PENGOBATAN DIABETES MELITUS SERTA PENCEGAHANNYA
Pilar
penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM
dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4
minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang
pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus
diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2
umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan
mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2006 yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi.
2. Terapi Gizi Medis
Terapi
Gizi Medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci
keberhasilan terapi gizi medis adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu
sendiri). Setiap penyandang diabetes
sebaiknya mendapat terapi gizi medis sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
sasaran terapi. Dengan prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir
sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat
penurun glukosa darah atau insulin.
Asupan
karbohidrat sangat berpengaruh terhadap kadar gula dalam darah. Oleh karena itu
karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan dan
makanan harus mengandung karbohidrat haruslah yangberserat tinggi. Pemberian
gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandangdiabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain. Pemberian gula hanya sebagai penyedap hanya
dibatasi dan tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Oleh karena itu pemanis alternatif dapat digunakan sebagai
pengganti gula,asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted
Daily Intake). Pemberian karbohidrat ini diberikan pada
saat makan yaitu tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan
selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.
Asupan
lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi
30% total asupan energi. Dimana lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori dan lemak
tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole
milk). Kolesterol tetap sangat dibutuhkan oleh tubuh dengan anjuran
konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
Asupan
protein dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.dengan sumber
protein yang baik adalah seafood (ikan,
udang, cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah
lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe. Pada pasien dengan nefropati
perlu penurunan asupanprotein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari
kebutuhanenergi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Pemanis
dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis
bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Dimana gula
alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,
sorbitol dan xylitol.
Dalam penggunaannya, pemanis bergizi ini perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Sedangkan pemanis tak
bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, neotame.
Pengunaan pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman(Accepted
Daily Intake / ADI )
Pada penderita
diabetes melitus penting untuk dilakukan penghitungan jumlah kaloriAda beberapa
cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di
antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor
yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat
badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus dimodifikasi menjadi : Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm -
100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*
q BB Kurang <18,5
q BB Normal 18,5-22,9
q BB Lebih >23,0
v Dengan risiko 23,0-24,9
v Obes I 25,0-29,9
v Obes II >30
Faktor-faktor
lain juga menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, aktivitas
fisik, umurdan berat badan. Dimana kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil
daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria
sebesar 30 kal/ kg BB. Untuk pasien usia di atas 40
tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun,
dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
Hal yang paling penting yang mempengaruhi kebutuhan kalori yaitu aktivitas
fisik atau pekerjaan. Dimana penambahan
sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada
pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan
aktivitas sangat berat. Berat badan juga dipertimbangkan dalam mengatur jumlah
kalori yang dibutuhkan. Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung
kepada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar
20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat
badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari
untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah
kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar
untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan
ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh
mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes
yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani
sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:
jalan kaki, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani
bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi
farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani.
Obat
pertama yang dapat digunakan adalah obat hipoglikemik oral. Berdasarkan
cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan yaitu : A. pemicu sekresi insulin
(insulin secretagogue) antara lain sulfonilurea
dan glinid; B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,
tiazolidindion; C. penghambat glukoneogenesis (metformin); D. penghambat
absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
A.
Pemicu Sekresi Insulin
Pemicu sekresi
insulin yang pertama merupakan obat golongan sulfonilurea. Obat golongan ini
mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan
merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang,
namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Glinid merupakan
obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral
dan diekskresi secara cepat melalui hati.
B.
Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
(rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma(PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel
otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan
dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C.
Penghambat glukoneogenesis
Metformin
mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada
penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan.
D.
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja
dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Insulin dapat
juga diberikan pada pasien hiperglikemik yang disebabkan oleh diabetes melitus
tipe 2. Pemberian insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang
disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non
ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis
hampir maksimal, Stres
berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke), kehamilan dengan
DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan,
gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, dan kontraindikasi dan atau alergi
terhadap OHO. Jenis dan lama kerja insulin dapat dibagi
menjadi insulin
kerja cepat (rapid acting insulin), insulin kerja pendek (short
acting insulin), insulin kerja menengah (intermediate
actinginsulin), insulin kerja panjang (long
acting insulin), insulin campuran tetap, kerja
pendek dan menengah (premixed insulin).
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin
yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Insulin umumnya
diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik
tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan
intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Terdapat sediaan insulin campuran
(mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan
kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat
sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain,
dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Lokasi
penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan insulin harus dilakukan
dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin,
semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang
diabetes yang sama. Harus diperhatikan kesesuaian
konsentrasi insulin (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL
dari semprit). Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang
tersedia hanya U100.
Pemberian OHO
maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan
secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian
OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus
dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.
Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi
tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada
pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO.
Untuk kombinasi
OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin
basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya
dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup
kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat
hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
Pencegahan
Pencegahan
terhadap penyakit diabetes melitus dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan
terbagi menjadi beberapa tipe.
Pencegahan
primer adalah upaya yang ditujukan kepada orang-orang yang termasuk ke dalam
kategori beresiko tinggi, yaitu orang-orang yang belum terkena penyakit ini
tapi berpotensi untuk mendapatkannya. Untuk pencegahan secara primer, sangat
perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang berpengaruh
terhadap terjadinya diabetes melitus, serta upaya yang dilakukan untuk
menghilangkan faktor-faktor tersebut. Edukasi berperan penting dalam pencegahan
secara primer.
Pencegahan
sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit
dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini
dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan tersebut
membutuhkan biayayang cukup besar. Pengobatan penyakit sejak awal harus segera
dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyakit menahun. Edukasi
mengenai diabetes melitus dan pengelolaannya, akan mempengaruhi peningkatan
kepatuhan pasien untuk berobat.
Pencegahan
tersier merupakan suatu pencegahan dengan tujuan mencegah terjadinya kecacatan
lebih lanjut dan merehabilitasi penderita sedini mungkin sebelum penderita
mengalami kecacatan yang menetap. Pencegahan semacam ini yang disebut dengan
pencegahan tersier. Contohnya saja, acetosal dosis rendah (80 – 325 mg) dapat
diberikan secara rutin bagi pasien diabetes melitus yang telah memiliki
penyakit makroangiopati (pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh
darah otak, pembuluh darah kapiler retina mata, pembuluh darah kapiler ginjal).
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
sangat diperlukan.
Prognosis
Diabetes
melitus tipe 2 jarang menyebabkan komplikasi akut yang menyebabkan kematian
yang mendadak. Sebagian besar kematian pada diabetes melitus tipe dua disebabkan
oleh ketidakterkontrolannya gula darah. Oleh karena itu, menjaga kadar gula
darah plasma dalam batas normal akan memperlambat timbulnya komplikasi kronis.
Sebagian besar komplikasi kronis baru akan terlihat setelah 10-15 tahun apabila
gula darah tidak dikontrol dengan baik. Apabila kadar gula darah dikontrol
dengan baik, maka morbiditi dan mortaliti dari diabetes melitus akan jauh
berkurang dibandingkan dengan pasien yang tidak terkontrol. Pencegahan dan
pencyuluhan juga menjadi sangat penting untuk mengedukasi pasien tentang
penyakit yang dideritanya.
BAB III
Kesimpulan
Diabetes
Melitus menjadi masalah utama di negara berkembang maupun negara maju karena
jumlahna yang terus meningkat, terutama dinegara berkembang karena berubahnya
pola hidup dan gaya hidup. Diabetes melitus tipe 2 merupakan diabetes melitus
yang disebabkan oleh berkurangnya respon jaringan terhadap insulin.
Penatalaksanaan dibagi menjadi 4 pilar utama yaitu olahraga, diet, edukasi, dan
pengungaan terapi farmakologis. Dengan mengunakan keemat dasar penatalaksanaan
diharapkan komplikasi baik akut maupun kronis dapat berkurang secara
signifikan.