Sindrom Klinefelter

Sindrom Klinefelter


BAB I
Pendahuluan
    Sindrom Klinefelter merupakan suatu sindrom kelainan genetik dimana pada laki-laki yang memiliki kelebihan kromosom X.  Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY. Sindrom Klinefelter terjadi dengan insiden 1 dari 600  kelahiran hidup. Kelainan ini disebabkan nondisjunction dan penambahan kromosom x yang dapat terjadi pada saat gametogenesis baik ayah ataupun ibu. Kelainan ini menyebabkn keeguguran sehingga banyak kejadian seperti ini tidak terdiagnosis. Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran payudara. Sindrom Klinefelter terhitung 3% menjadi penyebab infertiltas pada pria dengan oligospermia atau azoospremia (5-10 persen). Secara umum, berat ringannnya malformasi pada Sindrom Klinefelter tergantung jumlah kromosom X. Retardasi mental dan hipogonadisme lebih berat terjadi pada pasien dengan kariotip 49,XXXXY dibandingkan dengan 48,XXXY. Kariotip 47,XXY dideteksi pada atau sebelum kelahiran dalam 10 persen anak laki-laki yang menderita sindrom Klinefelter, dan ditemukan pada 25% orang dewasa yang mengelami kelainan ini. Hampir semua lelaki dengan kariotip 47,XXY akan infertile, kecuali pada beberapa kasus.


BAB II
Isi
2.1 Anamnesis
Pada penderita sindrom klinefelter, anamnesis mernjadi salah satu penunjang diagnosis yang utama dikarenakan pemeriksaan lain untuk diagnosis secara defenitif cukup mahal seperti analisis kromosom. Anamnesis dimulai dari saat kehamilan dan harus meliputi semua gangguan endokrin pada ibu selama kehamilan, umur kehamilan. Pengunaan hormone dari luar  juga mungkin cara yang digunakan untuk membantu reproduksi dan atau kontrasepsi yang digunakan selama kehamilan dapat mempengaruhi kelainan perkembangan sistem genetalia dari pasien. Selain dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan riwayat kehamilan ibu perlu ditanyakan, seperti umur ibu saat kehamilan, jarak antara anak, dan jumlah anak. Riwayat keluarga digunakan untuk mengskrining beberapa kelainan urologi, kematian neonatal yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, anomaly organ genital, pubertas dini, amenorrhea, infertilitas pada keluarga dekat atau terkaitan keluarga.  Riwayat keluarga menetukan apakah terdapat ciri tertentu yang ditentukan secara genetic atau bersifat familial. Kalau perlu, tanyakanlah tentang kejadian-kejadian yang mengungkapkan penyimpangan dari pertumbuhan dan perkembangan normal.

Pertanyaan lain yang berhubungan dengan keluarganya antara lain dapat ditanyakan beberapa pertanyaan berikut antara lain, berapa berat badannya pada umur-umur tertentu, erupsi gigi, ukuran-ukuran pertumbuhan (tinggi badan, lingkar kepala), dan kejadian fisiologis seperti timbulnya menarke dan perkembangan pubertas. Pertanyaan terserbut penting karena berhubungan dengan kondisi penderita klinefelter yang biasanya memiliki tinggi badan lebih dari pada normal. Pertanyaan terserbut berguna untuk menyingkirkan adanya tinggi badan pasien tinggi pasien mungkin secara statistic abnormal tetapi normal untuk keluarga tersebut. Oleh karena itu perlu adanya anamnesis yang cukup mendetail mengenai pasien terserbut.

Selain dari anamnesis dari keluarga pasien ataupun orang tua dari pasien, pertanyaan-pertanyaan mengenai riwayat pasien terserbut perlu ditanyakan seperti ganguan koordinasi gerak badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan motor tubuh yang melambat, perkembangan bicara yang terhambat, kemampuan verbal yang kurang dan masalah-masalah emosional dan tingkah laku.

Kealinan yang sering ditemukan juga adalah adanya retardasi mental. Walaupun retardasi mental yang terjadi tidak separah pada penderita down sindrom tetapi juga perlu diperhatikan latar belakang IQ keluarga. Pada penderita klinefelter IQ biasannya berada dibawah rata-rata IQ keluarga. Selain itu pasien juga mengalami keterlambatan perkembangan dan kesulitan dalam belajar. Kelainan ini termasuk kelainan akademik, keterlambatan berbicara dan mengeluarkan suara, kehilangan kemampuan memori jangka pendek, kesulitan membaca, dyslexia, dan attention defisit disorder. Pasien mungkin menunjukkan masalah perilaku dan tekanan psikologis. Hal ini mungkin karena perkembangan harga diri dan psikososial yang buruk atau penurunan kemampuan untuk mengatasi stress. Gangguan kejiwaan yang melibatkan kecemasan, depresi, neurosis, dan psikosis lebih sering terjadi pada kelompok ini dibandingkan pada populasi umum

2.2 Pemeriksaan
2.2.1 Pemeriksaan Fisik
Perkembangan seksual wanita mencerminkan efek androgen dan estrogen. Perkembangan seksual pria hanya mencerminkan efek androgen sahaja. Gangguan perkembangan beberapa ciri tertentu mencerminkan kekurangan atau ketidakefektifan rangsangan masing-masing hormone. Jumlah hormone abnormal atau produksi hormone pada waktu yang abnormal juga dapat berefek pada tinggi badan melalui efeknya pada epifisis tulang. Pada waktu pemeriksaan pria; perhatikanlah delapan efek androgen; ukuran testis, perkembangan penis, pengerutan skrotum, rambut aksila dan pubis, dalamnya suara, seborea atau akne, perkembangan prostat dan tinggi badan. Perlu diperhatikan pula efek estrogen dan peranan dalam perkembangan sifat-sifat tersebut; puting susu, areola, kelenjar mammae, labia minora, vulva, vagina, uterus dan ovarium.

Pada sindrom klinefelter biasanya ditemukan tinggi yang lebih tinggi dibandingkan dengan saudara ataupun keluarganya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukurlan tinggi badan pasien anda dalam posisi berdiri. Pengukuran tinggi dan berat badan relative terhadap riwayat keluarga dan riwayat berat badan masa lampau, hal ini dilakukan karena tinggi badan sangat dipengaruhi dengan faktor keturunan. Pembandingan tinggi badang pasien dan keluarga dapat dilakukan dengan mengunakan tinggi tubuh pasien dengan kedua orang tuanya dengan rumus berikut:
Laki – laki = {TB ayah + (TB Ibu + 13 )} x ½   ± 8,5 cm 
Perempuan = {TB Ibu + (TB ayah – 13 )} x ½ ± 8,5 cm 
    Berikutnya pada penderita sindrom klinefelter akan tampak bentuk tubuh seperti perempuan. Pada wanita normal mempunyai pusat gaya berat di daerah pinggul dan relative mempunyai lebih banyak lemak daripada otot. Otot lebih dominan pada pria, dengan masa terbesar yang berpusat di sekitar bahu. Hal ini disebabkan ketidak seimbangan hormon yang terjadi pada penderita sindrom klinefelter yang dikarenakan kelebihan jumlah kromosom X.

Pada inspeksi penis prepusium ditarik kearah atas (hal ini seharusnya mudah dan tidak menimbulkan sakit) untuk melihat orifisum uretra, terutama keberadaan duh/ secret. Orifisum uretra menyerupai suatu celah dan jika celah ini dibuka dengan melakukan pengurutan di sepanjang celah aksis tersebut, mukosa uretra yang berwarna agak kemerahan tanpa disertai perlepasan secret yang pada umumnya terlihat.

Pemeriksaan berikutnya adalah palpasi skrotum dan isinya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa akan adanya kelainan pada testis pasien.  Skrotum merupakan suatu kantung otot yang tipis yang berisi testis dan struktur terkait. Pemeriksaan testis seharusnya berada dalam keadaan pasien berbaring dan kemudian berdiri. Testis kiri biasanya lebih rendah dibandingkan testis kanan. Epididimis menempel pada permukaan atas dan permukaan posterior atas testis. Epididimis membawa spermatozoa ke vas deferens yang menuju ke atas melalui kanalis inguinalis dan bergabung dengan vesika seminalis tepat di sebelah lateral prostat.

Testis dikatakan tidak turun atau ektopik jika salah satu sisi skrotum tidak mengandung testis (meskipun pasien berdiri), testis yang tidak turun atau ektopik tersebut harus dicari yang dapat berada apakah terdapat di daerah inguinal, femoral atau perineal. Pada beberapa keadaan, testis berada di dalam perut dan tidak dapat diraba, serta memiliki kecenderungan untuk menjadi suatu keganasan. Jika kedua testis kecil, kemungkinan terdapat keadaan-keadaan yang sifatnya bilateral seperti kegagalan ransangan hipofisis atau disfungsi testis primer yang dapat terjadi pada sindrom Klinefelter atau eunuchchoidism.

2.2.2 Pemeriksaan Laboratorium
    Pemeriksaan laboratorium diperlukan dalam menunjang diagnosis dari pada penderita sindrom klinefelter ataupun dalam menyingkirkan diagnosis kelainan ini. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang diperlukan berhubungan dengan hormon kelamin dan hormon hipotakamik aksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu menentukan jumlah hormon gonadotro Gonadotopin-releasing hormone (GnRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus, (2) Follicle-stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH) yang dihasilkan oleh hipofisis anterior sebagai respons atas GnRH, dan (3) Estrogen, testosteron dan progesteron yang dihasilkan oleh ovarium atau testis sebagai respons atas FSH dan LH.
    Pemeriksaan jumlah hormon GnRH perlu dilakukan untuk menentukan letak kelainan yang terjadi apabila mengalami gangguan keseimbangan hormon. GnRH sendiri terpengaruh dengan banyaknya jumlah dari hormon esterogen, ataupun testosteron dengan mekanisme umpan balik. Fungsi dari hormon ini adalah untuk menekan merangsang terbentukna hormon LH dan FSH.

Pemeriksaan LH dan FSH dilakukan dengan tujuan pemeriksaan FSH dan LH adalah untuk melihat fungsi sekresi hormone yang dikeluarkan oleh hipotalamus dan mekanisme fisiologis umpan balik dari organ target yaitu testis dan ovarium. Kadar FSH secara umum akan langsung terpengaruh dengan banyaknya jumlah dari hormon esterogen, ataupun testosteron yang terjadi dengan mekanisme umpan balik dan efek langsung yang sebanding oleh hormon GnRH. Beberpa penyakit yang dapat menyebabkan meingkatnya hormonterserbut misalnya seperti hipogonadism, pubertas prekoksm menopause, kegagalan diferensiasi testis, orchitis, seminoma, acromegali, sindrom Turner. Serta menurun pada keadaan insufisiensi hipotalamus, disfungsi gonad, anovulasi, insufisiensi hipofise dan tumor ovarium.

    Esterogen dan progesteron merupakan hormon yang dihasilkan oleh ovarium yang dalam siklus menstruasi dan bertanggung jawab untuk mempersiapkan konsidi yang ideal bagi janin. Oleh karena itu, ketikdak seimbangan dari hormon-hormon ini tentu akan mempengaruhi memungkinan memiliki keturunan.  Kadar esterogen dipengaruhi oleh FSH sedangkan progesteron dipengaruhi oleh LH. Kadar estrogen meningkat pada keadaan ovulasi, kehamilan, pubertas prekoks, ginekomastia, atropi testis, tumor ovarium, dan tumor adrenal, kadarnya menurun pada keadaan menopause, disfungsi ovarium, infertilitas, sindroma Turner, amenorea akibat hipopituitari, anoreksia nervosa, keadaan stress dan sindroma testicular feminisasi pada wanita.  Pada penderita sindrom klinefelter, akan didapatkan peningkatan hormon esterogen, karena kromosom x bertugas mengatur produksi hormon esterogen.

Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil utama testosteron adalah testis pada jantan dan indung telur (ovari) pada betina, walaupun sejumlah kecil hormon ini juga dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini merupakan hormon seks jantan utama dan merupakan steroid anabolik. Kadar androgen meningkat pada hirsustisme, amenorea hipotalamus, dan tumor sel Sertoli. Dan menurun pada andropause, sindrom Klinefelter, aplasia sel Leydig dan criptorchidism.

Pada masa anak-anak  fungsi hormon kelamin masih normal sebperti orang pada umumnya. Pada pasien dengan usia 12-14 tahun memiliki kadar plasma FSH, LH, dan estradiol yang tinggi dan kadar plasma testosteron yang rendah. Setelah pertengahan puberitas FSH dan LH meningkat , inhibin B menurun sampai tidak dapat dideteksi dan kadar testosteron turun dibawah level normal setelah peningkatan yang terjadi pada awal puberitas. Sebagaian besar dari sindromklinefelter dewasa memperlihatkan hipergonadotropisem dengan defisiensi androgen yang bervariasi.
Prolaktin merupakan hormon yang disekresikan oleh hipofisis anterior. Fungsi dari prolaktin adalah menstimulasi ekskresi air susu. Selama paruh pertama kehamilan, kelenjar payudara sebenarnya telah siap untuk memproduksi air susu, namun dihambat oleh estrogen dan progesteron kehamilan. Setelah kehamilan selesai, barulah kelenjar payudara bisa memproduksi air susu.

Pemeriksaan Laboratorium lainnya yang biasa dilakukan pada penderita klinefelter adalah analisis sperma.  Pada saat dilakukan analisa, hal2 berikut diperiksa : volume, waktu mencairnya, jumlah sel sperma per mililiter, gerakan sperma, PH, jumlah sel darah putih dan kadar fruktosanya (gula).  Pada keadaan normal, volume 2-5 cc, jumlah sel sperma minimal 20 juta/cc, Jumlah yang hidup 6-8 jam lebih dari 40%, bentuk yang tidak normal kurang dari 20% dan kadar gula (fruktosa) 120-450 mikrogram/cc. Pada penderita sindrom klinefelter biasanya ditemukan aspermaatoozoonia. Pemeriksaan darah juga perlu dilakukan karena pada orang dengan sindrom klinefelter memiliki peningkatan resiko dari trombosis vena dalam dan embolisem paru. Oleh karena itu juga perlu dilakukan pemeriksaan darah pasien.

2.2.3 Pemeriksaan Genetika
DNAsebagai bahan utama untuk melakukan pemeriksaan gentetika biasanya relative stabil dan bisa diperoleh dari setiap sel hidup dengan sebuah nucleus. Secara teori semua sel yang berinti dapat digunakan dalam pemeriksaan gentika, tetapi biasanya dipilih sel darah putih dan fibroblas karena didasarkan kedua sel ini sangat mudah untuk berpoliferasi. Jenis sel yang digunakan adalah sel darah putih kerana mudah diperoleh dari sampel darah. Dalam kasus lain biisa digunakan sel janin atau sel sumsum tulang.
Analisis Kromosom.

Pada prinsipnya analisis kromosom dilakukan dengan menghentikan saat terjadi pembelhan sel dari metafase atau prometafase sehingga kromosom dapat dilihat dan dapat dianalisis. Pada analisis kromosom, yang di perhatikan adalah adanya pita hitam dan pita putih yang berurutan yang selalu sama urutan dan ukuranna pada tiap manusia yang bertujuan untuk menentukan nomor dari kromosom terserbut. Selain itu perlu juga diperhatikan jumlah kromosom dan kelengkapan lengan p dan q dari kromosom.

Analisis kromosom (karyotyping) dilakukan untuk mencari kerusakan pada sebuah kromososm dari gen tertentu. Paling sering digunakan untuk mengevaluasi DNA dari pasangan yang memiliki riwayat keguguran atau mendeteksi adanya keabnormalan pada janin. Biasanya, analisis kromososm dilakukan dari beberapa sel untuk mencegah kesalahan yang mungkin terjadi akibat adanya pertumbuhan sel yang abnormal setelah dikeluarkan dari tubuh.
Analisis DNA. Analisis DNA paling sering dilakukan untuk memeriksa gangguan gen tunggal seperti fibrosis sistik dan hemophilia. Sesudah DNA diisolasi dari sampel sel, dengan enzim pemotong yang bekerja seperti gunting molekul, DNA dipotong menjadi 4-8 frgamen dasar. Salah satu teknik laboratorium untuk menemukan berbagai gen atau mutasi genetic adalah teknik PCR (polymerase chain reaction). Dengan PCR,DNA dalam jumlah sangat kecil pun mampu diproduksi ulang dalam tabung tes. PCR juga digunakan untuk menggandakan DNA dari sel tunggal.

Hasil dari analisis kromosom dan analisis DNA pada penderita kinefelter sebagian besar mnunjukan 47XXY dengan presnentasi sekitar 80-90%. 10% dari pasien memikiki kromosom mosaik dengan kariotypes 46,XY/47,XXY; 46,XY/48,XXY; 47,XXY/48,XXXY dan juga termasuk varian dari kinefelter yaitu 48,XXXY; 49,XXXYY dan 49,XXXXY.  Sekitar 1% dari kasus memperlihatkan struktur abnormal X dengan penambahan pada X dan Y normal seperti 47,X,i(Xq),Y dan 47,X,del(X)Y.

2.2.4 Pemeriksaan Prenatal
Pemeriksaan prenatal dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan sebelum lahir yang ditujukan untuk mengobati bayi sebelum lahir, membantu mempersiapkan orang tua utnuk menangani bayi terserbut pada saat lahir ataupun digunakan untuk sebagai landasan untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Indikasi dari pemeriksaan prenatal yang paling utama adalh untuk mengetahui keparahan kelainan yang dialami pasien terserbut. Apabila pasien tersebut memiliki kelainan yang tikdak memungkkinkan pasien terserbut dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama setelah lahir, maka tindakan menterminasi kehamilan pada beberapa negara tertentu diperbolehkan. Begitupula apabila bayi terserbut sudah dipastikan akan mendapatkan kesulitan seperti down syndrom, cacat tabung saraf, dan distrofi doto dunce.  Indikasi pemeriksaan berikutnya adalah ada tidaknya penatalaksanaan spesifik yang dapat dilakukan pada penderita kelainan tersebrut. Apabila kelainan terserbut sudah diketahui dan ada cara untuk meminimalkan efeknya seperti pada penderita phenylketonuria, terminasi kehamilan tdak diperbolehkan sama sekali.  Yang patut diperhatikan dalam pemeriksaan prenatal adalah keterbatasan mendiagnosis kelainan-kelaian yang mungkin timbul, maka oleh karena itu mungkin diperlukan beberapa tes. Sebagai contoh apabila terjadi mosaik, maka akan tetntu ada kesulitan untuk menunjukan diagnosis pasti dari satu saja kelainan kromosom.
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk prenatal skrining antara lain, USG, amniocentesis, corionik villus sampling, cordocentesis, fetal tissue biopsy, embrio biopsi.  USG merupakan suatu tindakan yang ditunjukan untuk mengkonfirmasi bahwa bayi terserbut baik dan untuk menentukan umur kehamilan, lokasi dari plasenta, jumlah dari cairan amnion dan memantau pertumbuhan dari janin. USG merupakan bagian integral dari amniocentesis, CVS dan fetal blood sampling karena digunakan sbgai guiding dalam tindakan terserbut. Beberapa kelainan yang dapat didiagnosis dengan mengunakan USG antara lain seperti Neural tube defect, dan down syndrom, abnormalitas otak, kelainan jantung, bibir sumbing, dan sebagainya.

Pemeriksaan berikutnya adalah Amniocentesis. Tindakan ini biasanya dilakukan pada 15 atau 16 minggu dan dapat dilakukan lebih awal atas indikasi tertentu. Tindakan ini meningkatkan resiko keguguran sebesar 0,5-1%. Tindakan ini dilakukan dengan menusukkan jarum baik dengan anastesi ataupun tidak dan yang terpenting harus sudah ditentukan lokasi dari plasenta dengan bantuan USG. Indikasi utamanya adalah adalah analisis kromosom utnuk mendeteksi adanya down syndrom dan penyakit kelainan kromosom lainnya. Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi alfa feto protein dan asetilcholinesterase dalam cairan amnion yang beruguna sebgai indikator adanya kelainan neural tube.

Corionik vilus sampling adalah tekhnik dimana untuk mendapatkan korionik dengan mengunakan kateter. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 10-12 minggu. Baik dengan aspirasi transabdominal ataupun dengan mengunakan kateter. Tindakan ini meningkatkan resiko aborsi spontan sebesar 1-2%. Kegunaan tes ini bertujuan untuk analisis DNA, hasil tes yang lebih dini memberikan kemungkinan untuk melakukan penanganan yang lebih awal dan penyuluhan genetika yang lbeih baik kepada orang tua ataupun dalam urusan terminasi kehamilan.

Fetal blood sampling dan fetal tissue sampling diambil dari umbilical cord dengan bantuan USG. Blood sampling memungkinkan kariotyping yang lebih cepat pada trimester kedua. Sedangkan untuk fetal skin biopsy dan liver biopsy memungkinkan diagnosis yang lebih efektif dari kelainan yang disebabkan oleh kekurangan ornitin transcarbamase. Selain itu kedua tindakan ini juga dapat digunakan untuk analisis DNA dan analisis kromosom.

2.4 Etiologi
Sindrom Klinefelter disebabkan terdapatnya ekstra kromosom X pada laki-laki. Kariotipe 47 XXY pada  sindrom Klinefelter muncul ketika pasangan kromosom X gagal untuk berpisah (nondisjunction dalam tahap I atau II meiosis, selama oogenesis atau spermatogenesis).  Sekitar 50% penyebab  sindrom Klinefelter adalah disebabkan nondisjunction pada ibu dan ayah. Penambahan jumlah kromosom pada paternal meiosis I sebesar 53%, 34% disebabkan maternal meiosis I, dan 9% terjadi pada maternal meiosis 2, sednagkan 3% terjadi  Nondisjunction postfertilizati. Usia ibu sangat berpengaruh pada peningkatan nondisjunction pada maternal meiosis I. Peningkatan usia ayah telah dihubungkan dengan peningkatan risiko kemungkinan terjadinya sindrom Klinefelter. Nondisjunction postfertilization, seperti yang telah disebutkan diatas, ( nondisjunction mitosis setelah pembuahan zigot ) bertanggung jawab untuk mosaicism, yang terlihat pada sekitar 3% dari penderita sindrom Klinefelter.

2.5 Patofisiologi
Kelainan yang dialami oleh penderita klinefelter disebabkan oleh penambahan kromosom X yang berfungsi dalam perkembangan dan fungsi normal dari testis, perkembangan otak, dan pertumbuhan. Penambahan satu atau lebih kromoson X atau Y pada kariotpie laki-laki menghasilkan kelainan fisik dan koognitif yang bervariasi. Pada umumnya kelainan fenotip termasuk retardasi mental berhubungan langsung dengan penambahan jumlah kromosom X. Semakin banyak penambahan jumlah kromosom X maka kelainan fisik dan perkembangan koognitif semakin terpengaruh.

Masalah utama dari penambahan jumlah kromosom XXY adalah hipogonadism yang mengakibatkan masalah infertilitas, adanya ginekomastia, dan masalah pisikososial.  Adanya hipogonadisme terutama tidak mampunya testis menghasilkan testosteron yang disebabkan oleh kegagalan primer dari testis. Kegagalan testis primer yang dimaksudkan adalah adanya kehilangan fungsi dari tubulus seminiferus dan sel sertoli. Ketidakadaan testosteron inilah yang menyebabkan peningkatan kadar FSH dan LH dalam darah dengan mekanisme umpan balik negatif, dan kadang diikuti oleh peningkatan kadar estradiol. Kekurangan dari androgen dapat menyebabkan badan pasien berbentuk seberpti buah pir, bulu pada wajah, ketiak , pubis dan badan yang jarang, penurunan masa otot dan kekuatan, penumpukan sel lemak seperti pada perempuan, ginekomastia, ukuran penis dan testis yang kecil, penurunan libido, ketahanan tubuh yang kurang dan osteoporosis. Hipogonadisme ini dapat menyebabkan infertilitas, tetapi banyak dari pria yang tidak mengeluhkan adanya infertilitas ini, sehingga sebagian besar dari penderita sindrom klinefelter tidak terdeteksi sama sekali. 

Selain dari tiga masalh utama yang ada diatas, biasanya juga terdapat masalah tinggi badan yang berlebih dan kandang disertai dengan masalah kardiovaskular. Kelainan dari kedua masalah ini sangat tergantung dari jumlah penambahan kromosom X. Semakin besar penambahan, semakin besar pula kelainan yang dialami oleh penderita. IQ juga mengalami penurunan sebesar 15 point tiap penambahan satu buah kromosom X. Termasuk juga bahasa ekspresif dan reseptif dan koordinasi, dipengaruhi oleh materi kromosom X tambahan.
Pasien dengan sindrom klinefelter memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit autoimun, diabetes melitus, ulkus pada kaki, osteopenia dan osteoporosis, germ cell tumor, SLE,reumatoid artritis, sorgen syndrom dan meningkatkan mortalitas.

BAB III
Kesimpulan

Daftar Pustaka
Jeannie Visootsak and John M Graham. Klinefelter syndrome and other sex chromosomal aneuploidies. USA : Orphanet Journal of Rare Diseases,2006. Diunduh dari: http://www.ojrd.com/content/1/1/42
Harold Chen. Klinefelter Syndrome. USA, 2011. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/945649-overview
Cynthia M. Powell. Sex Chromosomes and Sex Chromosome Abnormalities. Dalam : Steven L. Gersen, Martha B. Keagle. The Principles of Clinical Cytogenetics. Second Edition. New Jersey : Humana Press Inc., 2005.h.207-46
Genetic counselling. Dalam : Helen M Kingston. Abc Of Clinical Genetics. Third edition. India : BMJ Publishing Group, 2002.h.8-13
Chromosomal analysis. Dalam : Helen M Kingston. Abc Of Clinical Genetics. Third edition. India : BMJ Publishing Group, 2002.h.8-13
Prenatal diagnosis. Dalam : Helen M Kingston. Abc Of Clinical Genetics. Third edition. India : BMJ Publishing Group, 2002.h.73-7
Techniques of DNA analysis. Dalam : Helen M Kingston. Abc Of Clinical Genetics. Third edition. India : BMJ Publishing Group, 2002.h.88-93
Testes. Dalam : David G. Gardner,  Dolores Shoback,  David C. Aron, etc.  Greenspan’s  Basic & Clinical Endocrinology(ebook).  Eight Edition. San Francisco : The McGraw-Hill Companies,2010. Chapter13
Elena Vorona, Michael Zitzmann, Jörg Gromoll, Andreas N. Schüring, Eberhard Nieschlag. Clinical, Endocrinological, and Epigenetic Features of the 46,XX Male Syndrome, Compared with 47,XXY Klinefelter Patients. German : German Research Foundation,2007. Diunduh dari : http://jcem.endojournals.org/content/92/9/3458.long
H. Koçar,  Z. Yesilova, M. Özata, M. Turan,  A. Sengül,  I. Ç. Özdemir. The effect of testosterone replacement treatment on immunological features of patients with Klinefelter's syndrome. Turki : GATA, Department of Internal Medicine,2002. Diunduh dari : http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1365-2249.2000.01329.x/full
Etiologi
Changes to the Genetic Material. Dalam : Michael Windelspecht. Genetics 101. United States of America : Greenwood Press, 2007.h.101-14

SLIMING CAPSUL
Suplement pelangsing terbaik. Lulus Standard GMP (Good Manufacturing Practice) dan uji tes SGS. Pesan sekarang Juga!!!
sikkahoder.blogspot
ABE CELL
(Jamu Tetes)Mengatasi diabetes, hypertensi, kanker payudara, mengurangi resiko stroke, meningkatkan fungsi otak, dll.
sikkahoder.blogspot
MASKER JERAWAT
Theraskin Acne Mask (Masker bentuk pasta untuk kulit berjerawat). Untuk membantu mengeringkan jerawat.
sikkahoder.blogspot
ADHA EKONOMIS
Melindungi kulit terhadap efek buruk sinar matahari, menjadikan kulit tampak lenih cerah dan menyamarkan noda hitam di wajah.
sikkahoder.blogspot
BIO GLOKUL
Khusus dari tanaman obat pilihan untuk penderita kencing manis (Diabetes) sehingga dapat membantu menstabilkan gula darah
sikkahoder.blogspot


ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder
Body Whitening
Mengandung vit C+E, AHA, Pelembab, SPF 30, Fragrance, n Solk Protein yang memutihkan kulit secara bertahap dan PERMANEN!!
Sikkahoder.blogspot
PENYEDOT KOMEDO
Dengan alat ini, tidak perlu lg memencet hidung, atau bagian wajah lainnya untuk mengeluarkan komedo.
Sikkahoder.blogspot
Obat Keputihan
Crystal-X adalah produk dari bahan-bahan alami yang mengandung Sulfur, Antiseptik, Minyak Vinieill. Membersihkan alat reproduksi wanita hingga kedalam.
Sikkahoder.blogspot
DAWASIR
Obat herbal yang diramu khusus bagi penderita Wasir (Ambeien), juga bermanfaat untuk melancarkan buang air besar dan mengurangi peradangan pada pembuluh darah anus
Sikkahoder.blogspot
TERMOMETER DIGITAL
Termometer digital dengan suara Beep. Mudah digunakan, gampang dibaca dengan display LCD dan suara beep ketika selesai mendeteksi suhu.
Sikkahoder.blogspot


ADVERTISE HERE Ads by Sikkahoder