POLIP HIDUNG
Apa itu polip hidung???
- Polip hidung adalah massa patologis yang lunak, licin dan berwarna putih keabu-abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa) yang ditemukan pada selaput lendir rongga hidung dan sinus paranasal. Umumnya terjadi akibat reaksi radang yang berkepanjangan tanpa disertai rasa nyeri. Polip adalah tumor jinak yang harus diwaspadai karena bisa berkembang menjadi ganas (kanker).
- Polip yang nampak seperti daging tumbuh seperti tumor non kanker pada rongga hidung ini jika sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa). Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tetapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.
|
- Dilihat dari bentuknya, polip dibagi menjadi 3, yaitu bertangkai, tidak bertangkai dan campuran. Ukuran polip berkisar antara 1-2 cm. Polip dengan ukuran lebih dari 2 cm dianggap berbahaya karena dapat terjadi displasia, yaitu perubahan ke arah ganas secara histologis
Sinonim Polip nasi atau polip hidung
- Sinonim dan kata yang berhubungan: Nasal polyps, nasal polyposis, nasal mucosa, paranasal sinuses, nasal lesion, chronic sinusitis, allergic rhinitis, cystic fibrosis, CF, allergic fungal sinusitis, AFS, antral-choanal polyp, encephaloceles, gliomas, hemangiomas, papillomas, juvenile nasopharyngeal angiofibromas, rhabdomyosarcoma, lymphoma, neuroblastoma, sarcoma, chordoma, nasopharyngeal carcinoma, inverting papilloma, multiple nasal polyposis, asthma, chronic rhinosinusitis, primary ciliary dyskinesia, Churg-Strauss syndrome, Young syndrome, nonallergic rhinitis with eosinophilia syndrome, NARES, nasal obstruction, anosmia, snoring, postnasal drainage, rhinorrhea, hyposmia, proptosis, hypertelorism, diplopia, nasolacrimal duct cyst
Apa penyebab dan faktor predisposisi polip hidung??
- Penyebab
- Polip hidung dengan gambaran klinis seperti daging yang tumbuh pada rongga hidung yang merupakan pertumbuhan dari selaput lendir yang bersifat jinak ini hingga kini, penyebab pastinya saat ini belum diketahui.
- Walaupun penyebabnya tidak di ketahui, namun diperkirakan bahwa polip hidung terjadi sebagai akibat dari inflamasi atau peradangan kronik berulang sehingga menimbulkan pembengkakan pada lapisan selaput lendir rongga hidung dan sinus. Pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus akibat inflamasi ini akan menyebabkan terbentuknya cairan dalam sel-sel selaput lendir rongga hidung dan sinus. Seiring dengan waku, akan menyebabkan pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah
- Faktor- faktor predisposisi
- Setiap kondisi yang memicu peradangan kronis di saluran hidung atau sinus, seperti infeksi atau alergi, dapat meningkatkan resiko terkena polip hidung.
- Kondisi sering dikaitkan dengan faktor resiko terbentuknya polip hidung antara lain:
- Asma
- Asma merupakan penyakit yang menyebabkan peradangan saluran napas secara keseluruhan dan penyempitan
- Asma yang dimulai pada saat usia dewasa , dimana sekitar 20-40% orang dengan polip hidung juga memiliki asma.
- Rhinitis alergi
- Rhinitis alergi adalah pilek yang disebabkan oleh reaksi alergi dimana merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya telah tersensitasi dengan alergen yang sama.
- Tanda dan gejala rinitis alergi sangat beragam mulai dari hidung, mata bahkan sampai ke telinga dan tenggorokan. Gejala dan tanda pada hidung seperti hidung mengeluarkan air/ingus (rinore), hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal pada hidung, berkurangnya indera penciuman, Gejala dan tanda pada mata seperti gatal pada mata, mata kemerahan, bengkak dan berwarna biru kegelapan pada kulit di bawah mata yang disebut dengan istilah allergic shiners. Gejala dan tanda pada telinga dan tenggorokan seperti nyeri tenggorokan, suara serak, gatal pada tenggorokan atau telinga dan bengkak pada telinga
- Cystic fibrosis
- Cystic fibrosis merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif yang menyebabkan produksi dan sekresi dari mukus dan lendir yang abnormal, lengket, cair dan tebal dari membran mukosa hidung dan sinus.
- Produksi mukus yang abnormal ini akan menyebabkan mudahnya terjadinya infeksi oleh bakteri sehingga dapat menimbulkan peradangan atau inflamasi.
- Penyakit ini bersifat resesif, sehingga apabila kedua orang tua merupakan carier (pembawa) gen penyakit ini, maka satu dari empat anak mereka kemungkinan dapat menderita cystic fibrosis.
- Sekitar 25% orang dengan cystic fibrosis kemungkinan menderita polip hidung.
- Rhinosinusitis Kronis
- Rhinosinusitis Kronis merupakan suatu proses peradangan yang melibatkan satu atau lebih sinus paranasal yang biasanya terjadi setelah reaksi alergi atau infeksi virus pernapasan atas. Dalam beberapa kasus, rhinosinusitis dapat terjadi karena adanya peningkatan produksi bakteri pada permukaan rongga sinus.
- Gejala penyakit ini dapat berupa rasa sakit pada wajah terutama apabila di tekan, demam, sakit kepala, mulut berbau, batuk, sakit tenggorokan dan dapat komplikasi ke telinga sehingga dirasakan nyeri dan penuh pada telinga.
- Adanya respon alergi, misalnya alergi terhadap obat aspirin atau penghilang nyeri seperti ibuprofen (Advil, Motrin, lainnya) dan naproxen (Aleve).
- Churg-Strauss syndrome yaitu suatu kondisi langka yang menyebabkan peradangan pada pembuluh darah
- Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka juga dicurigai sebagai salah satu faktor yang mempermudah terjadinya polip nasi atau polip hidung.
- Rhinitis Nonallergic dengan sindrom eosinofilia (NARES) – polip nasal ditemukan 20% pada pasien dengan NARES
- Riwayat polip pada keluarga juga mungkin memainkan peran. Ada beberapa bukti bahwa variasi genetik tertentu yang berkaitan dengan fungsi sistem kekebalan tubuh sehingga memungkinkan terjadinya polip yang diwariskan dala keluarga.
- Sindrom Young
- Sindrom Young yang juga dikenal sebagai infeksi sinopulmonary Azoospermia, Sindrom Sinusitis-infertilitas dan Sindrom Barry-Perkins-Young adalah suatu kondisi langka yang mencakup kombinasi dari sindrom seperti bronkiektasis , rinosinusitis dan mengurangi kesuburan atau infertilitas.
- Intoleranansi alkohol –ditemukan 50% pasien dengan polip hidung
- Diskinesia cilia primer
- Diskinesia cilia primer merupakan kelainan genetik langka yang diturunkan secara autosomal resesif, dimana pada kelainan ini dijumpai ketidaknormalan fungsi silia sehingga timbul penumpukan lendir yang berlebih yang dapat mempermudah terjadinya infeksi oleh bakteri sehingga terjadi reaksi peradangan atau inflamasi.
Siapa saja yang rentan terkena polip???
- Di Amerika Serikat: Insiden polip hidung keseluruhan pada anak-anak adalah 0.1%; insiden pada anak-anak dengan Cystik Fibrosis adalah 6-48%. Pada orang dewasa, insidennya secara keseluruhan adalah 1-4%, dengan range 0.2-28%. Secara Internasional: insiden polip hidung di seluruh dunia adalah sama dengan insiden polip hidung di Amerika Serikat.
- Polip hidung menyerang orang dewasa dan anak-anak, pada orang dewasa biasanya polip dijumpai pada usia lebih dari 20 tahun dan terbanyak pada usia 40 tahun. Sedangkan pada anak-anak polip jarang terjadi, bila ada polip pada anak dibawah dua tahun maka harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Seorang anak dengan polip hidung juga harus diperiksa untuk cystic fibrosis, karena cystic fibrosis merupakan faktor risiko untuk terjadinya polip hidung pada anak (Sekitar 1 dari 2 orang dengan cystic fibrosis memiliki polip hidung.)
- Mortality/Morbidity: Tidak ada angka Mortalitas yang signifikan yang berhubungan dengan polip hidung. Angka Morbiditas biasanya dihubungkan dengan perubahan kualitas hidup, obstruksi hidung, anosmia, sinusitis kronis, sakit kepala, mendengkur, dan drainase postnasal. Pada situasi tertentu, polip hidung dapat mempengaruhi susunan rangka craniofacial, karena polip hidung dapat meluas ke intracranial dan menuju daerah orbita.
- Ras: Polip hidung dapat terjadi pada semua ras dan kelas sosial. Ada kemungkinan polip hidung diwariskan pada keluarga yang memiliki riwayat polip nasi.
- Jenis Kelamin: Rasio laki- laki- perempuan dewasa adalah 2-4:1, sedangkan perbandingan pada anak-anak belum ada laporannya. Tinjauan ulang artikel melaporkan kejadian polip hidung pada anak-anak yang memerlukan pembedahan menunjukkan bahwa insidennya sama pada anak laki-laki dan anak perempuan. Prevalensi yang sama juga dilaporkan pada pasien dengan asma.
Dimana saja polip hidung itu??
- Polip Nasi atau biasa disebut Polip Hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama pada kompleks osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius, dimana polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah.
- Tumbuhnya polip terutama di bagian-bagian sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media, dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat inilah mukosa hidung saling berdekatan kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila (antrum) yang merupakan polip hidung yang paling sering dan polip dari sinus maksila ini sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang keluar melalui ostium sinus maksilla, dan masuk ke ronga hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip koana
- Polip yang multipel dapat timbul pada anak-anak dengan sinusitis kronik, rhinitis alergi,fibrosis kistik atau sinuisitis jamur alergi. Polip sangat bervariasi pada setiap individu, polip dapat berupa polip antro-koanal, polip jinak yang besar ataupun polip multipel yang dapat merupakan lesi jinak atau merupakan suatu keganasan seperti: glioma, hemangioma,papiloma, limfoma, neuroblastoma, sarcoma, karsinoma nasofaring dan papiloma inverted. Kita harus mewaspadai setiap anak dengan polip jinak yang multipel yang dihubungkan dengan fibrosis kistik dan asma.
- Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya.
- Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia yaitu berkurangnya kemampuan untuk mencium bau atau anosmia yaitu tidak mampu sama sekali mencium bau.
- Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke hidung (menyumbat sinus paranasal). Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis dengan keluhan rinore, sakit kepala dan nyeri pada muka biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila.
- Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-sembuh, perubahan pengecapan, sengau, sakit kepala dan dijumpai lendir yang menetes dari bagian belakang hidung ke tenggorokan, yang dikenal sebagai post-nasal drip
- Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.
- Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.
- Pasien dengan polip soliter (hanya satu massa) seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang dapat berubah dengan perubahan posisi.
- Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat
Bagaimana patofisiologi atau proses terjadinya polip nasi??
- Patogenesis polip hidung belum diketahui secara pasti. Terjadinya polip dihubungkan dengan adanya inflamasi kronis, kelainan sistem saraf otonom, dan predisposisi genetik. Teori-teori yang ada, pada umumnya beranggapan bahwa polip hidung merupakan hasil akhir inflamasi kronis. Oleh karena itu, kondisi-kondisi dengan inflamasi kronis dalam rongga hidung dapat memicu terjadinya polip hidung.
- Penelitian-penelitian pada umumnya menyatakan bahwa polip sangat berhubungan erat pada penyakit non-alergi dibandingkan penyakit alergi. Secara statistik, polip hidung lebih sering ditemukan pada penderita asma non-alergi (13%) dibandingkan dengan asma alergi (5%), dan hanya 05% dari 3000 individu atopic yang mempunyai polip hidung.
- Beberapa teori telah didalilkan untuk menjelaskan patogenesis polip hidung , meskipun tidak semuanya sesuai dengan fakta yang telah diketahui. Beberapa peneliti percaya bahwa polip merupakan suatu exvaginasi dari mukosa normal sinus atau hidung yang terisi dengan stroma edematous; sebagian mempercayai bahwa polip merupakan kesatuan terpisah yang berasal dari mukosa.
- Berdasar tinjauan ulang literatur dan studi bioelectric pada polip, Bernstein meyakinkan teori patogenesis polip hidung, berdasarkan teori lain dan informasi Tos. Dalam teori Bernstein, dijelaskan bahwa perubahan inflamasi pertama-tama terjadi pada dinding sinus lateral atau mukosa sinus sebagai hasil interaksi host bakteri - virus yang menghasilkan turbulent airflow secara sekunder. Pada banyak kasus, polip berasal dari kontak area pada meatus media, terutama pada cleft sempit pada regio ethmoid anterior yang menghasilkan turbulent airflow, terutama bila terjadi penyempitan akibat peradangan mukosa. Ulserasi atau prolaps submukosa dapat terjadi dengan disertai reepithelialisasi serta pembentukan kelenjar baru. Selama proses ini berlangsung, dapat terbentuk polip dari mukosa karena adanya proses radang sel epitelium, sel endotelium vaskuler, dan fibroblas yang dapat mempengaruhi integritas bioelectric sodium channel pada lumen sel epitel saluran pernapasan mukosa hidung. Respon ini meningkatkan penyerapan sodium, menyebabkan retensi air dan terjadinya pembentukan polip .
- Teori lain menyatakan bahwa ada keterlibatan dari ketidak-seimbangan vasomotor atau ruptur epithelial. Teori ketidak-seimbangan vasomotor mendalilkan peningkatan pemeabilitas vaskuler dan regulasi vaskuler yang lemah dapat menyebabkan detoksifikasi produk sel mast (misalnya, histamin). Hasil akhir produk-produk dalam stroma polip yang ditandai dengan edema (terutama pada pedicle polip) diperburuk dengan adanya obstruksi aliran vena. Teori ini berdasarkan pada cell-poor stroma polip, yang mempunyai vascularisasi kurang baik dan inervasi vasokonstriktor yang kurang.
- Menurut Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, polip hidung diawali dengan ditemukannya edema mukosa yang kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab semakin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip. Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus.
- Teori ruptur Epithel lain menyatakan bahwa ruptur epitelium mukosa nasal dapat disebabkan oleh adanya peningkatan turgor jaringan pada penyakit (misalnya, alergi, infeksi). Ruptur ini dapat menyebabkan prolaps mukosa lamina propria, sehingga membentuk polip. Defek tersebut mungkin diperbesar dengan efek gravitasi atau obstruksi aliran vena, sehingga dapat menyebabkan polip. Teori ini mirip dengan teori Bernstein's tetapi memberikan penjelasan yang lebih sedikit tentang bagaiman terjadinya pembesaran polip dibandingkan dengan teori sodium flux yang didukung dengan data Bernstein. Sebenarnya Tidak ada teori yang sepenuhnya menggambarkan penyebab radang.
- Pasien dengan Cystis Fibrotik mempunyai defek pada chloride conductance channel kecil, yang diregulasi oleh cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang dapat menyebabkan transport klorida yang abnormal ke membran sel apikal pada sel epitelium. Patogenesis polip hidung pada pasien dengan cystis fibrotik mungkin dapat dihubungkan dengan adanya defek ini.
Bagaimana gambaran makroskopis dan mkroskopis histopatologi polip hidung??
Gambaran makroskopis polip hidung
- Secara makroskopik polip merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa sakit).
- Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.
- Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari celah antara prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum.
Gambaran mikroskopis histopatologik polip hidung
- Secara mikroskopik epitel polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab, membran tipis epitel dasar, dan beberapa ujung saraf, Stroma polip hidung bersifat edematosus.
- Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag, mukosa mengandung sel-sel goblet. Vascularisasinya dan persarafannya buruk, kecuali pada dasar polip. Hiperplasia kelenjar dapat menyebabkan dilatasi kistik dan degenerasi kelenjar yang terdiri dari inspissated mucous.
- Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia sel epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.
- Sel Eosinofil merupakan sel yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 80-90% pada inflamasi polip hidung. Eosinofil, yang ditemukan dalam polip hidung pada pasien dengan asma bronkial dan alergi, terdiri dari granula dan produk toksin (misalnya, leukotriena, eosinofilic cationic protein, major basofilic protein, platelet-activating factor, eosinophilic peroxidases, other vasoactive substances dan chemotactic factors). Faktor-faktor toksin ini bertanggung jawab atas terjadinya lisis epitel, kerusakan saraf, dan ciliostasis. Granula Protein spesifik, leukotriena A4, dan platelet-activating factor mungkin bertanggung jawab atas terjadinya edema mukosa dan hyperresponsiveness
- Eosinofil dalam darah perifer dan di dalam mukosa normal hidung biasanya bertahan 3 hari. Pada kultur sel polip hidung, eosinofil dapat bertahan selama 12 hari. Delayed apoptosis dari eosinofil dimediasi dengan blokade Fas receptors, dibantu oleh enzim protease yang memulai proses kematian sel. Delayed apoptosis juga dimediasi dengan peningkatan interleukin 5 (IL-5), IL-3, dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) yang di sekresi oleh limfosit T, yang membantu eosinophil bertahan dari kematian.
- Sel inflamasi neutrofil ditemukan 7% dari kasus polip hidung. Terjadinya polip jenis ini berhubungan dengan Cystik Fibrotik, primary ciliary dyskinesia syndrome, atau Young Sindrom. Polip ini tidak berespon terhadap kortikosteroid akibat kekurangan kortikosteroid corticosteroid-sensitive eosinophils. Ditemukan degranulasi sel mast. Terjadinya degranulasi mungkin dimediasi oleh suatu non-imunoglobulin E (IgE)-mediated. Peningkatan jumlah sel plasma, limfosit, dan myofibroblasts juga ditemukan.
Mediator kimia pada polip
- Stroma polip hidung mempunyai banyak mediator, termasuk cytokines, growth factors, adhesion molecules, dan immunoglobulins; polip hidung juga berisi vasoactive amines, serotonin, prostaglandins, leukotrienes, norepinephrine, kinins, esterases, heparin, dan histamine. Jumlah histamin dalam polip hidung adalah 100-1000 kali jumlah yang ditemukan dalam aliran darah.
- Sitokin pada polip :
- Interleukin 1 ( IL-1) - Ditemukan secara teratur
- IL-3 - Bervariasi, berdasar studi, kemunculannya mulai dari bersifat intermiten pada tingkat rendah sampai dengan muncul secara teratur
- IL-4 - tidak terdeteksi secara konsisten
- IL-5 - Ditemukan secara teratur; IL-5 merupakan faktor penting bagi proliferasi dan diferensiasi eosinofil. IL-5 adalah kemotaktik eosinofil, mempromosikan migrasi eosinofil dari sirkulasi sistemik ke polip hidung, dan menghalangi kematian sel eosinofil.
- IL-6 - Sama seperti kontrol (tidak ada peningkatan)
- IL-8 - Bervariasi, berdasar pada studi, dari tidak terdeteksi sampai dengan terdeteksi secara teratur; dapat menyebabkan perekrutan leukosit ke dalam polip hidung dan mengurangi proliferasi fibroblastik.
- IL-10 - Sama seperti kontrol; tidak ada peningkatan RANTES, bervariasi, berdasar studi, dari terdeteksi secara regular seperti kontrol untuk meningkatkan level gamma interferon; peningkatan eosinofil, peningkatan kelenjar seromucous, dan epitel polip hidung
- Growth factor ditemukan dalam polip hidung.
- Tumor necrosis factor (TNF) alpha dan beta -Bervariasi, berdasar studi, dari sama seperti kontrol sampai dengan terdeteksi secara teratur; dipercaya berasal dari eosinofil.
- GM-CSF - jumlah mRNA dan protein bervariasi, berdasarkan studi, dari tidak pernah hingga secara intermiten.
- Platelet derived growth factor - ada
- Vascular permeable factors (VPFs) - ada
- Vascular endothelial growth factors (VEGFs) -ada
- Insulinlike growth factor I - ada
- Stem cell factor - ada
- Molekul adhesi
- Vascular adhesion molecule 1 (VCAM-1) - ada
- E dan P selectin - ada
- Imunoglobulin (Ig)
- IgG -Tidak ada peningkatan; level sama seperti pada turbinasi mukosa media dan mukosa inferior
- IgA – Lebih pada polip hidung dibandingkan pada mukosa pertengahan dan mukosa turbinasi inferior, terutama IgA1 (di) atas IgA2
- IgM -Tidak ada peningkatan, sama seperti pada turbinasi mukosa media dan mukosa inferior
- LgD -Tidak ada peningkatan, sama seperti pada turbinasi mukosa media dan mukosa inferior
- IgE –meningkat, dibandingkan sama seperti pada turbinasi mukosa media dan mukosa inferior, level yang sama pada pasien non-alergi seperti di pasien dengan alergi
Bagaimana cara diagnosa polip nasi???
Anamnesa:
- Manifestasi polip hidung tergantung dari ukurannya. Polip yang ukurannya kecil mungkin tidak menimbulkan gejala-gejala dan hanya bisa diidentifikasi selama pemeriksaan fisik. Polip letaknya posterior sering tidak terlihat pada rhinoscopy anterior dengan menggunakan otoskop, kecuali jika ditemukan adanya gejala simtomatik. Polip kecil yang terletak pada area di mana polip biasanya muncul (misalnya meatus media) mungkin menunjukkan gejala-gejala disertai blokade saluran outflow sinus, dapat juga menyebabkan gejala-gejala sinusitis kronik atau rekuren.
- Pada Polip hidung yang lebih besar, menyebabkan gejala klinik seperti hidung terasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, sehingga sukar bernafas dari hidung, sukar membuang ingus, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Gejala sekunder yang dapat timbul bila sudah disertai kelainan organ di dekatnya ialah sakit kepala, adanya post nasal drip, nyeri muka, telinga rasa penuh, bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, rhinorrhea, mendengkur dan gangguan tidur yang dapat berakibat pada penurunan kualitas hidup.
- Adanya hyposmia atau anosmia yang menyertai gejala sinusitis kronis dapat menjadi petunjuk adanya polip hidung. Epistaksis yang timbul bukan dari iritasi septum nasal anterior (area Kiesselbach) biasanya tidak disertai polip multipel benigna dan lesi pada kavitas nasal.
- Polip masif atau polip single yang besar, (misalnya, polip antral-choanal yang mengobstruksi rongga hidung dan/atau nasofaring) dapat menyebabkan gejala obstruksi saat tidur dan pernafasan kronis mulut. Polip masif yang terlihat pada CF dan AFS jarang mempengaruhi struktur craniofacial dan menyebabkan proptosis, hypertelorism, dan diplopia. Dalam suatu artikel, dilaporkan bahwa 40% dari anak-anak dengan AFS menunjukkan adanya kelainan craniofacial, sedangkan pada orang dewasa dengan AFS adalah 10%. Polip masif jarang memberi tekanan ekstrinsik yang cukup pada saraf optik sehingga berakibat kurangnya ketajaman penglihatan. Karena pertumbuhan polip masif pelan, maka biasanya tidak ditemukan adanya gejala neurologik, sekalipun pada polip yang telah meluas ke rongga intracranial.
- Pada inspeksi hidung luar dapat ditemukan adanya hidung yang tampak mekar oleh karena pelebaran batang hidung yang disebabkan oleh adanya polip hidung yang masif.
- Rinoskopi anterior mudah melihat polip yang sudah masuk ke dalam rongga hidung. Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang masif seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar.
- Dilakukan Pemeriksaan Rhinoscopy Anterior. Pada anak kecil, umumnya digunakan handheld otoskop dan speculum otologic. Otoskop ditempatkan pada rongga hidung sehingga terlihat turbinasi inferior septum anterior, dan area dalam rongga hidung septum bagian tengah.
- Meatus media sering kali dapat dilihat dengan rhinoscopy pada anak yang kooperatif dan tanpa adanya ada edema mukosa atau secret pada rongga hidung anterior. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat terlihat massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
|
|
- Pada polip hidung benigna paling sering dijumpai pada meatus media. Dengan melihat Meatus media, dapat diperkirakan adanya patologi dan memperkirakan perlunya scan CT sinus, dibandingkan melakukan prosedur endoscopic yang mungkin membuat pasien merasa tertekan.
- Endoskopi dilakukan untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks osteomeatal. memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media.
- Rigid or flexible endoscopy merupakan metoda terbaik untuk pemeriksaan rongga hidung dan nasofaring untuk secara penuh dapat menilai anatomi hidung dan menentukan tingkat dan lokasi polip hidung. Untuk anak kecil flexible nasopharyngoscope fiberoptic sering digunakan karena lebih sedikit traumatis karena anak-anak mungkin menggerakkan kepala mereka karena merasa cemas atau tidak nyaman.
- Pada anak-anak dan remaja yang lebih kooperatif, rigid endoscopy dapat digunakan untuk menilai meatus media dan sphenoethmoid recess. Dilakukan Pemberian dekongestan dan anesthesia yang cukup pada rongga hidung sebelum melakukan prosedur endoscopic pada anak yang berusia lebih dari 6 bulan.
- Pada anak-anak, mengevaluasi dinding posterior rongga mulut dapat mengindikasikan gejala-gejala polip hidung (misalnya, postnasal drip yang terjadi bersamaan dengan sinusitis kronis). Polip yang besar atau adanya lesi pada rongga hidung dapat memasuki oropharynx posterior lewat nasofaring; dapat juga menjadi lesi di balik palatum dan uvula, dapat menekan palatum inferior dan anterior. Pemeriksaan otoscopic polip hidung yang meluas dapat menyebabkan disfungsi tuba eustachian sehingga dapat menyebabkan cairan dan infeksi dalam ruang telinga bagian tengah. Pemeriksaan seksama sistem innervasi saraf kranium dan struktur craniofacial dapat membantu menggambarkan perluasan lesi hidung yang potensial meluas pada struktur penting sekitarnya.
|
|
Pemeriksaan penunjang
Untuk membantu menegakkan diagnosa adanya polip hidung pada seseorang, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti:
- Laboratorium:
- Berdasarkan Studi Laboratorium langsung, proses patologis dipercaya bertanggung jawab pada terjadinya polip hidung .
- Anak-anak dengan polip hidung yang berhubungan dengan sinusitis alergi perlu mendapatkan evaluasi alergi; yaitu test serological radioalergosorben (RAST) atau test alergi kulit. Mabry dan Marple menunjukkan adanya penurunan kekambuhan polip hidung pada anak-anak yang telah mendapatkan imunoterapi antigen sesuai dengan penyebab alerginya, oleh karena itu, test alergi penting dalam AFS.
- Melakukan test klorida atau test genetik Cystik Fibrosis pada setiap anak dengan polip hidung multipel benigna.
- Ditemukannya Eosinofil pada hapusan hidung dapat digunakan untuk membedakan penyakit sinus alergi dan non-alergi serta menandai apakah anak tersebut memberikan respon terhadap glukokortikoid. Ditemukannya neutrofil mengindikasikan adanya sinusitis kronis
- CT SCAN
- Pemeriksaan ini dapat dipakai untuk melihat keadaan hidung dan sinus paranasal secara jelas. Apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. Pemeriksaan ini terutama diindikasikan untuk kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
- Kriteria standar untuk mengevaluasi lesi di hidung, terutama polip hidung atau sinusitis, adalah dengan potongan tipis (1-3 mm) CT scan pada daerah maxillofacial, axis sinus, dan coronal plane. Pengukuran yang benar sehingga menghasilkan CT yang kompatibel sehingga dapat digunakan sebagai gambaran pemandu intraoperative. Gambar foto polos radiology tidak mempunyai nilai penting apabila polip telah terdiagnosa.
Sinus dapat menunjukkan polyps (P) yang berada dalam sinus cavities. Polyp terlihat menghalangi saluran outflow sinus tract yang merupakan penyebabpotensial infeksi berulang dan nyeri.
| ||||
- Pemeriksaan MRI
- Diperlukan pemeriksaan MRI pada pasien apabila dicurigai telah terjadi perluasan intracranial atau perluasan polip hidung benigna.
- CT dan MRI dapat membantu diagnosa polip hidung; menggambarkan lesi dalam rongga hidung, sinus-sinus, dan membatasi diagnosis diferensial pada polip atau presentasi klinis yang tidak biasa.
- Cystik Fibrosis mempunyai suatu karakteristik bulging yang simetris pada sebelah medial dinding lateral hidung.
- Suatu polip antral-choanal dapat menunjukkan opacified sinus maxillary disertai penonjolan lesi yang berasal dari antrum maxillary ke koana
- Tumor seperti Rhabdomyosarcoma dapat menunjukkan adanya perluasan lesi disertai dengan invasi mukosa sekitarnya.
- Kista Duktus Nasolakrimaris dapat menunjukkan adanya dilatasi pada Duktus Nasolakrimaris
- Encephalocele dapat menunjukkan ekspansi pada region nasofrontal (foramen caecum) disertai herniasi otak atau dura.
- Glioma dapat menunjukkan lesi hidung terisolasi mungkin mempunyai tangkai berserat pada CNS.
- Pasien dengan AFS memperlihatkan adanya area heterogen pada sinus-sinus di CT scan dan MRI; area ini terdiri dari polip hidung dan alergic mucin fungal. Allergic Mucin fungal ini terlihat hitam pada MRI. adanya penyakit lain dapat mengacaukan hasil dari pemeriksaan ini.
- Pemeriksaan ini diindikasikan jika ada massa unilateral pada pasien usia lanjut, jika penampakan makroskopis menyerupai keganasan atau bila pada foto roentgen terdapat gambaran erosi tulang.
Diagnosa banding polip nasi atau polip hidung???
- Konka polipoid
- Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya sebagai berikut :
- Tidak bertangkai
- Sukar digerakkan
- Nyeri bila ditekan dengan pinset
- Mudah berdarah
- Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).
- Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati – hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik, meningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.
- Angiofibroma Nasofaring Juvenil
- Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan asal tumor ini mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral atap rongga hidung.
- Dari anamnesis diperoleh adanyakeluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial.
- Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosa mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi.
- Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat gambaran klasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus Pterigoideus ke belakang. Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya.
- Pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan vaskularisasi tumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan kontraindikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki
- Keganasan pada hidung
- Etiologi belum diketahui, diduga karena adanya zat-zat kimia seperti nikel, debu kayu, formaldehid, kromium, dan lain-lain. Paling sering terjadi pada laki-laki.
- Gejala klinis berupa obstruksi hidung, rhinorhea, epistaksis, diplopia, proptosis, gangguan visus, penonjolan pada palatum, nyeri pada pipi, sakit kepala hebat dan dapat disertai likuorhea.
- Pemeriksaan CT scan memperlihatkan adanya pendesakan dari massa tumor. Pemeriksaan PA didapatkan 85% tumor termasuk selsquamous berkeratin
Apa saja klasifikasi polip nasi???
- Menurut Subhan Polip hidung terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
- Polip hidung tunggal adalah jumlah polipnya hanya satu, berasal dari sel-sel permukaan dinding sinus tulang pipi.
- Polip hidung Multiple adalah jumlah polip lebih dari satu berasal dari permukaan dinding rongga tulang hidung bagian atas (etmoid).
- Untuk kepentingan penelitian agar hasil pemeriksaan dan pengobatan dapat dilaporkan dengan standar yang sama, Mackay dan Lund pada tahun 1997 membuat pembagian stadium polip sebagai berikut:
- Stadium 0 : Tidak ada polip
- Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius
- Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
- Stadium 3 : Polip yang massif.
Bagaimana pengobatan polip hidung??
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi berkurang, mengurangi atau menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk polip yang masih kecil (belum memenuhi rongga hidung) yaitu dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang diberikan dengan dosis tinggi dalam jangka waktu singkat. Dapat juga berupa kortikosteroid intranasal yang diberikan selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, maka terapi ini diteruskan sampai polip dan gejalanya hilang. Apabila tidak ada reaksi yang adekuat dari terapi kortikosteroid intranasal maka terapi dapat ditambahkan dengan kortikosteroid sistemik, sehingga pengobatan bersifat kombinasi. Contohnya adalah dengan pemberian Prednison 30 mg per hari selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa.
- Pemberian steroid oral dan topikal pada hidung merupakan terapi primer untuk polip hidung. Antihistamin, dekongestan, dan cromolyn sodium memberikan sedikit manfaat. Imunoterapi dapat berguna pada rhinitis alergi tetapi bila digunakan sendirian, tidak selalu dapat menghilangkan polip hidung yang ada. Antibiotik diberikan apabila ada superinfeksi bakteri.
- Kortikosteroid merupakan obat terpilih, baik diberikan secara sistemik maupun topikal. Injeksi langsung pada polip tidak disetujui oleh Food and Drug Administration karena adanya laporan kehilangan penglihatan unilateral pada 3 pasien setelah mendapatkan suntikan steroid intranasal dengan Kenalog. Keamanan penggunaannya tergantung dari ukuran partikel spesifik obat. Bobot molekular yang besar seperti Aristocort sifatnya lebih aman dan lebih sedikit ditransfer ke daerah intracranial. Hindari injeksi langsung dalam pembuluh darah.
- Penggunaan steroid oral merupakan terapi medis paling efektive pada polip hidung. Pada orang dewasa, kebanyakan digunakan prednison (30-60 mg) selama 4-7 hari dan kemudian dilakukan tappering off selama 1-3 minggu. Dosis bervariasi untuk anak-anak, tetapi dosis maksimum biasanya adalah 1 mg/kg/bb untuk 5-7 hari, kemudian dilakukan tappering off selama 1-3 minggu. Respon terhadap kortikosteroid tergantung pada ada atau tidak adanya eosinofilia. Maka pasien dengan polip hidung dan rhinitis alergi atau asma seharusnya berespon terhadap pengobatan ini.
- Pasien polip hidung tanpa dominasi eosinofilia (misalnya, pasien-pasien dengan Cystik Fibrosis, primary ciliary dyskinesia syndrome, atau Young syndrome) mungkin tidak berespon terhadap pengguanaan steroid. Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak dianjurkan karena mempunyai banyak efek potensial yang tak diinginkan (misalnya, keterlambatan pertumbuhan, diabetes melitus, hipertensi, efek psikotropik, efek GI, katarak, glaukoma, osteoporosis, dan nekrosis aseptik pada kaput femoris).
- Penggunaan steroid topikal untuk polip hidung banyak dianjurkan, baik sebagai pengobatan primer atau sekunder pada pemberian steroid Per Oral atau pembedahan. Steroid hidung (misalnya, fluticasone, beclomethasone, budesonide) efektif untuk menghilangkan gejala-gejala subjektif dan meningkatkan aliran udara ke hidung ketika diukur secara obyektif (terutama pada double-blind plasebo- controlled studies). Beberapa penelitian menyatakan bahwa fluticasone mempunyai onset lebih cepat daripada beclomethasone.
- Pemberian kortikosteroid topikal secara umum menyebabkan lebih sedikit efek tak diinginkan dibanding penggunaaan kortikosteroid sistemik karena pembentukan bioavailabilitas yang terbatas. Pada penggunaan jangka panjang, terutama pada dosis tinggi atau pada kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, mempunyai resiko supresi axis hypothalamic-pituitary-adrenal, katarak, keterlambatan pertumbuhan, pendarahan hidung, dan perforasi septum nasal (jarang).
- Seperti halnya pengobatan jangka panjang yang lain, perlu dilakukan monitoring penggunaan kortisteroid spray. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang (lebih dari 5 tahun) dengan pemakaian beclomethasone menunjukkan tidak adanya degradasi epitelium pada epitel normal pernapasan epitelium skuamosa pada rhinitis atrophic kronis. Generasi steroid sistemik yang lebih baru (misalnya, fluticasone, Nasonex) memiliki bioavailibilitas lebih sedikit dibanding steroid hidung sebelumnya, seperti beclomethasone.
- Antibiotika juga harus diberikan apabila didapatkan tanda-tanda infeksi. Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari. Selain itu, perlu diperhatikan juga pengobatan alergi bila merupakan penyebab timbulnya polip.
- Untuk kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip, dan adanya sinusitis yang menyertai).
- Intervensi pembedahan diperlukan pada anak-anak dengan polip hidung múltiple benigna atau rhinosinusitis kronis yang gagal dengan pemberian terapi medis maksimum. Polipectomy sederhana secara awal efektif membebaskan gejala-gejala hidung, terutama untuk polip hidung terisolasi atau polip hidung yang kecil. Pada polip hidung multipel benigna, polipectomy memiliki angka kekambuhan yang tinggi.
- Polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap.
- Alat mutakhir saat ini yang digunakan untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.
- Endoscopic Sinus Surgery (ESS) merupakan teknik yang lebih baik karena tidak hanya mengangkat polip tetapi juga membuka celah dalam meatus media, yaitu daerah yang paling sering membentuk polip, sehingga dapat menurunkan tingkat kekambuhan. Perlu mengetahui luas daerah yang tepat saat pembedahan sehingga dapat dilakukan ekstirpasi secara lengkap (Nasalide prosedur) atau aerasi sederhana pada sinus. Prosedur ekstirpasi lebih efektive daripada aerasi sinus karena komplikasi yang timbul lebih rendah apabila dilakukan oleh ahli bedah. Penggunaan surgical microdebrider membuat prosedur ini lebih cepat dan lebih aman, penyediaan gunting jaringan yang tepat mengurangi hemostasis dengan visualisai yang lebih baik.
- Pembedahan langsung jaringan yang terlihat pada CT scan saat dilakukan pembedahan. Pasien pasien dengan penyakit seperti CF primary ciliary dyskinesia syndrome, atau Young syndrome dapat langsung memulai pembedahan tanpa perlu perawatan medis ekstensive, karena biasanya penyakit ini tidak berespon terhadap pemberian kortikosteroid. Setelah jaringan yang sakit diangkat dari rongga hidung dan sinus, sistem paru-paru biasanya akan membaik. Penggunaan image-guided system memandu untuk mengetahui lokasi yang tepat pada intranasal, sinus, orbital, dan struktur intracranial pada pembedahan atau revisi polip hidung.
- Polip hidung terjadi 6-48% pada anak-anak dengan CF. Pembedahan dilakukan apabila anak-anak tersebut menunjukkan gejala simtomatik. Kekambuhan polip hidung pada CF hampir besifat universal, sehingga sering diperlukan pembedahan ulang tiap beberapa tahun, sehingga pasien perlu mendapat konseling preoperative tentang adanya kemungkinan ini.
- Untuk lesi selain polip hidung benigna yang menjadi polip hidung, polip tersebut harus di biopsi atau diangkat, tergantung dari proses perjalanan penyakit.
- Untuk persiapan prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan kortikosteroid untuk meredakan inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan berkurang, dengan demikian lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan trauma dapat dihindari. Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur mengunakan endoskop, dan telah terbukti bahwa pemberian kortikosteroid intranasal dapat menurunkan kekambuhan.
Konsultasi:
- Pertama-tama memberitahu otolaryngologist, terutama jika pengobatan medis sudah gagal atau jika asal diagnosa dasar penyakit polip hidung tidak diketahui.
- Perlu diertimbangkan untuk berkonsultasi dengan spesialis paru-paru apabila polip hidung diakibatkan karena asma, alergi, atau CF. Biasanya pasien dengan penyakit ini sudah sering kali berhubungan dengan permasalahan paru-paru.
Aktivitas:
- Tidak ada pembatasan aktivitas yang penting bagi seorang anak dengan polip hidung. Tingkatan aktivitas anak mungkin dapat berkurang karena kesulitan bernafas lewat hidung, sehingga aktivitas olahraga dan kinerja aktivitas fisik menurun.
- Setelah pembedahan sinus, aktivitas perlu dibatasi. Pembatasan ini berbeda dari ahli bedah satu dan ahli bedah lainnya. Kebanyakan ahli bedah membatasi tiupan dari hidung karena meningkatkan tekanan intranasal karena potensial untuk menyebabkan permasalahan pada area already thinned bony dividers pada pasien dengan polip hidung.
FOLLOW UP POLIP HIDUNG
Penanganan pasien lebih lanjut
- Secara historis, anak-anak yang didiagnosa dengan Cystic Fibrosis telah mempunyai penyakit digestive dan pulmoner dengan bentuk penyakit yang lebih parah. Anak-anak ini sering mendapat perawatan dengan antibiotic IV berdasarkan kuman-kuman patogen yang paling banyak ditemukan dalam paru-paru dan sinus (misalnya, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus), diberikan baik pada preoperatively maupun post-operative. Sebagai tambahan, anak-anak ini mempunyai toilet paru-paru untuk meningkatkan fungsi paru-paru mereka dalam periode perioperative, termasuk steroid IV, terapi perkusi, bronchodilators inhalasi. Sebagaian besar proses ini dapat dilaksanakan pada pasien rawat jalan, tergantung dari beratnya penyakit yang berhubungan.
- Untuk pasien dengan asma berat dan polip hidung yang memerlukan pembedahan, penanganan postoperasi dengan pengamatan pernapasan kompromis atau spasme ditentukan berdasar masing-masing individual.
- Perawatan pasien rawat jalan biasanya dilakukan karena anak-anak yang lebih tua mengalami ESS polip hidung tanpa kondisi-kondisi medis yang berat.
Penanganan pasca bedah:
- Memonitor dekat anak-anak dengan multiple polip hidung benigna, apapun penyebabnya, karena kekambuhan mungkin terjadi pada yang diperlakukan dengan terapi medis maupun pembedahan. Postoperative follow-up perlu dilakukan 3-4 kali pada bulan pertama untuk memonitor penyembuhan sinus cavities; frequency tergantung dari lokasi dan gejala masing-masing pasien.
- Pasien dengan Cystik Fibrosis dapat dimonitor secara symptomatic karena pembedahan tidak dapat dilakukan sebelum pasien menunjukkkan gejala-gejala yang symptomatic, meskipun polip hidung terlihat pada CT scan atau nasal endoscopy. Secara pasti, tiap pasien mendapat penatalaksanaan berdasarkan dasar individual.
- Karena polip hidung berhubungan dengan AFS, follow-up tertutup yang dilakukan otolaryngologist direkommendasikan sampai pasien dianggap bebas dari penyakit, mingkin diperlukan beberapa tahun atau lebih.
- Setiap acumulasi fungus dapat mempercepat proces antigenic, yang menyebabkan gejala-gejala dan penyakit rekuren. Terjadinya Rekurensi umum pada polip s, dan dapat tercontrol lebih effectif jika dikenali sejak awal.
- Polip hidung yang kecil dikenali sejak awal pada follow-up routine patients dengan multiple polip hidung benigna.
- Penyakit lain dilakukan medis atau dengan procedures bedah kecil. Untuk penyakit menyebabkan polip hidung selain multiple polip hidung benigna, perlu perawatan jalan atau rawat inap ditentukan berdasar penyakit, gejala klinik dan situasi patient, dan condisi medis yang berhubungan.
Komplikasi Apa yang timbul dari polip hidung ??
- Polip hidung Massive atau polip single yang besar (eg, antral-choanal polip) yang mengobstructsi Cavum nasi dan/atau nasopharynx dapat menyebabkan gejala obstructive tidur dan pernafasan mulut chronic. Jarang, polip hidung massive, pada CF dan pada AFS dapat mempengaruhi structure craniofacial. Hal ini dapat mengakibatkan proptosis, hypertelorism, dan diplopia
- Pada suatu article publikasi, pengarang melaporkan 40% anak-anak (dibandingkan 10% pada dewasa) dengan AFS yang disertai abnormalittas craniofacial. polip osis Massive jarang menyebabkan kompresi extrinsic yang cukup pada nerve optic sehingga tajam penglihatan berkurang. Newcomber melaporkan bahwa 3 dari 82 pasien dengan AFS mempunyai perubahan penglihatan akibat compresi nerve optic pada sinus sphenoid setelah pengangkatan polip hidung. Bagaimanapun, karena polip s bertumbuh pelan, bisanya tidak menimbulkan gejala neurological, meskipuntelah meluas ke intracranial cavity.
Prognosis polip hidung:
- Rekurensi Polip hidung sering terjadi setelah terapi medis atau therapy bedah jika ada polip multipel benigna. polip single yang besar (eg, antral-choanal polip) bersifat kurang rekuren.
- Edukasi pasien tentang kronisnya penyakit penting untuk membuat mereka lebih waspada pada rekurensi.
Kegagalan terapi
- Banyak proses pada cavum nasi yang menyebabkan gejala klinis yang sama dengan polip hidung. Seringnya infeksi pada upper respiratory tract, rhinitis allergic, rhinitis nonallergic, sinusitis chronic, sinusitis recurrent acute, hypertrophy adenoid, dan adenoiditis chronic, sering menimbulkan gejala klinik yang sama dengan gejala yang disebabkan polip hidung atau tumor. Dengan demikian, polip hidung atau tumor mungkin sebenarnya ada pada beberapa saat sebelum terdiagnosa, sehingga menghasilkan diagnosis yang tertunda.
Bagaimana cara mencegah pilip hidung??
- Pada banyak kasus, polip hidung tidak dapat dicegah. Tetapi jika seseorang menderita asthma, hay fever atau infeksi kronis sinus, mengenali gejala secara dini dapat membantu mengurangi gejala sumbatan hidung dan gangguan pernapasan. Itu berarti pasien harus mengkonsumsi obat yang dianjurkan dokter secara teratur dan menghindari kontak dengan alergen dan polutan baik di dalam maupun di luar rumah.
- Irigasi rongga sinus dengan air garam dapat mengurangi sumbatan hidung dan mengurangi adanya sekret. Menghindari spray yang mengandung bahan aditif seperti benzalkonium, yang dapat menginflamasi mukosa hidung dan menyebabkan timbulnya eksaserbasi gejala.
- Untuk membuat larutan saline, campurkan 1/4 sendok teh garam kedalam 8 ounces air hangat. Tuangkan larutan ke dalam tangan lalu hirup dengan hidung. Dapat juga larutan disuntikkan menggunakan bulbus telinga atau dengan spuit. Lalu bersihkan hidung secara lembut dengan menggunakan tisue. Gunakan larutan yang tersisa dalam 24 jam atau buang.
DAFTAR PUSTAKA