PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS STEVENS JHONSON
PATOGENESIS STEVENS AND JOHNSON SYNDROME
Patogegesis SSJ sampai saat ini belum jelas, namun di duga :
- Penyakit ini sama dengan NET disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II (sitolitik) menurut klasifikasi Coomb dan Gel. Gambaran klinis atau gejala reaksi tersebut bergantung kepada sel sasaran (target cell). Sasaran utama SSJ dan NET ialah pada kulit berupa destruksi keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi aktivitas sel T, termasuk CD4 dan CD8, IL-5 meningkat, juga sitokinin-sitokinin yang lain. CD4 terutama terdapat pada deRmis, sedangkan CD8 pada epidermis. Keratinosit epidermal mengekspresi ICAM-1, ICAM-2, dan MCH II. Sel langerhans tidak ada atau sedikit. TNFα di epidermis meningkat. Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi :
- Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuriat
- Kegagalan termoregulasi
- Kegagalan fungsi imun dan infeksi
- Namun, di beberapa referensi juga di perkirakan disebabkan oleh reaksi alergi tipe III Reaksi alergi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan pada organ.
- Reaksi alergi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi oleh suatu antigen berkontak kembali dengan antigen yang sama hingga akhirnya terjadi reaksi radang.
Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi.
Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya.
Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis. Bila pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal. Sindrom Stevens-Johnson dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab. Baru-baru ini kokain termasuk dalam daftar obat-obatan yang dapat mengakibatkan sindroma ini. lebih dari setengah kasus sindrom SJS, tidak ditemukan sebab pasti dari SJS.
GEJALA KLINIS SYNDROMA STEVEN JHONSON
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah karena imunitas belum begitu berkembang, bisa ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, pasien dapat soporous sampai koma. Pada SSJ ini terlihat trias kelainan berupa : kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orivisium, dan kelainan mata.
Gejala klinik dimulai dengan :
- Sindroma prodromal yang non spesifik dan reaksi konstitusional berupa meningkatnya suhu tubuh, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, nyeri dada, mialgi, diare, muntah dan artalgia. sehingga penderita berobat. Dalam keadaan ini, sering penderita mendapat pengobatan antibiotik, dan anti inflamasi, sehingga menyebabkan kesukaran dalam mengidentifikasi obat penyebab SJS . Gejala prodormal ini dapat berlangsung selama dua minggu dan bervariasi dari ringan sampai berat. Pada keadaan ringan kesadaran pasien baik, sedangkan dalam keadaan yang berat gejala-gejala menjadi lebih hebat, sehingga kesadaran pasien menurun bahkan sampai koma.
- Kelainan Kulit
Gejala kulit tampak berupa makula
eritematus yang menyerupai
morbiliform rash
Lesi kulit pada Sindrom Stevens-Johnson dapat timbul sebagai gejala awal atau dapat juga terjadi sesudah gejala klinis di bagian tubuh lainnya. Lesi pada kulit umumnya bersifat asimetri dan ukuran lesi bervariasi dari kecil sampai besar. Mula - mula pasien mengalami ruam datar berwarna merah (eritrema) atau erupsi yang bersifat multiformis (menyerupai morbili) pada muka dan batang tubuh, kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata secara cepat dan biasanya mencapai maksimal dalam waktu empat hari, bahkan seringkali hanya dalam hitungan jam. Daerah ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya (vesikel dan bula). Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila digosok. vesikel dan bula yang kemudian pecah menjadi erosi, ekskoriasi, menjadi ulkus yang ditutupi pseudomembran atau eksudat bening. Pseudomembran akan terlepas meninggalkan ulkus nekrosis, dan apabila terdapat perdarahan akan menjadi krusta yang umumnya berwarna coklat gelap sampai kehitaman, Variasi lain dari lesi kulit berupa purpura, urtikaria dan edema. Selain itu, adanya erupsi kulit dapat juga menimbulkan rasa gatal dan rasa terbakar, Pada kasus yang sedang, lesi timbul pada permukaan ekstensor badan, dorsal tangan dan kaki sedangkan pada kasus yang berat lesi menyebar luas pada wajah, dada dan seluruh tubuh. Secara khas, proses penyakit dimulai dengan infeksi nonspesifik saluran napas atas.
Gambar . Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesicle, dan bula, serta erosi |
Gambar Eritema yang tersebar luas pada wajah
Kelainan selaput lendir
yang tersering ialah pada mukosa mulut
(100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan
di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8 % dan 4%). Kelainannya berupa vesikel dan bula yang
cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di
mukosa mulut juga dapat terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering
tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal.
Bibir, mukosa mulut dirasakan sakit, disertai kelainan mukosa yang eritematus, sembab dan disertai bula yang kemudian akan pecah sehingga timbul erosi yang tertutup pseudomembrane (necrotic epithelium dan fibrin).Bibir diliputi massive hemorrhagic crusts. Kelainan di mukosa juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar atau tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
Kelainan pada kelamin juga sering didapatkan dimana Lesi pada genital dapat menyebabkan uretritis, balanitis dan vulvovaginitis. Balanitis adalah inflamasi pada glans penis. Uretritis merupakan peradangan pada uretra dengan gejala klasik berupa sekret uretra, peradangan meatus, rasa terbakar, gatal, dan sering buang air kecil. Vulvovaginitis adalah peradangan pada vagina yang biasanya melibatkan vulva dengan gejala-gejala berupa bertambahnya cairan vagina, iritasi vulva, gatal, bau yang tidak sedap, rasa tidak nyaman, dangangguan buang air kecil. Sindrom Stevens-Johnson dapat pula menyerang anal berupa peradangan anal atau inflamed anal.
Kelainan mata merupakan 80%
diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain konjungtivitis, kelopak mata seringkali menunjukkan erupsi yang merata dengan krusta hemoragik pada garis tepi mata. Penderita Sindrom Stevens-Johnson yang parah, kelainan mata dapat berkembang menjadi konjungtivitis purulen, photophobia, panophtalmintis, deformitas kelopak mata, uveitis anterior, iritis, simblefaron, iridosiklitis serta sindrom mata kering
komplikasi lainnya dapat juga mengenai kornea berupa sikatriks kornea, ulserasi kornea,dan kekeruhan kornea. Bila kelainan mata ini tidak segera diatasi maka dapat menyebabkan kebutaan.
gambar kelainan SSJ pada mata berupa konjungtivitis
Berdasarkan gejala gejala klinis sindrom steven jonson diatas, maka ada baiknya jika kita dapat mengenal gejala- gejala awal Syndrome stevens jhonson, sehingga dapat segera mendapatkan pertolongan medis.
Mengenal gejala awal SSJ dan segera periksa ke dokter adalah cara terbaik untuk mengurangi efek jangka panjang yang dapat sangat mempengaruhi orang yang mengalaminya. Gejala awal termasuk (Mansjoer, 2002) :
DEMIKIAN DAHULU POSTING SAYA KALI INI, UNTUK SELANJUTNYA SAYA AKAN MEMBAHAS CARA MENDIAGNOSA STEVENS JHONSHONS SYNDROME DAN PENGOBATANNYA DI SINI ANDA JUGA DAPAT MEMBACA PENYEBAB DAN EPIDEMOLOGI STEVENS JHONSHON SYNDROME DI SINI..... |