Osteoporosis Akibat Steroid
Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau dalam istilah populer adalah tulang keropos. Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone turnover, yaitu terjadinya proses penyerapan tulang (bone resorption) lebih banyak dari pada proses pembentukan tulang (bone formation). salah satu penyebab terjadinya osteoporosis adalah penggunaan kortikosteroid yang berkepanjangan.
Kortikosteroid sangat banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit, terutama penyakit autoimun. Obat ini mempunyai banyak efek samping, salah satunya adalah menyebabkan kehilangan massa tulang yang ireversibel, bila digunakan dalam dosis yang tinggi dan jangka panjang. Efek kortikosteroid pada tulang trabekular jauh lebih besar daripada efeknya pada tulang kortikal, dan kehilangan massa tulang yang tercepat sampai terjadi fraktur pada umumnya terjadi pada vertebra, iga dan ujung tulang panjang.
Kehilangan massa tulang tercepat terjadi pada tahun pertama penggunaan steroid yang dapat mencapai 20% dalam 1 tahun. Insidens fraktur akibat osteoporosis pada pengguna steroid tidak diketahui secara pasti. Selain itu, penggunaan steroid dosis rendah termasuk inhalasi juga dapat menyebabkan osteoporosis. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa penggunaan prednison lebih dari 7,5 mg/hari akan menyebabkan osteoporosis pada banyak penderita.
EFEK GLUKOKORTIKOID PADA TULANG
Histomorfometri
- Secara histomorfometri, glukokortikoid akan mengakibatkan penurunan tebal dinding tulang trabekular, penurunan mineralisasi, peningkatan berbagai parameter resorpsi tulang, depresi pengerahan osteoblas dan penekanan fungsi osteoblas.
- Penggunaan glukokortikoid dosis tinggi dan terus menerus akan mengganggu sintesis osteoblas dan kolagen. Replikasi sel akan mulai dihambat setelah 48 jam paparan dengan glukokortikoid. Selain itu juga terjadi penghambatan sintesis osteokalsin oleh osteoblas.
- In vitro, glukokortikoid menghambat diferensiasi osteoblas dan resorpsi tulang pada kultur organ. Efek peningkatan resorpsi tulang pada pemberian glukokortikoid in vivo, berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder akibat penghambatan absorpsi kalsium di usus oleh glukokortikoid.
- Glukokortikoid menghambat sekresi gonadotropin oleh hipofisis, estrogen oleh ovarium dan testosteron oleh testes. Hal ini akan memperberat kehilangan massa tulang pada pemberian steroid.
- Penggunaan glukokortikoid dosis farmakologik akan mengganggu transport aktif transelular kalsium. Mekanisme yang pasti tidak diketahui dan tidak berhubungan dengan vitamin D. Gan asupan natrium yang tinggi dan akan menurun dengan pembatasan asupan natrium dan pemberian diuretik tiazid.
- Kadar PTH dan 1,25 dihidroksivitamin D (1,25 (OH)2D) dalam serum meningkat pada pengguna glukokortikoid, walaupun kadar kalsium serum tinggi. Hal ini diduga berhubungan dengan perubahan reseptor kalsium sel yang mengubah transport kalsium. Glukokortikoid meningkatkan sensitivitas osteoblas terhadap PTH, meningkatkan penghambatan aktifitas fosfatase alkali oleh PTH dan menghambat sintesis kolagen. Efek 1,25(OH)2D juga dihambat oleh glukokortikoid, walaupun kadar 1,25(OH)2D meningkat dalam darah. Hal ini diduga akibat perubahan respons membran sel dan perubahan reseptor. Ekspresi osteokalsin oleh osteoklas yang dirangsang oleh 1,25(OH)2D, juga dihambat oleh glukokortikoid.
- Interleukin-1 (IL-1) dan IL-6 mempunyai efek peningkatan reseorpsi tulang dan menghambat formasi tulang. Glukokortikoid akan menghambat produksi IL-1 dan IL-6 limfosit-T. Pada penderita artritis reumatoid, pemberian glukokortikoid akan menurunkan aktifitas peradangan sehingga penurunan massa tulang juga dihambat. Walaupun demikian, para ahli masih berbeda pendapat, apakah hal ini merupakan efek glukokortikoid pada tulang atau ada faktor-faktor lainnya.
- Osteonekrosis (nekrosis aseptik, nekrosis avaskular), merupakan efek lain glukokortikoid pada tulang. Bagian tulang yang sering terserang adalah kaput femoris, kaput humeri dan distal femur. Mekanismenya belum jelas, diduga akibat emboli lemak dan peningkatan tekanan intraoseus.
EVALUASI PENDERITA
Dengan dikembangkannya Dual-energy X-ray absorptiometry (DXA), kita dapat mengetahui penurunan densitas massa tulang sedini mungkin dengan lebih tepat pada tulang vertebra lumbal, proksimal femur dan lengan bawah distal. Pemeriksaan densitas massa tulang (bone mineral density, BMD) akan memberikan nilai T-score, yang merupakan perbedaan deviasi standar dibandingkan dengan puncak densitas massa tulang pada usia muda pada ras dan jenis kelamin yang sama; dan Z-score yang merupakan perbedaan dalam deviasi standar dengan kontrol sehat yang berusia sama pada ras dan jenis kelamin yang sama. Berdasarkan kriteria WHO, T-score kurang dari -1 menunjukkan osteopenia sedangkan T-score kurang dari -2,5 menunjukkan osteoporosis yang nyata.
Karena tulang-tulang trabekular lebih dulu menunjukkan kehilangan densitas pada pengguna steroid, maka perubahan awal densitas massa tulang akan mudah dilihat pada BMD vertebra, dalam hal ini tulang-tulang lumbal. Idealnya, evaluasi densitas massa tulang dilakukan pada daerah lumbal, proksimal femur dan lengan bawah distal. Tetapi bila karena keterbatasan dana dan diputuskan untuk hanya mengambil satu tempat saja, maka direkomendasikan untuk memeriksa BMD lumbal pada penderita di bawah 60 tahun dan proksimal femur pada penderita di atas 60 tahun karena BMD lumbal pada usia lanjut dapat meningkat akibat proses osteoartrosis. Sebaiknya pemeriksaan BMD dilakukan sebelum pemberian kortikosteroid jangka panjang (= 6 bulan), saat dimulai atau segera setelah dimulai.
PENCEGAHAN
Walaupun glukokortikoid berhubungan dengan penurunan massa tulang dan fraktur, tidak berarti semua pengguna glukokortikoid akan mengalami fraktur. Walaupun demikian sangat sulit untuk memprediksi, penderita mana yang akan mengalami fraktur. Oleh sebab itu, berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan pada semua pengguna glukokortikoid, terutama pada :
- Penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi.
- Penderita dengan high bone turnover, misalnya wanita pasca menopause, anak-anak dan penderita artritis reumatoid yang aktifitas penyakitnya tinggi.
- Berikan glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
- Pada penderita artritis reumatoid, sangat penting mengatasi aktifitas penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan massa tulang akibat artritis reumatoid yang aktif.
- Bila mungkin, anjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik, misalnya berjalan 30-60 menit/hari secara teratur. Hal ini akan meningkatkan densitas massa tulang dan menguatkan otot serta koordinasi neuromuskular, sehingga dapat mencegah terjatuh.
- Hindari sedatif dan obat anti hipertensi yang menyebabkan hipotensi ortostatik.
- Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh, misalnya lantai yang licin.
- Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari rnaupun suplementasi.
- Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada penderita dengan fotosensitifitas, misalnya SLE. Bila diduga ada defisiensi vitamin D, maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila 25(OH)D serum menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/ hari atau 800 IU/hari pada orang tua harus diberikan. Pada penderita dengan gagal ginjal, suplementasi 1,25(OH)2D harus dipertimbangkan.
- Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan Natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal. Bila ekskresi kalsium urin lebih dari 300 mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari).
PENGOBATAN
Pengobatan osteoporosis akibat glukokortikoid diberikan pada penderita-penderita :
- Fraktur vertebra non-traumatik, dan/atau
- Fraktur perifer non-traumatik, dan/atau
- Pada pemeriksaan densitas massa tulang didapatkan T-score kurang dari-2.
Pilihan lain adalah bisfosfonat, seperti etidronat, klodronat dan alendronat. Alendronat merupakan bisofosfonat pilihan, terutama pada wanita pra-menopause tanpa gangguan siklus haid dan laki-laki dengan kadar testosteron normal, karena tidak menyebabkan gangguan mineralisasi tulang, walaupun kadang-kadang menyebabkan gangguan gastrointestinal. Obat lain adalah kalsitonin, tetapi harganya mahal. Obat lain mempunyai efek tambahan lain sebagai analgesik yang kuat.
Derivat prednisolon yang diduga mempunyai efek samping terhadap tulang lebih ringan daripada steroid lain adalah deflazacort. Obat ini mempunyai efek anti-inflamasi 80% dari prednison dan menghambat absorpsi kalsium di usus dan formasi tulang, tetapi lebih lemah dibandingkan prednison.
Baca juga...
|
DAFTAR PUSTAKA