang benda kitin yang berfungsi menancapkan pada mukosa usus sehingga darah dapat di hisap oleh cacing.
        • Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina N.americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir
      • Cacing dewasa A.duodenale
        • Bentuknya seperti huruf "C", pada cacing jantan dan cacing betina bentuknya hampir sama dengan cacing Necator americanus. Pada mulutnya terdapat dua pasang gigi, yang berfungsi untuk di tancapkan pada mukosa usus lalu mengisap darah. Cacing betina A.duodenale mengeluarkan telur kira-kira 10.000 butir. 
      Daur Hidup Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
      • Telur cacing tambang keluar bersamaan dengan feces. Dalam waktu 1-1,5 hari, telur akan menetas menjadi larva, yang disebut larva rhabditiform. Tiga hari kemudian larva berubah lagi menjadi larva filarifom dimana larva ini dapat menembus kulit kaki dan masuk ke dalam tubuh manusia. Di tubuh manusia, cacing tambang bergerak mengikuti aliran darah, menuju jantung, paru-paru, tenggorokan, kemudian tertelan dan masuk ke dalam usus. Di dalam usus, larva menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah. Setiap ekor cacing N. americanus akan menghilangkan 0,005-1 cc darah per hari sedangkan setiap ekor cacing A. duodenale akan menyebabkan manusia kehilangan 0,08-0,34 cc per hari. Oleh karena itulah, cacing tambang menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan anemia pada manusia.
      • Adapun daur hidup dari cacing ini adalah Usus manusia – cacing – telur keluar bersama feses – tempat becek – menetas – hidup lama – menempel pada kaki manusia – menembus kaki – aliran darah – jantung – paru-paru – kerongkongan – tertelan – usus manusia – cacing dewasa
      Ancylostoma branziliense dan Ancylostoma caninum

      Hospes dan nama penyakit
      • Kucing dan anjing merupakan hospes definitif. Cacing ini menyebabkan creeping eruption pada manusia. A.brazilense dan A.caninum dapat menginfeksi manusia dan tidak menjadi dewasa hanya sampai stadium larva di kulit yang disebut creeping eruption. 
      • Creeping eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelainan intrakutan serpiginosa, yang antara lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma cacinum. Pada tempat larva filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan gatal. Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit, yang tampak sebagai garis merah, sedikit menimbul, gatal sekali dan bertambah panjang menurut gerakan larva di dalam kulit. Sepanjang garis yang berkelok-kelok, terdapat vesikel-vesikel kecil dan dapat terjadi infeksi sekunder karena kulit digarut.
      Distribusi geografik
      • Kedua parasit ini ditemukan di daerah tropik dan subtropik, juga ditemukan di Indonesia. Pemeriksaan di Jakarta menunjukkan bahwa pada sejumlah kucing ditemukan 72% A.brazilense, sedangkan pada sejumlah anjing terdapat 18% A.brazilense dan 68% A.cacinum.
      • Di Jakarta pernah dipelajari 46 kasus creeping eruption yang terdiri atas orang dewasa dan anak. Kelainan kulit terutama ditemukan pada kaki penderita dan antara lain juga pada lengan bawah, punggung dan pantat
      Morfologi
      • A.brazilense mempunyai dua pasang gigi yang tidak sama besarnya. Cacing jantan panjangnya antara 4,7 – 6,3 mm, yang betina antara 6,1 – 8,4 mm. A.caninum mempunyai tiga pasang gigi, cacing jantan panjangnya kira-kira 10 mm dan cacing betina kira-kira 14 mm.
      Daur hidup
      • Siklus hidup normal untuk A. braziliense sangat mirip dengan siklus untuk cacing tambang pada manusia: Telur dilepaskan dalam tinja pada tanah dan pada kondisi yang menguntungkan (kelembaban, kehangatan, naungan) larva menetas dalam 1 sampai 2 hari. Telur yang menetas ini menjadi larva rhabditiform tumbuh dalam tinja dan / atau tanah dan setelah 5 sampai 10 hari lalu larva ini berkembang menjadi larva filariform (tahap ketiga) larva yang infektif. Ini larva infektif dapat bertahan 3 sampai 4 minggu dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan.
        • Pada kontak dengan host hewan, larva menembus kulit dan dibawa melalui pembuluh darah ke jantung dan kemudian ke paru-paru. Larva filariform menembus ke dalam alveoli paru, naik pohon bronkial faring, dan ditelan. Larva mencapai usus kecil, di mana larva filariform berkembang dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup di lumen usus kecil, di mana cacing menempel pada dinding usus. Beberapa larva menjadi ditangkap dalam jaringan, dan berfungsi sebagai sumber infeksi bagi anak anjing melalui transmammary (dan mungkin transplasenta) rute.
        • Manusia juga dapat terinfeksi ketika larva filariform menembus kulit. Dalam inang atau host manusia, larva tidak bisa berkembang menjadi cacing dewasa, dimana larva filariform menembus lapisan epidermis kulit, kadang-kadang sebanyak beberapa sentimeter per hari. Beberapa larva dapat bertahan dalam jaringan yang lebih dalam setelah menyelesaikan migrasi pada lapisan luar kulit.
      Ancylostoma ceylanicum
      • Cacing tambang anjing dan kucing ini dapat menjadi dewasa pada manusia. Di rongga mulut terdapat dua pasang gigiyang tadak dsama besarnya. Di antara 100 anjing, 37% mengandung A.ceylanicum. cacing ini juga ditemukan pada 50 ekor kucing sebanyak 24%. Kelompok anjing dan kucing ini berasal dari Jakarta dan sekitarnya.

      Trichulis trichiula (Trichocephalus dispar, cacing cambuk)

      Hospes dan Nama Penyakit
      • Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis.
      • Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mucosa rektum yang mengalami prolabsus akibat mengejangnya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia
      Distribusi geografik
      • Cacing ini bersifat kosmopolit; terutama ditemukan di daerah panas dan lembab, seperti di Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang dikemukakan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1990/1991 antara lain 53% pada masyarakat Bali, 36,2% di perkebunan di Sumatera Selatan. 51,6% pada sejumlah sekolah di Jakarta. Prevalensi di bawah 10% di temukan pada pekerja pertambangan di Sumatera Barat (2,84%) dan di sekolah-sekolah di Sulawesi Utara (7,42%). Pada tahun 1996 di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan infeksi trichuris ditemukan sebanyak 60% di antara 365 anak sekolah dasar.
      Morfologi  Cacing Trichuris
      • Telur berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 – 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif.
      • Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3.000 – 10.000 butir.
      Daur hidup Trichulis trichiula
      • Telur matang dalam waktu 3-6 minggu ditanah, lalu telur yang infektif ini ditelan oleh manusia. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama secun, jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30 – 90 hari.
      • Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 300C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30 – 90%.
      • Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri-negeri yang mamakai tinja sebagai pupuk.

      Strongyloides stercoralis

      Hospes dan Nama Penyakit
      • Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan penyakit strongilodiasis.
      Distribusi Geografik
      • Nematoda ini terutama terdapat di daerah tropik dan subtropik sedangkan di daerah yang beriklim dingin jarang ditemukan. Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan cacing Strongyloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Penerangan kepada masyarakat mengenai cara penularan dan cara pembuatan serta pemakaian jamban juga penting untuk pencegahan penyakit strongyloidiasis.
      • Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir dan humus. Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956 sekitar 10 – 15%, sekarang jarang ditemukan. Pencegahan strongyloidiasis terutama tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan melindungi kulit dari tanah pada tahun 1956 sekitar 10 – 15%, sekarang jarang ditemukan. Pencegahan strongyloidiasis terutama tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi, misalnya dengan memakai alas kaki.
      Morfologi Strongyloides stercoralis
      • Telur dari bentuk parasitik, sebesar 54 x 32 mikron berbentuk bulat oval dengan selapis dinding yang transparan. Bentuknya mirip dengan telur cacing tambang, biasanya diletakkan dalam mukosa usus, telur itu menetas menjadi larva rabditiform yang menembus sel epitel kelenjar dan masuk kedalam lumen usus serta keluar bersama tinja. Telur jarang ditemukan di dalam tinja kecuali sesudah diberi pencahar yang kuat.
      • Hanya diketahui cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di vilus duodenun dan yeyunum. Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm.
      Daur Hidup Strongyloides stercoralis
      • Cara berkembang biaknya diduga secara partenogenesis. Telur bentuk parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian telur tersebut menetas menjadi larva labditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini mempunyai tiga macan daur hidup:
      • Siklus langsung
        • Yang keluar bersama tinja bukan telur tapi langsung larva rabditiform. Sesudah 2 sampai 3 hari di tanah, larva rabditiform yang berukuran kira-kira 225 x 16 mikron, berubah menjadi larva filariform dengan bentuk langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya kira-kira 700 mikron. Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk ke dalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi.
      • Siklus tidak langsung
        • Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1 mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari dapat menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru, atau larva rabditiform tersebut dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-negeri tropik dengan iklim lembab.
      Siklus langsung sering terjadi di negeri-negeri yang lebih dingin dengan keadaan yang kurang menguntungkan untuk parasit tersebut.
      • Autoinfeksi
        • Autoinfeksi berarti langsung didalam tubuh manusia tanpa pernah berkembang biak ditanah. Larva rhabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di daerah sekitar anus (perianal); misalnya pada pasien Larva rhabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di daerah sekitar anus (perianal); misalnya pada pasien yang menderita obstipasi lama sehingga bentuk rhabditiform sempat berubah menjadi filariform di dalam usus; pada pendita diare menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan, bentuk rhabditiform akan menjadi filariform pada tinja yang masih melekat di sekitar dubur (perianal).
        • Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal, maka terjadi suatu daur perkembangan di dalam hospes. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita yang hidup di daerah non-endemik.
       
      Daur hidup Strongyloides stercoralis
       
      Strongyloides stercoralis mengakibatkan penyakit strongilodiasis. Gejala yang paling khas adalah sakit perut, umumnya sakit pada ulu hati seperti gejala ulcus ventriculi, diare dan urticaria; kadang-kadang timbul nausea, berat badan turun, lemah dan konstipasi. Timbulnya dermatitis yang sangat gatal karena gerakan larva menyebar dari arah dubur; dapat juga timbul peninggian kulit.


      BACA JUGA
             ·         Epidemologi soil transmitted helminth
             ·         Penyakit strongliadiasis
             ·         Penyakit askariasis
             ·         Penyakit akibat cacing kremi
             ·         Penyakit cacing cambuk (trikuriasis)

      SLIMING CAPSUL
      Suplement pelangsing terbaik. Lulus Standard GMP (Good Manufacturing Practice) dan uji tes SGS. Pesan sekarang Juga!!!
      sikkahoder.blogspot
      ABE CELL
      (Jamu Tetes)Mengatasi diabetes, hypertensi, kanker payudara, mengurangi resiko stroke, meningkatkan fungsi otak, dll.
      sikkahoder.blogspot
      MASKER JERAWAT
      Theraskin Acne Mask (Masker bentuk pasta untuk kulit berjerawat). Untuk membantu mengeringkan jerawat.
      sikkahoder.blogspot
      ADHA EKONOMIS
      Melindungi kulit terhadap efek buruk sinar matahari, menjadikan kulit tampak lenih cerah dan menyamarkan noda hitam di wajah.
      sikkahoder.blogspot
      BIO GLOKUL
      Khusus dari tanaman obat pilihan untuk penderita kencing manis (Diabetes) sehingga dapat membantu menstabilkan gula darah
      sikkahoder.blogspot


      ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder
      Body Whitening
      Mengandung vit C+E, AHA, Pelembab, SPF 30, Fragrance, n Solk Protein yang memutihkan kulit secara bertahap dan PERMANEN!!
      Sikkahoder.blogspot
      PENYEDOT KOMEDO
      Dengan alat ini, tidak perlu lg memencet hidung, atau bagian wajah lainnya untuk mengeluarkan komedo.
      Sikkahoder.blogspot
      Obat Keputihan
      Crystal-X adalah produk dari bahan-bahan alami yang mengandung Sulfur, Antiseptik, Minyak Vinieill. Membersihkan alat reproduksi wanita hingga kedalam.
      Sikkahoder.blogspot
      DAWASIR
      Obat herbal yang diramu khusus bagi penderita Wasir (Ambeien), juga bermanfaat untuk melancarkan buang air besar dan mengurangi peradangan pada pembuluh darah anus
      Sikkahoder.blogspot
      TERMOMETER DIGITAL
      Termometer digital dengan suara Beep. Mudah digunakan, gampang dibaca dengan display LCD dan suara beep ketika selesai mendeteksi suhu.
      Sikkahoder.blogspot


      ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder