ANESTESI PADA THT
PENDAHULUAN
- Prosedur telinga-hidung-tenggorokan (THT) merupakan prosedur yang unik dikarenakan antara anestesiologis dan operator berbagi jalan nafas. Pengelolaan anestesi pada pasien berpusat pada pengaturan jalan nafas. Tidak pernah kerjasama dan komunikasi antara operator dan anestesiologis menjadi lebih penting dibanding pembedahan pada wajah dan leher.
- Membuat, memelihara dan menjaga jalan nafas pada kondisi anatomi yang abnormal dan intervensi pembedahan yang simultan dapat menguji ketrampilan dan kesabaran ahli anestesi. Tepatnya pengetahuan mendalam tentang anatomi jalan nafas dan apresiasi umum prosedur THT akan membuktikan betapa bernilainya hal tersebut dalam menangani tantangan para ahli anestesi ini.
- Penelitian terbaru tentang pertanggungjawaban medis mengklaim melalui American Society of Anesthesilogist , bahwa faktor kesalahan manusia masih menjadi penyebab terbanyak kematian dalam anestesi; masalah jalan nafas menyumbang lebih dari 30% kasus pada orang dewasa dan 43% kasus pada anak.
PENERAPAN ANATOMI JALAN NAFAS
- Walaupun luas dan mobile dilengkapi dengan mandibula, tulang hyoid, dan epiglotis, lidah merupakan penyebab utama obstruksi jalan nafas pada pasien teranestesi. Walau mudah terjadi obstruksi akibat adanya polip atau deformitas septum, jalur hidung menghadirkan jalan alternatif untuk ventilasi, dan membantu stabilisasi pipa trakea. Epistaksis terjadi akibat laserasi mukosa yang menutupi tiga turbin tipis yang dibangun dari tiap dinding lateral.
- Faring merupakan perpanjangan dari dasar tengkorak, bergabung bersama esofagus setinggi vertebra serviks VI. Pada bagian lebih bawah (cricopharyngeus) dari otot konstriktor inferior menggantung pada kartilago krikoid, membentuk spingter esofagus diatasnya. Tekanan eksternal pada ring krikoid berlawanan dengan korpus vertebrae ketika leher diekstensikan (Sellick’s maneuver) menutupi esofagus, menghindari regurgitasi isi gastroesofageal. Di anterior, faring berhubungan dengan kavum nasi, kavum oris, dan laring.
- Tonsil nasofaringeal (atau adenoid) melapisi tulang sphenoid. Walau terjadi atrofi setelah childhood, masih dapat terjadi obstruksi atau perdarahan sewaktu intubasi nasotrakeal. Bagian lunak palatum dapat memblok ekshalasi melewati hidung selama anestesi.
- Inferior ke arah nasofaring, setinggi vertebrae serviks II dan III, orofaring berhubungan dengan mulut melalui suatu lintasan bernama fauces. Setinggi vetebrae serviks IV-VI, hipofaring berhubungan dengan laring dan esofagus, temasuk dua piriform fossae di lateral.
- Tiga kartilago tunggal (tiroid, krikoid dan epiglotis) dan tiga pasang kartilago (arytenoid, corniculate dan cuneiform) membentuk laring. Abduksi pita suara selama inspirasi memberi bentuk segitiga pada rima glottidis, keadaan paling sempit yaitu pada pasien yang lebih tua dari 8 tahun. Pada anak yang lebih muda, yang tersempit adalah cincin krikoid. Pita suara sejati dan false menyisip di permukan anterior kartilago tiroid dan permukaan posterior kartilago arytenoid. Bentuk segitiga arytenoid berartikulasi dengan bagian posterosuperior kartilago krikoid; pergerakan krikoid dan arytenoid mengontrol posisi dan tegangan pita suara. Pada puncak arytenoid dan melekat dalam lipatan aryepiglotis, kartilago corniculate dan cuneiform dari medial dan lateral prominen mungkin menjadi satu-satunya landasan untuk menuntun kesulitan saat intubasi trakea.
- Penampakan tegaklurus pada aksis longitudinal, epiglotis dewasa memiliki bentuk sabit bersilangan; pada infant dan beberapa orang dewasa persilangan ini lebih membentuk U yang menyebabkan lebih besarnya panjang relatif yang menghalangi terangkatnya glottis. Valecullae turun diantara median dan dua ligamentum glossoepyglottis. Ligamentum membuat elevasi tidak langsung epiglotis dengan lengkungan laryngoskop saat mengangkat glottis.
- Walaupun sering tidak kentara pada wanita dan anak-anak, titik tyroid superior mrupakan tanda tersendiri pada permukaan anterior leher. Dapat diidentifikasikan sebagai penurunan antara kartilago tyroid dan krikoid, ligamentum krikotyroid merupakan tempat penyuntikan translaryngeal untuk anestesi lokal atau jarum emergensi untuk pembedahan cricothyrotomi. Tanda esensial pada blok n. laryngeus superior adalah tanduk lateral dari kartilago tiroid, dapat ditemukan setinggi vertebrae serviks III.
- Tumbuh mulai setinggi 4 cm pada neonatus sampai 10-14 cm pada dewasa, trakea terbentuk dari batas bawah kartilago krikoid sampai karina, dibagi menjadi cabang utama broncus kanan dan kiri setinggi vertebrae thoraks V, bentuk tapal kuda kartilago trakea, dihubungkan pada sisi anterior dengan otot trakealis, memberi kubah berbentuk D pada persilangan dan merupakan konfirmasi penampakan pada fiberscopic bahwa trakea telah berganti bronkus. Arkus aortae prominen, anomali vaskuler kongenital, massa mediastinum anterior, dan membesarnya limfanodi dapat menekan trakea dan mengganggu ventilasi.
- Pada orang dewasa, panjang deviasi cabang utama bronkus kanan 1,8 cm dan kurang deviasi dari aksis trakea bila dibandingkan 5 cm pada bronkus kiri. Pada infant, sudut terbentuk oleh dua bronkus utama yang hampir sebanding, maka lebih sedikit kemungkinan intubasi bronkus berada pada sisi kanan.
ANESTESI UNTUK PEMBEDAHAN HIDUNG DAN TENGGOROKAN
- Pada pembedahan tenggorokan dan hidung, masalah anestesi berhubungan dengan tersedianya jalan nafas yang bersih, penggunaan sirkuit yang menjamin akses bedah yang optimal, penggunaan monitor yang sesuai dan terus menerus, dan penggunaan alat yang melindungi trakea dan cabang bronchial terhadap darah dan debris. Sebaiknya ada protokol untuk persiapan jika terjadi kesulitan hal-hal tersebut. Semua masalah dapat terjadi selama operasi di daerah laring sendiri.
- 1. Premedikasi harus adekuat tetapi tidak berlebihan untuk menghasilkan kontrol pernafasan pasca operasi.
- 2. Induksi yang lembut akan mengurangi kejadian dan derajat perdarahan.
- 3. Operasi yang menghasilkan perdarahan dan debris, harus dilindungi dengan cuff ET dan atau packing faring yang efektif.
- 4. Penggunaan posisi kebalikan Trandelenburg ringan mengurangi aliran vena, tetapi waspada karena dapat mengakibatkan emboli udara. Idealnya derajat kemiringan tidak sampai mengosongkan vena jugular eksterna.
PERSIAPAN ANESTESI
- Persiapan anestesi pada pasien pada pasien THT dimulai dengan kunjungan preoperatif dan evaluasi oleh anestesiolog. Anestesiolog harus berusaha agar membangun hubungan yang cepat dengan pasien yang belum dikenal sebelumnya, persetujuan pasien harus diperoleh.
- Tujuan yang harus dicapai melalui pengobatan preoperatif adalah:
- 1. Tujuan utama adalah mengurangi kegelisahan pasien. Pengurangan kecemasan sebelum pembedahan lebih banyak tergantung pada hubungan yang telah dibangun oleh ahli anestesi dengan pasien daripada pilihan obat premedikasi.
- 2. Bila terdapat nyeri preoperatif, penting untuk memberikan analgesik dalam dosis cukup untuk meminimalkan eksaserbasi nyeri oleh gerakan-gerakan yang diperlukan dalam memindahkan pasien dari tempat tidur ke meja operasi.
- 3. Jika dipertimbangkan tehnik anestesi ringan-seimbang, maka obat sedatif atau amnesik harus merupakan bagian dari premedikasi untuk mengurangi kemungkinan pasien sadar.
- 4. Penggunaan antisialogogue sering penting untuk pembedahan leher dan kepala, dan endoskopi, karena jalan napas pasien tidak akan dapat terjangkau untuk penghisapan manual oleh anestesiolog. Pengurangan volume sekresi juga akan membantu endoskopi.
- 6. Obat premedikasi depresan juga dapat membantu tehnik anestesi itu sendiri dengan cara memperlancar induksi inhalasi dan mengurangi kebutuhan obat intraoperatif.
- 7. Obat premedikasi juga dapat untuk mengurangi kejadian mual muntah postoperatif, walau untuk mencapai antiemesis yang efektif untuk operasi pada telinga bagian dalam, efek premedikasi biasanya harus diperkuat dengan obat-obat seperti droperidol tepat sebelum pasien terbangun.
PEMBEDAHAN NASAL DAN SINUS
- Pembedahan nasal dan sinus yang umum termasuk didalamnya polypectomy, pembedahan endoscopic sinus, sinustomi maksilaris (prosedur Caldwell-Luc), rhinoplasty, dan septoplasty.
- Anestesi umum dengan ET (Endotrakeal Tube) yang dilengkapi cuff dan pharyngeal pack untuk menghindari darah masuk kedalam esofagus. Ingat untuk mengambilnya sebelum ekstubasi. Terlupa mengambil pack merupakan kesalahan yang paling mudah terjadi dan dapat fatal akibatnya. Perdarahan dapat dikurangi dengan topical intranasal kokain 1-10%, Injeksi nasal septum octopresin dan prilocaine (atau adrenalin), atau dapat digunakan blok ganglion sphenopalatine yang membawa fiber vasodilator.
- Pasien yang akan dilakukan bedah nasal atau sinus mungkin mempunyai pertimbangan tingkat obstruksi nasal preoperatif yang disebabkan poplyp, deviasi septum atau kongesti mukosal karena infeksi. Hal tersebut mungkin membuat sulit ventilasi sungkup muka, apalagi jika bersamaan dengan penyebab lain sulitnya ventilasi (ct. obesitas, deformitas craniofacial).
- Polip nasal sering dihubungkan kelainan alergi seperti asma. Pasien yang juga mempunyai riwayat reaksi alergi terhadap aspirin sebaiknya tidak diberikan NSAID (ct. ketorolak). Polip nasal mempunyai gambaran umum berupa cystic fibrosis. Karena mukosa nasal kaya suplai vaskular, interview preoperatif sebaiknya dikonsentrasikan pada pertanyaan yang mengarah terhadap penggunaan obat (ct. aspirin) dan riwayat masalah perdarahan.
- Tehnik meminimalisasi perdarahan intraoperatif termasuk pemberian cocain atau efinefrin yang terkandung dalam lokal anestesi, maintenan dengan posisi sedikit head up dan membuat sedikit hipotensi terkontrol. Penempatan pack pada faring posterior untuk mengurangi aspirasi darah. Anesthesiolog juga harus mempersiapkan adanya kehilangan darah yang signifikan, terutama selama reseksi tumor vaskuler (ct. juvenile nasopharingeal angiofibroma).
- Idealnya, ekstubasi sebaiknya smooth, dengan batuk atau ketegangan yang minimal, karena hal tersebut dapat akan meningkatkan perdarahan postoperatif. Sayangnya, strategi yang mendukung tujuan ini cenderung meningkatkan resiko aspirasi (ct. ekstubasi dalam).
TONSILEKTOMI (TERUTAMA PADA ANAK)
Resiko tonsilektomi
- 1. Laringo/bronkospasme, kekurangan oksigen/sianosis selama operasi
- 2. Henti jantung pada anak sampai 4-6 minggu setelah infeksi
- 3. Perdarahan profuse pembedahan
- 4. Spasme laring pasca operasi
- 5. Infeksi dada pasca operasi
Suasana psikologis mempunyai arti penting untuk anestesi yang lembut, terutama pada anak. Dapat disertakan orang tua atau mainan anak. Menangis dan takikardi dapat meningkatkan perdarahan. Premedikasi untuk anak cengeng berupa sirup temazepam (0,5 mg/kg) atau midazolam (0,1 mg/kg). Kurangi nyeri pada penusukan vena dengan amethocaine gel atau EMLA cream. Intermitten positive-presure ventilation (IPPV) atau spontan respirasi.
Paling aman mungkin melakukan ekstubasi trakea ketika pasien telah sadar. Recovery “dengan posisi tonsil” (semi-prone, dilindungi terguling wajahnya dengan bantal di dada, serta fleksikan lutut dan panggul), pertahankan posisi ini sampai pasien sadar penuh. Pemberian topical spray lignocain 10% pada fossae tonsiler, mengurangi nyeri pasca operasi tanpa mempengaruhi reflek protektif .
MANAJEMEN UNTUK PERDARAHAN POST-TONSILEKTOMI
- Kejadian perdarahan post-tonsilektomi yang memerlukan pembedahan berkisar 0,3-0,6%. Komplikasi ini biasanya terjadi sampai 6 jam pembedahan dan dapat merupakan masalah anestesi yang sulit. Tingkat kehilangan darah mungkin tidak terlihat dan biasanya diluar perkiraan. Sebelum pasien dikirim keruang operasi, premedikasi sebqaiknya tidak diberikan, dan variabel koagulasi diperiksa, jika memungkinkan. Terlebih lagi, jenis darah harus diperiksa dan di-crossmatched untuk tranfusi, dan penderita sebaiknya mendapatkan hidrasi yang baik melalui jalur vena. Seluruh masalah sebelum induksi anestesi disebabkan oleh hipovolemi yang sulit diperkirakan, lambung penuh dan obstruksi jalan nafas.
- Saat induksi anestesi, diperlukan tambahan orang agar penghisapan darah dapat bejalan baik. Induksi anestesi cepat dengan aplikasi penekanan krikoid dan posisi pasien sedikit head-down akan melindungi trakea dan glotis dari aspirasi darah. Setelah induksi, sebaiknya dipasang nasogastric tube dan dilepas kembali. Seperti tonsilektomi elektif, ekstubasi teraman adalah saat penderita sadar.
ENDOSCOPY
- Termasuk: laryngoscopy (diagnostik dan operatif), microlaryngoscopy (laringoscopy dibantu dengan mikroskop operasi), esophagoscopy dan bronchoscopy. Prosedur endoskopik dapat beserta penggunaan bedah laser.
- 1. Diperlukan relaksasi pada rahang dan pita suara
- 2. Observasi untuk melihat pergerakan pita suara pada beberapa kasus
- 3. Refleks vascular berupa hipertensi dan takikardi
- 4. Kemungkinan timbulnya luka yang menyebabkan obstruksi jalan nafas
- 5. Tuntutan untuk menjaga oksigenasi dan ventilasi
- 6. Recovery pasca operasi yang cepat terhadap kontrol jalan nafas tanpa spasme.
- Sedatif merupakan kontraindikasi pada pasien dengan derajat obstruksi saluran nafas atas yang signifikan. Pemberian glyccopirulat (0,2-0,3 mg im) satu jam sebelum pembedahan terbukti membantu mengurangi sekresi, memudahkan visualisasi jalan nafas.
- 1. Pelumpuh Otot. Dapat diberikan infus kontinyu suksinilkolin, atau intermiten bolus pelumpuh otot non-depolarisasi dengan durasi intermediate (ct: rocuronium, vecuronium, atracurium).
- 2. Oksigenasi dan Ventilasi. Terdapat beberapa metode yang berhasil. Paling umum adalah intubasi dengan ET berdiameter kecil (4,0-6,0 mm) tekanan positif konvensional. Standar ET pada ukuran ini didisain untuk pasien anak. Terlalu pendek untuk panjang trakea dewasa, dengan cuff bervolume rendah yang memerlukan tekanan tinggi untuk melawannya. Mycrolaryngeal tracheal tube {MLT tube) no. 4,0-, 5,0- atau 6,0-mm dengan panjang yang sama pada dewasa, lebih sesuai dengan cuff yang high-volume low-pressure, dan lebih kaku dan tidak mudah mengkompresi dibanding ET biasa. Keuntungan intubasi termasuk didalamnya adalah menghindari aspirasi dan kemudahan menggunakan anestesi inhalasi dan monitor kontinyu end tidal CO2. Pada kasus dimana operator membutuhkan visualisasi yang jelas, dapat dipakai insuflasi dengan aliran tinggi oksigen melalui cateter kecil pada trakea. Kemungkinan lain tehnik intermitten apnea, biasanya selama 2-3 menit. Pada tehnik ini terdapat bahaya hipoventilasi dan aspirasi. Tehnik yang canggih memakai manual jet ventilator,pada bagian pangkal laryngoscope. Variasi dari tehnik ini adalah high-frequency jet ventilation yang menggunakan kanul atau pipa dalam trakea.
- 3. Stabilitas kardiovaskuler. Tekanan darah dan laju jantung sering berfluktuasi disebabkan dua hal. Pertama banyak pasien mempunyai riwayat perokok atau peminum alkohol berat yang merupakan predisposisi penyakit kardiovaskuler. Sebagai tambahan, prosedur ini serupa dengan stres serial pada laringoskopi dan intubasi, dipisahkan dengan periode yang bervariasi oleh stimulasi bedah yang minimal. Suplementasi dengan anestesi short acting (ct: propofol) atau simpatetik antagonis (ct: esmolol) dibutuhkan selama periode peningkatan stimulasi. Alternatif lain berupa blok saraf regional pada N. Glossopharyngeus dan n. laryngeus superior yang akan meminimalisasi naik-turunnya tekanan darah selama operasi.
LARYNGECTOMY
- Trakeostomi mungkin diperlukan sebagai permulaan. Pada obstruksi respirasi yang signifikan, intubasi fibreoptic atau persiapan trakeostomi dengan lokal analgesi diperlukan. Penting premedikasi dengan atropine. Walaupun obstruksi tidak berat, setelah induksi yang hati-hati, relaksan tidak diberikan sampai dapat dilakukan ventilasi manual. Pada kondisi emergensi, pelobangan krikotiroid dan kanulasi mungkin diperlukan.
- 1. Obstruksi laring
- 2. Perdarahan
- 3. Emboli udara
- 4. Hambatan jalan nafas selama operasi
- 5. Reflek-reflek vaskuler dari retraksi sinus carotid
- 6. Resiko pembedahan memanjang (hipotermi dll)
- 7. Perawatan pasca trakeostomi, pelembaban, aseptic suction
- 8. Nutrisi parenteral atau jejunostomi feeding selama penyembuhan luka.
ANESTHESI PADA PEMBEDAHAN TELINGA TENGAH DAN DALAM
- Kondisi operasi yang aman dan nyaman didapatkan pada operasi telinga baik melalui anestesi lokal maupun anestesi umum.
- 1. Theatre seringkali relatif gelap (anastetis disarankan untuk menolak bekerja pada kondisi gelap total.
- 2. Difusi N2O dapat meningkatkan tekanan pada obstruksi telinga tengah.
- 3. Kemungkinan besar terjadinya muntah pasca operasi.
ANESTESI LOKAL
- Prosedur pembedahan telinga seperti operasi premeatal, stapedektomi, dan pembedahan telinga tengah yang tidak disertai komplikasi dimana lamanya kurang dari 2 jam, dapat diberikan pada pasien yang terseleksi penggunaan infiltrasi dari lokal anestesi dan titrasi sedasi yang hati-hati. Pasien harus mengerti, komunikatif dan kooperatif (harus selalu diingat, terutama selama bedah mikroskopik telinga tengah). Pada kunjungan preoperatif, anestesiolog sebaiknya mempersiapkan juga pemeriksaan yang sama seperti pada anestesi umum.
- Tujuan sedasi preoperatif adalah membuat pasien tenang, kooperatif, dan nyaman tetapi tidak overmedicated atau kehilangan kontak dengan sekitar. Sedasi ringan dapat diberikan titrasi iv propofol (0,5-0,7 mg/kg) selama penyuntikan lokal anestesi dan, jika perlu, disertai midazolam (0,02-0,04 mg/kg iv) selama prosedur.
- Terdapat empat saraf sensoris yang menginervasi telinga. N auriculotemporal (bagian mandibula dari saraf trigeminal) mensuplai meatus auditorius yang lebih luar dan dapat diblok dengan injeksi 2 ml lokal anestesi kedalam dinding anterior meatus auditorius eksternus. Cabang utama n. aurikular (pleksus saraf servikal) menyuplai bagian medial-bawah dari aurikula dan sebagian meatus auditorius eksternus. Berkas aurikular N. Vagus berjalan diantara processus mastoideus dan meatus auditorius eksternus untuk mensuplai konkha dan meatus auditorius eksternus. Saraf utama aurikular dan aurikular (vagus) dapat diblok dengan injeksi 2-3 ml lokal anestesi posterior ke saluran telinga (saraf utama aurikular). Saraf tympani (N. Glossofaringeus) mensuplai cavum tympani dan dapat dilakukan blok topikal dengan menginstalasi 4% lidokain. Ketika perforasi luas membran tympani, berhati-hati untuk tidak memasukan substansi beracun kedalam canalis auditorius, karena dapat merusak ruang telinga tengah.
- Penambahan efinefrin pada lokal anestesi meningkatkan intensitas dan durasi dari efek dan memberikan vasokonstriksi lokal, yang dapat menurunkan perdarahan. Dosis aman bagi efinefrin adalah 0,1 mg (10 ml dalam konsentrasi 1:10.000) dan bila perlu dapat diulang setelah 20 menit.
ANESTESI UMUM
- Anestesi umum pada bedah telinga membutuhkan perhatian untuk menjaga n. facialis, dan efek N2O pda telinga tengah, posisi kepala yang ekstrim, kemungkinan emboli udara, kehilangan darah, dan, selama bedah mikro pada telinga, kontrol perdarahan, dan pencegahan mual dan muntah.
- Ketika posisi kepala penderita pada pembedahan dengan anestesi umum, salah satunya termasuk ekstensi kepala yang ekstrem dan diputarnya leher. Cedera dapat terjadi pada pleksus brachialis (cedera regangan) atau servik vertebrae. Penderita dengan aliran darah karotis yang terbatas terutama mudah terserang penurunan aliran darah yang berlanjut pada posisi leher yang berlebihan.
Menjaga N. Facialis
- Identifikasi pembedahan dan penjagaan terhadap n. facialis merupakan hal yang esensial dalam banyak pembedahan pada telinga. Hal tersebut menjadi lebih mudah diketahui dan dikonfirmasikan jika pasien tidak lumpuh total. Jika tehnik pelumpuh otot narkotik harus dipakai, efek dari pelumpuh otot harus dimonitor untuk memastikan masih tersisanya 10-20% respon otot. Prosedur pembedahan telinga dihubungkan dengan 0,6-3,0% insiden paralisis n. facialis. Monitoring intraoperatif berupa bangkitan aktivitas electromyographic wajah dapat menjaga fungsi n. facial selama pembedahan pada mastoid/area tulang temporal.
- Telinga tengah dan sinus-sinus paranasal merupakan rongga normal berudara dan tetap terbuka, ruangan tanpa ventilasi. Ruangan telinga tengah mendapat ventilasi intermiten saat tuba eusthachia terbuka. Ekspansi dari udara ruangan melalui pergantian nitrogen dengan N2O dimana terdapat perbedaan 34-kalilipat antara koefisien darah/gas dari dua gas (0,013 untuk nitrogen dan 0,46 untuk N2O). Terutama pada inhalasi dengan konsentrasi tinggi, N2O memasuki ruang berudara lebih cepat dari keluarnya nitrogen. Pada ruang yang tetap seperti telinga tengah, akan menghasilkan peningkatan tekanan. Normalnya ventilasi pasif pada tuba eusthachii menghasilkan tekanan sekitar 200-300 mmH2O. Jika fungsi tuba eusthachii menurun karena trauma bedah, penyakit atau inflamasi dan udema akut, tekanan telinga tengah dapat mencapai 375 mmH2O dalam 30 menit mulai diberikannya N2O.
- Sebagai tambahan, setelah penghentian N2O, gas dengan cepat direabsorbsi, dan menyokong, ditandai, terbentuknya tekanan negatif telinga tengah. Saat fungsi tubae eusthachii abnormal, tekanan negative telinga -285 mm H2O dapat tercapai setelah 75 menit penghentian N2O. Tekanan tertentu dapat mendukung terjadinya serous ottitis, disartikulasi stapes, dan mengganggu pendengaran. Diperlihatkan tanda berubahnya tekanan telinga tengah berhubungan dengan N2O, Patterson dan Bartlet juga mencatat gangguan pendengaran yang disebabkan oleh hematotympani dan disartikulasi penopang stapes. Penelitian ini dipercaya bahwa anestesi N2O dapat beresiko pada pendengaran pasien yang mendapatkan bedah rekonstruksi telinga tengah sebelumnya.
- Memburuknya fungsi telinga tengah untuk sementara, peningkatan cepat tekanan telinga tengah sesuai dengan konsentrasi inhalasi N2O, mual dan muntah, dan sobeknya membran tympani semua berhubungan dengan meningkatnya tekanan telinga tengah dan fungsi abnormal tuba eustachii selama anestesi N2O diberikan pada pasien yang rentan. Pasien yang rentan termasuk di dalamnya adalah dengan riwayat bedah otologik, otitis media akut atau kronik, sinusitis, infeksi saluran nafas bagian atas, membesarnya adenoid, dan kondisi patologis pada nasofaring. Menurunnya kepekaan, meningkatnya hambatan, dan tuli hantaran telah ditemukan pada pasien yang diberikan anestesi N2O untuk adenotonsilektomi.
- Bulging eardrum dan “lifting of” graft membrana tymfani dapat terjadi selama bedah tymphanoplasty. Tidak ditemukan kejadian penggunaan N2O (kurang dari 50%) pada anestesi umum typanoplasti tipe I yang mengganggu penempatan graft atau hasil akhir prosedur pembedahan. Untuk menghindari komplikasi, anestetis harus mengetahui batas konsentrasi N2O sampai 50% dan menghentikan penggunaannya 15 menit sebelum menutup telinga tengah
- Prosedur pada telinga tengah sering menyebabkan mual dan muntah. PONV dapat merusak hasil rekonstruksi telinga tengah yang lembut. Pengaturan anestesi pembedahan telinga tengah termasuk didalamnya adalah minimalisasi PONV. Banyak obat yang terbukti efektif, termasuk infus propofol, granisetron, transdermal scopolamine, ondansetron, droperidol, dan eliminasi N2O. Diperlihatkan juga bahwa N2O mendorong muntah pada anak setelah anestesi umum singkat untuk miringotomi. PONV dapat dikontrol dengan dosis iv obat potensial antiemesis (contoh droperidol, 0,01/kg: ondansetron, 0,05 mg/kg; atau dolasetron, 0,20 mg/kg) diberi selama pembedahan.
- Anestesi umum, contoh dengan LMA, cukup memuaskan. Vagal henti jantung dapat terjadi bila area ‘vagal’ pada membran tympani (disuplai oleh serabut auricular) di incisi (dapat dihindari dengan pemberian atropin).
- Beberapa jenis analgesi diperlukan pada seluruh anak yang diobati tanpa rawat inap. Derkay dkk menemukan bahwa dapat digunakan tetes telinga saat operasi yang telah dicampur dengan 4% lidokain, penggunaan analgesik oral preoperasi dapat memberikan sedikit manfaat. Pemberian oral preoperasi berupa acetaminofen, atau acetaminofen dengan codein, dan bahkan buthorphanol intranasal direkomendasikan sama efektifnya.
- Operasi dengan obstruksi telinga tengah, N2O dapat mengakibatkan peningkatan tekanan telinga tengah terjadi bulging pada intact drum. Terjadi peningkatan tekanan dengan respirasi spontan (39 mmH2O/menit), IPPV (63mmH2O/menit) dapat terjadi terus selama 5 menit. Penting bagi operasi seperti miringoplasti. Dapat dihindari dengan menghentikan N2O, 30 menit sebelum graft. Anertesi bisa dengan obat iv dan udara atau oksigen, volatile agent, sedative dan opioid sampai pembedahan selesai. Withdrawal N2O dapat mengakibatkan tekanan subatmospheric dan retraksi tympani.
RINGKASAN
- Secara umum pembedahan pada telinga-hidung-tenggorok terbagi dua, yaitu pembedahan pada hidung dan tenggorokan serta pembedahan pada telinga. Pengetahuan mendalam tentang anatomi jalan nafas dan apresiasi umum prosedur THT terbukti sangat bernilai dalam membantu masalah yang timbul dalam penanganan anestesi untuk THT.
- Pada pembedahan tenggorokan dan hidung, anestesiolog dan operator harus berbagi jalan nafas. Masalah anestesi berhubungan dengan tersedianya jalan nafas yang bersih, penggunaan sirkuit yang menjamin akses bedah yang optimal, penggunaan monitor yang sesuai dan terus menerus, dan penggunaan alat yang melindungi trakea dan cabang bronchial terhadap darah dan debris. Tenggorokan dan hidung merupakan bagian saluran nafas atas, maka anestesi pada pembedahan daerah ini harus memperhatikan faktor-faktor berupa premedikasi yang kuat tetapi tidak berlebihan, induksi yang lembut, penggunaan ET yang mempunyai balon dan atau packing faring, dan posisi anti trandelenburg ringan. Secara umum bedah pada hidung dan tenggorokan seperti tersebut diatas, tetapi secara spesifik setiap jenis pembedahan mempunyai masalah yang bisa berbeda, karenanya penanganan anestesi bisa berbeda pula.
- Pada bedah telinga, dapat dilakukan anestesi lokal, regional, dan umum. Pada tehnik anestesi lokal pasien harus kooperatif, prosedur pembedahan sederhana dan singkat. Persiapan sebaiknya sama seperti pada prosedur anestesi umum dan premedikasi tidak berlebihan.
- Pada blok saraf selain hal-hal tersebut diatas perlu juga diperhatikan penambahan epinefrin untuk meningkatkan intensitas dan durasi kerja. Dosis amam adalah 1:100.000. Anestesi umum membutuhkan perhatian untuk menjaga n. facialis, efek N2O pada telinga tengah, posisi kepala yang ekstrim, kemungkinan emboli udara, kehilangan darah, kontrol perdarahan, dan pencegahan mual-muntah.
- N2O dapat meningkatkan tekanan telinga tengah, maka harus hati-hati terutama untuk timpanoplasti, karena dapat mengganggu penempatan graft. Harus diketahui batas konsentrasi N2O sampai 50% dan penghentian penggunaanya 15 menit sebelum menutup telinga tengah.
- Posisi kepala yang ekstrim dapat menyebabkan cedera pada pleksus brakhialis atau servik vertebrae. N fasialis perlu dijaga berhubungan dengan kejadian paralisis, terutama selama pembedahan pada mastoid atau area tulang temporal. Kejadian PONV sering terjadi pada prosedur pembedahan telinga tengah yang biasanya dapat dikontrol dengan obat potensial antiemesis intravena.
DAFTAR PUSTAKA
- 1. Donlon Jr JV. Anesthesia for eye, ear, nose, and throat surgery. In: Miller RD, ed. Anesthesia. 5th ed. New York: Churchill Livingston, 2000 : 2173-98.
- 2. Rushman GB, Davies NJH, Cashman JN. Surgical operations and choice of anesthetic. In: Lee’s Synopsis of Anaesthesia. 12th ed. Oxford: Butterworth Heinemann, 1999: 385-494
- 3. Castro AD. Manajement of anesthesia for specialty procedurs. In: Dripps/Eckenhoff/Vandam, ed. Introduction to Anesthesia.. 9th ed. Philadephia: WB Saunders Company, 1997: 415-27.
- 4. Morgan Jr GE, Mikhail MS. Anesthesia for otorhinolaryngologic Surgery. In: Clinical Anesthesiology. 2nd ed. Stamford: Lange Medical Book, 1996: 665-73.
- 5. Brown ACD. Anaesthesia for ear, nose and throat surgery. In: Healy TEJ, Cohen PJ, ed. Wylie and Churchill-Davidson’s A Practise of Anaesthesia. 6th ed. Boston: Edward Arnold, 1995: 1224-50.