Bab 1
Pendahuluan
Infeksi saluran kemih merupakan
salah satu penyakit infeksi paling sering ditemukan pada anak dan menduduki
tempat kedua setelah infeksi saluran nafas. Prevalensi pada anak
perempuan berkisar 3 hingga 5% sedangkan pada anak laki-laki berkisar 1%.2,3
Infeksi gram negatif enterokokus
merupakan kasus terbanyak.2,4 Infeksi berulang sering terjadi pada
pasien yang rentan dan memiliki kelainan anatomi atau fungsional saluran kemih
sehingga menyebabkan stasis urin atau refluks.
Infeksi saluran
kemih (ISK) perlu mendapat perhatian karena beberapa hal tertentu. Pertama
karena gejala yang ditimbulkannya tidak menyenangkan seperti disuria, sakit
pinggang. Kedua, ISK dapat menyebabkan
kelainan saluran kemih yang serius dan perlu tindakan bedah segera misalnya
uropati obstruktif. Ketiga, bila tidak dilakukan penanggualangan adekuat, ISK
berulang dapat menimbulkan batu saluran kemih, hipertensi bahkan gagal ginjal
dikemudian hari. Pielonefritis kronis atrofik
akibat ISK berulang (nefropati refluks) merupakan penyebab kedua gagal
ginjal terminal setelah glomerulonefritis.
Infeksi
saluran kemih pada bayi dan anak dibawah 2 tahun mempunyai risiko kerusakan
jaringan ginjal yang lebih tinggi dibandingkan pada anak yang lebih besar
sedangkan diagnosisnya sulit ditegakkan karena gejala tidak spesifik dan penampungan urin untuk kultur membutuhkan tindakan invasif yaitu pungsi
supra pubik atau kateterisasi kandung kemih. Infeksi
saluran kemih terjadi pada 1% neonatus dan bayi prematur. Neonatus
dengan infeksi saluran kemih sering kali berhubungan dengan septikemia dan
meningitis. Pada anak lebih besar akan bermanifestasi lebih
berat. Pada anak dibawah usia sekolah, sering kali terjadi
infeksi asimptomatik dengan kecenderungan lebih tinggi 4 kali lipat pada anak
perempuan sedangkan pada anak usia sekolah, insiden bakteriuria ini ditemukan
30 kali lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki.
Sebagian besar infeksi saluran kemih
pada anak terjadi akibat ascending
infection walaupun pada beberapa kasus penyebaran hematogen dapat terjadi
pada 12 minggu pertama setelah lahir. Evaluasi faktor risiko pada ISK ini
sangat terbatas. Diagnosis dini dan akurat ISK sangat penting dengan
tujuan : pertama identifikasi dan penanggulangan anak yang berisiko mengalami
kerusakan ginjal progresif dan kedua mencegah berbagai pemeriksaan yang
memerlukan biaya tinggi dan pengobatan yang tidak perlu. Strategi penatalaksanaan infeksi
saluran kemih pada anak harus direkomendasikan berdasarkan patogenesis dan
patofisiologi penyakit, usia anak dan beratnya manifestasi klinis.
Bab 2
Pembahasan
DEFINISI
Infeksi
Saluran Kemih (ISK) ialah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim
ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna.
ETIOLOGI
Saluran
kemih kecuali uretra distal biasanya steril. Penyebab tersering
infeksi saluran kemih pada anak ialah Escherichia
coli baik pada kasus yang simptomatis maupun asimptomatis. Escherichia coli ini meruapakan
penyebab infeksi saluran kemih pada 80% kasus. Bakteri lain yang
juga dapat menyebabkan ISK ialah Proteus,
Enterococcus, pseudomonas dan spesies Klebsiella.
Setiap bakteri dapat menyebabkan sepsis pada bayi akibat penyebaran hematogen
dari tempat lain ke ginjal dan saluran kemih sebagai bagian dari septikemia
Salah satu penyebab yang
memungkinkan infeksi saluran kemih pada anak usia sekolah yang telah memiliki
kontrol berkemih meliputi refluks vesicoureteral disamping penyebab lain
seperti obstipasi, duh vagina dan phimosis. Intinya segala
keadaan yang menyebabkan stasis aliran dalam saluran kemih sangat berpotensi
untuk menimbulkan infeksi saluran kemih.
KLASIFIKASI
Klasifikasi pertama :
-
ISK bagian atas (Upper UTI).
Infeksi pada
saluran kemih atas terutama parenkim ginjal lazimnya disebut sebagai
pielonefritis
-
ISK bagian bawah (lower UTI)
Infeksi pada
kandung kemih (sistitis) dan uretra. Sebagai batas antara atas dan bawah ialah
katup utero vesika.
Klasifikasi kedua :
-
ISK simpleks (ISK sederhana/ Uncomplicated UTI)
-
ISK kompleks (ISK berkomplikasi/
Complicated UTI)
ISK yang
disertai kelainan anatomi atau fungsional yang menyebabkan obstruksi mekanik
maupun fungsional saluran kemih.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi
ISK sangat kompleks dan merupakan interaksi antara faktor pejamu dan
mikroorganisme. Umumnya terjadi infeksi secara ascenden yaitu
dari daerah perineum melalui orifisium uretra menuju buli-buli dan ginjal.
Jalur hematogen biasanya hanya terjadi pada usia neonatus. Bukti adanya infeksi
melalui jalur ascenden ialah ditemukan
strain bakteri yang sama di daerah perineum penderita ISK yang tidak ditemukan
pada anak normal. Frekuensi ISK lebih tinggi pada anak laki-laki yang tidak
disirkumsisi daripada yang disirkumsisi juga menyokong jalur ascenden sebagai
penyebab ISK. Neonatus yang tidak disirkumsisi memiliki peluang 10
kali lebih besar menderita ISK.
Beberapa
faktor pejamu yang merupakan predisposisi infeksi meliputi faktor anatomi,
meningkatnya perlekatan pada sel uroepitel dan nonsekretor antigen golongan
darah dan Lewis.
Tidak semua
strain E. coli menyebabkan infeksi
saluran kemih. Pada kondisi anatomis normal, bakteri E coli dapat menimbulkan ISK jika memiliki virulensi uropatogenik. Bila saluran kemih secara anatomis atau fungsional tidak normal maka virulensi
uropatogenik tidak terlalu berperan.
Kemampuan
bakteri melekat pada sel uroepitel sangat penting dalam patofisiologi ISK.
Perlekatan tersebut sedemikian kuat sehingga dapat bertahan pada waktu derasnya
aliran urin keluar misalnya saat pengosongan kandung kemih. Pada dinding sel
bakteri terdapat antigen permukaan yang disebut adhesin yaitu pada ujung
fimbrie atau pili yang berbentuk filamen-filamen yang dapat melekat pada sel
reseptor uroepitel. Perlekatan bakteri ini bersifat spesifik
untuk sel jaringan tertentu. Jadi spesies bakteri yang melekat pada epitel
orofaring berbeda dengan yang ada dalam uroepitel dan juga ditempat lain.
Bakteri
uropatogenik yang melekat pada sel uroepitel dapat mempengaruhi kontraktilitas
otot polos dinding ureter dan menyebabkan gangguan peristaltiknya. Melekatnya
bakteri ke sel uroepitel ini akan meningkatkan virulensi bakteri tersebut. Pada
ISK, dilatasi urinary collecting system
ini dapat terjadi, tanpa obstruksi atau refluks vesico ureter.
Mukosa
kandung kemih dilapisi oleh suatu glikopreotein, lapisan musin yang berfungsi
sebagai antibakteri. Robeknya lapisan ini menyebabkan bakteri melekat dan
membentuk koloni dipermukaan mukosa kemudian masuk menembus epitel dan mengadakan
peradangan.
Infeksi
akut/kronis berulang pada vesice urinaria akibat infeksi berulang mengakibatkan
perubahan dinding vesika dan memicu inkompetensi katup vesico ureter. Akibat
rusaknya katup ini, urin dapat naik kembali ke ureter terutama pada waktu
berkemih (waktu kontraksi kandung kemih), hal ini disebut refluks. Refluks ini
dapat melebar dan mengakibatkan kerusakan pielum dan parenkim ginjal
(pielonefritis) yang terjadi secara hematogen maupun limfogen.
Stasis
urin di ureter yang lama juga dan adanya refluks vesicoureteral mempercepat terjadinya
infeksi dan dilatasi ureter. Hingga saat ini perdebatan mengenai
hubungan refluks vesicoureteral dengan patogenesis renal scarring, reflux nephropathy, pyelonephritis dan gangguan
miksi terus berlangsung. Walaupun refluks vesicoureteral berhubungan dengan
pembentukan scar ginjal, peranannya dalam patogenesis pielonefritis dan
pembentukan scar ginjal ini tidak sepenuhnya dipahamui. Beberapa peneliti
menekankan risiko pembentukan scar pada ISK rekuren tanpa refluks sedangkan
beberapa yang lain mempercayai refluks ini memicu pembentukan scar walau tanpa
infeksi sekalipun. Kenyataan bahwa pembentukan scar ginjal terjadi pada
sebagian kecil pasien pielonefritis dan/atau refluks vesicoureteral menunjukkan
bahwa perkembangan pembentukan scar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor lain
dan tidak hanya terfokus pada adanya infeksi atau refluks sendiri.
Winberg dkk mengemukakan beberapa
faktor risiko yang memperberat perjalanan penyakit ISK dan berpengaruh terhadap
kerusakan ginjal yaitu :
-
Umur, terutama dibawah 1 tahun
-
Pengobatan antibakteri yang terlambat
-
Obstruksi anatomik dan fungsional
saluran kemih
-
RVU yang disertai pelebaran
saluran kemih
-
Pielonefritis akut berulang
(akibat tindak lanjut yang tidak adekuat dalam mencegah ISK)
DIAGNOSIS
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang (laboratorium
dan pencitraan) pada pasien. Pada anak dengan usia antara 2 bulan
hingga 2 tahun dengan demam yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (unexplained
fever) perlu dipertimbangkan kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai
pencetusnya.
1. MANIFESTASI KLINIS
Gejala ISK bergantung dari umur
penderita dan lokalisasi infeksi di dalam saluran kemih. Pada neonatus gejala
ISK tidak spesifik. Sepsis sering
ditemukan pada neonatus dan biasanya pada 30% pasien hasil biakan darah
dan positif memberikan nilai positif.
Makin kecil
anak, manifestasi klinis makin tidak khas. Pada neonatus gejala ISK tidak
spesifik yaitu :
-
suhu tidak stabil dan sering
tidak mau makan
-
mudah terangsang
-
muntah, diare, dan perut kembung
-
nafas sering tidak teratur dan
sering disertai ikterus memanjang
-
sering ditemukan sepsis
Pada masa
bayi, gejala juga tidak khas
-
Umumnya ditemukan demam, nafsu
makan kurang, gejala gastrointestinal, muntah, diare, anoreksia dan hambatan
pertumbuhan.
Pada masa
prasekolah dan sekolah baru timbul gejala spesifik meskipun dikatakan bisa
ditemukan pada anak diatas 2 tahun setelah anak bisa bicara jelas dan dapat
mengontrol miksinya. Tetapi umumnya baru khas pada umur 5-6 tahun yaitu
-
Disuria
-
Polakisuria
-
urgency
Disuria juga
dapat disebabkan oleh vaginitis. Enuresis diurnal atau nokturnal juga merupakan
manifestasi ISK. Pada ISK atas dapat ditemukan demam tinggi, sakit pinggang
tetapi karena anak masih kecil dikeluhkan sebagai sakit perut.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pada setiap anak harus dilakukan inspeksi alat genitalia eksterna dan
palpasi abdomen. Pada pemeriksaan genitalia pada anak
laki-laki perlu diperhatikan adanya kelainan
kongenital antara lain hipospadia dan fimosis serta apakah sudah
disirkumsisi. Perabaan pembesaran ginjal unilateral dan bilateral dapat memberi petunjuk adanya hidronefrosis.
Pembesaran kandung kemih disertai pengeluaran urin yang tidak lancar
menunjukkan adanya valvula uretra posterior
pada bayi, laki-laki atau buli-buli neurogenik. Inspeksi pinggang (sakral) perlu dilakukan untuk melihat adanya
spina bifida. Beberapa sindrom kadang-kadang
disertai kelainan saluran kemih rnisalnya sindrom Prune Belly dan kelainan anorektal.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium paling
penting dilakukan.adalah urinalisis dan biakan urin. Pemeriksaan lain adalah kadar ureum dan
kreatinin darah untuk melihat fungsi ginjal. LED dan CRP untuk membedakan
antara ISK atas. (pielonefritis) dan bawah (sistitis). Pemeriksaan Antibody Coated
Bacteria tidak praktis dilakukan pada anak, selain karena biayanya mahal, hasilnya lambat.
Kultur urin menduduki posisi yang
penting dalam pemeriksaan ISK. Pemeriksaan urin untuk evaluasi ISK
adalah pemeriksaan jumlah lekosit dalam urin dan uji
nitrit. Pemeriksaan lekosit dilakukan pada urin
yang disentrifus dengan menghitung jumlah per-lapang pandang besar (LPB) atau dengan uji lekosit esterase.
Lekosituria atau piuria adalah jumlah lekosit > 5-6/LPB. Pemeriksaan uji nitrit harus
dilakukan pada urin segar (sudah >
4 jam di kandung kemih) atau urin
residu. Pemeriksaan ini berdasarkan kemampuan bakteri patogen untuk mengubah
nitrat menjadi nitrit. Tetapi hasilnya banyak
positif palsu. Pemeriksaan bakteri dengan
pewarnaan gram pada urin tanpa di sentrifus juga dapat dipakai untuk
diagnosis awal ISK. Ketiga pemeriksaan tersebut diatas tidak dapat dipakai untuk diagnosis
pasti ISK. Diagnosis pasti ISK ditegakkan dengan pemeriksaan kultur urin.
Untuk penapisan pertama adanya
ISK atau infeksi berulang dapat digunakan:
1.
Cara dip slide yaitu gelas objek dilapisi media biakan diatasnya, direndam ke dalam pot yang berisi urin
di dalamnya dan diinkubasi selama 24 jam.
2.
Plastik dip-stick test (Multistix, Ames Company) yaitu suatu batang plastik tipis
yang pada ujungnya terdapat reagent pads
a.
Untuk mengetahui adanya nitrit
dalam urin. Bakteri Gram negatif urin di
kandung kemih mengubah nitrat (dari
makanan) menjadi nitrit. Nitrit
paling baik ditemukan bila urin dalam
kandung kemih sudah tertahan lebih
dari 4 jam.
b.
Menghitung
bakteri Gram negatif (bacterial count). Leukosit
granulosit mengandung esterase merupakan katalisator hydrolysis pyrrole amino acid ester yang menghasilkan 3-hydroxy
5-phenyl pyrrole; pyrrole ini bereaksi dengan garam diazonium, memberikan warna ungu pada reagent pads. Dengan
dip-stick ini diketahui 1,6 % kulturnya positif palsu.
Penghitungan jumlah
bakteri dari sediaan langsung urin tanpa sentrifugasi yang diwarnai dengan pewarnaan Gram
dengan 1 tetes urin
diletakkan di atas gelas objek dan sesudah kering, diwarnai dengan pewarnaan Gram, memberikan
korelasi tinggi dengan biakan urin. Bila ditemukan 1 bakteri Gram negatif/lapang pandang dengan minyak
imersi maka 88 % dariya ditemukan hasil
biakan kuman bermakna (significant
bacteruria).
Weinberg menyatakan bila
ditemukan 2 atau lebih bakteri/
97.6% dari padanya ditemukan biakan bakteri yang bermakna.
Pemeriksaan pencitraan
Pencitraan dilakukan pada semua anak yang terbukti
menderita ISK untuk pertama kali. Akan tetapi jenis pencitraan yang akan
dilakukan tergantung pada umur penderita, manifestasi klinik dan pemeriksaan
fisik serta tersedianya alat radiologi yang ada dan ekspertisenya. Jenis
pemeriksaan berbeda pada penderita ISK dengan panas tinggi, apalagi disertai
sepsis daripada dengan anak yang hanya mengeluh disuria dan polaksuria. Tujuan utama pemeriksaan pencitraan pada
ISK adalah untuk melihat kelainan anatomik yang merupakan faktor predisposisi.
- USG
(Ultrasonografi). Dengan USG dapat dilihat:
- Struktur
anatomis saluran kemih, meskipun fungsinya nol
- Besar/ukuran ginjal
- Dilatasi
dari pelvio kalises, ureter dan anomali vesika urinaria.
- Batu saluran kemih 5
- Foto polos abdomen. Jarang
dilakukan kecuali ada dugaan kuat ke arah batu saluran kemih dan sebagai
persiapan pielografi intravena (PIV) 5
- Pielografi
intravena (PIV). Dilakukan bila tidak ada alat pencitraan korteks DMSA.
Gambaran PIV sama dengan kombinasi USG dan DMSA. Dosis radiasi DMSA lebih
rendah dari PIV dan tanpa zat kontras sehingga menekan kemungkinan alergi.
Untuk menilai parut ginjal DMSA lebih sensitif.
- MSU (Miksiosisto uretrografi). Dilakukan pada anak berumur dibawah 2 tahun
dengan ISK yang disertai gejala
panas, karena kemungkinan RVU besar. Pemeriksaan ini masih invasif dengan kateter. Tujuan MSU
untuk menilai:
- Refluks
vesikoureter
- Valvula
uretra posterior.
Dianjurkan untuk memberi antibiotik 48 jam sebelum
pemeriksaan dan bila ditemukan refluks maka segera dilanjutkan dengan
antibiotik profilaksis bila belum diberikan
sebelumnya. Pada MSU pertama sebaiknya dilakukan dengan zat kontras, tetapi pada pemeriksaan ulang dipakai isotop DTPA (sistografi
isotop) karma dosis radiasinya lebih rendah.
- Scan DMSA (Dimerkapto succinic
acid). Dilakukan untuk
menilai parut ginjal. Bila dilakukan
saat infeksi akut berlangsung, pada pielonefritis akut terlihat gambaran"filling defect" Sedangkan pada
sistitis, ginjal terlihat normal. DMSA dapat dipakai untuk membedakan
antara ISK atas dan bawah. Defek fase akut tersebut bisa menghilang atau menetap. Bila 6 bulan
kemudian, terlihat gambaran defek berarti
terjadi parut ginjal permanen. DMSA dapat dipakai untuk melihat fungsi ginjal kanan-kiri secara terpisah,
tetapi yang lebih tepat untuk pemeriksaan fungsi adalah scan DTPA
- Pemeriksaan
Renografi isotop DTPA atau MAG . Dilakukan untuk
melihat adanya obstruksi dan menilai fungsi ginjal kiri dan kanan.
Indikasi pemeriksaan pencitraan
pada anak dengan ISK ialah :
1. Pada umur 0-2 tahun
a. USG pada semua anak
b. MSU, dilakukan setelah urin
steril atau 4-6 minggu kemudian, hal ini dilakukan karena RVU banyak terjadi
c.
Scan DMSA untuk menilai kelainan
akibat pielonefritis akut
2. Pada umur 2-5 tahun
a. USG sistem saluran kemih
b.
MSU masih perlu dilakukan untuk
menilai kemungkinan RVU
c.
DMSA dilakukan bila ada kelainan
pada pemeriksaan USG dan MSU
3. Pada umur > 5 tahun
a. USG sistem saluran kemih
b. Bila USG abnormal dilakukan DMSA
c.
MSU dilakukan bila ditemukan
kelainan pada USG atau DMSA.
Diagnosis bakteriuria asimptomatis
ditegakkan bila hitung bakteri dalam urin bermakna yaitu sekitar 105
hingga 104 colony forming
units (CFU) setiap ml pada urin pasien tanpa gejala infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan
yang lebih spesifik seperti penentuan antibody coated bacteria dalam urin atau
bukti adanya antibodi serum terhadap beakteri sering kali memerlukan waktu dan
membutuhkan fasilitas laboratorium khusus. Ureter catheterization bladder
washout test atau gallium scans dapat membantu menetukan letak infeksi saluran
kemih tetapi membutuhkan waktu lama dan sebagai pemeriksaan semi-invasif tidak
dapat digunakan secara rutin. Dua metode non invasif yang penting dalam
menentukan letak infeksi saluran kemih ialah pemeriksaan C-reactive protein
(CRP) dan renal sonography.
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan ISK ialah
mencegah kerusakan ginjal yang progresif.
Prinsip umum penatalaksanaan ISK ialah
1.
Diagnosis
dini ISK
2.
Pemberian
antibiotika segera
3.
Pencegahan
infeksi berulang
4.
Mencari
faktor predisposisi
5.
Merencanakan
pengobatan selanjutnya
6.
Tindak
lanjut hingga gejala hilang atau risiko kerusakan ginjal tidak ada dan
dilanjutkan dengan pemantauan berkala.
Penanggulangan infeksi akut
Sistitis akut harus diobati segera dengan antibiotika
untuk mencegah progresivitas menjadi
pielonefritis. bila gejala penyakitnya makin berat misalnya anak kesakitran waktu
berkemih sebaiknya langsung diberikan antibiotika parenteral atau oral. Tetapi sebelumnya
dilakukan biakan urin. Jika gejala klinik ringan dengan hasil kultur yang
meragukan misalnya hasil biakan antara 104-105, terapi
dapat ditunda dan kultur urin diulang, sebaiknya dengan kateter atau SPP. Jenis
antibiotika yang diberikan cukup oral. Lama pemberian 7 hari. Pengobatan dosis
tunggal (single dose) banyak
dilaporkan dalam literatur, tetapi
ternyata persentase kekambuhan ISK lebih tinggi pada pemberian dosis tunggal
20,5% dan pemberian 7 hari 8%.Pemberian antiobiotik ini
memperlihatkan hasil yang bermakna dibandingkan placebo pada penatalaksanaan
ISK pada anak.
Pada pasien dengan panas
tinggi dan dicurigai adanya pielonefritis akut perlu segera diberi antibiotika
parenteral dan dirawat. Sebelumnya dilakukan pengumpulan urin dengan cara
kateterisasi atau SPP.Tujuan pengobatan adalah eradikasi kuman untuk mencegah
terjadinya urosepsis dan mencegah kerusakan ginjal. Bila telah terjadi
urosepsis atau disertai muntah-muntah mutlak harus dirawat untuk pemberian
antibiotika parenteral.
Pada pemberian antibiotik
selalu harus diingat fungsi ginjal penderita. Bila fungsi ginjal menurun maka
dosis obat perlu disesuaikan dengan derajat ginjal. Bila memungkinkan jangan
diberi obat yang nefrotoksik,(misalnya aminoglikosida) kecuali bila bakteri
hanya sensitif terhadap obat tersebut.
Umumnya para ahli sependapat
bahwa lama pemberian antibiotik untuk penatalaksanaan ISK berkisar 7-10 hari. 19
Pada pasien dengan gejala penyakit
tidak berat biasanya cukup antibiotika 7 hari, tetapi pada anak dengan
gejala penyakit yang berat, dianjurkan
pemberian 14 hari. Antibiotika diberikan selama 2-3 hari parenteral sampai
panas turun, kemudian dilanjutkan secara oral. Pada neonatus dengan
pielonefritis akut dianjurkan pemberian antibiotika parenteral hari secara
intravena.
Pada kasus dengan anomali
fungsional minor maupun gangguan reluks vesicoureteral berat baik dengan nefropati bilateral (derajat
III-IV) maupun laju filtrasi glomelular normal dapat dilakukan tindakan bedah
untuk memperbaiki atau melakukan koreksi terhadap defek yang ada.
KOMPLIKASI
Infeksi
parenkim dan pembentukan scar pada
ginjal merupakan komplikasi utama yang dapat menyebabkan terjadinya
insufisiensi ginjal, hipertensi dan gagal ginjal. Pembentukan scar ini terjadi
pada 10 hingga 15% anak penderita infeksi saluran kemih. Anak dibawah usia 1
tahun memiliki risiko lebih besar mengalami pembentukan scar dibanding dengan
anak yang lebih besar.11
Bab 3
Penutup
Anak dengan diagnosis ISK perlu
mendapat evaluasi secara sistemik. Jenis pemeriksaan bergantung pada umur dan
manifestasi klinis. Bayi dan anak dibawah dua tahun memerlukan pemeriksaan USG
dan MSU. Pemeriksaan scan DMSA merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk
menilai pielonefritis dan parut ginjal.
Terapi
antibiotik idealnya disesuaikan dengan pemeriksaan resistensi kuman. Pada kasus
bakteriuria asimptomatik, pengobatan antibiotika tidak perlu diberikan.
Pengobatan antibiotika profilaksis diberikan pada anak dengan ISK berulang
lebih dari 3x atau yang disertai RVU.
Diagnosis
dan tatalaksana infeksi saluran kemih pada anak sedini mungkin dapat
meningkatkan prognosis perjalanan penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi
yang berkelanjutan pada gagal ginjal pada anak.