DIABETES
MELITUS TIPE 2
Bab
I
Pendahuluan
Diabetes merupakan masalah yang
cukup penting untuk mendapat perhatian lebih bukan oleh karena penyakitnya itu
sendiri, melainkan komplikasi yang dapat timbul dari penyakit itu sendiri.
Diabetes melitus sendiri sebenarnya merupakan penyakit metabolik endokirn yang
kronik progresif, ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik adan melibatkan
semua oragan tubuh yang disebabkan oleh karena difisiensi produk insulin di
dalam tubuk baik relatif/ absolut atau produksi insulin kwantitasnya normal
tetapi kualitanya abnormal atau kurang sensitif.. Penderita diabetes melitus
akan sangat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, dimana penyakit ini
merupakan salah satu penyebab kematian terbesar dari diabetes melitus.
Komplikasi lain yang muntin terjadi pada jangka waktu yang panjang selain
penyuakit kardiovaskular adlah nefropati, neuropati, maupun retinopati.
Sedangkan untuk komplikasi jangka pendek dapat terjadi asidosis laktat,
ketoasidosis, koma hiperglikemik, dan sebagainya. Diabetes melitus sendiri
sebenarnya merupakan keadaan dimana kadar gula darah meningkat. Peningkatan
gula darah ini dapat disebabkan oleh kekurangan sekresi dari insulin yang
merupakan diabetes tipe 1, ataupun disebabkan oleh kurangnya respon tubuh
terhadap insulin yang disebut dengan diabetes tipe II. Diabetes juga dapat
disebabkan oleh penyakit lain seperti defek genetik, obat-obatan, infeksi,
imunologi, dan sebagainya. Selain beberapa penyebab diatas diabetes yang cukup
sering juga yaitu diabetes gestasional. Pada penderita diabetes tipe I
merupakan diabetes yang harus diterapi dengan pengunaan insulin, sedangkan
diabetes tipe lain dapat digunakan terapi obat-obatan walaupun tidak menutup
kemungkinan pengunaan insulin pada keadaan yang berat. Tetapi penanganan dari
diabetes sendiri dibagi menjadi 4 pilar utama yaitu penyuluhan, diet yang
ketat, olahraga, baru yg terakhir adalah pengunaan obat-obatan.
Penderita diabetes melitus di dunia sangat meningkat
dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 1995 jumlah penderita diabetes
melitus di dunia mencapai 135,3 juta jiwa. Dan berdasarkan prediksi dari WHO
diperkirakan penderita diabetes pada tahun 2025 akan naik mencapai 300 juta
jiwa. Indonesia sendiri pada tahun 1995
memiliki jumlah penderita diabetes sebesar 4,5 juta jiwa, sedangkan
prediksi WHO pada tahun 2025 akan mencapai 12,4 juta jiwa dengan urutan nomor
lima terbanyak di dunia. Tendensi pendingkatan dari penderita diabetes melitus
baik di Indonesia maupun di dunia disebabkan oleh gaya hidup yang sangat
berubah drastis terutama pada negara berkembang. Pada saat ini kekerapan dari
penderita diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 sampaii 1,6 %. Pada penderita diabetes melitus yang cukup menarik perhatian adalah peningkatan
jumlah usia lanjut dan perbaikan harapan hidup dari penderita diabetes itu
sendiri. Dengan bertambahnnya usia lanjut penderita diabetes melitus dan
banyaknya penderita diabetes yang baru maka akan sangat meningkatkan jumlah
penderita diabetes secara keseluruhan.
BAB
II
ISI
Anamnesis
Diabetes melitus merupakan keadaan
hiperglikemia yang memberikan efek sangat luas bagi tubuh. Oleh karena itu,
anamnesis merupakan salah satu metode utama untuk mendiagnosis diabetes melitus
ini sendiri. Ciri-ciri utama dari penderita diabetes melitus adalah adanya poly
uria, poly dispsia, dan polyfagia. Beberapa keadaan yang lain yang sering
diketemukan pada penderita diabetes melitus antara lain adanya penurunan berat
badan dan lemas. Gejala-gejala komplikasi dari diabetes melitus juga dapat
ditanyakan kepada pasien. Komplikasi sendiri dibagi menjadi dua yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronik.
Pada komplikasi akut diabetik
ketoasisdosis gejala yang sering tampak adalah kesadaran pasien yang menurun
yang ditandai dengan tidak dijawabnya pertanyaan dengan sempurna. Yang penting
ditanyakan pada diabetik ketosasidosis adalah adanya riwayat berhenti menyunti
insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang juga sering
dijumpai. Dapat pula dijumpai nyeri perut
yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi
lambung. Komplikasi
berikutnya yaitu koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (NHNK). Gejala
klinis dari komplikasi ini ditadai dengan adanya gejala dari dehidrasi berat
dan sering disertai gangguan neurologis seperti adanya kesemutan atau kaki
kejang, dan kadang datang dengan keluhan ssaraf lainnya seperti letargi,
disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma. Beberapa keluhan yang wajib
ditanyakan antara lain adalah adanya rasa haus, poliuri, polidipsi dan adanya
benurunan berat badan. Selain gejala utama tadi perlu juga mendapat informasi
tentang adanya ganguan penglihatan dan adanya rasa lemah. Riwayat mundah dan
mual juga mungkin ditemukan tetapi lebih jarang dibandingkan dengan koma
ketoasidosis. Komplikasi ketiga yaitu adanya koma hipoglikemik. Pada keadaan
ini biasanya lebih disebabkan karena pengunaan insulin atau obat anti diabetes
oral yang berlebihan atau tidak mengunakannya bersamaan dengan makanan. Maka
perlu ditanyakan bagaimana pengunaan obat-obatan terserbut. Selain itu juga
perlu ditanyakan apakah pasien terserbut sudah berusia lanjut dan apakan ada
gejala dari dimensia.
Komplikasi kronis yang dapat
dijumpai antara lain neuropati, nefropati, retinopati, CVD, aterterosklerosis,
tuberkulosis, dan sirosis hepatis. Karena adanya bahaya retinopati berupa
katarak maka perlu dilakukan anamnesis berupa kondisi penglihatan pasien antara
lain adanya penglihatan kabur atau sliau saat melihat di temapat yang sangat
terang. Gejala dari nefropati pada awal kasus akan sangat tidak jelas hanya
berupa mual, pusing karena anemia, dan buang air kecil yang jumlahnya sedikit.
Pada gangguan saraf perlu diperhatikan adanya kesemutan, baal, pegal, nyeri.
Selain itu adanya inpoten dan gangguan buang air kecil dan diare. Komplikasi
berikutnya yaitu sirosis hepatis yang ditandai dengan adanya hematemesis dan
melena yang dapat ditanyakan langsung pada pasien. Infeksi paru sering terjadi
pada penderita diabetes melitus yaitu TBC yang ditandai dengan sesak nfas dan
adanya batuk berdarah yang lebih dari 2 minggu berturut-turut.1,2,3
Pemeriksaan
Fisik
Inspeksi
Pemeriksaan
fisik ini yaitu inspeksi selain melihat keadaan umum pasien juga untuk mencari
apakah pasien ada komplikasi yang sering terjadi pada pasien DM seperti pada
kaki. Inspeksi, lihat apakah ada atrofi / hipotrofi otot, kontraktur atau
cicatrik, apakah ada gerakan-gerakan terbatas, apakah ada lesi-lesi infiltrat,
abses, ulkus, gangren, borok. kelainan pada kulit yang perlu di
perhatikaan adalah ada tidaknya bekas garukan sebagai akibat rasa gatal pada
kulit terutama pada lipatan kulit. pemeriksaan pada mata biasanya digunakan
oftalmoskop. Oftalmoskop adalah
sumber cahaya yang mempunyai serangkaian lensa yang dapat difokuskan pada jarak
yang berbeda-beda.
Mikroaneurisma
adalah dilatasi arteriol yang berbentuk kantong-kantong kecil di dekat tempat
percabangannya. Kelainan ini patognomotik untuk diabetes melitus, dan dapat
menandakan adanya vaskulopati serupa yang terdapat dalam ginjal. Mikroaneurisma
lebih mudah divisualisasikan dengan filter hijau yang dipasang pada sumber
cahaya. Neovaskularisasi adalah perubahan lainnnya yang terjadi pada diabetes.
Ia terlihat sebagai sepotong pembuluh darah baru yang berliku-liku yang kadang
kelihatanya tumbuh langsung ke dalam vitreous humor.
Pendarahan
ke dalam retina pada bentuk khas berbentuk seperti lidah api, yaitu bintik
kecil pada tempat munculnya yang kemudian menyebar dan berbentuk seperti baji. Eksudat
mempunyai bentuk yang berbeda tergantung pada lapisan retina tempat terjadinya
eksudat tersebut dan etiologinya. Eksudat kapas mentah berbatas kurang tegas
dan biasanya tidak seputih yang pertama. Ini disebabkan oleh infark iskemik
pada retina.
Tingkat kesadaran terutama
mencerminkan kemampuan pasien untuk sadar atau keadaan bisa dibangunkan.
Tingkat kesadarn ditentukan oleh tingkat aktivitas, yaitu pasien dapat
dibangunkan untuk melakukan aktivitas sebagai respon terhadap penignkatan
rangsangan oleh pemeriksa. Lima tingkat kesadaran yang biasa dipakai di
klinik dijelaskan pada tabel berikut, disertai teknik-teknik yang dapat
digunakan untuk mendapatkan tanda khas dari setiap tingkat kesadarn tersebut.
Tingkatkan stimulus yang anda berikan dengan tepat, tergantung dari respon
pasien. Ketika
memeriksa pasien dengan perubahan tingkat kesadaran, jelaskan dan catat dengan
tepat apa yang anda lihat dan dengar. Istilah yang sifatnya kesimpulan seperti
letargi, obtudansia (somnolen), stupor atau koma dapat memiliki makna yang
berbeda bagi pemeriksa lain.
Kompos mentis (kesadaran penuh). Bicaralah kepada pasien dengan nada suara yang normal.
Pasien yang sadar akan membuka matanya, menatap anda dan bereaksi secara penuh
serta tepat terhadap rangsangan (arousal intact).
Letargi. Berbicaralah kepada pasien dengan suara yang keras. Misalnya, panggil nama pasien
atau tanyakan “Bagaimana keadaan Bapak/Ibu/Anda?” Pasien letargi akan terlihat
mengantuk, tetapi masih membuka kedua matanya dan menatap anda, menjawab
pertanyaan dan kemudian tertidur lagi.
Somnolen. Guncangkan
tubuh pasien secara perlahan seperti ketika membangunkan orang yang tidur.
Pasien yang somnolen akan membuka matanya dan menatap anda, tetapi menunjukkan
respon yang lambat dan terlihat agak bingung. Kesadarn dan perhatian pada
lingkungan tampak menurun.
Stupor. Berikan rangsangan yang menimbulkan rasa nyeri.
Misalnya, memijit tendon, gosok tulang sternum atau menggulirkan pensil dengan
penekanan pada kuku. Pasien yang stupor hanya bangun dari tidurnya
bila dilakukan rangsangan yang menimbulkan rasa nyeri. Respons verbalnya
lambat atau bahkan tidak ada. Pasien segera masuk kedalam keadaan nonresponsif
(tidak bereaksi) ketika rangsangan dihentikan. Keadaan ini merupakan tingkat
kesadaran yang paling minimal terhadap diri atau lingkungannya.
Koma. Berikan
rangsangan yang kuat secara berulang-ulang. Pasien yang koma te\tap tidak bisa
dibangunkan sementara kedua matanya tertutup. Tidak ada bukti bahwa pasien
bereaksi terhadap kebutuhan internal atau rangsangan eksternal.
Palpasi
Palpasi untuk cek kulit, apakah dingin
(makroangiopati), hangat / panas (ada infeksi), cek pulsasi arteri dorsalis
pedis dan arteri tibialis posterior. Dapat pula dilakukan pemeriksaan reflek dengan tes
sensibilitas menggunakan monofilamen, KPR (Knee Patella Refleks) dan APR
(Achilles Paddle Refleks), Babinski’s sign.
Refleks Patela (KPR) yaitu melakukan
ketukan pada tendon patella dengan hammer. Responnya plantar fleksi longlegs
karena kontraksi m.quadrises femoris. Refleks Achilles (APR) yaitu melakukan ketukan
pada tendon achilles. Responnya plantar fleksi longlegs karena kontraksi
m.gastroenemius. Refleks triseps sure (reflek
tendon Achilles) dalam bahasa Belanda refleks ini disebut
Achillespeesreflex, disingkat APR. Singkatan APR ini masih sering digunakan di
Indonesia. Tungkai bawah difleksikan sedikit, kemudian kita pegang kaki pada
ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu,
tendon Achilles diketok. Hal ini mengakibatkan fleksi pada kaki. Lengkung ini
melalui S1,S2. Pada Babinki’s sign dilakukan pada pasien dengan posisi terlentang, dan
dengan menggunakan alat yang runcing tapi tidak tajam, lakukan goresan pada sisi
lateral telapak kaki dari tumit ke arah lengkung pangkal jari-jari. Pada
keadaan normal terjadi plantarfleksi dari jari-jari kaki, namun pada Babinki’s
sign positif, terjadi dorsofleksi ibu jari disertai pemekaran jari-jari, yang
menunjukkan lesi sistem saraf pusat pada traktus kortikospinal.
BACA kelanjutan mengenai Diabetes melitus Type 2, tentang pemeriksaan laboratorium dan cara mendiagnosanya, DISINI