NEMATODA JARINGAN : Morfologi, daur hidup dan penyakit pada manusia

NEMATODA JARINGAN


PENDAHULUAN

Seperti pada postingan-postingan saya kali lalu tentang Cacing yang dapat menyebabkan berbagai gangguan klinis pada manusia, maka kali ini saya akan membahas beberapa cacing yang termasuk kelas Nematoda jaringan yang dapat memberikan gejala klinis bagi manusia, sehingga dapat dipelajari pada dunia medis. Pada dasarnya dalam dunia medis ilmu yang mempelajari tentang parasit cacing adalah dikenal sebagai helmintologi. Helmintologi ini kemudian, ada pembagian lagi dunia helmith ini dari bagian kedokteran maka dibedakan atas dua yaitu Nemathelminthes atau Nematoda (cacing gilig) dan platyhelminthes (Cacing pipih). Pembagian kedua kelas cacing ini berdasarkan pada ciri morfologinya.

Pada Nematoda, stadium cacing dewasanya berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah. Dalam parasitologi Kedokteran diadakan pembagian nematoda menjadi Nematoda usus yang hidup di rongga usus dan Nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh. Cacing dewasa yang termasuk platyhelminthes mempunyai badan pipih, tidak mempunyai rongga badan dan biasanya bersifat hemafrodit. Platyhelminthes dibagi menjadi kelas trematoda (cacing daun) dan kelas cestoda (cacing pita). Cacing trematoda berbentuk daun, badannya tidak bersegmen, mempunyai alat pencernaan. Cacing cestoda mempunyai badan yang berbentuk pita dan terdiri dari skoleks, leher dan badan (strobila) yang bersegmen (proglotid); makanan diserap melalui kulit (kutikulum) badan.

NEMATODA

Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik, panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 m. Nematoda yang ditemukan pada manusia terdapat dalam organ usus, jaringan dan sistem peredaran darah, keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan organ yang dihinggapi.

Nematoda mempunyai jumlah species yang terbesar di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik (gilig), memanjang dan bilateral simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat,siklus hidup,dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi.

Menurut tempat hidupnya Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua yaitu Nematoda Usus dan Nematoda Jaringan/Darah. Spesies Nematoda Usus banyak, yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan beberapa spesies Trichostrongilus. Di antara nematoda jaringan yang penting dalam Ilmu Kedokteran adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa Loa dan Onchocerca volvulus.

Jenis-jenis nematode jaringan dan darah
Spesies
Habitat
Mikrofilaria
Wuchereria bancrofti 
Sistem limfa
Darah
B. malayi dan B. timori
Sistem limfa
Darah
Onchocerca volvulus
Jaringan ikat
Kulit
Loa loa
Jaringan subkutan
Dalam darah pada siang hari (diurna) dan hidup di kapiler darah paru pada malam hari. Dapat juga diketemukan di urin, dahak dan terkadang dalam cairan sumsum tulang belakang.
Mansonella ozzardi
Jaringan subkutan
Darah tepi
Dracunculus medinensis
Jaringan subkutan
kulit
Di indonesia hanya terdapat Wuchereria bancrofti, Brugia timori dan Brugia Malayi sedangkan spesies nematoda jaringan dan darah yang lain tidak terdapat di indonesia

NEMATODA JARINGAN / DARAH
Pemberian nama Nematoda berdasarkan pada tempat hidupnya di dalam tubuh host atau inangnya. Nematoda Jaringan/Darah adalah cacing nematoda yang yang hidup pada saluran limfatik atau darah atau jaringan tubuh host atau inangnya. Nematoda yang infeksinya di jaringan tubuh biasanya bersifat parasitic pula pada hewan, misalnya pada kucing dan anjing.

Nematoda Darah / Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan. Nematoda darah atau dikenal sebagai Nematoda filaria, menyebabkan penyakit kaki gajah atau elefantiasis/filariasis. Di Indonesia terdapat 3 spesies cacing ini yang dikenal juga sebagai cacing filaria limfatik, sebab habitat cacing dewasa adalah di dalam sistem limfe (saluran dan kelenjar limfe) manusia yang menjadi hospes definitifnya, maupun dalam sistem limfe hewan yang menjadi hospes reservoar (kera dan kucing hutan). Spesies cacing filaria yang ada di Indonesia adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing filaria ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang menjadi vektornya.

Cacing dewasa nematoda jaringan atau darah hidup dalam sistem limfatik, subkutan dan jaringan ikat dalam tubuh manusia. Mikrofilaria (prelarva) yang bersarung dan tidak bersarung dan terdapat pada darah perifer atau jaringan kulit serta sifatnya sangat aktif. Penularan penyakit melalui vektor arthopoda (nyamuk). Siklus hidup tiap spesies memiliki pola yang kompleks (Larva infektif berkembang menjadi dewasa dan memerlukan waktu bertahun-tahun agar dapat menimbulkan gangguan klinis nyata pada manusia). Adanya mikrofilaria dalam darah perifer pada manusia pada tiap spesies berbeda-beda diantaranya mikrofilaria yang ada pada  malam hari didaerah perifer disebut periodisitas noktura, siang hari di darah perifer disebut perioditas diura, dan tidak memiliki periode yang tetap disebut nonperiodik.

Distribusi geografis nematoda jaringan dan darah banyak terdapat di daerah tropis yang cocok untuk tempat perindukan vektor. Nematoda jaringan dewasa berbentuk silindris panjang, menyerupai benang, terdiri dari cacing betina dan jantan dengan ukuran bervariasi. Mikrofilia nematoda jaringan dan darah terdapat dalam darah perifer (W. Brancofti, B.Malayi, B. Timori, Onchocerca volvulus, Loa loa, Mansonella ozzardi, Onchocerca volvulus dan Loa loa) sedangkan larva Dracunculus medinensis dalam jaringan. Mikrofiliria bersarung ada pada W. Brancofti,B.Malayi,B. Timori, dan loa-loa, sedangkan mikrofilaria tidak bersarung terdapat pada Mansonella ozzardi dan Dracunculus medinensis. Untuk melengkapi daur hidupnya nematoda jaringan dan darah membutuhkan hospes perantara vektor yaitu nyamuk (W. Brancrofti, B. Malayi, dan B. Timori), lalat (M. Ozzardi ,O. Vulvulus, Loa loa) sebangsa Copepoda (D. medinensis). Larva infektif berkembang dalam tubuh vektor dan ditularkan melalui gigitan dan tubuh dewasa dalam hospes defenitif atau inang (manusia dan mamaila lainya).

Aspek klinis penderita yang terinfeksi oleh nematoda jaringan dan darah dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa, larva dan mikrofilaria. Aspek klinis ada yang bersifat simtomatik dan asimtomatik. Cara menetapkan diagnosa nematoda jaringan dan darah dilakukan dengan menemukan mikrofilaria dalam darah tepi, larva dalam jaringan dan cacing dewasa yang diperoleh dari bahan biopsi. diagnosis lebih terarah jika di konfirmasi dengan gejala dan perjalanan penyakit. Apabila cacing sulit ditemukan dapat dilakukan uji seroimunologis.

Pengobatan nematoda jaringan dan darah ada yang langsung membunuh cacing dan beberapa diantaranya hanya bersifat pencegahan. Penularan nematoda jaringan dan darah melalui hospes perentara (vektor). Stadium infektif cacing terbentuk dalam tubuh vektor.

Nematoda jaringan dan darah dicegah dengan melakukan tindakan kemoterapi (pengobatan), menghindari gigitan vektor, memberantas vektor dengan membersihkan tempat perindukannya dan menggunakan insektisida maupun senyawa kimia lainnya.

JENIS NEMATODA JARINGAN ATAU DARAH YANG TERDAPAT DI INDONESIA

Spesies Nematoda jaringan dan darah yang hidup pada manusia adalah W. Brancofti, B.Malayi, B. Timori, Mansonella ozzardi, Onchocerca volvulus, Loa loa,dan Dracunculus medinensis. Pada umunya manusia sebagai hosspes definitif nematoda jaringan dan darah ,sedangkan hospes perantaranya yaitu nyamuk (W. Brancrofti, B. Malayi, dan B. Timori), lalat (M. Ozzardi ,O. Vulvulus, Loa loa) sebangsa Copepoda (D. medinensis).

Dari nematoda jaringan yang ada yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa Loa dan Onchocerca volvulus, menurut Prof.Dr.Herdiman Pohan, Sp.PD, KPTI dari Guru besar FKUI/RSCM, Brugia dan Wuchereria merupakan spesies terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara Onchocerca dan Loa loa tidak terdapat. Tiga spesies Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori inilah yang menyebabkan filariasis limfatik atau sering di kenal sebagai kaki gajah. Seseorang bisa tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yg mengandung larva stadium III (L3), nyamuk mendapat mikrofilaria karena menggigit/menghisap darah dari penderita filariasis (manusia atau hewan) yang mengandung mikrofilaria.

Wuchereria bancrofti
  • Wuchereria bancrofti termasuk nematoda jaringan atau darah.Wuchereria bancrofti merupakan parasit manusia dan menyebabkan filariasis bankrofti atau wukereriasis bancrofti. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik, bersamaan dengan penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugia timori. W.bancrofti tidak terdapat secara alami pada hewan. Cacing Filaria (W. bancrofti) yang termasuk Filariidae merupakan parasit sistem peredaran darah dan limfe, jaringan ikat serta rongga serosa pada manusia dan binatang. 
  • Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti. Cacing dewasa hidup didalam kelenjar dan saluran limfe, sedangkan mikrofilia ditemukan dalam di dalam darah. Secara klinis,infeksi biasa terjadi tanpa gejala atau manifestasinya berupa peradangan dan sumbatan saluran limfe. Filariasis bancrofti atau wukereriasis bancrofti merupakan penyakit yang tergolong dalam filariasis limfatik atau penyakit kaki gajah, bersamaan dengan penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugia timori. 
Patologi dan Gejala Klinik
  • Gejala klinis filariasis limfatik dapat dibagi dalam dua kelompok. Yang disebabkan oleh cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograd dalam stadium akut, disusul dengan obstruksi menahun 10 sampai 15 tahun kemudian. Mikrofilaria yang biasanya tidak menimbulkan kelainan dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Perjalanan penyakit filariasis limfatik dapat diagi dalam beberapa stadium: stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun. Ketika stadium tersebut tumpang tindih, tanpa ada batas yang nyata, gejala klinis filariasis bankrofti yang terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan yang terdapat di daerah lain. Stadium akut ditandai dengan gejala peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa limfadengitis dan limfangitis retrograd. Gejala peradangan tersebut hilang timbul beberapa kali dalam setahun dan berlangsung beberapa hari sampai satu dua minggu lamanya. Yang paling sering dijumpai adalah peradangan pada sistem limfatik alat kelamin pria, menimbulkan funikulitis, epididimitis dan orkitis. Saluran sperma yang meradang, membengkak menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan. Kadang-kadang saluran sperma yang meradang ini menyerupai hernia inkarserata. Pada stadium menahun gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah hidrokel. Kadang-kadang dijumpai gejala limfedema dan elefantiasis yang dapat mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, buah zakar, payudara dan vulva. Kadang-kadang dapat pula terjadi kiluria.
Distribusi geografik
  • Parasit ini tersebar luas di daerah yang beriklim tropis di seluruh dunia dan terdapat di Indonesia yang cocok untuk tempat perindukan vektor. Wuchereria bancrofti dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Kepulauan Pasifik dengan vektor Aedes sp., sementara sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan vektor Culex fatigans dan Culex cuenquifasciatus di Indonesia. Vektor Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan vektor Aedes dapat ditemukan di daerah-daerah rural.
Daur Hidup dan Morfologi
  • Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe; bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Yang betina berukuran 65 – 100 mm x 0,25 mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250 – 300 mikron x 7 – 8 mikron. 
  • Mikrofilaria ini hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, mikrofilaria W.bancrofti bersifat periodisitas nocturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah tapi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria, terdapat di kapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal, dan sebagainya). Di daerah pasifik mikrofilaria W.bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurna. Mikrofilaria terdapat di dalam darah siang dan malam, tetapi jumlahnya lebih banyak pada waktu siang. Di Muangthaiterdapat suatu daerah yang mikrofilarianya bersifat periodik nocturna. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi periodisitas mikrofilaria adalah kadar zat asam dan zat lemas di dalam darah, aktivitas hospes, “irama sirkadian”, jenis hospes dan jenis parasit, tetapi secara pasti mekanisme periodisitas mikrofilaria tersebut belum diketahui. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Cules quinquefasciatus. Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aides. Biasanya parasit ini tidak ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
  • Daur hidup parasit ini memerlukan waktu sangat panjang, masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih 2 minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasit ini di dalam lutung (Presbytis). Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan selanjutnya, larva ini bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan disebut larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke rongga abdomen dan kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva ini mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, stadium V atau cacing dewasa. Umur cacing dewasa filaria 5 – 10 tahun.
 
Add caption
 
Add caption

Brugia malayi 
  • Brugia malayi adalah nematoda jaringan dan darah cacing yang merupakan salah satu dari tiga cacing parasit nematoda jaingan dan darah penyebab filariasis limfatik pada manusia. Filariasis limfatik, juga dikenal sebagai kaki gajah, adalah kondisi yang ditandai dengan pembengkakan pada tungkai bawah. Dua penyebab filariasis limfatik lainnya  adalah Wuchereria bancrofti dan Brugia timori, yang berbeda dari Brugia malayi adalah morfologis, gejalanya, dan distribusi geografis
  • Penyakit yang disebabkan oleh B.malayi merupakan penyakit filariasis limfatik yang disebut filariasis malayi. Habitat cacing dewasa pada saluran dan kelenjar limfe, mikrofilaria terdapat didalam darah perifer. Hospes berbeda dengan Wuchereria bancrofti dimana pada Brugia malayi selain ditemukan pada manusia juga ditemukan pada kera, anjing, kucing (sebagai hospes reservior). Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian: yang hidup pada manusia dan yang hidup pada manusia dan hewan, misalnya kucing, kera, dan lain-lain. B. malayi menggunakan nyamuk sebagai vektornya dari genus Mansonia, Aedes, Anopleles, dan Culex.
Distribusi geografik
  • B.malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai ke Jepang, termasuk Indonesia dan malaysia. Brugia malayi merupakan endoparasit yang menggunakan nyamuk yang biasanya terdapat di hutan rawa air tawar pedesaan di Asia Tenggara sebagai tuan rumah atau host intermediate. Pada manusia vektor nyamuknya adalah Anoples barbirostris dan pada hewannya vektornya adalah nyamuk genus Mansonia
  • B.malayi hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya tidak dapat berkembang biak diperkotaan. B.malayi yang terdapat pada manusia dan hewan biasanya terdapat di pinggir pantai atau aliran sungai, dengan rawa-rawa. Penyebaran B.malayi bersifat fokal, dari Sumatra sampai ke kepulauan Maluku.
Patologi dan Gejala Klinis
  • B. malayi adalah salah satu agen penyebab filariasis limfatik, suatu kondisi yang ditandai dengan infeksi dan pembengkakan dari sistem limfatik. Penyakit ini terutama disebabkan oleh adanya cacing dalam pembuluh limfatik dan respon host yang dihasilkan. 
  • Gejala klinis filariasis malayi sama dengan gejala klinis filariasis timori. Gejala klinis kedua penyakit tersebut berbeda dengan gejala klinis filariasis bankrofti. Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2 – 5 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya, tanpa pengobatan. Kadang-kadang peradangan pada kelenjar limfe ini menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas untuk filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema. Limfadenitis dapat pula berkambang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha ini, bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut dan tanda ini merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya. 
  • Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, berbeda dengan filariasis bankrofti. Limfedema biasanya hilang lagi setelah gejala peradangan menyembuh, tetapi dengan serangan berulang kali, lambat laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah sembuh, akhirnya timbullah elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis brugia, elefantiasis hanya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia.
  • Pengobatan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi DEC. Pengomsumsiannya yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari.
    Daur Hidup dan Morfologi
    • Cacing dewasa jantan dan betina hidup di pembuluh limfe. Bentuk cacing dewasa Brugia malayi hampir tidak dapat dibedakan dengan Wuchereria bancrofti, hanya saja dia sedikit lebih kecil dari pada Wuchereria bancrofti. Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan pembuluh limfe. Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Unjung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir diliputi dua baris papila. baris sebelah dalam 6 buah dan sebelah luar 4 buah, seperti juga pada Whuchereria bancrofi hanya pada Brugia malay sedikit lebih besar
    • Cacing jantan berukuran 22-23 mm x 0,09 mm panjang dan memiliki ujung anterior bulat dan posterior ujung runcing. Diliputi kutikula halus, pada bagian kaudal terdapat papila adanal 3-4 buah dengan ukuran berbeda, di belakang anus terdapat sepasang papila, juga terdapat 3-4 pasang adanal lateral serta papila preanal yang tidak berpasangan. Pada ujung ekor terdapat 4-6 papila kecil. Diantara papila ini dengan papila adanal didapat 0-2 papila. Terdapat 2 spikula yang panjangnya tidak sama dengan gubernakulum yang kurang berbentuk bulan sabit dari pada W.brancrofti.
    • Cacing betina berukuran 55 mm x 0,09 mm. Cacing betina, vulva merupakan alur transversal yang berhubungan dengan vagina sebagai saluran yang panjang denagn dua lapis dinding, lumenya sempit, lalu berhubungan dengan utsrus tunggal sebelah distal tunggal ke sebelah proksimalnya bercabang dua. 
    • Ukuran mikrofilaria malayi 200-260 mikron x 8 mikron dan mikrofilaria beredar dalam aliran darah. Mikrofilaria ini adalah berselubung, yang banyak noda dengan Giemsa. Selubung ini sebenarnya kulit telur, lapisan tipis yang mengelilingi kulit telur sebagai mikrofilaria. Intinya berkelompok tidak teratur, pada bagian ekor terdapat dua inti. Ruang cephalic, panjang dua kali lebarnya. Mikrofilaria yang mempertahankan sarungnya sampai dicerna dalam midgut nyamuk. 
    • Bentuk infektif parasit ini berupa mikrofilaria dan memiliki periodisitas periodik nokturna, subperiodik nokturna (ada dalam darah setiap saat) atau non periodik. Pada hewan, mikrofilaria ditularkan oleh nyamuk Mansonia dan pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anoples barbirostris. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk kedua parasit ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan III.
    • B. malayi ditularkan oleh vektor nyamuk. Vektor nyamuk utama termasuk nyamuk Mansonia , Anopheles, dan Aedes. Nyamuk berfungsi sebagai vektor biologis - itu diperlukan untuk siklus perkembangan parasit (lihat Life Cycle). 
    • Daur hidup B. malayi terjadi dalam dua tahap diskrit yaitu dalam vektor nyamuk dan manusia. Kedua tahap sangat penting untuk siklus hidup parasit. Siklus reproduksi B. malayi dimulai ketika nyamuk, yang merupakan vektor atau hospes intermedet yaitu nyamuk yang berasal dari spesies genus Mansonia , Aedes , Anopleles , dan Culex. Nyamuk yang mengisap darah hospes defenitif yaitu manusia penderita filariasis yang mengandung  ingests mikrofilaria (cacing-seperti telur berselubung). Mikrofilaria menembus dinding usus nyamuk di mana larva kehilangan selubung mereka, menembus midgut dan bermigrasi ke otot-otot dada nyamuk. Setelah 10 sampai 20 hari, di mana mereka menjalani perkembangan tiga molts (L1-L3), larva tersebut berkembang menjadi tahap larva infektif ketiga (L3). Setelah mencapai perkembangan larva tahap ketiga selesai, Larva ini (L3) ini akan bermigrasi ke belalai nyamuk. Pada saat nyamuk menggigit manusia, maka larva tahap tiga ini akan masuk kedalam tubuh menembusi dinding kulit host defenitif yaitu manusia, monyet, domestik kucing , dan karnivora hutan melalui lubang gigitan nyamuk. Selanjutnya larva ini kemudian bermigrasi melalui jaringan subkutan ke pembuluh limfatik dari host definitif. Didalam sistem limfatik sekitar satu tahun larva akan berkembang menjadi cacing dewasa, selanjutnya cacing jantan dan betina akan melakukan perkawinan menghasilkan rata-rata 10.000 telur berselubung setiap hari. Selanjutnya telur yang terselubung ini akan ada pada darah tepi host defenitif pada peroidik-periodik tertentu ada yang noktural, subperiodik nokturna (ada dalam darah setiap saat) atau non periodik. Gigitan nyamuk sebagai vektor ini juga tergantung aktivitas nyamuk dimana ada nyamuk yang menggigit pada periodik noktural, subperiodik nokturna non periodik. Pada saat nyamuk menggigit manusia, nyamuk ini mengisap darah penderita yang mengandung telur terselubung atau cikal bakal larva B. mallay, demikian siklus ini berulang seterusnya.
     
    Daur hidup Brugia malayi
     
    Penyakit filariasis atau kaki gajah akibat Brugia malayi

    Brugia timori
    • Brugia timori hanya terdapat pada manusia dan penyakit yang disebabkan oleh B.timori disebut filariasis timori atau brugiasis timori atau kaki gajah tipe timori. Spesies Brugia timori (Filaria timori) mempunyai Hospes definitif  yaitu manusia. Hospes definitif adalah hospes yg memberikan makanan untuk hidup parasit stadium seksual atau dewasa. Hospes perantara (inang sementara), bisa juga disebut vektor yaitu hewan yang membawa penyakit untuk host defenitif pada penyakit filariasis brugia tipe timori adalah nyamuk Anopheles barbirostris yang mengisap darah pada malam hari baik didalam maupun diluar rumah. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh, parasit ini mengalami 2 kali pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan III.
    • Brugia timori termasuk nematoda jaringan dan darah. Habitat cacing dewasa biasanya ditemukan pada kelenjar limfe, tetapi pada binatang percobaan "jird" ditemukan pada paru-paru, jantung dan buluh darah besar seperti limpatik dari testis. Brugia timori tidak ditemukan hospes reservior, jadi hanya manusia yang sebagai hospes defenitifnya.
    • Mikrofilaria dari timori Brugia lebih panjang dan morfologi yang berbeda dari orang-orang dari Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti, dengan ruang cephalic panjang-lebar untuk rasio sekitar 3:1. Juga, selubung B. timori tidak noda pink dengan Giemsa stain seperti diamati dengan B. malayi dan W. bancrofti.
    Distribusi geografis dan epidemologi
    • Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur yaitu di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor, dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur. Brugia timori hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya An.barbirostris tidak dapat berkembang biak diperkotaan. Yang terkena penyakit ini terutama adalah petani dan nelayan. Kelompok umur dewasa muda paling sering terkena penyakit ini, sehingga produktivitas penduduk dapat berkurang akibat serangan adenolimfangitis yang berulang kali. Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigrasi) lebih rentan terhadap infeksi filariasis timori dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya laki-laki untuk mendapat infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat.
    • Brugia timori pertama kali dibedakan dari Brugia malayi oleh David dan edison (1965), wakti mengadakan pemeriksaan filariasi di pulai timur yang merupakan bagian timur dari kepulauan Indonesia. David mula-mula mendapatkan dua macam mikrofilaria yang ditemukan pada darah tentara portugis di pualu timur, yang satu adalah W.bancrofti sedangkan yang lain menyerupai B.malayi dengan perbedaan pada panjangnya, perbandingan panjang dan lebar dari ruang sefalik serta pada pewarnaan giemsa sarungnya kurang jelas terlihat. Penelitian yang lebih terperinci dari mikrofilaria telah dilaporkan oleh David dan edison serta lainnya, yaitu purnomo. dkk dan akhirnya cacing dewasa dapat ditemukan pada percobaan dengan binatang, yaitu mongolian jird yang diuraikan partono,dkk. Larva yang infektif tumbuh dengan baik pada aedes togoi dibagiaan timur pulau flores. Angka kejadian infeksi sedikit lebih rendah pada wanita dan anak-anak di bawah umur 10 tahun.
    Patologi dan Gejala klinis
    • Gejala klinis mirip dengan infeksi oleh karena Brugia malayi yaitu menyebabkan limfangitis, limfadenitis dan elefantiasis terutama di extremitas bawah. Jarang terjadi elefantiasis scroti dan tak pernah menimbulkan chyluria. Gejala klinis pada stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang dan sawah. 
    Morfologi dan Daur Hidup
    • Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan pembuluh limfe. Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Yang betina berukuran 21-39 mm x 0,1 mm, yang jantan berukuran 13-23 mm x 0,08 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Pada kedua jenis kelamin, ujung anteriornya melebar pada kepalanya yang membulat. Ekornya berbentuk seperti pita agak bundar. Pada tiap sisi terdapat 4 papil sirkum oral yang teratur pada bagian luar dan bagian dalam membentuk lingkaran, esofagus panjangnya lebih kurang 1mm dengan ujung yang kurang jelas di antara otot dan kelenjar. 
    • Cacing jantan, ekornya melengkung dengan 4-5 papila adanal terdiri atas subventral, sebuah preanal yang besar serta satu pasang posanal yang lebih kecil. Terdapat pula satu pasang papila intermediet subventral serta satu pasang papila kaudal terminal. Pada daerah anus 1-5 papila lateral. Spikula dua buah tidak sama panjang seperti juga pada B.malayi, panjangnya 400 mikron dan 142mikron berbentuk seperti bulan sabit serta gubernakulum berukuran 30x4 mikron
    • Cacing betina, terdapat vulva sebelah anterir dari dasar esofagus, ovejektor menyerupai buah pir dengan ukuran 160x58 mikron, vagina terletak disamping ovejektor berbentuk celah. Ekor panjangnya lebih dari 196 mikron ditumbuhi beberapa buah kutikulum bosses.
    • Ukuran mikrofilaria Brugia timori 280-320 mikron x 7 mikron. Brugia timori mempunyai sifat periodik nokturna. Brugia timori memiliki bentuk infektif berupa microfilaria. Mikrofilaria Brugaria timori dibandingkan Brugia malayi starin Indonesia yang bersifat periodik dan subperiodik telah dilakukan oleh purnomo,dkk (1977). Mereka mendapatkan beberapa  perbedaan yang nyata, yaitu pada pewarnaan dengan giemsa, sarung tidak jelas terlihat; perbandingan panjang dan lebar dari ruang sefalik 3 berbanding 1; ukurannya lebih panjang pada brugia timori. Pada tetes darah tebal dengan pewarnaan Giemsa, lebih kurang 60% mikrofilaria Brugia timori melepaskan sarungnya seperti yang didapatkan pada preparat Brugia malayi dari sulawesi yang bersifat periodik, tetapi prosentase ini lebihbesar 1-2% pada Brugia malayi dari kalimantan yang bersifat subperiodik. Pada preparat darah apus dengan pewarnaan giemsa, mikrofilaria Brugia timori panjangnya 310mikron dibandingkan dengan Brugia malayi yang bersifat periodik dan subperiodik 264 mikron dan 247 mikron. Pada fiksasi dengan formalin, ukuran diatas terdapat perbedaan yaitu 341, 300 dan 287 mikron. Perbedaan lainnya pada jumlah inti ekornya, Brugia timori 5-8 buah sedangkan pada Brugia malayi 2-5 buah dengan inti pada ekor sebelah distal lebih kecil pada Brugia timori.
    • Daur hidup sama dengan Brugia malayi. Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk (An. barbirostris) yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria. 
    • Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, atau larva stadium III ( L3 )  kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa. Siklus Penularan penyakit kaki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair. 
     
    Daur hidup B.timori
     
    Filariasis timori

    Loa loa (Cacing Loa, cacing mata)
    • Parasit cacing ini hanya ditemukan pada manusia. Loa loa adalah merupakan cacing yang termasuk nematoda jaringan dan darah yang menyebabkan menyebabkan penyakit yang disebut loaiasis atau Calabar swelling (fugitive swelling), Tropical swelling dan Afrika eyeworm. Parasit ini disebut juga Filaria oculi human, Filaria lacrimalis, Filariasis sub konjungtifa, karena parasit ini sering terlihat bermigrasi di mata, sehingga dikenal juga sebagai cacing mata atau Filaria oculi human. Vektor penyebaran penyakit ini adalah Lalat Crysops silaceae dan Crysops dimidiata yang mengisap darah pada manusia dan biasanya periodiknya diural atau siang hari, selaras dengan adanya mikrofilaria pada darah tepi penderita yang juga muncul pada siang hari.
    • Loa loa merupakan parasit yang menginfeksi host manusia dengan perjalanan melalui jaringan subkutan seperti punggung, dada, pangkal paha, kulit kepala, dan mata. Parasit ini menyebabkan radang di kulit mana pun parasit ini bepergian. Jika parasit berhenti di satu tempat untuk waktu singkat, tuan rumah atau host yaitu manusia akan mengalami peradangan lokal yang dikenal sebagai Calabar swelling atau fugitive swelling yaitu pembengkakan yang tidak sakit dan nonpitting ini dapat menjadi sebesar telur ayam. Ini sering terjadi pada sendi pergelangan tangan dan pergelangan kaki tetapi menghilang begitu parasit mulai bergerak lagi. Parasit juga dapat melakukan perjalanan melalui dan menginfeksi mata, menyebabkan pembengkakan mata. Gejala umum termasuk gatal, nyeri sendi, dan kelelahan  
    • Loa loa  atau cacing mata adalah salah satu dari empat nematoda parasit filaria yang menyebabkan filariasis subkutan pada manusia yaitu menginfeksi area lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit dan bagian putih dari bola mata. Tiga nematoda filaria lainnya Mansonella streptocerca, volvulus Onchocerca (menyebabkan kebutaan sungai ), dan medinensis Dracunculus (cacing guinea)
    Sejarah
    • Kasus pertama infeksi Loa loa tercatat di Karibia (Santo Domingo) pada tahun 1770. Seorang ahli bedah Prancis bernama Mongin mengeluarkan cacing dewasa Loa loa dari mata seorang wanita Negro di Santo Damingo, Hindia Barat. Beberapa tahun kemudian, pada 1778, ahli bedah Guyot Francois dapat melakukan pembedahan pada cacing di mata seorang budak dari Afrika Barat pada kapal Prancis ke Amerika. 
    • Identifikasi microfilaria dibuat pada tahun 1890 oleh Stephen dokter mata McKenzie. Sebuah presentasi klinis umum loaiasis, yang diamati pada tahun 1895 di pesisir kota Nigeria maka terciptalah nama Calabar swelling. Pengamatan ini dibuat oleh seorang dokter mata Skotlandia bernama Douglas Argyll-Robertson, tetapi hubungan antara Loa loa dan Calabar swelling tidak disadari sampai tahun 1910 (oleh Dr Patrick Manson). 
    • Penentuan vektor lalat Chrysops diketahui pada tahun 1912 oleh British parasitologist Robert Thompson Leiper. Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops.
    Distribusi dan epidemologi
    • Parasit ini tersebar di daerah khatulistiwa di hutan yang berhujam (rain forest) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika tropik bagian Barat dari Sierra Leone sampai Angola, lembah sungai Kongo, Republik Kongo sendiri, Kamerun, Nigeria bagian Selatan, Sudan dan India. 
    • Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidiata yang mempunyai tempat perindukan di hutan yang berhujan dengan kelembaban tinggi. Lalat-lalat ini menyerang manusia, yang sering masuk hutan, maka penyakitnya lebih banyak ditemukan pada pria dewasa. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghidari gigitan lalat atau dengan pemberian obat sebulan sekali, selama 3 hari berturut-turut.
    Patologi dan Gejala Klinis
    • Cacing dewasa yang mengembara dalam jaringan subkutan dan mikrofilaria yang beredar dalam darah seringkali tidak menimbulkan gejala. Cacing dewasa dapat ditemukan di seluruh tubuh dan seringkali menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung dengan menimbulkan iritasi pada mata, mata sendat, sakit, pelupuk mata menjadi bengkak sehingga mengganggu penglihatan. Secara psikis, pasien menderita. 
    • Pada saat-saat tertentu penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh cacing dewasa dan menyebabkan reaksi radang bersifat temporer. Kelainan yang khas ini dikenal dengan Calabar swelling atau fugitive swelling. Pembengkakan yang tidak sakit dan nonpitting ini dapat menjadi sebesar telur ayam. Lebih sering terdapat di tangan atau lengan dan sekitarnya. Timbulnya secara spontan dan menghilang setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi spontan dan menghilang setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi hipersensitif hospes terhadap parasit. Masalah utama adalah bila cacing masuk ke otak dan menyebabkan ensenfalitis. Cacing dewasa dapat pula ditemukan dalam cairan serebrospinal pada orang yang menderita meningoensefalitis.
    • Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau menemukan cacing dewasa di konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subkutan.
    Morfologi dan Daur Hidup
    • Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan. Cacing dewasa menyerupai benang berwarna keputihan, hidup di dalam jaringan ikat, dapat mengembara ke jaringan subkutis kadang-kadang di temukan dalam jaringan subkonjungtiva. Cacing jantan memiliki ukuran 30 – 34 mm x 0,35 – 0,43 mm, pada daerah kaudal terdapat 8 pasang papila perianal (terdiri dari 5 pasang papila preanal yang besar dan 3 pasang papila post anal yang kecil). Terdapat spikula 2 buah tidak sama panjang. Cacing betina memiliki ukuran  50 – 70 mm x 0,5 mm, vulva terbuka didaerah servical. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh darah paru-paru.
    • Mikrofilaria mempunyai sarung berukuran 250 – 300 mikron x 6 – 8,5 mikron, dapat ditemukan dalam urin, dahak dan kadang-kadang ditemukan dalam cairan sumsum tulang belakang dengan perioditas diural yaitu muncul pada darah tepi saat sing hari, sedangkan malam hari berada di paru-paru penderita.  
    • Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops yang menggigit host yaitu manusia pada saat siang hari, selaras dengan adanya mikrofilaria pada penderita yang hanya muncul pada siang hari di darah tepi sedangkan pada malam hari mikrofilaria (telur prelarval) ini berada dalam darah paru-paru. Mikrofilaria (telur prelarval) yang beredar dalam darah penderita, diisap oleh lalat  Chrysops. Didalam tubuh lalat mikrofilaria (telur prelarval) ini akan di cerna di midgut lalat, dimana mikrofilaria akan kehilangan selubungnya dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, yaitu di dalam otot thoraks lalat terjadi 3 kali penyilihan kulit dan membutuhkan waktu lebih kurang 10 hari mikrofilaria tumbuh menjadi larva infektif (L3), lalu larva L 3 akan berimigrasi dari otot torak lalat ke proboscis (moncong mulut ) dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. 
    • Pada saat lalat Chrysops menggigit manusia, maka lalat ini akan menularkan larva yang infektif ( L3) ke manusia melalui kulit manusia yang tergigit lalat. Larva infektif (L3) ini akan bersembunyi di dalam luka gigitan dan akan memasuki lapisan sub kutan dan menjadi dewasa. Didalam tubuh manusia larva infektif berkembang secara perlahan menjadi cacing dewasa yang matang (proses memakan waktu sekitar satu tahun) dan cacing dewasa ini  dapat bertahan hidup selama 15 tahun atau lebih.  Selama perkembangan menjadi cacing dewasa dalam tubuh manusia, larva infektif ini hidup dan bergerak di sekitar lapisan fascia kulit.  Dalam periode pertumbuhan dan perkembangan Loa loa sering membuat sering wisata melalui jaringan ikat subdermal. Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilarianya (telur pre larva). Demikian siklus ini akan berulang.
     
    Daur hidup Loa loa atau Filaria oculi human
     
    Cacing Loa loa yang terdapat pada mata sehingga dikenal juga sebagai cacing mata

    Onchocerca volvulus (filaria volvulus)
    • Onchocerca volvulus (filaria volvulus) merupakan cacing parasit yang termasuk nematoda jaringan dan darah yang menginfeksi manusia. Penyakit yang di akibatkan oleh Onchocerca volvulus (filaria volvulus) disebut onkoserkosis, onkosersiasis, coastal erysipleas, river blindness, blinding filariasis. Disebut river blindness atau sungai kebutaan sebab penyakit ini biasanya menyerang penduduk yang tinggal di dekat sungai yang ditularkan melalui gigitan gigitan blackflies Simulium atau lalat hitam yang merupakan vektor penyakit.
    • Parasit ini ditemukan pada manusia, sehingga manusia merupakan host dari cacing Onchocerca volvulus (filaria volvulus). Cacing dewasa Onchocerca volvulus cacing bisa hidup selama lima belas tahun dalam tubuh manusia. Cacing filarial ini terkenal dengan tiga gejala utama yang ditimbulkan yaitu kebutaan, dermatitis, dan timbulnya nodulus subkutan. Vektor penyakit onkoserkosis adalah lalat blackflies Simulium yang berkembang biak disekitar daerah sungai yang berarus. 
    Sejarah
    • O’Neill meneliti mikrofilaria parasit ini di dalam kulit seorang penderita di afrika Barat pada tahun 1875. Kemudian seorang dokter Jerman menemukan cacing dalam benjolan kulit dari orang Negro di Ghana, Afrika Barat, lalu dinamakan sebagai Filaria volvulus oleh Leukard 1893. Tahun 1915 Robles menemukan cacing Onchocerca di guatemala dan oleh Brumpt diidentifikasi sebagai cacing Onchocerca caecutiens,tetapi kemudian dinamakan cacing Oncocerca volvulus.
    Distribusi Geografik
    • Onchocerca volvulus merupakan Cacing parasit yang menyebabkan penyakit onkosersiasis atau onchocerciasis ditularkan dari manusia ke manusia melalui gigitan vektor lalat hitam Simulium. Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk di daerah tropis, dari pantai Barat Sierra Leone menyebar ke Republik Kongo, Angola, Sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas di daratan tinggi sepanjang sungai tempat perindukan lalat Simulium. Di Amerika Selatan terdapat di dataran tinggi Guatemala, Brasil, colombia, Mexico dan bagian timur Venezuela. Kemungkinan besar, spesies ini awalnya hanya di Afrika, dan dibawa ke Amerika oleh budak Afrika. Ada dua jenis spesies ini, dibedakan pada tingkat DNA oleh-150 O uji PCR. Satu strain biasanya ditemukan di daerah sabana Afrika Barat dan Amerika, sedangkan strain lainnya umumnya ditemukan di daerah hutan hujan.
    • Tempat perindukan vektor (Simulium) terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai air sungai yang deras. Lalat ini suka menggigit manusia di sekitar sungai tempat perindukannya. Penyakit ditemukan baik pada orang dewasa maupun pada anak. Infeksi yang menahun seringkali diakhiri dengan kebutaan. Kebutaan terjadi pada penduduk yang berdekatan dengan sungai, makin jauh dari sungai kebutaan makin kurang dan oleh karena itu penyakit ini dikenal dengan river blindness. Pencegahan dilakukan dengan menghidari gigitan lalat Simulium atau memakai pakaian tebal yang menutupi seluruh tubuh.
    Patologi dan Gejala Klinis
    • Ada dua tipe onkosersiasis yaitu Tipe forest dimana kelainan kulit lebih dominan dan Tipe savanna dimana kelainan mata yang dominan. Manifestasi onkosersiasis terutama berupa kelainan pada kulit, sistem limfatik dan mata. Ada dua macam proses patologi yang ditimbulkan oleh parasit ini, pertama oleh cacing dewasa yang hidup dalam jaringan ikat yang merangsang pembentukan serat-serat yang mengelilingi cacing dalam jaringan, kedua oleh mikrofilaria yang dikeluarkan oleh cacing betina dan ketika mikrofilaria beredar dalam jaringan menuju kulit. Pada umumnya lesi mengenai kulit dan mata. 
    • Kelainan yang disebabkan oleh cacing dewasa berupa benjolan-benjolan dalam jaringan subkutan yang dikenal sebagai onkoserkoma. Ukuran benjolan bermacam-macam dari yang kecil sampai sebesar lemon. Jumlah benjolanpun bermacam-macam dari sedikit sampai lebih dari seratus. Letak benjolan biasanya di atas tontolan-tonjolan tulang seperti pada skapula, iga, tengkorak, siku-siku, krista iliaka lutut dan sakrum dan menyebabkan kelainan kosmetik. Benjolan dapat digerak-gerakkan dan tidak terasa sakit (nyeri).
    • Kelainan yang ditimbulkan oleh mikrofilaria lebih berat daripada oleh cacing dewasa karena mikrofilaria dapat menyerang mata dan menimbulkan gangguan pada saraf-saraf optik dan retina mata. Ada beberapa anggapan tentang patologi kelainan mata, yaitu : 1) reaksi mekanik atau reaksi sekret yang dikeluarkan oleh mikrofilaria hidup, 2) toksin yang dihasilkan oleh mikrofilaria mati, 3) toksin dari cacing dewasa dan 4) penderita supersensitif terhadap parasit. Pertama-tama gejala timbul ialah fotofobia, lakrimasi, blefarospasmus dan sensasi dari benda asing. Kelainan mata lebih banyak ditemukan pada penduduk dengan banyak benjolan di bagian atas badan. Reaksi radang tidak begitu hebat bila mikrofilaria masih dalam keadaan hidup tetapi reaksi radang makin hebat bila mikrofilaria banyak yang mati. Hal ini perlu diperhatikan pada waktu pengobatan. Sering ditemukan limbitis dengan pigmentasi coklat. Pada kasus menahun dapat terjadi keratitis berbintik, glaukoma, atrofi yang berakhir dengan kebuataan. Pruritic dermatitis disebabkan oleh karena gerakan mikrofilaria dan toksin yang dilepaskannya dalam kulit. Timbul rash yang berupa lingkaran-lingkaran papel kecil-kecil yang berdiameter 1 – 3 mm. Kemudian timbul oedema kulit, kulit menebal dan terjadi likenifikasi. Kulit kehilangan elastisitasnya dan menimbulkan keadaan yang disebut hanging groin, yaitu kulit menggantung dalam lipatan-lipatan di bawah inguinal.
    • Diagnosis ditegakan dengan penampakan klinis berupa adanya nodul subkutan, ganging groin, kelainan kulit seperti kulit macan tutul (leopard skin), atrofi kulit, kelainan pada mata berupa keratitis, limbritis, uveitis dan adanya mikrofilaria dalam kornea. selain itu secara parasitologik dengan menemukan mikrofilaria atau cacing dewasa dalam benjolan subkutann. Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria pada biopsi kulit yakni menyayat kulit (skin-snip) dengan pisau tajam atau pisau silet kira-kira 2 – 5 mm bujur sangkar. Sayatan kulit dijepit dengan dua buah kaca obyek kemudian dipulas dengan Giemsa. Untuk menemukan cacing dewasa dapat dilakukan dengan mengeluarkan benjolan (tumor), mikrofilaria dapat ditemukan juga dalam benjolan. Tes serologi sekarang sedang digalakkan untuk menunjang diagnosis onkoserkosis. Ultrasonografi nodul juga dapat dilakukan untuk menentukan beratnya infeksi (worm burden). Pelacak DNA : menggunakan teknik multiplikasi DNA (Polymerase Chain Reaction/PCR) dengan pelacak ONCHO-150 yang spesies spesifik. Mazotti test juga dapat digunakan sebagai cara diagnosis dengan memberikan 50 mg DEC, kemudian diobservasi selama 1 – 24 jam untuk mengetahui adanya reaksi berupa gatal, erupsi kulit, limfadenopati dan demam.
    Morfologi dan Daur Hidup
    • Cacing ini, biasa ditemukan didalam benjolan (nodul) pada jaringan ikat sub kutan. Nodul ini dapat terjadi pada setiap bagian tubuh, tetapi paling sering terdapat di daerah pelvik, daerah persambungan tulang panjang dan di kepala terutama di daerah temporal dan oksipital. Cacing ini didalam nodul atau benjolan terdapat berpasangan dengan ketat, melingkar satu dengan lainnya seperti benang kusut dan dapat hidup selama 11 tahun atau lebih. Cacing betina dapat menghasilkan mikrofilaria selama 9-10 tahun. Cacing dewasa, berwarna putih dengan garis transfersal pada kutikula, filiform dengan kedua ujung tumpul. Pada bagian anterior terdapat 8 buah papila kecil yang tersusun dalam 2 cincin serta sepasang papila lateral yang besar. Ukuran cacing jantan 19 – 42 mm x 130 x 210 mikron, dengan ujung posterior melengkung ke ventral, terdapat papila perianal dan kaudal yang jumlah dan ukurannya bervariasi. Cacing dewasa betina berukuran 33,5 – 50 cm x 270 – 400 mikron, vulva terbuka terletak sedikit dibelakang osefagus bagian posteroir. Cacing betina yang gravid mengeluarkan mikrofilaria di dalam jaringan subkutan, kemudian mikrofilaria meninggalkan jaringan subkutan mencari jalan ke kulit. 
    • Mikrofilaria mempunyai dua macam ukuran yaitu 285 – 368 x 6 – 9 mikron dan 150 – 287 x 5 – 7 mikron. Bagian kepala dan ujung ekor tidak ada inti dan tidak mempunyai sarung. Pada lalat simulun, mikrofilia berada di otot dada. Pada manusia, mikrofilaria dapat ditemukan di kulit, pembuluh getah bening, kelenjar getah bening, darah, urine, cairan serebrospinal, dan organ internal (terutama mata).
    • Bila lalat Simulium menusuk kulit dan menghisap darah manusia maka mikrofilaria akan terisap oleh lalat, kemudian mikrofilaria menembus lambung lalat, masuk ke dalam otot toraks. Setelah 6 – 8 hari berganti kulit dua kali dan menjadi larva infektif. Larva infektif masuk ke dalam probosis lalat dan dikeluarkan bila lalat mengisap manusia. Larva masuk lagi ke dalam jaringan ikat menjadi dewasa dalam tubuh hospes dan mengeluarkan mikrofilaria.
     
    Siklus hidup Onchocerca volvulus
    Daur hidup Onchocerca volvulus

    Untuk pembahasan Mansonella ozzardi dan Dracunculus medinensis akan kita bahas nanti

    SLIMING CAPSUL
    Suplement pelangsing terbaik. Lulus Standard GMP (Good Manufacturing Practice) dan uji tes SGS. Pesan sekarang Juga!!!
    sikkahoder.blogspot
    ABE CELL
    (Jamu Tetes)Mengatasi diabetes, hypertensi, kanker payudara, mengurangi resiko stroke, meningkatkan fungsi otak, dll.
    sikkahoder.blogspot
    MASKER JERAWAT
    Theraskin Acne Mask (Masker bentuk pasta untuk kulit berjerawat). Untuk membantu mengeringkan jerawat.
    sikkahoder.blogspot
    ADHA EKONOMIS
    Melindungi kulit terhadap efek buruk sinar matahari, menjadikan kulit tampak lenih cerah dan menyamarkan noda hitam di wajah.
    sikkahoder.blogspot
    BIO GLOKUL
    Khusus dari tanaman obat pilihan untuk penderita kencing manis (Diabetes) sehingga dapat membantu menstabilkan gula darah
    sikkahoder.blogspot


    ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder
    Body Whitening
    Mengandung vit C+E, AHA, Pelembab, SPF 30, Fragrance, n Solk Protein yang memutihkan kulit secara bertahap dan PERMANEN!!
    Sikkahoder.blogspot
    PENYEDOT KOMEDO
    Dengan alat ini, tidak perlu lg memencet hidung, atau bagian wajah lainnya untuk mengeluarkan komedo.
    Sikkahoder.blogspot
    Obat Keputihan
    Crystal-X adalah produk dari bahan-bahan alami yang mengandung Sulfur, Antiseptik, Minyak Vinieill. Membersihkan alat reproduksi wanita hingga kedalam.
    Sikkahoder.blogspot
    DAWASIR
    Obat herbal yang diramu khusus bagi penderita Wasir (Ambeien), juga bermanfaat untuk melancarkan buang air besar dan mengurangi peradangan pada pembuluh darah anus
    Sikkahoder.blogspot
    TERMOMETER DIGITAL
    Termometer digital dengan suara Beep. Mudah digunakan, gampang dibaca dengan display LCD dan suara beep ketika selesai mendeteksi suhu.
    Sikkahoder.blogspot


    ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder