PENDAHULUAN
Asma adalah suatu kondisi kesehatan yang sering terdapat negara-negara berkembang.
Pada eksaserbasi akut penghidap asma, terjadi batuk, mengik, atau kesulitan bernafas. Harus diingat bahwa janin dalam rahim membutuhkan oksigen daripada udara yang dihirup ibunya. Jika terjadi eksaserbasi akut asma, kemungkinan besar janin mengalami gangguan pertukaran oksigen dan kondisi ini dapat membahayakan janin sendiri. Dalam kasus-kasus tertentu, janin dapat meninggal karena kekurangan oksigen.
Kira-kira sepertiga wanita dengan asma merasa mengalami perbaikan pada waktu hamil, sepertiga lagi mengalami perburukan, dan sepertiga lagi mengalami serangan asma seperti sebelum mereka hamil. Lebih ringan asma sebelum kehamilan maka lebih baik dikontrol sewaktu hamil karena dapat mengurangi atau menghilangkan sama sekali serangan asma waktu hamil.
Jika asma yang menyerang penderita mengalami perburukan waktu kehamilan, gejala-gejala dapat menjadi lebih buruk waktu masa kehamilan 24-36 minggu (6-8 bulan) tetapi serangan asma waktu melahirkan sangat jarang sekali yaitu sekitar 10 %. Dalam kasus-kasus tertentu gejala dapat menghilang dan kembali normal dalam waktu 3 bulan setelah melahirkan.
Yang harus diingati oleh wanita yang menderita asma adalah asma dapat dikontrol waktu kehamilan. Jika asma terkontrol, ibu hamil mungkin mempunyai peluang untuk melalui kehamilan yang normal dan sehat seperti wanita yang tidak menderita asma.
UNTUK LEBIH JELASNYA MENGENAI ASMA DAPAT DI BACA PADA POSTING SAYA SEBELUMNYA DI SINI
,UNTUK POSTING INI SAYA HANYA MEMBAHAS ASMA PADA KEHAMILAN
INSIDEN PENYAKIT
Penyakit ini dapat dijumpai pada ibu yang sedang hamil, dan dapat menyebabkan komplikasi pada 7% kehamilan (Blaiss, 2004). Faktor mekanik, hormonal dan stress metabolik menyebabkan serangan asma pada kehamilan (Kelsen, 2003). Penderita asma yang hamil akan mengalami perbaikan gejala pada sepertiga kasus, sepertiga lagi memburuk, dan sisanya tetap sama (Cydulka et al.,1991; Nelson and Piercy,2001; Schatz et al.,2000; Kwon et al.,2004).
Serangan asma seringkali muncul pada kehamilan minggu ke-24 sampai minggu ke-36, serangan hanya terjadi 10% selama persalinan (Tan and Thomson,2000). Asma tak terkontrol pada kehamilan meningkatkan risiko kematian perinatal, preeklampsia, kelahiran prematur, Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan berat bayi lahir rendah (Cydulka et al.,1999; Nelson and Piercy,2001; Gluck and Gluck,2005; Liu et al.,2000; Bhatia and Bhatia,2000). Besar risiko diatas berhubungan dengan derajat berat asma pada kehamilan. Derajat asma yang lebih berat memiliki risiko tinggi, sedangkan asma yang terkontrol dengan baik memiliki risiko rendah.
PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP ASMA BROKIALE
Pada seorang wanita hamil terdapat perubahan-perubahan fisiologis pada beberapa organ-organ tubuh wanita tersebut akibat kehamilannya. Perubahan-perubahan fisiologis yang diketahui berpengaruh terhadap perjalanan asma bronkiale antara lain perubahan-perubahan berupa membesarnya uterus, elevasi diafragma, perubahan-perubahan hormonal pada mekanik paru-paru, dan lain-lain. Sejak implantasi blastokista pada endometrium uterus akan terus membesar sesuai umur kehamilan. Pada akhir bulan ke-tiga uterus sudah cukup besar dan umumnya sudah sebagian tersembul ke luar rongga pelvis mengisi rongga abdomen untuk selanjutnya terus membesar perlahan-lahan mendesak usus ke atas dan ke sampng sehingga pada trimester terakhir kehamilan uterus sudah mencapai daerah setinggi hati. Hal ini banyak berhubungan dengan meningkatnya tekanan intra-abdominal.
Perubahan fisiologi paru-paru selama kehamilan
Faktor peningkatan histamin selama kehamilan yang berasal dari jaringan janin pun mempunyai efek asmogenik. Demikian juga protein dasar mayor (MBP= major basic protein) yang banyak ditemukan dalam plasenta, bila sampai masuk ke paru-paru.
Perubahan-perubahan hormonal yang terjadi saat kehamilan dan persalinan menyangkut banyak jenis hormon-hormon, tetapi yang diketahui ada kaitannya langsung atau tidak langsung terhadap perjalanan asma bronkiale baru beberapa jenis.
Hormon yang berperan pada proses terjadinya asam pada kehamilan adalah :
- Progesteron
- Yang kadarnya meningkat pada masa kehamilan mempunyai efek langsung terhadap pusat pernapasan (respiratory center) menyebabkan peningkatan frekuensi pernapasan (respiratory rate), sehingga menyebabkan hiperventilasi. Progesteron bersifat smooth muscle relaxant terhadap otot-otot polos usus, genitourinarius, dan diduga juga pada otot-otot bronkus.
- Estrogen
- Kadarnya meningkat saat kehamilan, terutama trimester ketiga. Berdasarkan penelitian seorang ilmuwan yang bernama Pecora et al, membuktikan estrogen mempunyai efek menurunkan diffusing capacity dari CO2 pada paru-paru dan diduga ini terjadi sebagai akibat meningkatnya asam mukopolisakarida perikapiler.
- Kortisol
- Kadarnya meningkat pada kehamilan, diduga sebagai akibat kliren kortisol yang menurun, bukan karena sekresinya yang meningkat. Sehingga waktu paruhnya akan memanjang dan pemberian preparat steroid pada masa kehamilan harus disesuaikan dengan keadaan ini.
PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN
Pada ibu-ibu hamil yang menderita asma bronkiale, menurut Bahna dan Bjerkedal mendapatkan bahwa insiden hiperemis, perdarahan, toksemia gravidarum, induksi persalinan dengan komplikasi, dan kematian ibu secara bermakna lebih sering terjadi dibandingkan dengan ibu-ibu hamil tanpa penyakit asma bronkiale. Hal ini dapat diduga erat hubungannya dengan obat-obat anti asma yang diberikan selama kehamilan ataupun akibat efek langsung daripada memberatnya asma.
Hal yang sangat penting diperhatikan di dalam penatalaksanaan asma bronkiale pada ibu-ibu hamil ialah di samping untuk keselamatan ibunya sendiri adalah juga untuk keselamatan janin. Oksigenasi pada janin hendaknya dipertahankan supaya adekuat, obat-obatan hendaknya dipilih yang bisa menjamin keselamatan janin didalam kandungan. Tidak ada bukti – bukti bahwa kehamilan mempunyai efek yang dapat diprediksi terhadap asma. Pada penelitian didapatkan ada korelasi antara asma berat dengan morbiditas selama kehamilan. Pada asma ringan 13 % mengalami eksaserbasi sedangkan pada 26 % wanita yang mengalami asma sedang, dan sekitar 50 % wanita mengalami asma berat.
Pengaruh asma pada kehamilan tidak hanya dirasakan oleh ibu tapi juga dirasakan oleh janin :
- Efek Pada Fetus atau janin
- Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah:
- Menurunnya aliran darah pada uterus ,Jika ibu sering mengalami serangan asma selama hamil, maka dapat menyebabkan suplai oksigen ke janin yang sangat diperlukan sel darah merah untuk mengangkut nutrisi ke janin menjadi teganggu sehingga janin dapat mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi terhambat, akibatnya BBL baayi rendah.
- Menurunnya venous return ibu
- Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri
- Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respons fetus yang terjadi:
- Menurunnya aliran darah ke tali pusat
- Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
- Menurunnya cardiac output
Perlu diperhatikan efek samping pemberian obat – obatan asma terhadap fetus, walaupun tidak ada bukti bahwa pemakaian obat – obat anti asma akan membahayakan fetus. Selain itu beberapa obat asma dapat menginduksi hipertensi, oleh karena itu hati- hati pada pemberian obat asma pada wanita hamil terutama yang mengalami pre eklamsia selama kehamilannya. (untuk pre eklamsia dan eklamsia telah saya bahas pada posting saya sebelumnya, dapat di baca disini)
PROSES PERJALANAN PENYAKIT
Pada asma terdapat penyempitan saluran pernafasan yang disebabkan oleh spasme otot polos saluran nafas, edema mukosa dan adanya hipersekresi yang kental. Penyempitan ini akan menyebabkan gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi tidak merata dalam sirkulasi darah pulmonal dan gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Akhirnya akan berkembang menjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis pada tingkat lanjut. Meskipun asma secara primer dianggap sebagai penyakit saluran pernapasan, sebenarnya semua aspek fungsi pernapasan terpengaruh pada suatu serangan akut, sebagai tambahan pada beberapa penderita juga dijumpai adanya hipertensi pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan pada elektrokardiografi.
Timbulnya serangan asma disebabkan terjadinya reaksi antigen antibodi pada permukaan sel mast paru, yang akan diikuti dengan pelepasan berbagai mediator kimia untuk reaksi hipersentifitas cepat. Terlepasnya mediator-mediator ini menimbulkan efek langsung cepat pada otot polos saluran nafas dan permiabilitas kapiler bronkus. Mediator yang dilepaskan meliputi bradikinin, leukotrien C,D,E, prostaglandin PGG2, PGD2a, PGD2, dan tromboksan A2. Mediator-mediator ini menimbulkan reaksi peradangan dengan bronkokonstriksi, kongesti vaskuler dan timbulnya edema, di samping kemampuan mediator-mediator ini untuk menimbulkan bronkokontriksi, leukotrien juga meningkatkan sekresi mukus dan menyebabkan terganggunya mekanisme transpor mukosilia.
Pada asma dengan kausa non alergenik terjadinya bronkokontriksi tampaknya diperantarai oleh perubahan aktifitas eferen vagal yang mana terjadi ketidak seimbangan antara tonus simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis dengan reseptor beta-2 menimbulkan bronkodilatasi, sedangkan saraf parasimpatis menimbulkan bronkokontriksi.
VIDEO TERJADINYA ASMA
GEJALA KLINIS ASMA PADA KEHAMILAN
Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengi (wheezing) dan pada sebagian penderita disertai rasa nyeri di dada. Tetapi ada yang hanya disertai batuk tanpa sesak. Bronkospasme akut dapat bergejala obstruksi saluran nafas dan menurunnya aliran udara. Kerja sistem pernafasan menjadi meningkat drastis dan pada pasien dapat dilihat gerakan dada yang tertinggal, wheezing atau kesukaran bernafas.
Adapun tingkatan klinik asma dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini :
Pada kasus asma sedang, hipoksia pada awalnya dapat dikompensasi oleh hiperventilasi, sebagai refleks dari PO2 arteri normal, menurunnya PCO2 dan alkalosis respiratorik. Pada obstruksi berat, ventilasi menjadi berat karena kelelahan menjadikan retensi CO2. Pada hiperventilasi, keadaan ini hanya dapat dilihat sebagai PCO2 arteri yang berubah menjadi normal. Akhirnya pada obstruksi berat yang diikuti kegagalan pernafasan dengan karakteristik hiperkapnia dan asidosis.
UNTUK LEBIH JELASNYA MENGENAI ASMA DAPAT DI BACA PADA POSTING SAYA SEBELUMNYA DI SINI
UNTUK POSTING INI SAYA HANYA MEMBAHAS ASMA PADA KEHAMILAN
PENATALAKSANAAN ASMA PADA KEHAMILAN
- Mencegah timbulnya stress
- Mencegah penggunaan obat seperti aspirin semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
- Pada penderita asma ringan dapat digunakan obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral seperti isoproterenol
- Serangan asma yang ringan diatasi dengan pemberian bronkodilator hirup misalnya isoproterenol yang akan memperlebar penyempitan saluran udara pada paru-paru. Tetapi obat ini tidak boleh terlalu sering digunakan.
- Serangan asma yang lebih berat biasanya diatasi dengan infus aminofilin. Serangan asma yang sangat berat (status asmatikus) diatasi dengan pemberian infus kortikosteroid. Jika terdapat infeksi, diberikan antibiotik.
- Setelah suatu serangan, bisa diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk mencegah serangan lanjutan. Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan oleh ibu hamil dan tidak menimbulkan masalah yang berat.
Bagi ibu hamil yang paling aman digunakan adalah melalui inhaler (Alupen efeknya paling keras, Ventolin, Bereotech, Inflamide efeknya paling lembut ), karena efeknya tidak terlalu berdampak dan langsung focus pada saluran nafas, selain itu dosisnya lebih kecil, sehingga relative tidak akan mempengaruhi janin dalam kandungan.
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik
- Pengobatan non farmakologik
- Penyuluhan
- Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
- Menghindari faktor pencetus
- Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
- Fisioterapi
- Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
- Pengobatan farmakologik
- Agonis beta
- Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
- Metil Xantin
- Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
- Kortikosteroid
- Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
- Kromolin
- Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
- Ketotifen
- Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
- Iprutropioum bromide (Atroven)
- Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
Penanganan Asma Selama Proses Melahirkan
Penanganan asma yang baik bagi penderita asma selama kehamilan membuat tidak adanya gejala asma selama melahirkan. Pada suatu penelitian oleh ahli asma Kalifornia pada 120 kasus wanita asma yang hamil dan terkontrol baik, terdapat 90% wanita asma yang hamil menunjukan tidak adanya gejala selama melahirkan, 2,2% mengalami serangan ringan dan 0,2% mengalami serangan asma berat.
Mereka yang memperlihatkan gejala biasanya hanya memerlukan inhalasi bronkodilator. Jika respon jelek maka diberikan metil prednisolon intravena. Untuk penderita yang mendapat kortikosteroid secara reguler atau yang sering mendapatkannya selama kehamilan, penambahan kortikosteroid parenteral direkomendasikan untuk stres selama persalinan dan kelahiran yaitu 100 mg hidrokortison intravena sewaktu mulai persalinan dan diteruskan dengan 100 mg intravena setiap 8 jam selama 24 jam atau sampai tidak ditemukan komplikasi.
Dianjurkan untuk melanjutkan terapi profilaksis yang biasanya didapat (kromolin, inhalasi kortikosteroid atau teofilin) selama persalinan. Prostaglandin E2 aman digunakan untuk induksi persalinan dan kontraksi uterus. Penggunaan prostglandin F2α didindikasikan untuk perdarahan postpartum tetapi dapat menyebabkan bronkokonstriksi. Penggunaannya untuk induksi persalinan dan menstimulasi kontraksi uterus postpartum harus di hindarkan. Sebagai alternatif, oksitosin dapat diberikan karena tidak menyebabkan bronkokonstriksi
Apabila ibu masih kuat untuk mengejan maka dilakukan tindakan forceps ataupun dengan vakum maupun induksi persalinan. Hal tersebut dilakukan bertujuan :
- Kepentingan bagi janin : keberadaan janin di dalam rahim yang terlalu lama (postmaturitas) akan membahayakan kondisinya. Hal ini antara lain karena fungsi plasenta akan menurun sehingga meracuni janin.
- Kepentingan bagi ibu : terhindar dari masalah yang dapat membahayakan nyawa ibu, seperti kematian janin dalam rahim.
Namun, ada kalanya setelah diinduksi pun proses persalinan belum berjalan lancar. Dokter biasanya akan menentukan kapan induksi harus diulang, yang berarti proses persalinan melalui vagina diteruskan. Atau, proses persalinan perlu dilakukan dengan operasi. Yang jelas, selama diinduksi, pasien harus selalu dipantau, baik untuk mengawasi kondisi janin maupun ibunya.
Tak selalu perlu operasi. Pasien berhak memilih apa tindakan yang diinginkannya, sepanjang tidak membahayakan dirinya. Namun, dokter juga wajib memberitahu risiko yang mungkin dialami pasiennya. Pada kehamilan normal, di mana janin dan ibu dalam kondisi baik, maka operasi biasanya tidak dianjurkan dokter. operasi caesar sebenarnya hanya membantu mengeluarkan bayi tidak melalui jalan lahir. Bahkan, proses pemulihan pada operasi caesar relatif lebih lama dari proses persalinan biasa. Itu sebabnya, biasanya operasi baru akan dilakukan bila proses persalinan mengancam jiwa ibu dan/atau janinnya.
DAFTAR PUTAKA
- Niederman MS, Ahmed QA. Pneumonia in the Pregnant Patient: A Synopsis. MedGenMed 1(3), 1999 [formerly published in Medscape Pulmonary Medicine eJournal 3(3), 1999]. Available at: http://www.medscape.com/viewarticle/408745
- R. H. H Nelwan. 1995. Ilmu Penyakit dalam jilid 1 edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
- Price, Sylivia A, dkk. Patofisiologi konsep klinis proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
- Varney, Hellen dkk. 2003. Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta: EGC
- Star, Winifred L. dkk. 2001. Ambulatory Obstetrics. San Fransisco: UCSF Nursing Pres