HORMON TiROID
PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid memiliki dua buah lobus yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh istmus yang tipis di bawah kartilago krikoidea di leher. Secara embriologis kelenjar tiroid berasal dari evaginasi epitel faring yang membawa pula sel-sel dari kantung faring lateral. Evaginasi ini berjalan ke bawah dari pangkal lidah menuju leher hingga mencapai letak anatomiknya yang terakhir. Sepanjang perjalanan ke bawah ini sebagian jaringan tiroid dapat tertinggal, membentuk kista tiroglosus, nodula atau lobus piramidalis tiroid.
Dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Dipandang dari sudut histologis, kelenjar ini terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan safu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan pelepasannya ke dalam sirkulasi. Zat koloid tiroglobulin, merupakan tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid utama yang diproduksi oleh folikel-folikel adalah tiroksin dan triyodotironin. Sel penyekresi hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular atau sel C yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel. Sel-sel ini berasal dari badan ultimobrankial embriologis dan menyekresi kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium.
Hormon-hormon folikel tiroid berasal dari iodinasi residu tirosil dalam tiroglobulin. Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triyodotironin (T3) mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan miligram per miligram, T3 merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4.
BIOSINTESIS DAN METABOLISME HORMON-HORMON TIROID
Kelenjar tiroid disebut juga kelenjar gondok yang merupakan organ endokrin yg membuat hormon tiroid dan digunakan di jaringan perifer. Biosintesis hormon tiroid merupakan suatu urutan langkah-langkah proses yang diatur oleh enzim-enzim tertentu. Langkah-langkah tersebut adalah:
- Penangkapan yodida;
- Oksidasi yodida menjadi yodium;
- Organifikasi yodium menjadi monoyodotirosin dan diyodotirosin;
- Proses penggabungan prekursor yang teryodinasi;
- Penyimpanan, dan;
- Pelepasan hormon.
digabungkan dengan molekul tirosin yaitu proses yang dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini
terjadi pada interfase sel-koloid.
Senyawa yang terbentuk, monoyodotirosin dan diyodotirosin, kemudian digabungkan sebagai berikut : dua molekul diyodotirosin membentuk tiroksin (T4), satu molekul diyodotirosin dan satu molekul monoyodotirosin membentuk triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa-senyawa ini dan penyimpanan hormon yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin.
Pelepasan hormon dari tempat penyimpanan terjadi dengan masuknya tetes-tetes koloid ke dalam sel-sel folikel dengan proses yang disebu t pinositosis. Di dalam sel-sel ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormon
dilepaskan ke dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan tersebut dirangsang oleh tirotropin
(thyroid stimulating hormone [TSH]).
Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma: (1) globulin pengikat tiroksin (TBG), (2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA), dan (3) albumin pengikat tiroksin (TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada protein-protein tersebut dan hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05 %) berada dalam bentuk bebas. Hormon yang terikat dan bebas berada dalam keadaan keseimbangan yang reversibel. Hormon yang bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran. Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini dibandingkan dengan hiyodotironin. Akibatnya triyodotironin lebih mudah berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktivitas metabolik triyodotironin lebih besar.
Hormon-hormon tiroid diubah secara kimia sebelum diekskresi, Perubahan yang penting adalah deyodinasi yang bertanggungjawab atas ekskresi 70% hormon yang disekresi. Tiga puluh persen lainnya hilang dalam feses melalui ekskresi empedu sebagai glukuronida atau persenyawaan sulfat. Akibat deyodinasi, 80% T4 dapat diubah menjadi 3,5,3'- triyodotironin, sedangkan 20% sisanya dirubah menjadi reverse 3,3',5'-triyodotironin (rT3),yang merupakan hormon metabolik yang tidak aktif.
Fungsi tiroid dikontrol oleh hormon glikoprotein hipofisis hormon TSH, yang diatur pula oleh thyroid releasing hormone (TRH), suatu neurohormon hipotalamus. Tiroksin menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis.
Beberapa obat dan keadaan dapat mengubah sintesis, pelepasan dan metabolisme hormon tiroid. Obat-obat seperti perklorat dan tiosianat dapat menghambat sintesis tiroksin. Sebagai akibatnya, menyebabkan penurunan kadar tiroksin dan melaiui rangsangan timbal balik negatif, meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid dan timbulnya goiter. Karena itu, obat-obat ini dikatakan sebagai goitrogen. Obat-obat lain seperti derivat tiourea dan merkaptoimidazol, dapat digunakan sebagiai obat-obat antitiroid karena dapat menghambat oksidasi awal yodida, perubahan monoyodotirosin menjadi diyodotirosin, atau penggabungan yodotirosin menjadi yodotironin. Obat-obat ini berguna untuk pengobatan keadaan-keadaan kelebihan sekresi hormon tiroid. Yodium yang diberikan secara cepat dan dalam jumlah banyak dapat menghambat reaksi pengikatan organik dan reaksi penggabungan. Penggunaan yodium dosis besar secara kontinu dapat mengakibatkan timbulnya goiter dan hipertiroidisme. Akhirnya, obat-obat seperti litium karbonat dan gukokortikoid dapat menghambat pelepasan hormon tiroid.
Perubahan konsentrasi TBG juga dapat menyebabkan perubahan kadar tiroksin total dalam sirkulasi. Peningkatan TBG,,seperti pada kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis, sirosis primer kandung empedu, dan karsinoma hepatoselular dapat mengakibatkan peningkatan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya, penurunan TBG, misalnya pada penyakit hati kronik, penyakit sistemik yang berat, sindrom nefrotik, pemakaian glukokortikoid dosis tinggi, androgen, dan steroid anabolik dapat menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein yang beredar.
Perubahan nutrisi seperti yang terlihat pada waktu puasa atau pada waktu diet tanpa karbohidrat dan protein, dapat juga menurunkan jumlah tiroksin yang teryodinasi menjadi triyodotironin (T3), dan meningkatkan jumlah tiroksin yang diubah menjadi reverse triyodotironin (rT3) yang secara metabolik kurang aktif. Perubahan deyodinasi tiroksin agaknya merupakan mekanisme penyimpanan bahan bakar pada keadaan kekurangan makanan
KERJA HORMON TIROID
Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme energi . Efek-efek ini bersifat genomik, melalui pengaturan ekspresi gen, dan yang tidak bersifat genomik, melalui efek langsung pada sitosol sel, membran, dan mitokondria. Untuk melengkapi efek ini, hormon tiroid yang tidak terikat, melewati membran sel secara menyeluruh dan memasuki inti sel, tempat hormon tiroid tersebut terikat secara khusus dan mengaktifkan reseptor hormon tiroid. Reseptor hormon tiroid yang diaktifkan kemudian terikat pada inti DNA melalui ikatan DNA, dan meningkatkan transkripsi messenger asam ribonukleat (mRNA) serta sintesis protein. Lebih dari 30 gen diatur oleh hormon tiroid.
Lebih khusus lagi, tiroksin dan triyodotironin merangsang proses pemindahan elektron penghasil energi dalam sistem enzim pernapasan mitokondria sel. Rangsangan hormon tiroid dalam prooses oksidatif menyebabkan rangsangan pada termogenesiti. Selain itu, unfuk efek termogenik ini, tiroksin dan triyodotironin meningkatkan kerja epinefrin dengan cara meningkatkan kepekaan reseptor beta terhadap katekolamin. Hormon tiroid juga merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada saat lahir dan
bayi.
TES-TES FUNGSI TIROID
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-tes fungsi tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tiroid:
- Kadar total tiroksin dan triyodotironin serum
- Tiroksin bebas
- Kadar TSH serum
- Ambilan yodium radioisotop
Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik; nilai normal dengan ossay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 mU/ml. Kadar TSH plasa sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Terdapat kadar yang tinggi pada pasien dengan hipotiroidisme primer, yaitu pasien yang memiliki kadar tiroksin rendah akibat timbal balik peningkatan pelepasan TSH hipofisis. Sebaliknya, kadar akan berada di bawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid (penyakit Graves, hiperfungsi nodul tiroid) atau pada pasien yang menerima dosis penekan hormon tiroid eksogen. Dengan adanya assay radioimunometrik yang sangat sensitif terhadap TSH, uji ini sendiri dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid.
Beberapa uji dapat digunakan untuk mengukur respons metabolik terhadap kadar hormon tiroid dalam sirkulasi namun uji-uji ini tidak digunakan secara rutin dalam menilai fungsi tiroid secara klinis. Uji-uji ini terdiri dari laju metabolisme basal (BMR) yang mengukur jumlah penggunaan oksigen pada keadaan istirahat; kadar kolesterol serum; dan tanda respons refleks tendon Achilles. Pada pasien dengan hipotiroidisme, BMR menurun dan kadar kolesterol serumnya tinggi.Refleks tenon Achilles memperlihatkan relaksasi yang lambat. Keadaan sebaliknya ditemukan pada pasien dengan hipertiroid.
Tes ambilan yodium radioaktif (RAI ) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. Pasien menerima dosis RAI yang akan ditangkap oleh tiroid dan dipekatkan setelah melewati 24 jam. Kemudian radioaktivitas yang ada dalam kelenjar tiroid tersebut dihitung. Normalnya, jumlah radioaktif yang diambil berkisar dari 10% hingga,35% dari dosis pemberian. Pada hipertiroidisme nilainya tinggi dan akan rendah bila kelenjar tiroid ditekan.
Hipertiroidisme dan hipotiroidisme adalah dua kelainan fungsional utama yang masing-masing membutuhkan peralatan laboratorium yang dapat diandalkan. Pada kasus yang berat, mungkin hanya memerlukan sedikit sekali penyelidikan laboratorium yang mendukung, tetapi tes-tes tambahan perlu untuk mendiagnosis kasus disfungsi tiroid yang ringan. Tabel 1 meringkaskan tes-tes perubahan fungsi tiroid yang ditemukan pada penderita hipotiroidisme dan hipertiroidisme.
Tabel 1. Tes-tes fungsi tiroid
| ||
Tes
|
Hipertiroidisme
|
Hipotiroidisme
|
Ambilan RAI
|
Meningkat
|
Menurun
|
Tiroksin serum
|
Meningkat
|
Menurun
|
Tiroksin bebas
|
Meningkat
|
Menurun
|
Serum TSH
|
Menurun
|
Meningkat
|
Seperti penyakit endokrin lainnya, penyakit kelenjar tiroid dapat berupa:
1. Pembentukan hormon tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme)
2. Defisiensi produksi hormon (hipotiroidisme)
3. Pembesaran tiroid (goiter) tanpa bukti adanya pembentukan hormon tiroid abnormal.
Selain itu, pasien yang memiliki penyakit sistemik dapat mengalami perubahan metabolisme tiroksin dan fungsi tiroid. Temuan ini dikenal sebagai sindrom sakit eutiroid atau penyakit nontiroid.
Berdasarkan pembagian bentuk kelainan maka, kelainan kelenjar tiroid juga dapat dibedakan atas :
- Gangguan perkembangan
- Kista duktus tiroglosus
- Tiroid lingual
- Radang atau Auto Imun
- Penyakit Graves
- Penyakit Hashimoto
- Gangguan Metabolik
- Struma endemik
- Struma koloid
- Neoplasia
- Adenoma
- Adeno Karsinoma
BACA SELANJUTNYA
|