DASAR-DASAR TERAPI CAIRAN
PENDAHULUAN
- Sebagai dasar unit hidup manusia adalah sel, dan setiap organ merupakan kumpulan banyak sel yang tergantung oleh struktur intersel sebagai penyokong, di mana setiap sel secara khusus beradaptasi untuk melakukan satu fungsi tertentu. Dibutuhkan lingkungan yang baik dan stabil agar sel-sel tersebut cukup mendapatkan makanan untuk berkembang dan mempunyai kesempatan untuk membuang sisa metabolisme yang tak berguna. Lingkungan yang baik dan stabil itu meliputi konsentrasi zat-zat yang terkandung dan keseimbangan cairan tubuh.
- Perubahan-perubahan dari keseimbangan ini, misalnya oleh karena suatu penyakit atau keadaan yang menyertai suatu penyakit akan mempengaruhi kehidupan dan fungsi sel tersebut yang kadang-kadang dapat membahayakan jiwa penderita. Karenanya perlu segera kita tangani dan untuk mendapatkan hasil yang adekuat, serta manghindari komplikasi terapi cairan, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai fisiologi cairan tubuh, gangguan keseimbangan cairan, dan penatalaksanaannya.
FISIOLOGI CAIRAN TUBUH
- Cairan tubuh berfungsi sebagai pengangkut zat makanan ke seluruh tubuh dan mengeluarkan bahan sisa metabolisme dari dalamnya untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah air dalam tubuh berbeda-beda tergantung pada umur, jenis kelamin dan banyak sedikitnya lemak tubuh. Nilai prosentase cairan tersebut cenderung menurun dengan bertambahnya usia/berat badan. Pada bayi mencapai 80% dari berat badan, anak 70-75% dan dewasa 60-65% sedang sisanya merupakan zat padat. Distribusi cairan tubuh pada dewasa adalah sebagai berikut :
- 1. Cairan ekstrasel, merupakan kurang lebih 1/3 dari keseluruhan cairan tubuh, di mana 1/4 bagian merupakan cairan intravaskuler, 3/4 bagian merupakan cairan intrerstitiel yang melingkupi sel-sel jaringan.
- 2. Cairan intrasel, adalah cairan yang ada di dalam sel itu sendiri, merupakan 60% dari keseluruhan cairan.
- 3. Cairan transeluler, yang berada pada rongga ketiga, merupakan 1-3% dari berat badan (kurang lebih 15 ml/KgBB), di mana cairan ini terdapat oleh karena pengangkutan aktif cairan ekstraseluler melalui epitel dari :
- • 7 ml/KgBB pada saluran cerna
- • 2 ml/KgBB pada saluran empedu
- • 6 ml/KgBB pada saluran getah bening
- Agar supaya cairan tubuh tetap dalam keadaan seimbang dan stabil, diperlukan suatu regulasi/pengaturan yang baik. Regulasi cairan tubuh ini menyangkut berbagai macam sistem koordinasi yang berubah-ubah agar supaya dapat mempertahankan volume dan komposisi yang konstan dari cairan ekstraseluler. Dengan pengaturan cairan ekstraseluler ini diharapkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam cairan intraseluler dapat dihindari.
- Pengaturan cairan ini mempunyai beberapa sistem regulasi, antara lain :
- 1. “Voluma Regulator” :
- Pada sistem vena, volume plasma kurang lebih 55%, di dalam arteri 10% sedangkan 35% terdapat dalam jantung, paru dan ruang kapiler.
- Bila terjadi penurunan volume plasma maka akan menimbulkan impuls afferen ke otak dari syaraf sensoris yang berasal dari jantung dan pembuluh darah besar ke reseptor regangan dalam aorta (“aortic stress receptor”). Informasi ini akan segera dikirim dari otak ke efferen autonom jantung dan pembuluh darah dengan hasil tonus vena yang meningkat.
- Di samping itu juga akan mengaktifkan sistem renin angiotensin-aldosteron dengan hasil sekresi aldosteron oleh kelenjar adrenal dengan akibat retensi Natrium di tubulus ginjal bersamaan dengan retensi air. Keadaan ini akan mengembalikan volume arterial dan hilangnya pooling di vena dan akhirnya kembali ke keadaan normal.
- 2. “Osmolality Regulator” :
- Regulasi cairan ekstraseluler terutama ditekankan pada regulasi air garam Sodium. Dua komponen inilah yang sebenarnya menentukan besarnya volume cairan dan Osmolalitas cairan, di mana dengan demikian dapat ditentukan adanya gerakan air dari dan ke dalam sel.
- Regulasi cairan ekstraseluler juga diatur oleh sensoris yang peka terhadap perubahan osmolalitas cairan, di mana perubahan ini akan merupakan masukan rangsangan terhadap hipotalamus dan sebagai hasilnya akan dikeluarkan anti diuretic hormon (ADH) oleh kelenjar hipofise. ADH ini akan mempengaruhi tubulus ginjal dan akan terjadi retensi air tanpa retensi Natrium sehingga jumlah urin berkurang dan lebih pekat. Perubahan pada cairan interstitiel biasanya akan terjadi lebih lambat daripada dalam plasma. Pada orang sehat jumlah cairan yang masuk dan keluar dalam keadaan seimbang, sehingga lingkungan sel akan tetap terjaga dengan baik dan sel tersebut dapat melakukan fungsinya dengan baik.
- Cairan tubuh berasal dari air yang diminum dan makanan setiap harinya, serta dari hasil oksidasi dalam jaringan. Beberapa ahli mengatakan bahwa kebutuhan basal manusia akan cairan sekitar 2 ml/KgBB/jam. Sedangkan pengeluaran dalam kehidupan normal minimal 0,5 ml/KgBB/jam pada dewasa dan 1 ml/KgBB/jam pada bayi.
- Pada orang sehat, pengeluaran cairan tubuh tergantung pada : basal metabolisme rate, berat badan, luas permukaan tubuh. Dalam keadaan normal kehilangan cairan tubuh melalui : urin 0,5 – 2 ml/KgBB/hari, tinja sekitar 50 ml/hari, kulit dan pernafasan 12 ml/KgBB/hari, di mana pengeluaran ini akan meningkat pada keadaan : hiperventilasi, BMR yang meningkat misal pada hipertiroidisme, suhu sekitar tubuh yang meninggi, suhu tubuh sendiri yang meningkat. Oleh karena itu kebutuhan cairan akan meningkat 10% pada setiap peningkatan suhu 1derajat Celcius di atas suhu 37 derajat Celcius.
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN
- Untuk mempertahankan komposisi cairan tubuh, berbagai kompensasi dapat terjadi dalam menerima berbagai variasi cairan dan perubahan-perubahan akibat suatu penyakit. Kompensasi dapat menjadi maksimal dan timbul dekompensasi atau kegagalan oleh karena berbagai keadaan atau sebab yang tak dapat teratasi, misalnya pada vomitus atau diare yang berlebihan, pada gangguan fungsi ginjal, pernafasan dan jantung.
- Gangguan keseimbangan cairan dapat disebabkan karena tubuh kekurangan cairan atau bahkan kelebihan cairan karena suatu sebab.
- cairan yang masuk kurang, misalnya pada : kesakitan hebat pada laring dan esofagus, obstruksi esofagus, koma dan anoreksi hebat dengan mual dan muntah.
- Pengeluaran cairan tubuh yang berlebihan, misalnya pada : hiperhidrasi pada udara panas, luka bakar dan demam, muntah, diare, fistula traktus gastrointestinalis dan penumpukan cairan pada traktus gastrointestinalis, hiperventilasi, penyakit yang konsidental dari fungsi ginjal berupa gangguan konservasi cairan penyakit Adison, diabetus mellitus, diabetes insipidus, glomerulonephritis, pyelonephritis dan hiperkalsemia.
Dehidrasi akibar kolera |
Gejala yang timbul mula-mula terjadi pengeringan membrana mukosa disusul mata terlihat cekung, tekanan okuler menurun, turgor mengurang bila kehilangan terus berlanjut. Volume urin menurun dan menjadi lebih pekat karena adanya sekresi ADH. Berat jenis urin menjadi lebih besar, konsentrasi Kalium dan Fosfat meninggi karena retensi Natrium dan air.
Bila kehilangan cairan terus berlanjut dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, dapat mengalami kelelahan, perubahan personality sampai stupor dan koma, dapat terjadi hiperpireksia bahkan kematian oleh karena rusaknya pusat vital di medula oblongata.
PENATALAKSANAAN KEKURANGAN CAIRAN
- Pemberian cairan merupakan pengobatan utama pada penderita dengan kekurangan cairan tubuh, karena dengan pemberian cairan dapat mecegah dan menghindari keadaan syok hipovolemik dan asidosis bahkan kematian.
- Diperlukan perhitungan dan pemikiran secara cermat agar cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu perlu dipikirkan :
- 1. Tingkat dehidrasi.
- 2. Macam cairan yang perlukan.
- 3. Cara-cara pemberian.
- 4. Monitoring dalam pemberian cairan.
- Dapat ditentukan dengan mengukur Berat Jenis plasma dan mengamati gejala klinis yang terjadi. Cara pertama lebih akurat tetapi memerlukan peralatan khusus, sehingga para klinisi banyak menggunakan cara kedua yang tidak perlu peralatan khusus dan dapat dikerjakan dengan mudah di lapangan. Secara klinis gejala-gejala dehidrasi yang tampak tergantung pada keadaan hidrasi cairan extraselluler.
- Tanda-tanda defisit cairan extraselluler adalah sebagai berikut :
-
RINGANSEDANGBERATS.S.P.MengantukApatisRespon lambatAnorexiaAktivitas menurunReflex tendon turunAnestesi akralDistalStupor, coma.KardiovaskulerTakhikardiTakhikardiHipotensi ortostatikNadi lemahVena kolapSianosisHipotensiAkral dinginNadi perifer tak terabaDetak jantung jauh.JaringanMukosa lidah keringTurgor turunLidah kecil, lunak, keriput.Turgor turunAtoniaMata cowongTurgor turunUrinePekatPekat, jumlah kurangOliguriaDefisit3 – 5% BB6 – 8% BB10% bb
Berat Jenis Plasma – 1.025
_______________________ x Berat Badan x 4 cc
0,001
- Pemeriksaan lain yang dapat membantu adalah pemeriksaan Berat Jenis Urine, Hematokrit dan pemeriksaan elektrolit darah. Dalam keadaan dehidrasi Berat Jenis urine dan Hematokrit akan mengalami kenaikan.
- Selain dilakukan pengukuran-pengukuran di atas, diperlukan pula anamnese terhadap penderita atau keluarga penderita untuk mengetahui beberapa lama penderita telah sakit, berapa banyak muntah-muntah, berak-berak dan pendarahan yang terjadi.
- Berdasarkan cara pemberiannya, macam cairan rehidrasi dapat dibagi menjadi :
- a. Cairan Oral
- b. Cairan Infus
- a. Cairan Rehidrasi Oral
- Cairan rehidrasi ini secara umum dikenal dengan nama oralit atau larutan garam gula. Cairan ini dapat diberikan dengan cara diminum atau melalui pipa nasogastrik, selama penderita masih sadar dan mampu untuk melakukan cara ini. Kesadaran di sini diperlukan untuk menghindari terjadinya aspirasi. Selain itu diperlukan pula bebasnya tractus digetivus tanpa adanya sumbatan. Cairan ini mudah didapat dan diberikan, tidak perlu steril. Cairan ini diberikan dalam keadaan hangat dengan jumlah 1,5 kali jumlah defisit cairan penderita.
- b. Cairan Rehidrasi Infus
- Cairan ini diberikan secara intravena untuk menanggulangi secara cepat defisit cairan tubuh. Sekarang sudah banyak macam cairan yang dihasilkan, akan tetapi hanya beberapa macam cairan saja yang dapat digunakan untuk menanggulangi keadaan darurat.
- Macam cairan yang banyak digunakan antara lain :
- a. Cairan non koloid / cairan kristaloid
- b. Cairan koloid seperti Plasma Expander
- c. Darah
- Sedangkan cairan Dextrose sedikit atau bahkan jarang digunakan untuk rehidrasi secara cepat pada keadaan darurat, sebab cairan yang ada dalam larutan D5% atau D 10% akan cepat keluar dari ruang intravasculer setelah kandungan Dextrosenya hilang dimetabolisir oleh tubuh. Sehingga volume intravasculer tidak dapat dipertahankan stabil dalam waktu yang agak lama. Dan juga cairan Dextrose ini tidak mengandung elektrolit sehingga tidak dapat mensubstitusi kekurangan elektrolit yang menyertai dehidrasi tersebut.
- Cairan Non Koloidal / Kristaloid seperti Ringer Laktat, Ringer Asetat (Asering)dan NaCl komposisinya mirip dengan cairan extraseluler, sehingga cairan ini yang paling baik untuk menanggulangi dehidrasi secara cepat terutama dehidrasi oleh karena pendarahan, gastroenteritis / kholera dan sebagainya. Apabila diberikan dalam waktu singkat sebagian cairan kristaloid tersebut akan keluar dari ruang intravaskuler. Sebagian yang tinggal dalam ruang intravaskuler cukup untuk memperbaiki haemodinamik dalam waktu relatif lama.
- Meskipun pemberian cairan elektrolit secara infus diikuti perembesan cairan dari ruang intravasculer ke ruang interstitiel, namun pada akhirnya perembesan akan berhenti setelah tercapai keseimbangan dengan kejenuhan interstitiel fluid.
- Cairan koloid mengandung molekul-molekul yang besar yang berfungsi seperti albumin dalam plasma. Sebagian besar volume koloid yang diberikan akan tinggal dalam waktu yang cukup lama dalam ruang intravasculer dan sebagian kecil mengadakan expansi keluar dari ruang intravasculer mengisi ruang interstitiel. Pemakaian cairan koloid seperti plasma expander harus hati-hati, sebab dapat menyebabkan gangguan proses pembekuan pada dosis lebih dari 10 – 15 ml/kg Berat Badan.
- Sedangkan pemberian transfusi darah akan mengkoreksi volume plasma saja, sedangkan volume interstitiel masih tetap kekurangan cairan.
- Penambahan cairan dari luar akan didistribusikan merata ke seluruh bagian tubuh baik ekstraseluler maupun intraseluler tergantung macam cairan yang diberikan. Pemberian cairan ini harus tepat benar atau mendekati dalam keseimbangan, sehingga dalam tubuh tidak terjadi kekurangan maupun kelebihan cairan. Kelebihan cairan pada tingkat sekuler juga dapat membahayakan dengan gejala-gejala keracunan air atau pembengkakan pada bagian-bagian tubuh tertentu.
- Berdasarkan derajat dehidrasi dapat ditentukan besarnya cairan tubuh yang hilang. Misalnya pada penderita dengan berat badan 50 kg dan defisit cairan 8%, maka jumlah cairan yang hilang = 8% X 50L = 4L. sehingga jumlah cairan yang diberikan dapat seluruh defisit atau hanya 2/3 bagian saja berdasarkan keadaan penderita.
- Kecepatan infus tergantung keadaan klinis penderita, termasuk tingkat dehidrasi dan keadaan jantung penderita. Misalnya pada penderita dehidrasi dengan gangguan fungsi jantung, tetesan infus tidak boleh terlalu cepat dan juga diperlukan pengawasan dengan menggunakan pengukuran tekanan vena sentral.
- Pada keadaan dehidrasi ringan atau sedang, sejumlah cairan defisit dapat diberikan secara dibagi rata dalam waktu 24 jam pertama sambil diawasi perubahan gejala klinis yang terjadi, perubahan haematokrit, plasma elektrolit dan perubahan tekanan vena sentral.
- Akan tetapi pada penderita dengan dehidrasi berat dan shock, diperlukan rehidrasi cepat untuk mengembalikan dengan cepat volume intravasculer. Rehidrasi cepat pada tahap pertama diberikan cairan 20-40 ml/KgBB dalam waktu 1 – 2 jam. Kemudian setengah sisa defisit diberikan dalam waktu 6 jam, dan setengah sisa defisit diberikan dalam waktu 16 – 17 jam pada tahap berikutnya.
- Selain sejumlah cairan defisit yang diberikan, diperlukan pula cairan tambahan kebutuhan dasar tubuh (maintenance/rumatan) untuk mengatasi cairan yang hilang selama dilakukan terapi, yaitu 2 cc/KgBB/jam. Dan juga elektrolit-elektrolit yang dibutuhkan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium.(Kebutuhan K 1 Meq/Kg BB/HR, Na 2 Meq/Kg BB/HR) Sedangkan pemberian cairan pada penderita dengan perdarahan, harus ditentukan lebih dahulu perkiraan jumlah darah keluar. Perkiraan ini dapat ditentukan berdasarkan Trauma Status dari Giesecke.
- TANDA-TANDAT S IT S IIT S IIIKeadaan UmumAkralKesadaranNadiTekanan darahSesak napasUrineGas darahCVPNHangatNCepatN-NNNPucatDinginDisorientasi, gelisahSangat cepat : 100 – 200 kali / menMenurun : 90 – 100 mmHgRinganOliguriaPa O2 menurunPa CO2 menurunRendahPucat sekaliSangat dinginMenurun sampai coma.Lebih dari 120 kali / menitSystole kurang dari 60 mmHg sampai tak terukur+ +AnuriaPa O2 menurunPa CO2 menurunSangat rendahBlood Loss% E B VSampai 10%Sampai 30 %Lebih 50%
- Estimated Blood Volume (perkiraan Jumlah darah) = 65 – 70 ml/KgBB
- Perdarahan kurang dari 10% EBV tidak diperlukan cairan secara parenteral.
- Perdarahan antara 10% - 15% volume darah diganti dengan cairan kristaloid (Ringer Laktat, Ringer Asetat /Asering, dan NaCl) dengan volume 2,5 – 4 kali jumlah darah yang hilang.
- Perdarahan antara 15% - 20% volume darah diganti dengan cairan koloid sejumlah darah yang hilang.
- Perdarahan lebih dari 20% volume darah diganti dengan darah sesuai dengan darah yang hilang.
- Setiap pemberian cairan pengganti perdarahan, pertama kali yang diberikan adalah Kristaloid lebih dahulu baru kemudian sisa perdarahan diganti dengan koloid dan darah sesuai procentase darah yang hilang.
- Perdarahan yang 15% dari perkiraan jumlah darah diganti dengan cairan kristaloid sebanyak 2,5 – 4 kali dari jumlah perdarahan
- Perdarahan yang 5% dari perkiraan jumlah darah diganti dengan cairan koloid sebanyak jumlah perdarahan yang terjadi.
- Perdarahan yang 5% dari perkiraan jumlah darah diganti dengan sejumlah perdarahan yang terjadi.
4. Monitoring dalam Pemberian Cairan
- Untuk menjaga agar supaya pemberian cairan ini tidak mengalami kelebihan atau masih kekurangan cairan diperlukan monitoring yang ketat, meliputi :
- a. Perubahan gejala klinis yang mencerminkan fungsi susunan saraf pusat, misalnya :
- Kesadaran
- Aktivitas
- Reflek tendon
- b. Perubahan sistem kardiovasculer, meliputi :
- Nadi
- Tekanan darah : Systole, diastole dan Mean Arterial Pressure (MAP = Diastole + 1/3 (systole – diastole)). MAP di sini dihubungkan dengan dilakukannya Tilt Test yaitu dengan melihat perbedaan MAP pada posisi terlentang dengan posisi antitrendelenberg. Apabila perbedaan ini lebih dari 10 mmHg menunjukkan masih adanya defisit sekitar 1000 ml.
- Hilangnya kolaps vena perifer.
- c. Perubahan turgor, mucosa lidah dan sebagainya.
- d. Perubahan produksi urine dan berat jenis urine.
- e. Perubahan hasil pengukuran tekanan vena sentral.
- f. Perubahan-perubahan haematokrit, elektrolit dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
- 1. Smith K. Fluid and electrolytes, a conceptual approach. 1st published by Churchill Livingstone Inc. New York, Edinburgh and London, 1980.
- 2. Guyton AC. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Dharma A, Lukmanto P, CV EGC. Penerbit Buku Kedokteran Jakarta, 1981.
- 3. Rackkow EC, Falk JL. Colloid and Kristalloid Fluid Resuscitation. In : Text Book of Critical Care. WB Sauders Co., Philadelphia, 1984 : 733-42.
- 4. Snow JC. Manual of Anesthesia. Little Brown and Co. Boston, 1984 : 189-206.
- 5. Atkinson et al. Fluid and Electrolyte In Balance. Handbook of Intensive Care. Chapman and Hall, 1st published 1981 : 11-17.
- 6. Carrol JH et al. Water, electrolyte and Acid-base Metabolism. JB Lippincott Co. 1978 : 1-10.
- 7. Cronin ER. Fluid and Electrolyte. WB Saunders Co. 1986 : 502-510.
- 8. Halmagy et al. Management of Water and Electrolyte Balance. Primmer Infusol Indonesia,1984.
- 9. Linton LA. Electrolyte Disturbance. In : Synopsis of Critical Care, 2nd edition, Williams and Wilkins, 1984 : 138.
- 10. Saxton RR, Saldin WD. Clinical and Laboratory Interpretation in Fluid and Electrolyte. WB Saunders Co., 1986.
- 11. Hendarto W. Terapi Cairan . Kumpulan Karya Ilmiah Anestesiologi, 1992 : 8-16.