Pendahuluan
Artritis reumatoid (AR) adalah sebuah penyakit kronik, yang ditandai dengan inflamasi dari tepi atau sinovial persendian. Dia dapat menjadi kerusakan sendi jangka panjang sehingga menimbulkan nyeri kronik, kehilangan fungsi dan disabilitas.
Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya .
Artritis reumatoid merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik didunia. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul yang jika tidak diobati akanmenyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini.
AR juga merupakan penyakit sistemik yang berarti dapat mempengaruhi organ lain dalam tubuh. Sehingga diagnosis dini dari penyakit ini sangat penting untuk dapat membuat hidup tetap produktif dan pengobatan AR yang agresif dapat membatasi kerusakan sendi, sehingga mengurangi keterbatasan gerak, penurunan kemampuan dalam bekerja, biaya pengobatan yang tinggi dan operasi.
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui 2 cara:
Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase dan enzim2 hidrolitik lainnya. Enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama sama dengan radikal oksigen, metabolit asam arakidonat untuk leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga merupakan bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal.
Manifestasi yang timbul dapat terbagi artikular, ekstraartikular dan konstitusinal yaitu berupa kelemahan umum, cepat lelah.
Perkembangan AR terjadi dalam 3 tahap. Yang pertama adalah pembengakan dari sinovial yang menyebabkan nyeri, perasaan hangat, kaku, kemerahan dan pembengkakan disekitar sendi. Kedua adalah perkembangan dan pertumbuhan sel yang cepat, atau pannus, yang menyebabkan sinovial menebal. Pada tahap ketiga, sel radang akan mengeluarkan enzim yang memecahkan tulang dan tulang rawan, yang sering mengakibatkan sendi kehilangan bentuk dan postur (alignment), nyeri yang bertambah, dan kesukaran bergerak.
Epidemiologi 1,2
AR lebih sering menyerang wanita dengan perbandingan antara wanita dan pria sebesar 3 : 1 atau sekitar 70% nya adalah wanita. AR juga dapat menyerang anak-anak, yaitu artritis reumatoid juvenil. Insidennya meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Insiden puncaknya pada usia 40-60 tahun. Penyakit ini menyerang orang-orang di seluruh dunia dari berbagai suku bangsa.
AR sering mengalami remisi pada wanita hamil, walaupun gejala akan lebih nyata dan lebih intens setelah bayi lahir.
Etiologi
Penyebab utamanya masih belum diketahui secara pasti. Tetapi ada beberapa faktor yang menentukan morbiditas penyakit ini, yaitu :
- Faktor genetik
Telah lama diketahui bahwa artritis reumatuid lebih sering dijumpai pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizygot.
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II (MHC klas II), khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko 4 : 1 untuk menderita penyakit ini. Petanda ini diturunkan dari orang tua kepada anaknya.
Molekul antigen MHC II dapat dideteksi secara serologis baik dengan cara mencampurkan limfosit pasien dengan antibody humoral terhadap HLA tertentu atau dengan dengan melakukan mix lympocyte culture (MLC).
- Faktor imun
Faktor reumatoid adalah suatu antibodi terhadap epitop fraksi Fc lgG yang dijumpai pada 70-90% pasien AR.
- Faktor hormonal/ hormon sex
Adanya kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan adanya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
Prevalensi artritis reumatoid diketahui 3x lebih banyak diderita kaum wanita dari kaum pria. Rasio ini dapat mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur. Akan tetapi, walaupun masih banyak kontroversi dalam hal ini, beberapa observasi menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral/ preparat estrogen eksternal bagi wanita yang telah mengalami menopouse menimbulkan kesan terjadinya penurunan insiden penyakit ini.
- Faktor infeksi
Akhir akhir ini virus Epstein Barr (EBV) telah banyak menarik perhatian para ahli. Pada pasien yang mengalami infeksi virus ini, sering kali dijumpai gejala artralgia, walaupun jarang dijumpai gejala artritis yang jelas.
Beberapa klinisi dan peneliti percaya bahwa AR dipicu oleh infeksi. Dugaan ini muncul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai gambaran inflamasi yang mencolok. Agen infeksius yang diduga sebagai penyebab AR antara lain bakteri, mikoplasma atau virus. Meskipun begitu, penyakit ini tidak menular.
- Faktor HSP (Heat Shock Protein)
Heat shock protein adalah sekelompok protein berukuran sedang (60-90 kDa) yang dibentuk oleh seluruh spesies sebagai respon terhadap stress. Mekanismenya belum diketahui dengan jelas.
Klasifikasi dan Kriteria Diagnosa ARTHITIS REUMATOID
Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi tahun 1987 Kriteria Definisi
Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia sekurang-kurangnya memenuhi 1 sampai 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat.
·
PIP
: Proximal interphalangeal, MCP : Metacarpophalangeal, MTP :
Metatarsophalangeal.
§ Manifestasi Artrikular
Manifestasi artikular AR dapat dibagi menjadi 2 kategori :
- Gejala inflamasi akibat aktivitas sinovitis yang
bersifat reversibel
- Gejala akibat kerusakan struktur persendian yang
bersifat ireversibel
Manifestasi
yang pertama dapat diatasi dengan pengobatan medikamentosa atau pengobatan non
surgikal. Sedangkan manifestasi kedua merupakan proses yang tidak dapat
diperbaiki lagi dan memerlukan modifikasi mekanik atau pembedahan rekonstruktif.
Gejala
klinis yang berhubungan dengan aktivitas sinovitis adalah kaku pagi hari yang
pada umumnya berlangsung lebih lama daripada yang dialami pasien osteoartritis
yaitu lebih dari 1 jam. Lamanya kaku pagi hari pada AR ini agaknya berhubungan
dengan lamanya imobilisasi (saat pasien tidur) serta beratnya inflamasi. Inflamasi
akan menyebabkan terjadinya imobilisasi persendian yang jika berlangsung lama
akan mengurangi pergerakan sendi baik secara aktif maupun secara pasif. Otot
dan tendon yang berdekatan dengan persendian yang mengalami peradangan
cenderung untuk mengalami spasme dan pemendekan. Deformitas persendian pada AR
dapat juga terjadi akibat beberapa mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya
sinovitis pada pembentukan pannus. Sinovitis akan menyebabkan kerusakan rawan
sendi dan erosi tulang periartrikular sehingga menyebabkan terbentuknya
permukaan sendi yang tidak rata.
Persendian yang dipengaruhi oleh AR THITIS REUMATHOID
Manifestasi ekstraartikular yang di sebabkan oleh ARTHIHIS REUMATOID
§ Manifestasi konstitusional
Lelah,
anoreksia, berat badan menurun, demam, nyeri otot, depresi, tangan dan kaki
dingin serta berkeringat dan keterlibatan kelenjar sekitar mata dan mulut
menyebabkan penurunan produksi airmata dan saliva (sindrom Sjogren)
Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
AR.
-
Hitung
jenis darah
Penderita
AR umumnya jumlah sel darah merah rendah (anemia), sel darah putih dapat
meninggi yang menandakan infeksi. Jika sel darah putihnya rendah kemungkinan
sindrom Felty yang merupakan komplikasi AR karena obat-obatan.
-
LED
Pada AR
nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi) yang mengindikasikan
adanya inflamasi.
-
C-Reactive
Protein
Protein ini
ditemukan di dalam tubuh dan meningkat jika terdapat inflamasi
-
Rheumatoid
Factor (RF)
Hampir 70-80% orang dengan RF menderita AR,
semakin tinggi jumlahnya, semakin aktif dan berat penyakitnya. Penderita AR digolongkan seronegatif dan seropositif
-
Antinuclear
Antibodies (ANA)
Terdapat pada
30-40% penderita AR.
Pemeriksaan Radiologis
Dari Classification of Joint Disease
From Radiologic Standpoint , AR termasuk :
-
Penyakit yang ditandai oleh osteoporosis dari tulang
sekitar sendi dan penyempitan ruang sendi dengan resorpsi tulang subkondral.
-
Penyakit yang ditandai oleh ankylosis. Hal ini adalah
perubahan lanjut nonspesifik pada semua penyakit sendi yang destruktif.
AR juga dapat diperiksa
dengan Magnetic Resonace Imaging (MRI), ultrasound sendi, dan Bone
Densitrometry (DEXA).
Konsep pengobatan AR:
Tujuan utama dari
program pengobatan adalah sebagai berikut :
1. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik
lokal maupun sistemik.
2. Mencegah terjadinya destruksi jaringan.
3. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara
fungsi persendian agar tetap dalam kedaan baik.
4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan
persendian yang terlibat agar selaput mungkin menjadi normal kembali.
Karena itu ada sejumlah
cara penatalaksanaan untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu : 1,2
§ Edukasi
Penerangan tentang kemungkinan faktor etiologi, riwayat alamiah
penyakit dan penatalaksanaan AR kepada pasien merupakan amat penting untuk
dilakukan. Sehingga dapat dikontrol perubahan emosional, motivasi dan kognitif
yang terganggu akibat penyakit ini.
§ Medikamentosa
-
Obat
Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Diberikan pada pasien AR sejak masa
dini
Digunakan untuk mengurangi inflamasi dan meredakan nyeri, juga
memberikan efek analgesik yang sangat baik. Contohnya : aspirin, ibuprofen,
indometasin, valdecoxib dan celecoxib. Hati-hati terhadap efek toksisitasnya
pada sistem gastrointestinal.
OAINS bekerja dengan cara:
1. Memungkinkan
stabilisasi membran lisosomal
2. menghambat pembebesan
dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonon, enzim lisosomal)
3. menghambat migrasi sel
ke tempat peradangan
4. menghambat proliferasi
seluler
5. menetralisasi...
seluler
6. menekan rasa nyeri
-
Obat Analgetik
Digunakan untuk meredakan nyeri tapi tidak berpengaruh pada inflamasi
contohnya : asetaminofen, propoksifen, mepeidin dan morfin.
-
Kortikosteroid
Hanya
diresepkan pada dosis pemeliharaan yang rendah untuk mencegah kerusakan sendi
contohnya : glukokortiroid, prednison.
- Disease Modifying Antirheumatic Drugs
(DMARD)
Digunakan
bersama dengan OAINS dan atau prednison untuk memperlambat kerusakan sendi. Contohnya : metotreksat, senyawa emas,
penisilamin, azatioprin, klorokuin, hidroksiklorokuin, sulfasalazin.
Terdapat 2 cara pendekatan:
1. pemberian DMARD tunggal
yang dimulai dari saat yang sangat dini
2. menggunakan 2 atau
lebih DMARD secara simultan/ secara siklik seperti penggunaan obat-obatan
imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan.
Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan:
-
klorokuin
banyak
ditemukan di Indonesia dan murah
efek
sampingnya kecil
-
sulfazalazine
-
D-penicillamine
-
Garam emas (auro sodium thiomalatel (AST) intramuskular
- Biologic Response Modifiers
-
Terapi
Imunoadsorpsi Protein-A
§ Operasi
-
Sinovektomi : memotong / memindahkan sinovium yang sakit
atau tepi dari persendian. Hasilnya
adalah pengurangan pembengkakan dan nyeri.
-
Operasi Artroskopi : dilakukan pada lutut dan bahu.
-
Osteotomi : “memotong tulang” untuk meningkatkan
stabilitas dengan mendistribusi ulang beban pada sendi.
-
Joint
Replacement Surgery atau
Artroplasti
-
Artrodesis
atau penggabungan (fusion)
§ Rehabilitasi
-
Olah
raga
Jenis oleh raga yang dapat dilakukan ada 3 yaitu fleksibilitas
(peregangan), beban (tahanan), dan aerobik.
-
Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
-
Mengatasi
depresi
Dilakukan
dengan : - Relaksasi dan tidur
-
Terapi
lainnya :
o
Pijatan
o
Akupuntur
o
Diet
o
Suplemen