PENDAHULUAN
- Pasien obstetri adalah unik dimana faktor hormon dan mekanis dapat menyebabkan timbulnya komplikasi neurologis. Kelemahan dari ligamen, perubahan postur bersama dengan membesarnya uterus dan anyaman nervus pada daerah pelvis yang berhubungan dengan tekanan oleh kepala bayi adalah semua yang berhubungan dengan kehamilan. Disfungsi neurologi selama kehamilan dan periode post partum telah dimasukkan kedalam literatur obstetri. Dengan meningkatnya penggunaan analgesia neuraksial untuk persalinan, kelumpuhan saraf pada obstetri sering terjadi. Hal ini penting untuk membedakan injuri neurologi pada obstetri disebabkan dari intervensi anestesi dalam menyediakan perawatan yang tepat.
KELUMPUHAN SARAF PADA OBSTETRI
- Sequlle neurologi yang terjadi akibat kelumpuhan saraf pada obstetri dilaporkan terjadi pada 0,1% - 20% pada semua persalinan dan sering tidak disertai dengan komplikasi anestesi. Pemulihan tergantung pada luas dan beratnya kerusakan dari saraf tersebut dapat beberapa hari untuk kasus yang sedang sampai 1 – 2 tahun untuk injuri kompresi yang berat.
- Injuri neurologi saat persalinan sering terjadi dari transient parestesia sampai kelemahan kaki yang berakhir kurang dari 3 hari. Kejadian komplikasi neurologi yang kecil telah dilaporkan 18,9 pada 10.000 pada studi retrospektif oleh Ong dkk. Mereka melaporkan bahwa faktor yang mempengaruhi termasuk primiparitas, persalinan dengan bantuan forcep atau vaccum dan kesalahan letak. Kejadian defisit neurologi juga lebih besar terjadi pada pasien yang menerima epidural dan anestesi umum. Walaupun pasien-pasien ini adalah lebih memungkinkan untuk mengalami lebih lama. Kesimpulan dari survey ini dibatasi dengan ukuran sample yang kecil, periode waktu yang pendek dan design retrospektif.
- Pada studi prospektif baru-baru ini, Holdcroft dkk, menemukan defisit neurologi terjadi dengan frekuensi 1 dari 2530 , hanya satu dalam 13,007 yang menyertai anestesi epidural. Studi ini dilakukan dalam periode satu tahun dan 48.066 persalinan. Sepertiga dari yang mengalami defisit neurologi akan menetap selama bertahun-tahun. Penulis menemukan kegemukan sebelum kehamilan pada hampir 2/3 pasien yang dilaporkan mengalami problem neurologi.
- Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf pada obstetri meliputi disproporsi kepala panggul, primigravida dengan bayi makrosomi dan sectio caesaria. Persalinan dengan forceps dapat menyebabkan defisit neurologi tetapi disfungsi motorik yang berat berkurang sesuai dengan jumlah dari persalinan forcep sedang untuk persalinan yang sulit telah diubah dengan persalinan sectio caesaria lebih awal. Mayoritas kelumpuhan saraf pada obstetri bersifat unilateral.
- Kaki lumpuh post partum dapat diakibatkan dari kerusakan dari batang saraf lumbosakral pada pelvis atau kompresi dari saraf peroneal. Kompresi batang lumbosakral terjadi antara penurunan kepala bayi dan ala sacrum, lebih sering terjadi pada lesi saraf obstetri. Kelumpuhan kaki unilateral terjadi pada kebalikannya occiput pada bayi. Pemeriksaan fisik pada ekstremitas bawah terdapat mati rasa dan parestesia sepanjang betis dan kaki sebelah lateral, hilangnya eversi dari ankle dan penurunan kekuatan dorsofleksi dari otot affektor kaki. Kompresi atau tekukan dari saraf peroneal seperti menyilangkan kepala fibula selama posisi litotomi yang salah atau lama dapat juga menyebabkan kelumpuhan kaki. Pasien-pasien sering menunjukkan penurunan rasa pada ounggung kaki.
- Injuri pada nervus cutaneus femoralis lateralis lebih umum terjadi pada kelumpuhan saraf pada obstetri. Saraf ini dapat menjadi trauma pada ligamen inguinal pada pelvis atau saat saraf ini terperangkap di seputar SIAS. Saraf ini adalah saraf sensoris dan pasien-pasien akan mengeluh hilangnya rasa dari paha sebelah lateral. Gejala ini timbul selama kehamilan dan periode post partum. Saraf cutaneus femoralis anterior adalah saraf sensoris lain yang dapat rusak pada kehamilan. Injuri pada saraf ini akan menyebabkan penurunan sensasi dari paha anterior.
- Injuri nervus femoralis biasanya terjadi karena penekanan yang berlebihan dari kepala bayi pada pelvis. Injuri bilateral ditemukan pada 25% dari pasien. Manifestasinya termasuk; penurunan atau hilangnya reflek lutut, hilangnya sensasi yang berat dari paha bagian atas sebelah medial dan antromedial dari betis, dan hilangnya fleksi panggul dan ekstensi dari lutut. Pasien akan kesulitan naik tangga, tetapi masih dapat berjalan pada permukaan yang datar. Kerusakan saraf juga dihasilkan oleh fleksi mendadak dari lutut abduksi dan putaran keluar. Penekanan saraf ini melawan ligamen inguinal. Terdapat hubungan antara penggunaan forcep dan neuropati femoralis.
- Defisit nervus obturator timbul pada 25% dari neuropati femoralis . Kerusakan saraf ini terjadi selama penggunaan forcep yang mengalami kesulitan dan fleksi yang berlebihan dari paha. Kerusakan saraf ini mengakibatkan hilangnya kemampuan dari kaki untuk adduksi dan penurunan sensasi dari paha sebelah medial.
- Kelumpuhan saraf sciatica telah digambarkan oleh Silva dkk. Pasien pertama dengan presentasi bokong dan dilakukan sectio caesaria untuk indikasi bayi. Pasien kedua obesitas dengan bayi besar dilakukan sectio caesaria elektif. Meskipun kedua pasien menerima analgesia epidural, neuropati ini terjadi karena tekanan pada saraf sciatica yang dipengaruhi oleh posisi dan postur dari pasien. Gejala dari kelumpuhan saraf sciatica antara lain: hilangnya sensasi separo lateral atas dari kaki dan paling sering pada kaki kecuali garis bagian dalam telapak kaki dan kelemahan dari semua otot otot di bawah lutut.
- Kejadian herniasi diskus intervetebralis adalah satu dari 10.000 kehamilan terutama terjadi pada tingkat L5 - S1. Analgesia epidural berperan dalam hal ini. Forster dkk melaporkan kasus dari herniasi diskus lumbalis yang di tampilkan dari pemeriksaan MRI pada pasien yang menerima analgesia epidural untuk persalinan tanpa komplikasi dan pervaginam. Pada kasus ini, pasien tampak paresis flacid bilateral dengan kontrol kandung kencing dan rectal yang lengkap yang hilang 4 hari setelah melahirkan. Analgesia epidural dipikirkan bukan sebagai penyebab, hal itu merupakan gejala yang tertutupi.
KOMPLIKASI ANESTESI NEURAKSIAL PADA PASIEN OBSTETRI
- Injuri neurologi yang menyertai anestesi epidural atau spinal sangat jarang terjadi. Disfungsi neurologi yang berhubungan dengan blok neuraksial dalm kehamilan antara lain radikulopati, toksisitas anestesi lokal, hematom atau abses.
- RADIKULOPATI
- Traumatik radikulopati terjadi pada saat penempatan kateter epidural. Pasien akan mengalami parestesia unilateral dan hiperestesia yang menetap setelah anestesi lokal menghilang. Parestesia terbatas pada satu atau dua dermatom. Reflek tendon dalam dan motorik tidak terpengaruh. Trauma dari kateter epidural lebih sering terjadi dengan penggunaan kateter nylon yang keras dibandingkan dengan kateter polyurethane non styletted yang lebih lunak.
- Hal serupa terjadi pada penusukan jarum spinal yang mengenai akar-akar saraf spinal, dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan penurunan sensasi pinprick dalam distribusi yang dipengaruhi oleh akar saraf. Sebuah review dari ASA menyebutkan bahwa trauma langsung pada jaringan saraf adalah paling sering menyebabkan kerusakan saraf yang berhubungan dengan anestesi regional pada pasien obstetri.
- TOKSISITAS ANESTESI LOKAL DAN ZAT TAMBAHAN
- Konsentrasi yang sangat tinggi dari anestesi lokal mempunyai pengaruh neurotoksis secara langsung. Pada konsentrasi yang biasa digunakan, zat kimia tambahan seperti bahan pengawet dan kontaminan dapat merusak jaringan saraf. Benzyl alkohol 1,5% yang terdapat pada larutan Na Cl untuk injeksi epidural, menyebabkan paraplegia flacid pada pasien-pasien obstetri. Defisit neurologi yang menyertai pemberian 2-chloroprocain baik secara epidural maupun spinal yang tidak hati-hati juga ditemukan pada pasien hamil. pH yang rendah dan bahan pengawet kimia sodium bisulfit yang terdapat pada larutan chloroprocain yang digunakan pada kasus ini diduga menyebabkan kerusakan jaringan saraf yang irreversibel.
- Toksisitas anestesi lokal bertanggung jawab untuk angka kematian anestesi dari tahun 1979 – 1990. Injeksi dalam dosis besar bupivakaine ke dalam vena epidural yang tidak dikenali menghasilkan kardiotoksisitas. Sementara angka kematian oleh karena anestesi umum tetap stabil, kematian karena anestesi regional sangat menyolok penurunannya. Terdapat beberapa alasan berkaitan dengan berkembangnya anestesi regional yang aman, termasuk pertimbangan yang aman dan penghentian pemakaian bupivakain 0,75% pada anestesi obstetri. Dengan perkembangan tehnik yang terus menerus dan peningkatan kewaspadaan pada komplikasi yang mungkin terjadi, angka kematian oleh karena anestesi regional akan terus menurun.
- HEMATOM EPIDURAL DAN SPINAL
- Hematom epidural merupakan komplikasi yang sangat jarang pada kasus-kasus obstetri. Pada analisis retrospektif dari 505.000 pasien yang telah menerima anestesi epidural untuk kehamilan dan persalinannya, hanya satu yang ditemukan mengalami hematom epidural. Hal yang serupa, pada analisis prospektif dari 108.133 pasien dengan epidural obstetri ditemukan tanpa hematom. Pasien yang menerima blok epidural atau spinal tidak meningkatkan resiko hematom, sementara hal itu lebih sering menyebabkan perdarahan spontan. Usaha seperti Valsava yang terjadi dengan mendorong akan menyebabkan ruptur dari vena epidural dan menghasilkan hematom, terutama pada pasien koagulopati. Gejala-gejala yang menetap setelah regresi dari anestesi lokal diantaranya back pain, disfungsi kandung kencing, defisit motorik dan sensorik. Dekompresi laminektomi darurat diperlukan untuk mencegah sequelle neurologi yang permanen.
- ABSES EPIDURAL
- Abses epidural merupakan komplikasi lain yang jarang terjadi pada persalinan dengan dan tanpa blok spinal atau epidural. Gejala post-partum termasuk: low back pain, demam, leukositosis, paraplegia, dan hilangnya fungsi spingter. Sequelle neurologi disebabkan karena kompresi dan iskemia. Yang berpengaruh dalam hal ini termasuk diantaranya koloni bakteri dari flora kulit, peralatan yang terkontaminasi, jarum dan anestesi lokal dan penyebaran hematogen dari infeksi.Pengelolaannya meliputi penegakan diagnosis dengan MRI dan laminectomi darurat.
SUNTIKAN OBAT SUBDURAL
- Sekitar 0,1% - 0,8% dari maksud anestesi epidural menghasilkan pemberian anestesi subdural. Respon injeksi anestesi lokal bervariasi. Blokade dengan onset lambat, tingkat sensoris tinggi, dan blokade motoris yang bervariasi. Karena rongga subdural diperpanjang ke intrakranial, kehilangan kesadaran dengan tingkat sensoris tinggi dapat terjadi. Laporan secara radiologismembuktikan bahwa penempatan kateter subdural untuk sectio caesaria menunjukkan tidak ada blokade motoris dan tingkat sensoris T1, walaupun injeksi dengan dosis besar anestesi lokal. Pada kasus ini, tidak adanya blok motoris dapat dihubungkan dengan lokasi katetersubdural, mencegah penyebaran anestesi lokal ke bagian anterior dari serabut motorik.
MALFORMASI ARTERIVENA ( AVM )
- Gejala seperti back pain, kelemahan ekstremitas, dan defisit sensoris dihasilkan dari perubahan pada tekanan vena transmural yang menyebabkan penurunan aliran darah spinal. Perubahan fisiologi pada kehamilan dapat memperburuk keadaan ini meningkatnya volume darah, peningkatan tekanan vena dari meningkatnya tekanan intraabdoinal, tingginya kadar estrogen menyebabkan perubahan dalam endothel vaskuler. Lebih lanjut, peningkatan tekanan dalam pembuluh epidural dengan kontraksi uterus dan usaha seperti Valsava menghasilkan trombosis atau hemoragik dari AVM.
- Hubungan antara AVM dan analgesia epidural dilaporkan pada pasien yang mengalami paraplegia post-partum dan ditemukan AVM cervical. Walaupun epidural tidak menimbulkan gejala, terdapat hubungan yang temporer antara injeksi epidural dan keluhan nyeri. Peningkatan tekanan pada rongga epidural secara temporer yang dihasilkan karena injeksi epidural berperan pada penurunan drainase dari AVM yang sudah terjadi oleh perubahan selama kehamilan.
- Anestesi spinal untuk sectio caesaria telah digunakan tanpa komplikasi dalam persalinan dengan AVM pada cervical. Dengan menggunakan tehnik ini, penulis menghindari peningkatan tekanan epidural, intrathorakal, dan intraabdominal dan perubahan hemodinamik. Kemungkinan terjadinya hipotensi harus dipahami, hal itu diminimalisasi dengan prehidrasi yang adekuat untuk blok spinal.
SINDROMA ARTERI SPINAL ANTERIOR
- Variasi hemodinamik dari kehamilan dipengaruhi aliran darah ke spinal cord pada pasien-pasien yang mengalami kolateral ke arteri spinal anterior. Tumor intraspinal, stenosis spinal, dan arterosklerosis juga disertai hal ini. Hilangnya fungsi motoris, nyeri, dan sensasi suhu yang dihasilkan dari nekrosis bagian anterior2-3 dari spinal cord di bawah lesi. Meskipun jarang AVM spinal anterior harus dipertimbangkan pada disfungsi neurologi post-partum.
HORNER SYNDROMA
- Kelumpuhan saraf trigeminus oleh karena pengaruh pada serabut motorik pada tingkat pontine yang akan menghasilkan sindroma Horner pada persalinan setelah blok epidural. Penyebaran ke sefalad anestesi lokal dari epidural ke rongga subarahnoid merupakan penyebabnya.
NYERI PUNGGUNG
- Low back pain merupakan keluhan umum baik selama kehamilan maupun periode post-partum. Faktor predisposisi yang berpengaruh diantaranya : peningkatan berat, lordosis lumbal, regangan ligamentum, dan kenaikan kadar relaksin dalam serum. Kejadian dari low back pain setelah persalinan pervaginam tanpa blok neuraksial diperkirakan 12% - 40%. Simon dkk, menggambnarkan kasus nyeri punggung disebabkan oleh karena herniasi diskus thorakal pada pasien setelah persalinan pervaginam dengan analgesia epidural. Kasus ini menunjukkan tanda yang penting dan pengobatan gejalanya. Nyeri punggung jarang menyertai anestesi regional baik pada pasien maupun komunitas medis.
- Laporan kejadian dan penyebab dari sakit punggung pada kehamilan masih diperdebatkan. Pada survey postal retrospektif, MacArthur dkk, menjelaskan bahwa anestesi epidural bertanggung jawab untuk sakit punggung. Kejadian nyeri punggung 19% pada pasien yang menerima anestesi epidural dan 10% yang tidak.
- Sebaliknya, Breen dkk, memberikan kuisener prospektif pada 1042 wanita tentang gejala nyeri punggung. Wanita-wanita itu ditanyakan saat 12 – 48 jam, 2 bulan dan 12 – 18 bulan setelah melahirkan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri punggung diantaranya riwayat nyeri punggung antepartum, gemuk, dan usia muda. Pada 2 bulan setelah melahirkan, kejadian nyeri punggung post partum serupa pada pasien yang telah menerima anestesi epidural dan yang tidak ( 44 vs 45%). Tidak ada perbedaan kejadian nyeri punggung antara persalinan pervaginam dan sectio caesaria.
- Hanya ada satu studi prospektif yang menjelaskan hubungan antara timbulnya nyeri punggung dan anestesi epidural. Pada survey postal British ini, kejadian timbulnya nyeri punggung 18% pada wanita yang dilakukan dengan anestesi epidural dan 12% tanpa anestesi epidural.; walaupun pada 156 pasien yang dilaporkan nyeri punggung , hanya tiga yang berat. Satu pasien ditemukan mempunyai spondylolisthesis, herniasi diskus lumbalis, dan yang terakhir terbentuknya hematom jaringan lunak. Seperti survey oleh MacArthur, studi ini menggambarkan di Britania dimana terdapat gambaran bias yang tinggi antara wanita hamil yang nyeri punggung yang ditimbulkan dari anestesi epidural.
- Kesimpulan, bahwa anestesi epidural untuk persalinan pervaginam dan caesaria dihubungkan dengan nyeri punggung post-partum. Walaupun dengan kewaspadaan yang tinggi terhadap keluhan dengan anestesi regional, kesalahan implikasi dalam anestesi regional sebagai penyebab nyeri punggung yang lebih sering oleh faktor lain.
NYERI KEPALA
- Nyeri kepala sering nerupakan keluhan pada periode antepartumdan postpartum. Kemungkinan penyebabnya antara lain hormonal, vaskuler, metabolik, dan neurologi, juga komplikasi anestesi. Sebanyak 40% pasien melahirkan yang tidak menerima anestesi mengeluh nyeri kepala pada periode peripartum.
POSDURAL PUNCTURE HEADACHE ( PDPH )
- Penusukan duramater yang tidak berhati-hati selama penempatan epidural merupakan komplikasi yang umum terjadi pada anestesi epidural untuk persalinan. Tergantungpada pengalaman dari operator, kejadian PDPH sesudah anestesi epidural berkisar antara 1% - 3%. Noris dkk, menunjukkan bahwa permukaan bevel yang sejajar dengan serabut duramater akan menurunkan insiden PDPH. Tiga puluh satu persen wanita pada kelompok paralel terjadi PDPH, sedangkan pada kelompok tegak lurus 75%. Hal itu juga menjelaskan bahwa pemutaran bevel dari jarum epidural dapat meningkatkan resiko penusukan duramater yang tidak hati-hati sebagian besar penulis menganjurkan untuk dihindari.
- Dengan meningkatnya penggunaan jarum spinal atraumatis ( pencil point ), insiden PDPH yang menyertai blok subarachnoid akan menurun secara dramatis 0,02% - 1,5%. Penusukan duramater yang berulang-ulang walaupun dengan pencil point, akan meningkatkan insiden PDPH.
- Nyeri kepala yang terjadi pada penusukan duramater dengan jarum epidural cenderung menjadi lebih berat dibanding dengan yang menggunakan jarum spinal. Gurmanik menyampaikan bahwa nyeri kepala sedang sewaktu-waktu dapat terjadi menyertai anestesia spinal yang disebabkan oleh pengaruh kimia dari povidone-iodine, yang sering digunakan untuk membersihkan kulit.
- Kebocoran cairan serebrospinal yang disebabkan oleh penusukan duramater dapat mengakibatkan penarikan pada saraf kranial. Manifestasi kelumpuhan saraf kranial seperti penurunan pendengaran dan diplopia. Epidural blood patch yang cepat, efektif untuk mengatasi kondisi ini.
KOMPLIKASI DARI EPIDURAL BLOOD PATCH (EBP)
- Punggung yang tidak nyaman merupakan efek samping yang sering timbul pada EBP dan dapat sembuh dengan sendiri. Pasien juga mengeluh nyeri pada leher dan bahu. Parestesia dan pengulangan penusukan duramater dengan disertai nyeri kepala dijumpai saat EBP terbentuk. Peningkatan sementara suhu tubuh dapat terjadi setelah injeksi darah. Efek yang lebih serius seperti kelumpuhan saraf kranial dapat terjadi. Lowe dkk, melaporkan sebuah kasus kelumpuhan saraf kranial VII pada pasien post-partum setelah EBP. Diperkirakan bahwa iskemia saraf kranial VII yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai darah meningkatnya tekanan intrakranial dari injeksi darah di rongga epidural.
HEMATOM SUBDURAL
- Sangat jarang terjadi, hal ini dapat terjadi berhubungan dengan PDPH yang tidak diobati. Hal ini terjadi ketika hipotensi intrakranial oleh karena kebocoran yang menetap dari cairan serebrospinal yang mengakibatkan regangan dan robekan vena meningea dan selanjutnya terjadi perdarahan dan pembentukan hematom. Gejala klinis antara lain; somnolen, gelisah, nyeri kepala, muntah, dan gejala neurologi lokal.
PNEUMOCHEPALUS
- Hilangnya tahanan dengan menggunakan udara sering dipakai untuk mengetahui rongga epidural. Penusukan duramater yang tidak hati-hati dapat menyebabkan masuknya udara ke rongga subduramater atau subarachnoid. Gejala diantaranya : nyeri kepala, leher, bahu, dan punggung yang tidak nyaman.Pasien dengan udara di rongga subarachnoid mengeluh meningkatnya nyeri kepala pada posisi supine dan menghilang saat berdiri. Sewaktu udara diserap kembali, gejala akan menghilang. Proses ini dapat dipercepat dengan inhalasi oksigen konsentrasi tinggi.
TROMBOSIS VENA KORTEX CEREBRAL
- Beberapa kasus trombosis vena serebral ( CVT ) telah dilaporkan anestesi epidural. Dalam satu kasus, EBP untuk mengatasi nyeri kepala, walaupun gejala menetap memerlukan pemeriksaan secepatnya. Hal itu kemungkinan karena kesulitan membedakan antara PDPH dan CVT pada periode post partum. Dalam kasus nyeri kepala hebat, gejala dari CVT antara lain defisit neurologi focal, mual, muntah dan koma. Tidak semua nyeri kepala yang timbul setelah anestesi spinal dan epidural terjadi selama penusukan duramater, semua kasus nyeri kepala postspinal membutuhkan evaluasi pasien yang hati-hati.
MENINGITIS
- Walaupun tindakan antiseptis sudah dilakukan dengan hati-hati, meningitis bakteri masih timbul pada pasien obstetri setelah pemberian blokade neuroaksial. Hal ini merupakan komplikasi yang sangat jarang, tanpa disengaja bakteri dari kulit atau subkutan mengikuti jarum spinal atau epidural. Bakteri dapat tumbuh juga dari sediaan larutan anestesi lokal bebas dan sediaan opioid tanpa disengaja untuk suntikan spinal atau epidural, dan telah dilaporkan kasus dari povidone-iodine yang terkontaminasi dengan bakteri. Meningitis disebabkan oleh karena penyebaran hematogen dari bakteri.
- Meningitis aseptis telah dilaporkan sebagai komplikasi yang mungkin terjadi dari anestesi regional. Gejala dari meningitis aseptis dan bakterial serupa dan meliputi pireksia, kaku kuduk, photopobia, mual, muntah, dan nyeri kepala. Meningitis akut menunjukkan komplikasi yang lain diantaranya kejang dan kebutaan.
- Kesimpulan. Terdapat sejumlah penyebab dari nyeri kepala pada pasien obstetri, beberapa diantaranya tidak ada hubungannya dengan anestesi. Penyebab nyeri kepala nonanestesi perioperatif diantaranya tension, migraine, caffein withdrawal, sinusitis, dan eklampsia. Pemeriksaan neurologi dan riwayat sebelumnya diperlukan pada beberapa wanita hamil atau postpartum dengan keluhan nyeri kepala, untuk menghindari komplikasi yang lebih serius oleh karena diagnosis yang terlambat.
KOMPLIKASI BLOK SARAF PERIFER PADA PERSALINAN
- Blok Paracervical
- Pada keadaan dimana seorang ahli anestesi tidak dapat menentukan lokasi untuk melakukan anestesi epidural, blok paracervical merupakan alternatif yang efektif dan dapat diterima oleh ahli kebidanan. Blok ini memberikan analgesia hanya untuk kala I dari persalinan, dan hanya diperlukan agent jangka pendek, suntikan sering diulang-ulang. Tehnik ini mempunyai beberapa komplikasi yang harus dibatasi penggunaannya. Bradikardi dari janin merupakan akibat yang paling serius dan yang paling sering timbul pada blok paracervical. Walaupun biasanya dapat sembuh sendiri, hal itu dapat dihubungkan dengan asidosis janin dan kematian janin. Beberapa teori menerangkan terjadinya bradikardi janin diantaranya tingginya kadar anestesi lokal dalam darah selama absorpsi vaskuler, dan pengaruh langsung terhadap arteri uterina yang berupa vasokontriksi. Komplikasi pada ibu dari blok paracervical jarang terjadi dan diantaranya toksisitas anestesi lokal, abses, hematom, dan neuropati.
- Blok simpatis lumbal
- Blok simpatis lumbal, seperti blok paracervical, menghilangkan jalur sensoris dari cervix dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan kala I persalinan. Dengan penggunaan yang luas anestesi spinal dan epidural , blok simpatis lumbal ini sekarang jarang dilaksanakan untuk mengurangi nyeri persalinan. Komplikasi-komplikasi pada ibu meliputi toksisitas anestesi lokal sistemik, hipotensi, blok subarachnoid atau epidural yang tidak hati-hati dan hematom retroperitoneal. Fetal distress dapat terjadi karena insufisiensi uteroplasental yang berhubungan secara significant dengan hipotensi ibu.
- Blok pudendal
- Blok pudendal dilakukan dengan menyuntikkan 5 – 10 ml anestesi lokal di bawah spina ischiadica. Karena letak tempat injeksi dekat dengan pembuluh darah besar, injeksi intravaskuler dapat menyebabkan toksisitas anestesi lokal. Pembentukan abses dan hematom dapat tetapi sangat jarang. Komplikasi-kompliksi ibu yang lain adalah trauma saraf sciatica dan tertusuknya rectum. Pengaruh pada janin jarang terjadi.
Komplikasi-komplikasi kombinasi anestesi spinal dan epidural
- Akhir-akhir ini , penggunaan tehnik kombinasi anestesi spinal dan epidural (CSE)menjadi metode yang populer untuk memberikan analgesia pada persalinan. Kombinasi injeksi intrathecal dilanjutkan dengan penempatan kateter epidural memberikan banyak keuntungan dibandingkan tehnik anestesi spinal atau epidural saja. Komplikasi-komplikasi pada CSE dibandingkan dengan epidural konvensional pada persalinan secara prospektif dievaluasi oleh Norris dkkyang menyimpulkan bahwa CSE ini adalah pilihan yang aman untuk analgesia epidural. Collis dkk juga melaporkan bahwa tidak ada perbedaan dalam kejadian komplikasi utama dalam 20 menit setelah terjadinya blok.
- Beberapa laporan kasus yang baru, menyatakan terjadinya komplikasi yang serius akibat dari tehnik ini. Komplikasi-komplikasi ini diantaranya bradikardi janin dan uterus hipertonus dan cardiac atau respirasi arrest pada ibu. Kegagalan untuk menelan dan bersuara dan heart rate janin menggambarkan abnormalitas setelah pemberian narkotik intrathecal sebagai bagian dari CSE
RINGKASAN
- Pada dekade yang lalu penggunaan anestesi regional pada obstetri telah meningkat secara dramatis. Laporan Bromage yang terbaru, pasien yang mengalami komplikasi – komplikasi neurologi dari anestesi subarachnoid dan epidural , meskipun proporsi dari kasus ini bisa terjadi pada praktek anestesi yang merupakan bagian atau sama sekali bukan karena penyebab-penyebab anestesi. Sementara prevalensi yang nyata dari sequlle neurologi karena anestesi regional pada obstetri sulit diperkirakan, ini seperti sequelle neurologi yang permanen yang hampir tidak pernah terjadi pada praktek regional anestesi yang aman. Sementara komplikasi-komplikasi neurologi yang dapat sembuh sendiri dapat terjadi, resiko-resiko teori ini harus dibandingkan dengan resiko nyata dengan anestesi umum pada pasien-pasien partus yang akan menjalani sectio caesaria.