MAKALAH ASMA
I.
PENDAHULUAN
Asma merupakan suatu sindrom yang dikarakteristikkan
sebagai obstruksi saluran udara yang bervariasi dari segi gejala dan
pengobatan. Asma merupakan suatu tipe inflamasi dari saluran udara yang membuat
seseorang dengan lebih respons terhadap pencetus dalam hal ini allergen
dibandingkan seseorang yang nonasmatikus.
Asma juga merupakan penyakit yang biasanya
dipengaruhi oleh asap rokok pada paru. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk
meyakinkan bahwa penyakit ini hanya terjadi pada orang dewasa saja. Berat
ringannya asma biasanya tidak terlalu berubah pada pasien. Jika seseorang
dengan asma ringan maka biasanya akan tetap ringan,sebaliknya seseorang dengan
asma yang berat biasanya akan semakin berat gejalanya.
Asma merupakan penyakit yang disebabkan berbagai
macam faktor diantaranya genetik dan faktor lingkungan. Asma ada kaitannya
dengan inflamasi kronik terutama pada mukosa saluran nafas bagian bawah.
Terdapat evidence yang dapat
menunjukkan bentuk spesifik dari inflamasi jalan udara pada asma kaitannya
dengan hiperresponsif airway, dan hal
ini akan menyebabkan obstruksi jalan nafas.
II.
EPIDEMIOLOGI
Asma merupakan penyakit yang sering kita temukan,
dan penyakit ini mempengaruhi 5% dari populasi di dunia. Penyakit ini lebih
dominan pada pria dibanding dengan wanita, Predisposisi genetik pada penderita
asma juga sangat mempengaruhi. Prevalensi dari asma meningkat di Amerika
Serikat sekitar 20 tahun terakhir. Setiap tahun, rata – rata 470.000 pasien di
Rumah sakit dan 5000 orang meninggal di Amerika Serikat diakibatkan oleh asma.
Angka pasien lebih meningkat pada orang
kulit hitam dan pada anak-anak, dan angka kematian dari asma pada orang kulit
hitam lebih tinggi pada umur 15-24 tahun.
Asma merupakan salah satu penyakit kronik yang
banyak ditemui dan merupakan penyakit global dan kurang lebih terdapat pada 300
juta orang. Prevalensi asma meningkat di negara–negara di dunia kurang lebih 30
tahun terakhir. Saat ini menunjukkan angka kurang lebih 10-12% dari pasien dewasa
dan 15% pada anak-anak dan dipengaruhi oleh asma. Pada negara berkembang dimana
prevalensi asma yang pada awalnya rendah, saat ini menunjukkan kenaikan angka
kejadian yang dapat diasosiasikan dengan meningkatnya urbanisasi. Prevalensi
dari penyakit atopi dan berbagai alergi meningkat pula pada waktu yang
bersamaan, yang menunjukkan penyakit ini lebih mengarah kearah sistemik dan
tidak terbatas pada paru saja. Pada observasi epidemiologi, menyatakan bahwa
masih ada angka yang tinggi tentang kemungkinan individu dalam sebuah komunitas
yang mendapat asma biasanya karena predisposisi genetik. Pada kebanyakan pasien
dengan asma pada negara yang tergolong maju merupakan penyakit yang atopi dan
disertai dengan sensitisasi alergi pada tuma debu rumah tangga dan berbagai
allergen lain di lingkungannya.
Asma juga merupakan penyakit yang biasanya
dipengaruhi oleh asap rokok pada paru. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk
meyakinkan bahwa penyakit ini hanya terjadi pada orang dewasa saja. Asma juga
dapat terjadi pada jenjang umur berapa saja, dan dengan puncak umur yaitu 3
tahun. Pada anak-anak, laki-laki dua kali lebih tinggi angka kejadiannya
dibandingkan perempuan. Tetapi pada orang dewasa, angka kejadiannya cenderung
sama. Studi jangka panjang menunjukkan anak-anak dengan asma pada umur 40
tahun, kebanyakan menunjukkan asimtomatik selama dewasa tetapi asma akan
kembali timbul pada waktu tertentu dalam hidupnya, dan biasanya pada anak-anak
dengan symptom asma persisten dan asma berat. Orang dewasa dengan asma,
termasuk orang dengan onset pada saat dewasa jarang gejala asimptom. Berat
ringannya asma biasanya tidak terlalu berubah pada pasien. Jika seseorang
dengan asma ringan maka biasanya akan tetap ringan,sebaliknya seseorang dengan
asma yang berat biasanya akan semakin berat gejalanya.
III.
ETIOLOGI
Asma merupakan penyakit yang disebabkan berbagai
macam faktor diantaranya genetik dan faktor lingkungan. Beberapa faktor dapat
diimplikasikan sebagai berikut :
Riwayat
atopi
Riwayat atopi merupakan salah satu resiko mayor dari
asma, dan pada individu non atopik mempunyai resiko yang rendah dari timbulnya
asma. Pasien dengan asma biasanya menderita penyakit penyakit atopik lainnya,
yaitu rhinitis alergi, dan ditemukan pada 80% pasien asma dan dermatitis atopik
(eczema). Atopik dapat timbul pada 40-50% populasi pada negara-negara maju. Penelitian
ini menunjukkan beberapa orang dengan faktor genetik dan lingkungan menjadi
predisposisi pada individu yang atopik. Alergen yang dapat memulai sensitisasi
biasanya protein yang mempunyai aktivitas protease, dan allergen yang itu
umumnya terdapat pada tungau debu rumah, bulu anjing dan kucing, kecoa, rumput,
tepung sari, dan binatang pengerat (pada petugas laboratorium). Atopi biasanya
ada hubungannya dengan genetik yaitu produksi dari antibody IgE spesifik,
dengan banyak riwayat penyakit alergi pada pasien
Asma
intrinsic
Pada minoritas pasien (±10%) mempunyai skin test
negative pada inhalan allergen dan serum konsentrasi IgE yang normal. Pasien
ini, biasa disebut nonatopi atau intrinsic asma, biasanya menunjukkan onset
yang pada saat dewasa, biasannya disertai dengan polip nasal atau mungkin
sensitive pada aspirin. Pada pasien ini biasanya mempunyai asma persisten dan
asma berat. Hanya sedikit yang diketahui tentang mekanismenya,tetapi
imunopatologi pada biopsy bronchial dan sputum menunjukkan bentuk yang identik
dengan asma atopik. Telah banyak fakta terbaru mengenai peningkatan produksi
local dari IgE pada saluran pernapasan, dan menunjukkan kemungkinan adanya
mekanisme dimediasi oleh IgE.
Infeksi
Meskipun infeksi virus biasanya muncul sebagai
pemicu terjadinya eksaserbasi asma, tetapi belum dapat dipastikan apakah virus
memainkan peran sebagai etiologi atau tidak. Ada beberapa kaitan antara infeksi
virus sinsitial pada masa kecil dengan perkembanngan pada asma, tetapi
pathogenesis sangat sulit untuk dijelaskan. Yang terbaru, bakteri atipikal
seperti Mycoplasma dan Klamidia yang memunyai implikasi pada mekanisme
terjadinya asma berat, tetapi fakta tentang kaitan ini tidak terlalu
meyakinkan.
I.
PATOGENESIS
Asma ada kaitannya dengan inflamasi kronik terutama
pada mukosa saluran nafas bagian bawah. Terdapat proses inflamasi pada mukosa pernapasan dari
trakea sampai bronkiolus, tapi dengan predominan pada bronkus. Kajian dari
penelitian telah mengidentifikasi komponen selular mayor, tetapi masih belum
yakin bagaimana sel-sel inflamatori ini berinteraksi dan bagaimana proses
inflamasi bisa menyebabkan gejala asma. Terdapat evidence yang dapat menunjukkan bentuk spesifik dari inflamasi
jalan udara pada asma kaitannya dengan hiperresponsif airway, dan hal ini akan menyebabkan obstruksi jalan nafas. Bentuk
dari inflamasi pada asma dikarakteristikkan dengan penyakit alergi, dan hal ini
sama pada proses inflamasi pada mukosa nasal pada rhinitis. Banyak sel—sel
inflamatori yang diketahui ikut dalam proses terjadinya asma.
Secara umum dapat dikatakan, pengurangan aliran
udara dapat rekurens dan menyebabkan berbagai perubahan pada saluran udara.
Perubahan tersebut meliputi bronkokontriksi (kontraksi otot-otot polos saluran
pernapasan), edema saluran nafas (hipersekresi mucus, edema, inflamasi),
hiperresponsif saluran nafas, remodeling
saluran nafas (hipertrofi otot-otot pernapasan, fibrosis subepitelial).
Gambar 2. Proses
perubahan pada saluran udara
Sumber:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.htm
Gambar 3. Berbagai
mediator dan sel yang terlibat dalam proses inflamasi asma
Sumber:
Ingbar David, Asthma, in Harrison’s Principle of Internal Medicine,
17e, Fauci et al (eds). New York, McGraw Hill, 2008.
I.
GEJALA KLINIS
Klasifikasi berat ringan asma:
Parameter
derajat berat ringannya gejala pada serangan (eksaserbasi) asma:
Asma dapat dikarakteristikkan oleh mengi (wheezing) yang episodik, sudah bernafas,
dan dada terasa sesak. Sputum yang berlebihan juga biasanya timbul. Beberapa
pasien tidak mendapat serangan yang sering, tetapi pada beberapa pasien lainnya
dapat terjadi serangan asma yang sering. Gejala asma timbul spontan atau dapat
diakibatkan pemicu yang berbeda- beda. Gejala asma biasannya memburuk pada
malam hari.
Beberapa pemeriksaan fisik menemukan peningkatan
probabilitas dari asma. Edema mukosa nasal, peningkatan sekresi nasal, dan
polip nasal biasanya dapat terlihat pada pasien dengan asma disebabkan alergi.
Ekzema, dermatitis atopik, atau berbagai manifestasi dari penyakit kulit yang
disebabkan alergi dapat juga timbul pada pasien asma. Mengi terjadi selama
pernapasan normal atau pemanjangan fase ekspirasi paksa dikorelasikan dengan
adanya obstruksi saluran udara. Retraksi otot-otot pernapasan juga menunjukkan
penigkatan kerja yang lebih dari pernapasan.
I.
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat
ditegakkan dengan anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
II.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes
fungsional paru
Menggunakan spirometeri untuk memastikan ada
obstruksi saluran udara atau tidak. Obstruksi saluran udara dapat dilihat
dengan parameter FEV1,
FEV1/FVC ratio, and PEF
Tes hematologi
Tes hematologi mungkin
tidak akan banyak membantu. Total serum IgE dan spesifik IgE pada
radioalergenabsorben (RAST) mungkin dapat diukur pada beberapa pasien
Tes Imaging
Rontgen dari dada
biasanya normal tetapi mungkin ada hiperinflasi paru pada pasien yang berat.
Pada eksaserbasi, mungkin ada terjadi pneumotoraks. Bayangan membayang biasanya
mengindikasikan pneumonia atau infiltrate eusinofil pada pasien dengan
aspergilosis bronkopulmonari. High
resolution CT scan dapat memperlihatkan bronkiektasis pada pasien dengan
asma berat, dan mungkin dapat menipis pada dinding bronchial, tetapi semuanya
itu bukan diagnostic untuk asma.
Skin
test
Tes gores (prick test) pada allergen inhalan biasanya positif pada pasien asma
dan negative pada pasien dengan asma intrinsik, tetapi tidak membantu dalam diagnosis.
Pada hasil tes kulit yang positif dapat berguna untuk pasien agar menghindari
allergen yang dapat memicu terjadinya asma
III.
DIAGNOSIS BANDING
Biasanya tidak sulit untuk mendiferensial diagnosis
asma dari penyakit lainnya yang menyebabkan mengi dan dispnea. Obstruksi
saluran nafas oleh tumor dan edema edema laryngeal dapat seperti asma berat,
tetapi perbedaannya ialah terdapat sridor pada pasien dengan obstruksi saluran
nafas. Diagnosis dapat ditegakkan dengan arus ekspirasi dan inspirasi dimana
terjadi penurunan keduanya. Bronkoskopi juga dapat menunjukkan saluran nafas
atas yang menyempit.
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) juga terdapat
mengi dan dispnea. Tetapi perbedaannya pada PPOK gejala sesaknya reversible
parsial dan tidak terlalu memberikan respon terhadap pemberian kortikosteroid.
Kurang lebih 10% dari pasien PPOK mempunyai gejala seperti asma, dengan
peningkatan eusinofil dan merespon terhadap kortikosteroid oral, pasien seperti
ini biasanya mempunyai penyakit PPOK dan asma.
IV.
PENATALAKSANAAN
Pada pengobatan asma dapat dibagi menjadi 2 bagian
yaitu :
1. Relifer
Prinsipnya untuk
relaksasi langsung dari otot-otot polos bronchial. Dengan cara demikian dapat
memberikan pengobatan yang perlu pada obstruksi akut saluran nafas.
2. Kontroler
Merupakan pengobatan
jangka panjang yang berfungsi untuk mengurangi inflamasi saluran nafas, dan
biasanya dikonsumsi setiap hari pada pasien dengan asma persisten. NAEPP 3(National
Asthma Education and Prevention Program (NAEPP), in conjunction with the Global
Initiative for Asthma (GINA)) merekomendasikan penggunaan terapi anti
inflamasi dengan inhalasi kortikosteroid sebagai pengobatan primer pada pasien
dengan asma persisten
Kebanyakan pengobatan asma dalam bentuk oral dan
inhalasi. Obat-obat inhalasi diperlukan sebagai untuk penyakit asma dengan
onset cepat dari efek pulmo dan tidak banyak mempengaruhi fungsi sistemik
seperti pada pemakaian obat oral. Terapi nebulizer sangat berguna untuk pasien
yang mengalami sesak yang sangat berat atau pada pasien yang kesulitan dalam
pemakaian obat inhalasi dan kurang kooperatif.
Pengobatan
jangka panjang meliputi obat anti inflamasi, bronkodilator long acting, dan
leukotrien. Obat dapat dilihat pada table dibawah:
DPI,
dry powder inhaler; HFA, hydrofluoroalkane; MDI, metered-dose inhaler; SABA,
short-acting β2-agonist.
Obat
Inhalasi Kortikosteroid (dosis dewasa) untuk asma setiap hari
DPI, dry power inhaler; HFA,
hydrofluoroalkaline; MDI, metered-dose inhaler.
Obat anti Inflamasi
Kortikosteroid merupakan obat yang poten dan efektif
dalam menurukan gejala inflamasi. Kortikosteroid mengurangi baik inflamasi tipe
akut maupun kronik, menurunkan gejala asma, perbaikan aliran udara, mengurangi
hiperresponsif dari saluran udara. Obat ini juga dapat berpotensiasi dengan
obat β adrenergic agonis.
Kortikosteroid inhalasi merupakan salah satu first line agents pada pasien dengan
asma persisten. Pasien dengan gejala asma persisten atau eksaserbasi asma yang
tidak memakai kortikosteroid inhalasi harus dimulai dengan memakai kortikosteroid
inhalasi. Faktor yang paling penting dari obat yaitu pemilihan obat, dosis yang
harus diterima pasien dan respon pasien terhadap pengobatan. Dosis inhalasi
dapat bervariasi tergantung pada obat dan alat untuk menghantarkan obat
tersebut. Efek sistemik seperti supresi adrenal, osteoporosis, penipisan
jaringan kulit, dan katarak dapat terjadi pada pemakaian dosis asma dosis
tinggi
Mediator Inhibitor
Natrium cromolyn dan Nedocromil merupakan obat pada
pengobatan jangka panjang yang memperbaiki fungsi saluran udara pasien dengan
asma persisten ringan dan gejala yang dipicu oleh beraktivitas. Obat ini
memodulasi mediator mast cell release dan menghambat respon cepat dan
lambat asmatik pada allergen.
Long acting β2-adrenergic
agonist
Long acting β2-adrenergic agonist dapat
membuat bronkodilatasi sampai 12 jam setelah pemakaian dosis tunggal.
Salmeterol dan Formeterol merupakan dua obat dari long acting β2-adrenergic
agonist. Obat ini diindikasikan sebagai preventif bagi gejala asma,gejala
malam, dan prevensi dari bronkospasme yang diinduksi oleh aktivitas.
Teofilin
Teofilin dapat menghasilkan bronkodilatasi pada
pasien asma. Obat ini mempunyai sedikit efek pada anti inflamasi, meningkatkan
klerens mukosiliar, dan menguatkan kontraktilitas diafragma. Teofilin dapat
mengontrol gejala nocturnal asma dan biasanya dapat digunakan sebagai terapi
adjuvant pada pada pasien dengan asma sedang dan berat. Konsentrasi serum pada
pemberian teofilin harus dimonitor dengan seksama karena hal ini berhubungan
dengan rentan teraupetik –toksisitas yang sempit, perbedaan metabolism masing- masing
individual, dan efeknya pada faktor absopsi dan metabolism obat.Penurunan pada
klerens erat kaitannya dengan simetidin, makrolid, kuinolon, dan kontrasepsi
oral. Sedangkan peningkatan klerens disebabkan oleh rimfamisin, fenitoin,
barbiturate, dan rokok.
Efek
samping pada dosis terapi yaitu insomnia, dyspepsia, gastroesofagial refluks,
dan kesulitan dalam buang air kecil pada orang tua. Sedangkan toksisitas dari
teofilin ini sering dijumpai yaitu nausea, vomit, takikardi, sakit kepala,
kejang, hiperglisemia, hiperkalemia
Leukotrien
merupakan mediator biokimia yang poten dan mengkontribusi pada obstruksi
saluran pernapasan dan gejala asma dengan cara kontraksi otot-otot polos
saluran pernapasan, menigkatkan permiabilitas vascular dan sekresi mucus, dan
mengaktivasi sel – sel inflamatori saluran udara. Zafirlukas dan Montelukas
merupakan antagonis reseptor leukotrien sisteinil. Obat – obat ini akan
meningkatkan fungsi paru dan mereduksi gejala asma dan mengurangi kebutuhan
akan terapi β2 agonis.
Obat
– obat relifer
Agonis
β2 –adrenergik
Short acting
inhaled Agonis β2
–adrenergic, termasuk albuterol, levalbuterol, bitelterol, pirbuterol dan
terbutalin merupakan bronkodilator yang efektif selama eksaserbasi. Pada pasien
dengan gejala akut harus menggunakan salah satu obat di atas. Agonis β2 –adrenergik merelaksasi
otot-otot polos pada saluran nafas dan meingkatkan aliran udara dan mereduksi
gejala. Obat ini dapat digunakan sebelum aktivitas dan efektif untuk menurunkan
angka kejadian bronkokontriksi yang diinduksi oleh aktivitas. Inhalasi Agonis β2
–adrenergic sangat efektif untuk merelaksasi otot-otot polos saluran pernapasan
dan perbaikan pada asma akut juga mempunyai kelebihan yaitu onset yang cepat
(<5 menit) dengan hanya sedikit efek samping sistemik. Pemberian secara
intravena dapat diberikan dengan pertimbangan umur atau faktor
mekanis(ketidakmampuan untuk pengobatan inhalasi)
Antikolinergik
Obat
antikolinergik membalikan refeks vagal yang memediasi bronkospasme tetapi bukan
yang dikarenakan alergi maupun bronkospasme yang diinduksi oleh aktivitas.Obat
antikolinergik ini mungkin akan mengurangi hiperrsekresi dari kelenjar mucus
pada asma. Ipratropium bromide dibanding agonis β2-adrenergik kurang efektif sebagai relifer pada
bronkospasme akut, tetapi inhalasi antikolinergik merupakan drug of choice untuk pasien dengan
intoleransi agonis β2-adrenergik.
KESIMPULAN
Asma merupakan penyakit kronik dari saluran nafas yang
kompleks dan mempunyai karakteristik gejala yang berulang dan bervariasi,
obstruksi saluran nafas, hiperresponsif bronchial, dan inflamasi. Asma dapat disebabkan
berbagai macam faktor diantaranya genetik dan faktor lingkungan. Terdapat
kaitan dan interaksi dari faktor –faktor seperti menifestasi asma,berat
ringannya asma, dan respon pada pengobatan. Pengobatan pada asma tergantung
pada serangan asma. Dan pengobatan asma dapat terbagi atas dua bagian yaitu
relifer (asma akut) dan kontroler (asma persisten).