Tata Laksana Demam Berdarah Dengeu

Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue



Etiologi

Demam Dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk group B Arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Plavivirus dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau 4 serotipe selama hidupnya, dan keempat jenis serotipe ini semuanya dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.

Cara penularan

Terdapat 3 faktor yang memegang peran pada penularan infeksidengue, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti setelah melalui masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari. Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari. Pada manusia , penularan hanya terdapat pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 3-5 hari, sedangkan nyamuk dapat menularkan virus selama hidupnya.

Patogenesis

Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu terutama dalam hal kebutuhan protein.Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan tanda tanya. Ada dua teori yang umum dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesis pdad DBD dan SSD, yaitu:

  • Hipotesis infeksi sekunder / hipotesis immune enhancement.
    • Pada hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan virus dengue serotipe yang heterolog mempunyai resiko lebih besar untuk mendapatkan DBD/SSD .Antibodi heterolog yang telah ada di dalam tubuh sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi kemudian dan membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi adalah heterolog, maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh dan bebas melakukan replikasi di dalam sel makrofag.Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan vasodilatasi dan shok.
  • Hipotesis kedua menyatakan virus dengue secara genetik dapat berubah dan ada beberapa strain yang mempunyai kemampuan menimbulkan wabah yang lebih besar.
    • Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik di dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, virulensi, dan potensi terjadinya wabah. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut terjadi: 
      • aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskuler
      • agregasi trrombosit sehingga jumlah trombosit menurun, dan
      • kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan mengaktivasi faktor pembekuan.


Spektrum Klinis

Perjalanan penyakit infeksi virus di dalam tubuh manusia sngat tergantung dari interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat tidak bergejala ataupun bermanifestasi ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas, demam dengue, ataupun bermanifestasi berat yaitu demam berdarah dengue (DBD), atau sindrom syok dengue (SSD).

Spektrum Klinik

     
Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
  • Nyeri kepala
  • Nyeri retro-orbital
  • Mialgia/artaglia
  • Ruam kulit
  • Manifestasi pendarahan (petekie atau uji bending positif)
  • Leukopenia. Dan pemeriksaan serologo dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
Demam Berdarah Dengue (DBD).
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
  • demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
  • terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
    • Uji bendung positif.
    • Petekie, ekimosis, atau purpura.
    • Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain
    • Hematemesis atau melena.
  • trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul). 
  • terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
    • Peningkatan hematokrit  lebih dari 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
    • Penurunan hematokrit lebih dari 20% setelah mendapat terapi cairan,dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
    • Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atauhipoproteinemia.Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah padaDBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
DBD dibedakan dari DD dengan adanya kebocoran plasma yang bermanifestasisebagai peningkatan nilai hematokrit, efusi pada rongga pleura atau rongga peritoneum,atau hipoproteinemia

Sindrom Syok Dengue (SSD)
  • Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (kurang dari 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Langkah Diagnosa DBD
Diagnosa DBD haruslah berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Umum
  • Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang keluhan yang dirasakan, sehubung dengan gejala DBD.
  • Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut, dan paha.
    • Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :  
      • Uji Tourniquet (Rumple Leede) : Munculnya bintik-bitik merah lebih dari 10 pada luas 2,5x2,5 cm pada lengan bawah bagian palmar
      • Ptekie, ekimosis, purpura
      • Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
      • Hematemesis dan atau melena
  • Pemeriksaan keadaan umum dan tanda – tanda vital (kesadaran, tekanan darah, nadi, dan suhu).
    • Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, kaki dantangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah
  • Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri pada ulu hati dapat disebabkan karena adanya perdarahan di lambung.
  • Perabaan hati : Hati yang lunak merupakan tanda pasien DBD yang menuju fase kritis.
Pemeriksaan Laboratorium
  • Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru. 
  • Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak
  • Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
    • Leukosit : 
      • Dapat normal atau menurun. 
      • Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosisrelative (lebih dari 45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) lebih dari 15% dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.
    • Trombosit
      • Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
    • Hematokrit
      • Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari hematokrinawal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
    • Hemostasis
      • Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
    • Protein/albumin
      • Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma
    • Elektrolit
      • Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
    • Serologi
      • Dikenal 5 jenis uji serologis yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue, yaitu:
        • Uji hemaglutinasi inhibisi
          • Uji hemaglutinasi inhibisi adalah uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis.
          • Uji komplemen, Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin, oleh karena selain cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemenfiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun)
          • Uji neutralisasi : Uji neutralisasi adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yangterjadi. Saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaandengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (lebih 4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lamasehingga tidak dipakai secara rutin.
          • IgM Elisa: Uji ini pada tahun terakhir merupakan uji serologi yang banyak dipakai. Uji ini mempunyai sensitifitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan yaitu hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifisitas yang sama dengan uji HI.
          • IgG Elisa : Uji IgG Elisa sebanding dengan uji HI, hanya sedikit lebih spesifik
Cara diagnostik baru
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekuler, diagnosis infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut reverse transcriptase polymerase chain reaction (PTPCR). Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhasap serotipe tertentu, dengan hasil yang cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia dan nyamuk.

Klasifikasi derajat DHF
Berdasarkan manifestasi klinis yang ditemukan, DBD dibagi atas 4 derajat, yaitu:

  • Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet.
  • Derajat II : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan lain.
  • Derajat III : Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang), atau hipotensi, ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah.
  • Derajat IV : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur



Diagnosa Banding

  • Demam fase akut : infeksi virus, bakteri, infeksi protozoa. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
  • DBD harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan flu. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet +, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
gambar Kriteria Diferensial Diagnosis untuk DHF dan Chikungunya(WHO,2002)
  • Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari- hari pertama diagnosis sulit dibedakan tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombiosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
  • Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar lemfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagtnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia.Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dapat membantu menegakkan diagnosis di mana pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.
  • Malaria, Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode dingin(15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering dijumpai pada malaria
  • Demam Tifoid, Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, neriotot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang Indonesia


PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Tidak ada terapi spesifik untuk demam denguel, prinsip utamanya adalah terapi suporatif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan terpenting dalam penangana DBD. Asupan cairan pada pasien haruslah tetap terjaga, terutama cairan oral. Jika supan cairan oral tidak mampu di pertahankan, maka di butuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenrasi secara bermakna.

Penanganan DBD pada pasien dewasa dapat di kategorikan dalam beberapa protokol :
  • Protokol I : penatalaksanaan pasien (probable) DBD dewasa tanpa syok 
    • Protokol ini di gunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau di duga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. 
    • Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :
      • Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 – 150.000 pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi Gawat Darurat.
      • Hb, Ht normal tetapi trombosit kurang dari  100.000 dianjurkan untuk dirawat.
      • Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
  • Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
    • Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :
      • Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)} 
    • Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :
      • Bila Hb, Ht meningkat 10 – 20% dan trombosit kurang dari 100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan tiap 12 jam. 
      • Bila HB, Ht meningkat lebih dari 20% dan trombosit lebih dari 100.000 maka pemberian cairan sesuaidengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht lebih dari 20%.
  • Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit lebih dari 20%
    • Meningkatnya Ht lebih dari  20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. 
      • Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6 – 7 ml/kg/jam. 
      • Pasien kemudian dipantau setelah 3 – 4 jam pemberian cairan. 
      • Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi5 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam kemudian.
      • Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 – 7ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah menurun ,20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan 
      • bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda – tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal
  • Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
    • Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 – 5ml/kgBB/jam. 
    • Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. 
    • Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi setiap 4 – 6 jam.
    • Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskulat diseminata (KID). 
    • Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi.
    • FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), 
    • PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. 
    • Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm disertai atau tanpa KID
  • Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa
    • Bila kita berhadapan dengan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yangtidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
    • Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasicairan, penderita juga diberikan oksigen 2 – 4 liter/menit. 
    • Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.
    • Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 – 20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15 – 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat disertai diuresis 0,5 – 1ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. 
    • Bila dalam waktu 60 – 120 menit kemudian tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. 
    • Bila dalam waktu 60 – 120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. 
    • Bila 24 - 48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yangmengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjdi.)
    • Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluih darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.diuresis diusahak 2 ml/kgBB/jam.
    • Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. 
    • Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 – 30 ml/kgBB/jam dan kemudian dievaluasi setelah 20 – 30 menit. 
    • Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. 
    • Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berati terjadi perdarah( internal bleeding ) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
    • Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan tersebut. 
    • Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10 - 20ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1 - 1,51/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H
    • Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan  koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.
    • Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.

Komplikasi Demam Berdarah
  • Sindrom Syok Dengue 
    • Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang kearah syok tiba-tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama 2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakir. Terdapat tanda-tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti : 
      • Kulit menjadi dingin 
      • Bintil-bintil 
      • Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi semakin cepat) Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dari shok. 
    • DSS biasanya ditandai dengan nadi yang semakin cepat dan lemah, tekanan darah turun(≤ 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. Dimana pasien yang shok bila tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada kematian. Biasanya bila tidak ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan kematian
  • Ensefalopati Dengue
    • Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID).
  • Kelainan Ginjal
    • Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik.
  • Edema Paru
    • Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat berlebihan pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstra,apabila cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalamidistres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan tampak adanya gambaran edema paru pada foto dada.

Pencegahan Demam berdarah
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu :
  • Pencegahan Lingkungan
    • Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan modifikasi danmanipulasi tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu sebagai berikut
    • Modifikasi Lingkungan
      • Perbaikan Persediaan Air Jika persediaan air berpipa tidak adekuat dan hanya keluar pada jam-jam tertentu atau tekanan airnya rendah, ada anjuran untuk menyimpan air dalam berbagai jenis wadah. Hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti. Sebagian besar wadah yang digunakan memiliki ukuran yang besar dan berat (misal : gentong air) dan tidak mudah untuk dibuang atau dibersihkan. 
      • Di daerah pedesaan, sumur tidak terpakai dan tidak tercemar akan menjadi tempat perkembang biakan Ae. aegypti. Dengan demikian, sangatlah penting apabila persediaan air minum dialirkan dalam jumlah, mutu, dan konsistensi yang layak untuk mengurangi keharusan dan penggunaan wadah penyimpanan air yang dapat berfungsi sebagai habitat larva yang paling produktif
      • Tangki atau Reservoir diatas atau bawah Tanah Anti-Nyamuk Jika habitat larva juga mencakup tanki atau bangunan pelindung jaringan pipa air, bangunan atau benda tersebut harus anti-nyamuk. Demikian pula, sumur atau tanki penyimpanan di bawah harus memiliki struktur yang anti-nyamuk
    • Manipulasi Lingkungan
      • Drainase Instalasi persediaan Air Tumpah atau bocornya air dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi, katup air, pintu air, hidran kebakaran, meteran air, dsb, menyebabkan air menggenang dan dapat menjadi habitat yang penting untuk larva Ae. aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
      • Penyimpanan Air Rumah TanggaSumber utama perkembangbiakan Ae. aegypti sebagian besar daerah perkotaan di Asia Tenggara adalah wadah penyimpanan air untuk kebutuhan rumah tangga yang mencakup gentong air untuk kebutuhan rumah tangga yangmencakup gentong air dari tanha liat, keramik serta teko semen yang dapatmenampung 200 liter air, drum logam berkapasitas 210 liter (50 galon), danwadah yang berukuran lebih kecil untuk menampung air bersih atau air hujan.Wadah penyimpan air harus ditutup dengan tutup yang pas dan rapat yangharus ditempatkan kembali dengan benar setelah mengambil air. Salah satu mengenai keefektifan metode tersebut baru-baru ini diperlihatkan di Thailand.
      • Bagian Luar Bangunan. Desain bangunan penting untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes. Pipa aliran dari talang atap sering tersumbat dan menjadi lokasi perkembangbiakan nyamuk Aedes. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan berkala terhadap bangunan selama musim hujan untuk menemukan lokasi potensial perkembangbiakan.
  • Pencegahan DBD secara  Biologis
    • Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.
  • Pencegahan DBD secara Kimiawi
    • Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. 
    • Cara pengendalian ini antara lain dengan:
      • Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu
      • Memberikan bubuk abate (temephos)pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
  • Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, membunuh larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat
Pengendalian Vektor Penyebab Demam berdarah
Pemberantasan sarang nyamuk, merupakan tindakan upaya untuk mengendalikan vektor dari penyakit demam berdarah dengue, yaitu nyamuk aedes aegypti. Untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk tersebut, maka dapat dilakukan berbagai cara.
Tindakan tersebut terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
  • Gerakan 3 M
    • 3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
      • Menguras : Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga,tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
      • Menutup : Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-lain.
      • Mengubur : Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampungair hujan.
  • Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk 
  • Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
    • Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air. Abate dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.
    • Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
    • Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
    • Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
    • Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
    • Gunakan sarung kelambu waktu tidur

DAFTAR PUSTAKA
  • Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD, dkk.Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI; 2001.
  • Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis danPemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
  • Satari, Hindra I., Meiliasari,Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara, 2004.h.28-31.
  • Nadesul, Handrawan. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta: Penerbit BukuKompas; 2007.h.7-8.
  • Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Jakarta: Penebar Plus;2008.h.45-7.
  • Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue:panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.h.41-5.
  • Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 – 9
SLIMING CAPSUL
Suplement pelangsing terbaik. Lulus Standard GMP (Good Manufacturing Practice) dan uji tes SGS. Pesan sekarang Juga!!!
sikkahoder.blogspot
ABE CELL
(Jamu Tetes)Mengatasi diabetes, hypertensi, kanker payudara, mengurangi resiko stroke, meningkatkan fungsi otak, dll.
sikkahoder.blogspot
MASKER JERAWAT
Theraskin Acne Mask (Masker bentuk pasta untuk kulit berjerawat). Untuk membantu mengeringkan jerawat.
sikkahoder.blogspot
ADHA EKONOMIS
Melindungi kulit terhadap efek buruk sinar matahari, menjadikan kulit tampak lenih cerah dan menyamarkan noda hitam di wajah.
sikkahoder.blogspot
BIO GLOKUL
Khusus dari tanaman obat pilihan untuk penderita kencing manis (Diabetes) sehingga dapat membantu menstabilkan gula darah
sikkahoder.blogspot


ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder
Body Whitening
Mengandung vit C+E, AHA, Pelembab, SPF 30, Fragrance, n Solk Protein yang memutihkan kulit secara bertahap dan PERMANEN!!
Sikkahoder.blogspot
PENYEDOT KOMEDO
Dengan alat ini, tidak perlu lg memencet hidung, atau bagian wajah lainnya untuk mengeluarkan komedo.
Sikkahoder.blogspot
Obat Keputihan
Crystal-X adalah produk dari bahan-bahan alami yang mengandung Sulfur, Antiseptik, Minyak Vinieill. Membersihkan alat reproduksi wanita hingga kedalam.
Sikkahoder.blogspot
DAWASIR
Obat herbal yang diramu khusus bagi penderita Wasir (Ambeien), juga bermanfaat untuk melancarkan buang air besar dan mengurangi peradangan pada pembuluh darah anus
Sikkahoder.blogspot
TERMOMETER DIGITAL
Termometer digital dengan suara Beep. Mudah digunakan, gampang dibaca dengan display LCD dan suara beep ketika selesai mendeteksi suhu.
Sikkahoder.blogspot


ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder