SINDROM METABOLIK
PENDAHULUAN
Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor risiko pada pasien-pasien dengan resistensi insulin yang dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular yang disebutnya sebagai sindrom X. Selanjutnya, sindrom X ini dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan akhirnya sindrom metabolik.
Sindrom resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekesi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Disfungsi metabolik ini menimbulkan berbagai kelainan dengan konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non alkoholik serta penyakit-penyakit lainnya.
Pandemi sindrom metabolik berkernbang seiring dengan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia. Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan bahwa kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas lebih dari 25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia, dan pada penelitiannya didapatkan prevalensi sindrom metabolik adalah 13,13%. Penelitian lain yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia, terdapat pada 25,7% pria dan 25% wanita.
KRITERIA
Sindrom metabolik dikenal pertama kali sebagai sindrom X yang mengkaitkannya dengan resistensi insulin (Reaven 1988). Namun dalam perkembangannya, berkembang beberapa kriteria yang sebenarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu mengenali sedini mungkin gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh dalam keadaan sakit.
Beberapa kriteria sindrom metabolik adalah sebagai berikut: (Dapat dilihat pada Gambar Tabe1 1)
- World Health Organization (WHO)-1999.
- EGIR (European Group for the study of Insulin Resistance)-|999
- National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III)-2001
- American College of Endocrinology, (ACE)-2003
- International Diabetes Federation (IDF)-2005
Kriteria sindrom metabolik sebagai berikut:
- Peningkatan kadar trigliserid (lebih dari 150 mg/dl),
- Penurunan kadar kolesterol HDL (kurang dari 40 mg/dL pada pria, dan pada wanita kurang dari 50 mg/dl)
- Peningkatan tekanan darah (lebih dari 130/85 mm Hg) dan
- Peningkatan glukosa darah puasa (lebih dari 100 mg/dl), tanpa mengikutsertakan kriteria obesitas jika kriteria lainnya telah ada, sebab terdapat individu yang tidak obes, tetapi memiliki resistensi insulin dan faktor risiko metabolik, terutama pada individu yang memiliki kedua orang tua yang diabetes atau keluarga inti maupun tingkat kedua yang diabetes.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan sindrom metabolik terutama bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis dan risiko diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang belum diabetes. Apabila kondisi tersebut ada maka perlu diajukan pengobatan untuk sindrom metabolik.
Penatalaksanaan sindrom metabolik terdiri atas 2 pilar, yaitu tatalaksana penyebab (berat badan lebih/obesitas dan inaktivitas fisik) serta tatalaksana faktor risiko lipid dan non lipid. Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik serta peranan otak dalam pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting dalam penatalaksanaan klinik. Pengaturan berat badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom metabolik. Penurunan berat badan 5-10% sudah dapat memberikan perbaikan profil metabolik.
Penanganannya yang terintegrasi dalam pengelolaan berat badan mencakup diet, aktivitas fisik dan yang terpenting adalah perubahan perilaku. Obat-obatan dapat diberikan sebagai bagian pengaturan berat badan. Dua obat yang dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah sibutramin dan orlistat. Dengan mempertimbangkan peranan otak sebagai regulator berat badan, sibutramin dapat menjadi pertimbangan walaupun tanpa mengesampingkan kemungkinan efek samping yang mungkin timbul. Cara kerjanya di sentral memberikan efek mengurangi asupan energi melalui efek mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah berat badan turun dapat memberikan efek tidak hanya untuk penurunan berat badan namun juga mempertahankan berat badan yang sudah turun. Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktivitas fisik, memperbaiki kadar trigliserida dan kolesterol HDL.
Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga mengakibatkan mikroalbuminuria yang dipakai sebagai indikator independen morbiditas kardiovaskular pada pasien tanpa
diabetes atau hipertensi. Target tekanan darah dapat dicapai dengan terapi farmakologi yang dapat mempengaruhi tekanan darah dan bermanfaat khusus untuk faktor risiko kardiovaskular lainnya. Dalam suatu penelitian metaanalisis didapatkan bahwa enzim pengkonversi angiotensin dan penghambat reseptor angiotensin mempunyai manfaat yang bermakna dalam meregresi hiperfrofi ventrikel kiri dibandingkan dengan penghambat beta adrenergik, diuretik dan antagonis kalsium. Valsartan, suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diketahui sebagai faktor risiko independen kardiovaskular.
Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang
Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion
Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan medikasi. Namun demikian perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup berhasil mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberikan obat berbarengan dengan perubahan gaya hidup. Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga secara bermakna dapat menurunkan risiko kardiovaskular. Fenofibrat secara khusus digunakan untuk menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukkan perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat menurunkan kadar fibrinogen. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki kadar trigliserida, kolesterol HDL dan LDL.
KEPUSTAKAAN