MENGENAL KEJANG DEMAM
GAMBAR KEJANG DEMAM |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah
keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai
generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang
menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang
demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang
paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan.
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan
tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan
yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada
kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi
pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang
positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganannya.1,2,7
B. Tujuan
Tujuan dibuatnya laporan tugas mandiri ini adalah untuk
mengetahui secara jelas anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang harus
digunakan, etiologi, epidomologi, patofisiologi, diagnosis differential,
penatalaksanaan, prognosis pada anak kejang demam.
2.1 Anamnesis
Dari anamnesis ditanyakan:
- Adanya
kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP.
- Tidak
ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
- Riwayat
kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam
keluarga (kakak-adik, orangtua).
- Singkirkan
dengan anamnesis penyebab kejang yang lain.2,7
2.2
Pemeriksaan
2.2.1 Pemeriksaan fisik
Pada kejang demam sederhana, tidak
dijumpai kelainan fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam
kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi, diplegi. Dari
pemeriksaan fisik dan neurologis. Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang
meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial, dan tanda infeksi di luar
SSP. Pada umumnya tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk tidak ada
kelumpuhan nervi kranialis.
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi
pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara
sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai
koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi
deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya
kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
2) Pada kepala apakah terdapat fraktur,
depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun-ubun
besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan
intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural.
3) Pada bayi yang lahir dengan
kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau
fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi
pada ibu.
4) Transluminasi kepala yang positif
dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti
parensefali atau hidrosefalus.
5) Pemeriksaan umum penting dilakukan
misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu
diagnosis iskemia otak.1,2,4
2.2.2
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan laboratorium
tidak dilakukan secara rutin, namun
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain.
Pemeriksaan yang dapat dikerjakan adalah pemeriksaan darah perifer, elektrolit
dan gula darah.
Darah
§ Glukosa Darah : Hipoglikemia
merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
§ BUN : Peningkatan BUN
mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari
pemberian obat.
§ Elektrolit : K,
Na
o Ketidakseimbangan elektrolit
merupakan predisposisi kejang
o Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl
)
o Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
§ Ureum/
kreatinin : dapat maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang
§ Kadar
obat dalam serum : untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang terapeutik.6,7
Pungsi lumbal
Tindakan
pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak
jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut:
·
Bayi kuang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
·
Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
·
Bayi >18 bulan tidak rutin, kecuali
bila ada tanda-tanda meningitis.6
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan
cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk
meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam
pertama pada bayi (usia < 12 bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada
bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak. Pada kejang demam pertama di
usia antara 12-18 bulan, ada beberapa pendapat berbeda mengenai prosedur ini.
Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal
umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang :
·
Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
·
Mengalami complex partial seizure
·
Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit
dalam 48 jam sebelumnya)
·
Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
·
Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan.
Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
·
Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan
jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah
menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi,
karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk
dilakukan.
Elektroensefalografi (EEG)
Pada pemeriksaan EEG didapatkan
gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi,
kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas
EEG kurang mempunyai nilai prognostic, walaupun penderita kejang demam kompleks
lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan
untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. Pemeriksaan
elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Tidak
direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang
demam komplikata pada anak usia >6 tahun atau kejang demam fokal).1,2,7
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atai MRI jarang sekali dikerjakan untuk kejang demam sederhana, tidak rutin dan tidak berguna, tapi dapat dipertimbangkan pada kejang demam berulang dan kejang demam kompleks atau atipik terutama yang memiliki defisiensi neurologis sebelum terjadinya kejang demam seperti kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atai MRI jarang sekali dikerjakan untuk kejang demam sederhana, tidak rutin dan tidak berguna, tapi dapat dipertimbangkan pada kejang demam berulang dan kejang demam kompleks atau atipik terutama yang memiliki defisiensi neurologis sebelum terjadinya kejang demam seperti kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.
2.3
Diagnosis
2.3.1 Working
Diagnosis
Kejang Demam
Sederhana
Definisi
Kejang demam adalah kejang yang
terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan
ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang
demam adalah 38 derajat celcius atau lebih suhu rektal. Kejang terjadi akibat
loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih
dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke
substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak.
Kejang demam adalah terbebasnya
sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan
kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara. Kejang demam
adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun. Kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam dibagi atas kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang
demam fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam
sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam.1,2
Klasifikasi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium. Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor
keturunan/genetik. Berikut gejala Kejang demam. Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
1.
Kejang Demam Sederhana (Simple
Febrile Seizure),
dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:
·
Kejang berlangsung singkat,
< 15 menit
·
Kejang umum tonik dan atau
klonik
·
Tanpa gerakan fokal atau berulang
dalam 24 jam
·
Terjadi pada usia 6 bulan-4
tahun
·
Umunya berhenti sendiri dan
pasien segera sadar
·
Kejang timbul pada 16 jam
pertama setelah timbulnya demam
·
Tidak ada kelainan neurologi
sebelum & setelah kejang
·
Frekuensi kejang kurang dari 4x
dalam 1 tahun
·
Pemeriksaan EEG yang dibuat
sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tak menunjukkan adanya kelainan
2.
Kejang Demam Komplikata
(Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:
·
Kejang lama, > 15 menit
·
Kejang fokal atau parsial satu
sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
·
Berulang atau lebih dari 1 kali
dalam 24 jam1,2,7
2.3.2 Diagnosis Banding
Meningitis Bakterialis
Definisi
Meningitis
Bakterialis adalah peradangan pada meningen (selaput otak) yang disebabkan oleh
bakteri.Meningitis paling sering menyerang anak-anak usia 1 bulan- 2 tahun. Lebih
jarang terjadi pada dewasa, kecuali mereka yang memiliki faktor resiko khusus. Wabah
meningitis meningokokus bisa terjadi dalam suatu lingkungan, misalnya
perkemahan militer, asrama mahasiswa atau sekumpulan orang yang berhubungan
dekat.
Etiologi
Bakteri yang menjadi penyebab dari
lebih 80% kasus meningitis adalah Neisseria meningitides, Hemophilus influenza,
Streptococcus pneumoniae. Ketiga jenis bakteri tersebut, dalam keadaan normal
terdapat di lingkungan sekitar dan bahkan bisa hidup di dalam hidung dan sistem
pernafasan manusia tanpa menyebabkan keluhan.Kadang ketiga organisme tersebut
menginfeksi otak tanpa alasan tertentu.
Pada kasus lainnya, infeksi terjadi
setelah suatu cedera kepala atau akibat kelainan sistem kekebalan.Resiko
terjadinya meningitis bakterialis meningkat pada penyalahguna alcohol, telah
menjalani splenektomi (pengangkatan limpa), penderita infeksi telinga dan
hidung menahun, pneumonia pneumokokus atau penyakit sel sabit. Bakteri lainnya
yang juga bisa menyebabkan meningitis adalah Escherichia coli (dalam keadaan
normal ditemukan di dalam usus dan tinja) dan Klebsiella. Infeksi karena
bakteri ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala, pembedahan otak atau
medula spinalis, infeksi darah atau infeksi yang didapat di rumah sakit;
infeksi ini lebih sering terjadi pada orang yang memiliki kelainan sistem
kekebalan. Penderita gagal ginjal atau pemakai kortikosteroid jangka panjang
memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderit meningitis yang disebabkan
oleh bakteri Listeria.
Gejala Klinis
Demam, sakit kepala, kaku kuduk,
sakit tenggorokan dan muntah (yang seringkali terjadi setelah kelainan sistem
pernafasan), merupakan gejala awal yang utama dari meningitis. Kaku kuduk bukan
hanya terasa sakit, tetapi penderita tidak dapat atau merasakan nyeri ketika
dagunya ditekuk/disentuhkan ke dadanya.Penderita dewasa menjadi sangat sakit
dalam waktu 24 jam, sedangkan anak-anak lebih cepat. Anak yang lebh tua dan
dewasa dapat menjadi mudah tersinggung, linglung dan sangat mengantuk. Bisa
berkembang menjadi stupro, koma dan akhirnya meninggal.
Infeksi menyebabkan pembengkakan
jaringan otak dan menghalangi aliran darah, sehingga timbul gejala-gejala
stroke (termasuk kelumpuhan). Beberapa penderita mengalami kejang. Sindroma
Waterhouse-Friderichsen merupakan infeksi oleh Neisseria meningitidis yang
berkembang dengan cepat, dengan gejala berupa diare hebat, muntah, kejang,
perdarahan internal, tekanan darah rendah, syok, yang seringkali berakhir
dengan kematian. Pada anak- anak yang berusia sampai 2 tahun, meningitis
biasanya menyebabkan demam, gangguan makan, muntah, rewel, kejang dan menangis
dengan nada tinggi (high pitch cry). Kulit diatas ubun-ubun menjadi tegang dan
ubun-ubun bisa menonjol. Aliran cairan di sekeliling otak bisa mengalami
penyumbatan, menyebabkan pelebaran tengkorak (keadaan yang disebut
hidrosefalus). Bayi yang berusia dibawah 1 tahun tidak mengalami kaku kuduk.
Ø Ensefalitis
Definisi
Ensefalitis
adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro
organisme lain yang non purulent. Patogenesis Ensefalitis Virus masuk tubuh
pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam
tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara: Setempat:virus
alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut. Penyebaran melalui saraf-saraf :
virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem
saraf. Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat. Gejala
lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis,
Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.
Etiologi
Penyebab
terbanyak adalah virus seperti Herpes simplex dan Arbo virus sedangkan yang
Jarang biasanya Entero virus, Mumps, Adeno virus. Ensefalitis supuratif akut :
Bakteri
penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokokokus, E.Coli, Mycobacterium
dan T. Pallidum. Ensefalitis virus: Virus yang menimbulkan adalah virus RNA
(Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus denque,virus
polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola.
Gejala Klinis
Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah
lethargy , kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. Anak
tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan
penglihatan, pendengaran ,bicara dan kejang.
Ø Abses
Otak
Definisi
Abses
otak adalah penumpukan nanah di otak. Biasanya tumpukan nanah ini mempunyai
selubung yang disebut kapsel. Tumpukan bisa tunggal atau terletak beberapa
tempat di otak. Abses otak timbul karena ada infeksi pada otak. Infeksi ini
bisa berasal dari bagian tubuh lain, menyebar lewat jaringan secara langsung
atau melalui pembuluh darah. Infeksi juga dapat timbul karena ada benturan
hebat pada kepala, misalnya pada kecelakaan lalu lintas.
Etiologi
Bakteri
yang paling sering menyebabkan abses otak adalah dari golongan streptococci,
kebanyakan bakteri ini tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya (anaerobik).
Bakteri streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri anaerobik
lainnya, seperti bacteroides, propionibacterium, dan proteus. Beberapa jenis
bakteri lainnya pun mempunyai potensi untuk menimbulkan abses otak. Jamur juga
dapat menjadi penyebab abses otak. Beberapa jenis jamur yang berperan terhadap
pernanahan ini antara lain candida, mucor, dan aspergillus.
Gejala Klinis
Gejala
klinis abses otak antara lain nyeri kepala, demam, muntah atau kesadaran
menurun. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kaku kuduk, kejang, kelumpuhan
sebelah badan, serta tanda-tanda peningkatan tekanan dalam kepala. Kadang kala
ditemukan infeksi pada bagian tubuh lain, misalnya pada telinga tengah, tulang
mastoid, sinus, paru-paru, atau jantung, yang dicurigai sebagai sumber
pernanahan.
Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan peningkatan sel darah putih dan peningkatan laju endap
darah (LED). Cairan otak yang diambil lewat ruas tulang belakang bagian
pinggang (Pungsi Lumbal) memperlihatkan tekanan yang tinggi, jumlah protein
yang lebih dari normal, tetapi kadar klorida dan glukosa masih dalam batas
normal. Pada pemeriksaan scan kepala, tampak bayangan dengan kepadatan rendah,
terutama di pusat bayangan, dan terlihat cincin yang menggambarkan kapsel
abses.7
2.4 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2 – 4 %
dari populasi anak 6 bulan sampai 5 tahun. 80 % adalah kejang demam sederhana
sedangkan 20 % kasus adalah kejang demam kompleks. 8 % berlangsung lama ( lebih
dari 15 menit ). 16 % berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak di
antara 17 – 23 bulan. Anak laki – laki lebih sering mengalami kejang demam.
Bila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang dari 12
bulan, maka risiko kejang demam kedua 50 %, dan bila kejang demam sederhana
pertama terjadi setelah umur 12 bulan menurun menjadi 30 %. Setelah kejang
demam pertama, 2 – 4 % anak akan berkembang menjadi epilepsi dan ini 4 kali
risikonya dibandingkan populasi umum.
Kejang
demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan-5 tahun. Paling sering
pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum umur
5-6 bulan atau setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah usia 6 tahun pasien tidak
kejang demam lagi. Kejang demam diturunkan secara dominant autosomal sederhana.
Faktor prenatal dan perinatal berperan dalam kejang demam. Sebanyak 80 % kasus
kejang demam adalah kejang demam sederhana,dan 20 % nya kejang demam kompleks.
Sekitar 8% berlangsung lama (> 15 menit), 16 % berulang dalam waktu 24 jam.4,7
2.5 Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber
di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang
demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut,
exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. Selain itu juga
infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis,
forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat
menyebabkan kejang demam.
Faktor lain yang mungkin berperan
terhadap terjadinya kejang demam adalah :
·
Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis,
salmonellosis)
·
Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena
infeksi.
·
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
·
Gabungan dari faktor-faktor diatas.
Kejang dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada
otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol
dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia
serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik-iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan
subaraknoid, subdural, atau intra ventricular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks
serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith-Lemli-Opitz.
2) Ekstra cranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia,
hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal,
sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan
metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna,
kejang hari ke-5.2,4,7
2.6 Patofisiologi
GAMBAR PERJALANAN PENYAKIT KEJANG DEMAM |
Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel. Perbedaan potensial membran sel neuron disebabkan oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak,
misalnya mekanis, kimiawi, aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologis dari
membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1
derajat celcius akan menyebabkan metabolisme basal meningkat 10-15% dan
kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa
hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak.
Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38
derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan
ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang
demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan
pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.7
2.7 Manifestasi klinik
Serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak member reaksi apapun
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar
kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis
sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung
beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam
tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai
lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai
lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya
berupa:
·
Demam (terutama demam
tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba)
·
Pingsan yang
berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang
mengalami kejang demam)
·
Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20
detik)
·
Gerakan klonik
(kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung
selama 1-2 menit)
·
Lidah atau pipinya tergigit
·
Gigi atau rahangnya
terkatup rapat
·
Inkontinensia (mengompol)
·
Gangguan pernafasan
·
Apneu (henti nafas)
·
Kulitnya kebiruan
Setelah
mengalami kejang, biasanya:
·
akan kembali sadar dalam waktu
beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih
·
terjadi amnesia (tidak
ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
·
mengantuk
·
linglung (sementara dan
sifatnya ringan)
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Medikamentosa
Dalam penanggulangan kejang demam
ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
·
Mengatasi kejang secepat mungkin
·
Pengobatan penunjang
·
Memberikan pengobatan rumat
·
Mencari dan mengobati penyebab
·
Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai
panas
·
Pengobatan akut
A. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai
orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang perlu kita
lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka. Kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali
mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga
diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang
berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu
penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga
diberi obat penurun panas/antipiretik.
B. Pengobatan penunjang
Pengobatan
penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu, tekanan darah,
pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat. Bila suhu penderita tinggi
dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam keadaan kejang
obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rectal, disamping
cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya.
Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui
dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10
kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya
0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang
tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit
dengan dosis yang sama. Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan
kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
C. Pengobatan rumat
Setelah
kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim
penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan
ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermitten
Untuk
mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam sederhana
diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan
kepada anak yang bila menderita demam lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah
fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling
sedikit dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya.
Obat yang
kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam
ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak mulai
terasa panas.
Profilaksis
intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita
kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis
jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil
dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di
kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis
jangka panjang ialah:
a. Fenobarbital
Dosis 4-5
mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah
perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan
kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
b. Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya
ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh
lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa
mual, kerusakan hepar, pancreatitis.
c. Fenitoin
Diberikan
pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif
sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian
antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan
sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian
antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3
atau 6 bulan.
D. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab
dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang
tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.
Secara
akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya
dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor
infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila
menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu
dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah,
kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
E. Mencegah Terjadinya kejang dengan
cara anak jangan sampai panas
Dalam hal
ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam tersebut. Misalnya
pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi. Untuk mencegah agar kejang
tidak berulang kembali dapat menimbulkan panas pada anak sebaiknya diberi
antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak sampai kelelahan, karena hal
tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut.
Kambuhnya
kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang merupakan pengalaman yang
menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang berlangsung lama dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
1. Profilaksis intermitten
2. Profilaksis terus menerus dengan
obat antikonvulsan tiap hari
3. Mengatasi segera jika terjadi
serangan kejang
F. Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip,
yaitu :
1. Segera menghilangkan kejang
2. Turunkan panas
3. Pengobatan terhadap panas
4. Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis
0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan selama 5 menit. Bersamaan dengan
mengatasi kejang dilakukan:
1. Bebaskan jalan nafas, pakaian
penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan.
2. Orang
tua sebaiknya jangan panik dan tetap mengawasi anaknya, terutama
gerakan-gerakan yang terjadi saat anak mengalami kejang untuk membantu dokter
menegakkan diagnosis. Ukur suhu tubuh, catat lama kejang.
3. Jika
tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah tergigit,
jangan masukkan apapun ke dalam mulut.
4. Anak
yang mengalami kejang memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan saat anak itu
normal, jadi jangan menahan atau menggendong anak selama kejang berlangsung.
5. Berikan
obat pereda demam , contohnya parasetamol (10mg/kgBB/kali diberikan 4x sehari)
atau ibuprofen (5mg/kgBB/kali diberikan 3x sehari). Jangan memberikan aspirin
(asam asetil salisilat) untuk demam pada anak-anak karena beresiko terjadinya sindroma
reye.
6. Berikan
obat anti kejang (diazepam) bila ada. Obat anti kejang supositoria dimasukan
melalui anus. Dosis : 0,5 – 0,75mg/kgBB atau 5mg untuk anak dengan berat badan
<10kg atau 10mg untuk >10kg, atau bisa juga diberikan berdasarkan usia
(5mg untuk usia < 3 tahun, 7,5mg untuk > 3 tahun). Bila masih kejang
juga, maka dapat diberikan satu kali lagi diazepam dengan dosis yang sama (5mg)
sebelum dibawa ke rumah sakit. Jangan memberi obat anti kejang jika kejang
telah berhenti.
7. Segera
bawa ke rumah sakit, bila kejang telah berlangsung lebih dari 10 menit atau
setelah 2x pemberian diazepam kejang masih belum berhenti. 2,3,4
BAGAN CARA PENGOBATAN KEJANG DEMAM |
2.8.1 Nonedikamentosa
Edukasi
pada orang tua
Kejang merupakan peristiwa yang
menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian orang tua beranggapan
bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara
diantaranya:
·
Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
·
Memberitahukan cara penanganan kejang
·
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
·
Pemberian obat untuk pencegahan rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.7
2.9 Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan
rasa cemas yg amat sangat pada para orangtua,
sebagian besar kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang. Kejang demam simple tidak
mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan
mental atau kesulitan belajar, ataupun apilepsi.
Epilepsi pada anak diartikan sebagai
kejang berulang tanpa adanya demam. Kecil kemungkinan epilepsy timbul setelah
kejang demam. Sekitar 2 – 4 % anak
kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu
sendiri. Kejang pertama kadang dialami oleh anak dengan epilepsi pada saat
mereka mengalami demam. Namun begitu, antara 95 - 98% anak yg mengalami kejang
demam simple tidak menimbulkan epilepsy.
Komplikasi yg paling umum dari
kejang demam, adalah adanya kejang demam berulang. Sekitar 33% anak akan
mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali. Resiko terulangnya kejang
demam akan lebih tinggi jika:
·
pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg
tidak terlalu tinggi.
·
jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit.
·
Ada faktor turunan dari ayah-ibunya.
Namun begitu, factor terbesar adanya
kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin muda usia anak saat mengalami
kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami kejang berulang.2,7
2.9 Prognosis
Umumnya baik. Tapi apabila tidak
diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi: Kejang demam berulang, epilepsi, kelainan motorik, gangguan mental dan belajar.
BAB III
Penutup
Kejang demam
ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal
diatas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Infeksi
virus saluran pernafasan atas, roseola dan otitis media akut adalah penyebab
kejang demam yang paling sering.
Dalam
penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan yaitu:
memberantas kejang secepat mungkin, Pengobatan penunjang, Memberikan pengobatan
rumat, Mencari dan mengobati penyebab.
Dengan penanggulangan
yang tepat dan cepat, prognosisnya baik. Dari penelitian yang ada, frekuensi
terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan
pertama.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC.
2.
Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jilid II. Ed.11. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3.
Sukandar.E.Y.(et
all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
4.
Frank J. Domino, MD. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia:
Department of Family Medicine and Community Health; 2008.
5.
Abdul Latief, et all. Pemeriksaan
Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2. 2009. Jakarta: CV Sagung Seto
6.
Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2007.