ANESTHESIA PADA PENDERITA DENGAN KELAINAN HEPAR
Hati
merupakan organ tubuh terbesar yang mempunyai banyak fungsi yang kompleks
dimana satu sama lainnya saling berkaitan.
Fungsi-fungsi fisiologis hati akan terganggu apabila seseorang terserang
penyakit hati, termasuk homeostasis glukosa, sintesa protein, metabolisme obat
dan pembentukan serta ekskresi bilirubin.
Penatalaksanaan anestesi pada penderita dengan gangguan
funsi hepar didasari oleh pemahaman mengenai fungsi fisiologis dan
patofisiologis penyakit hati. Perlu
diketahui juga bahwa anestesi dan pembedahan mempengaruhi aliran darah ke hati
sehingga kurang baik terhadap fungsi hati.
Gangguan fungsi hati pasca anestesi dan pembedahan hanya
terbatas pada penderita yang sebelumnya menunjukkan tanda-tanda penyakit hati
yang jelas atau karena adanya reaksi idiosinkrasi oleh zat anestesi volatil
golongan halogen.
anastesi |
Fungsi
fisiologis hati
Hati merupakan organ tubuh yang mempunyai fungsi paling
banyak dan kompleks demi kelangsungan kehidupan. hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar
dan hanya memerlukan 10 m- 20 % fungsi jaringan sehat untuk mempertahankan
hidup.
Fungsi fisiologis yang banyak terpengaruh oleh anestesi dan
pembedahan adalah Homeostasis glukosa, Sintesa protein, Metabolisme obat dan
fungsi pembentukan – ekskresi bilirubin.
- Homeostasis glukosa
Hati berperan penting dalam
mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal, agar penyediaan energi
untuk tubuh terpenuhi. Mellui proses
Glikogenolisis, Glukoneogenesis dan Glikogenolisis dalam sel hati.
- Metabolisme lemak
Didalam hati terjadi hidrolisa
trigliserida, kholesterol, fosfolipid dan lipoprotein menjadi asam lemak dan
gliserol. Sebagian besar hasil sintesa
kholesterol dieksresi dalam empedu sebagai kholesterol dan asam folat.
- Sintesa protein
Albumin merupakan protein dengan BM
tinggi yang hanya diproduksi oleh hati, berfungsi dalam pemeliharaan tekanan
onkotik plasma dan sebagai carrier protein untuk billirubin, hormon tertentu
dan sebagian besar obat-obat yang tergolong lipofilik dan asiditik.
Alpha-1
asam glikoprotein merupakan “acut phase reactant” yang disekresi hati dan
meningkat bila hati mengalami “stress” atau inflamasi. Zat ini akan berikatan dengan obat pelumpuh
otot, anestesi lokal, beta antagonist dan beberapa narkotika.
Urea
dibentuk dalam hati dari NH3 dibentuk dari deaminasi asam amino dan
kerja bakteri usus terhadap asam amino.
Hampir
semua faktor pembekuan darah : Fibrinogen (I), Protrombin (II), dan faktor V,
VII, VIII, IX dan X dibentuk dalam hati.
Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesa faktor II, V, IX, X. Hati
juga memproduksi kholinesterase dan pseudo kholinesterase yaitu enzim yang
mampu menghidrolisa ester termasuk beberapa jenis obat anestesi lokal dan
suksinil kholin serta mivacurium.
- Metabolisme obat.
Hampir
semua zat termasuk obat akan
mempengaruhi biotransformasi di hati. Hasil akhir dari proses ini umumnya
menjadi zat yang tidak aktif atau lebih mudah larut dalam air sehingga mudah
dikeluarkan dari tubuh lewat empedu aytau urine.
- Fungsi metabolisme lain
Hati
berperan dalam penyimpanan dan pengaturan vitamin yang larut dalam lemak (Vit
A, D, E dan K ) juga vit B12 serta beberapa hormon tertentu.
Disamping itu hati berfungsi me nonaktifkan dan mengekskresi hormon steroid,
insulin, glukagon dan ADH.
Pembentukan
dan Eksresi empedu.
Empedu
berperan dalam penyerapan lemak dan ekskresi billirubin serta beberapa obat
tertentu. Billirubin merupakan hasil
akhir metabolisme hemoglobin. Billirubin
yang terikan protein diekskresi lewat empedu, sedangkan billirubin yang tidak
terikat protein akan diekskresi lewat urine.
Bila
kadar billirubin meningkat karena sesuatu sebab maka akan timbul penyulit
berupa :
- Konsumsi oksigen serebral meningkat sehingga sistim saraf pusat menjadi lebih mudah iskemia dan hipoksia.
- Nekrosis tubular akut lebih mudah timbul peri operatif.
- Gangguan farmakokinetik dan farmakodinamik obat karena lepasnya albumin dari ikatannya dengan obat.
Test
Fungsi Hati
Test
Fungsi Hati dibagi menjadi 3 golongan :
- Test Fungsi ekskretori : Billirubin dan Bromsulphalein
- Test Fungsi Sintesa : Albumin serum dan waktu protrombin.
- Test kerusakan hepatoseluler :
Transaminase ( SGOT & SGPT ), Laktik dehidrogenasi ( LDH ), Alkali
fosfatase dan Gama Glutamil Transpeptidase (GGT)
- Test Transaminase
Pemeriksaan
transmaminase serum lebih bermanfaat dari pada fungsi hati. Enzim transaminase dilepas dari sel-sel hati
yang rusak dan masuk sirkulasi. Enzim
yang dapat diukur adalah : Glutamic-oxaloacetic transaminase ( SGOT atau AST )
dan Glutamic-pyruvic transaminase (SGPT). Nilai
normal : < 35 – 45 unit per liter.
- Kadar billirubin.
Kadar
billirubin normal < 1,5 mg%
menunjukkan adanya keseimbangan antara produksi dan ekskresi bilier.
- Alkali fosfatase
Kadar
normal 45 – 125 unit per liter. Alkali
fosfatase dihasilkan oleh hati, tulang, usus halus, ginjal dan plasenta dan
diekskresi ke dalam empedu
- Kadar albumin
Normal
3,5 – 4,5 mg% dengan masa paruh 2 – 3 minggu.
Pada penyakit hati akut kadar albumin masih berada dalam batas-batas
normal.
- Waktu protrombin
Merupakan
test fungsi hati dengan nilai normal 11 – 14 detik ( tergantung kontrol ). Waktu protrombin menunjukkan aktifitas
fibrinogen, protrombin dan faktor V, VII, dan X. Perpanjangan waktu protrombin menunjukkan
adanya penyakit hati yang cukup berat dimana terdapat pula defisiensi vitamin
K.
Patofisiologi
penyakit hati
Penyakit
parenkhimal ( hepatitis virus, cirrhosis )
- Pada
penyakit parenkimal hati yang berat terjadi gangguan fungsi pada hampir semua sistim organ
Fungsi
kardiovaskular
ditandai
dengan hiperdinamik sirkulasi dan adanya fistula arteriovenosa pada beberapa
tempat termasuk organ splachnik dan paru.
Curah jantung meningkat dan tahanan vaskuler sistemik menurun, sebagai
akibat :
- Glukagon dan vasodilator lain
- Aliran darah total ke hati menurun
pada cirrhosis hati tetapi pasokan oksigen masih dapat dipertahankan oleh
aliran darah arteri hepatika.
- Pemberian vasopressin sebagai
terapi untuk mengatasi perdarahan karena pecahnya varices oesophagus
akibat hipertensi portal
Hipoksemia
Sebagai
akibat “shunting” intra pulmonal dan pengaruh mekanik dari ascites. Keadaan hipoksemia ini sulit diatasi dengan
terapi oksigen dan nafas buatan positip.
Gangguan
koagulasi
Terjadi
karena adanya defisiensi faktor pembekuan dan trombositopenia sebagai akibat
hipersplenisme, waktu protrombin dan waktu tromboplastin memanjang.
Ensefalopati
merupakan
gambaran ketidakmampuan hati dalam mengeluarkan senyawa nitrogen ( terutama
amoniak ). Adanya perdartahan di GIT, infeksi atau pemberian diuritika yang
berlebihan akan lebih menambah kadar senyawa nitrogen dalam darah. Patofisiologis terjadinya ensefalopati tidak
jelas, hanya diperkirakan akibat peningkatan kadar amoniak dalam darah serta
octopamine ( false neurotransmiter ) dan gamma asam aminobutirijk ( inhibitory
neurotransmitter )
Penderita
dengan koma hepatikum menunjukkan adanya edema serebri, herniasi sampai
hematoma. Pemberian diuritika osmotik
pada penderita edema serebri akan lebih bermanfaat dari pada pemberian steroid.
Gangguan
fungsi ginjal
Gangguan
fungsi ginjal dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ditandai dengan
menurunnya ekskresi Na+ sebagai akibat peningkatan volume cairan
ekstrasel mengakibatkan edema dan ascites.
Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya ascites:
- Hipertensi portal menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat sehingga terjadi transudasi cairan lewat dinding usus.
- Hipoalbuminemia yang menyebabkan tekanan onkotik plasma menurun menyebabkan memudahkan terjadinya proses transudasi.
- Adanya rembesan cairan limfe yang kaya protein dari permukaan serosa hati sebagai akibat distorsi dan obstruksi saluran limfe dalam hati.
- Retensi natrium dan air yang berlebihan.
Meklanisme
yang terjadi pada penderita cirrhosis dengan ascites berakibat penurunan
perfusi renal, gangguan hemodinamik intra renal, meningkatkan reabsorbsi
natrium baik distal maupun proksimal tubuli ginjal dan sering menimbulkan
gangguan klirens air.
Sindroma
hepatorenal sering timbul pada penderita dengan hipertensi portal dan
ascites. Setelah adanya perdarahan GIT,
diuresis yang berlebihan, sepsis atau pembedahan besar. Ditandai dengan adanya : Oligouri yang
progresif, Azotemia, ascites dan angka
kematian yang tinggi. Terapi
supportif seringkali tidak membuahkan
hasil yang memuaskan, kecuali dengan transplantasi ginjal.
Kholestasis
( icterus obstruktiva )
Suatu
keadaan dimana sekresi empedu hepatik berkurang atau akibat gangguan fungsi
hepatosit atau adanya sumbatan biliair ekstra hepatik yang memerlukan tindakan
pembedahan. Billirubin tertimbun di
dalam sirkulasi dan dapat menimbulkan efek toksik terhadap sistim enzim dalam
respirasi sel, biosintesa heme dan metabolisme lemak, asam amino dan
metabolisme protein. yang ditandai dengan :
- Fungsi kardiovaskuler :Pada penderita dengan sumbatan biliair seperti pada penderita cirrhosis hati, tapi lebih ringan.
- Koagulasi : gangguan koagulasi sebagai akibat adanya defisiensi Vit K
- Fungsi ginjal tidak begitu mengalami perubahan
PENATALAKSANAAN
ANESTESI PADA PASIEN GANGGUAN HEPAR
PREMEDIKASI
Penderita
dievaluasi dengan Anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
- Anamnesa
Riwayat
penyakit hati, kebiasaan minum alkohol, kemungkinan keracunan obat
hepatotoksik, transfusi darah,
kecenderungan perdarahan, icterus dan perdarahan GIT.
- Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda
hipertensi portal (varices, spider angioma ), ikterus, splenomegali, eritema
palmaris, clubbing, ginekomastika, atrofi testis, ascites, edema, malnutrisi,
dan tanda-tanda ensepfalopati.
Pemeriksaan
laboratorium
- Test faal hati : SGOT, SGPT, ALP, kadar billirubin, kadar albumin.
- Test koagulasi : Waktu protrombin, waktu tromboplastin partial, jumlah trombosit.
- Test serologis : untuk pemeriksaan hepatitis A dan B
- Test darah rutin
- test faal ginjal : Elektrolit, ureum, kreatinin
- lain-lain : kadar gula darah
Persiapan
Pra-anestesi
Setelah
dilakukan evaluasi, kemudian dilakukan perbaikan kedaan umum dan penyulit yang
timbul sehingga penderita dalam keadaan optimal.
Penyulit
yang sering ditemukan pada penyakit hati kronis dan berat adalah :
- Anemia karena perdarahan atau defisiensi besi dikoreksi dengan PRC sampai Hematokrit > 30%. Pada anemia karena defisiensi asam folat dan vit B12 à asam folat 2 – 3 x 1gr / hari. vit B12 1000 mcgr / hari
- Trombositopenia akibat hipersplenisme biasanya sulit diterapi
- Transfusi trombosit diberikan bila kadar trombosit < 50.000 / mm3 terutama pada kasus yang disebabkan bukan oleh hipersplenisme. Pada penderita dengan uremia atau hiperbilirubinemia fungsi trombosit dapat diperbaiki dengan desmopressin untuk merangsang agregasi trombosit.
- Gangguan koagulasi ( waktu trombosit > 2-3 detik) dapat diperbaiki dengan pemberian vit K 10 mg / hari subcutan selama 3 hari berturut-turut pra bedah. Bila terapi ini tidak efektif dapat diberikan FFP sampai gangguan koagulasi teratasi. FFP juga diberikan bila waktu tromboplastin partial memanjang ( akibat defisiensi faktor V, XI, XII, XIII, fibrinogen )
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
Pengaturan
cairan perioperatif pada penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat tidak
mudah dilaksanakan dengan cepat. Pada
prinsipnya hindari diurisis yang berlebihan dan bila terdapat defisit cairan
yang bersifat mendadak sebaiknya dipilih cairan koloid. Koreksi segera gangguan elektrolit dan asam
basa
Ascites
Perlu
ditangani dengan seksama terutama apabila akan dilakukan pembedahan abdominal,
karena saat pembedahan semua cairan akan keluar. Ascites akan terbentuk kembali dalam 24 – 48
jamberikutnya. Pada beberapa pederita
berakibat penurunan volume plasma yang hebat sehingga timbul hipotensi dan
oligouria.
Untuk
mengatasi ascites dapat dilakukan :
- Pemberian antibiotika spektrum luas pada ascites yang terinfeksi.
- Bed rest, Pengaturan cairan yang masuk dan keluar, diet pantang garam
- Pemberian diuritika Spironolakton 25 – 50 mg / hari / oral sampai 400 mg / hari atau furosemid 20 mg / hari
Status
gizi / nutrisi
Perlu
untuk penyembuhan. Bila nutrisi buruk
maka perlu nutrisi tambahan dengan dilengkapi vit K, B12, thiamin,
dan asam folat. Koreksi hipoglikemia dan
hipoalbuminemia.
Ensefalopati
Harus
segera ditanggulangi secara agresif dengan cara mengkoreksi faktor-faktor
penyebabnya. Berikan lactulosa per oral
dimulai dengan 30 ml tiap 2 jam sampai feses lembut. Enema dengan lastulosa 100 – 200 ml / hari. Bila tidak ada kemajuan berikan 1 gram per
oral bila ada insufisiensi renal.
TEKNIK
DAN OBAT ANESTESI
- Dipilih obat dan teknik anestesi yang tidak berpengaruh besar terhadap fungsi dan aliran darah ke hati
- Hindari obat-obat yang bersifat hepatotoksik ( Halotan, Metoksifluran ). Kalau mungkin dipilih obat-obat yang degradasinya tidak berlangsung dihati.
- Obat terpilih antara lain : barbiturat ( dosis rendah ), ketamin, isofluran, enfluran, N2O (bila perlu), suksinilkholin (hati-hati), atracurium, mivacurium, fentanyl.
- Hindari hipoksia dan hipotensi
- Ganti segera setiap kehilangan / defisit cairan dengan tepat. Diurisis dipantau secara seksama. Bila perlu diberikan Dopamin dosis rendah ( 2-4 ug/KgBB/menit) untuk memperbaiki aliran darah ke ginjal.
- Monitoring perioperatif / intraoperatif.
- Untuk kasus ringan : Stetoskop, tekanan darah non invasif, pulse oximetri, EKG,kateter urine.
- Untuk kasus berat, dilengkapi dengan Arterial line ( tekanan darah invasif, analisa gas darah), kateter vena sentral (CVP, PAP), waktu protrombin / waktu tromboplastin partial.
- Pasca bedah bila perlu penderita dirawat di ruang intensif.
- Hindari kontak langsung antara penderita dan personil kamar bedah agar tidak terjadi penularan virus hepatitis.